Anda di halaman 1dari 12

KERAJAAN TERNATE - TIDORE

Disusun oleh:
Ade Rizky R (02)
Alif Sukma D S (03)
Emma Aidah Y (10)
Talita Inas R (27)

KERAJAAN TERNATE
* Letak kerajaan
*Tahun pendirian

Berdiri pada abad ke-13 di pulau Tidore, sebelah selatan kerajaan
Ternate

terletak di Maluku Utara
Sejarah berdirinya
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk
Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Momole
(kepala marga), merekalah yang pertama tama mengadakan
hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru
mencari rempah rempah. Tahun 1257 momole Ciko pemimpin
Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama
dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi
berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan
selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk
disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan
orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar
dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka
mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Ternate
berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan
sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan
terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Silsilah raja-raja
Sultan Khairun
Sultan Tarbaji
Zainal Abidin
Sultan Baabullah
Masa perkembangan
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang
karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat
berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih. Ternate dan
Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak
berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku,
kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan
tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512
menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao
Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore
sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi
pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-
sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain
pihak, ternyata bangsa Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga
berusaha menyebarkan ajaran agama mereka. Penyebaran agama ini
mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan Khairun (1550-1570). Ketika
diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo, Sultan Khairun
dibunuh oleh Portugis.
Akhir pemerintah

Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal
bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa
dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-
barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses
perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat.
Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi
kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat .

Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua
kerajaan membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh
Sultan Baabullah (1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis
berhasil diusir dari Ternate. Keberhasilan itu tidak terlepas dari
bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga berhasil
memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.



* Letak kerajaan Tidore :


Kota Tidore , Maluku Utara , Indonesia
sekarang.
Tahun pendirian :
Berdiri pada abad ke 13 Masehi
KERAJAAN TIDORE
Letak kerajaan Tidore
Kota Tidore , Maluku Utara , Indonesia sekarang.

Masa perkembangan kerajaan Tidore

Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18),
kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau
Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.Pada
tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai
sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya
yang bersekutu dengan Portugis . Setelah mundurnya Spanyol dari
wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis
sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore
menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah Maluku.
Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah
1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap
wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-
18.
Silsilah raja Tidore
Sultan Jamaludin
Sultan Almansur
Sultan Nuku
Sultan Kamaluddin
Sultan Saifuddin
Sultan Amiruddin Iskandar Zulkamaen
Sejarah Tidore

Tidore merupakan salah satu pulau yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku.
Sebelum Islam datang ke bumi nusantara, Tidore dikenal dengan nama Kie Duko,
yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi
topografi Tidore yang memiliki gunung api bahkan tertinggi di gugusan kepulauan
Maluku yang mereka namakan gunung Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah
tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan dua rangkaian kata bahasa
Tidore dan Arab dialek Irak : bahasa Tidore, To ado re, artinya, aku telah sampai
dan bahasa Arab dialek Irak anta thadore yang berarti kamu datang.
Penggabungan dua rangkaian kata dari dua bahasa ini bermula dari suatu peristiwa
yang terjadi di Tidore. Menurut kisahnya, di daerah Tidore ini sering terjadi
pertikaian antar para Momole (kepala suku), yang didukung oleh anggota
komunitasnya masing-masing dalam memperebutkan wilayah kekuasaan
persukuan. Pertikaian tersebut seringkali menimbulkan pertumpahan darah. Usaha
untuk mengatasi pertikaian tersebut selalu mengalami kegagalan.
Suatu ketika, diperkirakan tahun 846 M, rombongan Ibnu Chardazabah, utusan
Khalifah al-Mutawakkil dari Kerajaan Abbasiyah di Baghdad tiba di Tidore. Pada
saat itu, di Tidore sedang terjadi pertikaian antar momole. Untuk meredakan dan
menyelesaikan pertikaian tersebut, salah seorang anggota rombongan Ibnu
Chardazabah, bernama Syech Yakub turun tangan dengan memfasilitasi
perundingan yang disebut dengan Togorebo. Pertemuan disepakati di atas sebuah
batu besar di kaki gunung Marijang. Kesepakatannya, momole yang tiba paling
cepat ke lokasi pertemuan akan menjadi pemenang dan memimpin pertemuan.
Dalam peristiwa itu, setiap momole yang sampai ke lokasi pertemuan selalu
meneriakkan To ado re, karena merasa dialah yang datang pertama kali dan
menjadi pemenang. Namun, ternyata beberapa orang momole yang bertikai
tersebut tiba pada saat yang sama, sehingga tidak ada yang kalah dan menang.
Berselang beberapa saat kemudian, Syech Yakub yang menjadi fasilitator juga tiba
di lokasi dan berujar dengan dialek Iraknya: Anta thadore. Karena para momole
datang pada saat yang bersamaan, maka tidak ada yang menjadi pemenang,
akhirnya yang diangkat sebagai pemimpin adalah Syech Yakub. Konon, sejak saat
itu mulai dikenal kata Tidore, kombinasi dari dua kata: Ta ado re dan Thadore.
Demikianlah, kata Tidore akhirnya menggantikan kata Kie Duko dan menjadi nama
sebuah kerajaan
Akhir Pemerintahan
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku, sistem pemerintahan di
Tidore telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan (kolano) dibantu oleh suatu
Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se nakudi. Dewan ini
dipimpin oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (perdana
menteri). Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato pehak raha (empat pihak
bobato; semacam departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini
bertugas untuk mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir. Empat
bobato tersebut adalah: (1) pehak labe, semacam departemen agama yang
membidangi masalah syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi, imam,
khatib dan modim; (2) pehak adat bidang pemerintahan dan kemasyarakatan yang
terdiri dari Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum Yade (menteri urusan luar),
Hukum Soasio (menteri urusan dalam) dan Bobato Ngofa (menteri urusan kabinet);
(3) Pehak Kompania (bidang pertahanan keamanan) yang terdiri dari Kapita Kie, Jou
Mayor dan Kapita Ngofa; (4) pehak juru tulis yang dipimpin oleh seorang
berpangkat Tullamo (sekretaris kerajaan). Di bawahnya ada Sadaha (kepala rumah
tangga), Sowohi Kie (protokoler kerajaan bidang kerohanian), Sowohi Cina
(protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira Ngare (public relation
kesultanan) dan Syahbandar (urusan administrasi pelayaran). Selain struktur di
atas, masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan tugas pemerintahan,
seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli yang membidangi urusan
propaganda.

Anda mungkin juga menyukai