Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN

“NEONATAL PNEUMONIA”

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Pediatric


Ruang 11 Perinatologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
Dewi Yulia Rahmayanti
NIM. 160070301111008

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN
NEONATAL PNEUMONIA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Pediatric


Ruang 11 Perinatologi RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
DEWI YULIA RAHMAYANTI
NIM. 160070301111008

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
NEONATAL PNEUMONIA

1. Definisi Pnemounia

a. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan parenkim paru
yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda dan gejala seperti
batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan penggunaan otot bantu napas
dan adanya bercak infiltrate pada jaringan paru (Depkes RI 2002). Pneumonia
adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens
infeksius (Smeltzer, 2002).
b. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius
dan banyak diderita pada anak-anak diseluruh dunia. Pneumonia merupakan
penyebab penting infeksi neonatal dan untuk angka morbiditas dan mortalitas yang
signifikan, pada periode neonatal.
c. Pneumonia neonatal adalah infeksi paru-paru pada neonatus. Dengan menyajikan
gambaran klinis dari gangguan pernapasan, terkait dengan temuan radiologi dada
menunjukkan pneumonia dan bertahan selama minimal 48 jam. Onset bisa terjadi
pada saat lahir dan bagian dari sindrom sepsis atau setelah 7 hari dan terbatas
pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan
atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta,
aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009).
d. Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan
sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau
dari serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari
RS (hospitalacquired pneumonia), misalnya dari perawat, dokter, atau pasien lain;
atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator. Disamping itu, infeksi
dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari masyarakat
(communityacquired pneumonia). Pada neonatus gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam, gejala dan tanda pneumonia tidak selalu jelas terlihat. Gambaran klinis
pneumonia neonatus tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih,
napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau
bradikardi, retraksi subkosta, dan demam.
e. Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan kematian
pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering
adalahstreptococcus pneumonia (pneumokokus), hemophilus influenza tipe b (Hib)
dan staphylococcus aureus. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian di
antara semua kelompok umur. Pada anak-anak, banyak dari kematian ini terjadi
pada masa neonatal. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa satu dari
tiga kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia, Lebih dari dua juta meninggal
setiap tahun di seluruh dunia. Pneumonia neonatal merupakan penyebab signifikan
kematian pada bayi yang baru lahir, yang terjadi dalam 30 hari pertama kehidupan
bayi. Bayi dengan pneumonia yang terkomplikasi oleh infeksi melalui darah memiliki
resiko kematian. (Walukouw, 2011)
f. Pada neonatus, agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini
sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban
atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi.
Tanda-tanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat non-spesifik.
Kegagalan untuk mengobati pneumonia pada neonatal dapat mengakibatkan
kematian, karena itu semua neonatus menunjukkan tanda-tanda distress
pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus dipertimbangkan
untuk pemberian antibiotik secara rutin.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Insiden Pneumonia neonatal diperkirakan 1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi
kurang bulan, serta kejadian meningkat pada neonates yang dirawat di NICU.

3. Etiologi Pneumonia Neonatal


Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab
pneumonia pada umumnya, yaitu:
- Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis,
E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella
- Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
- Jamur: Candida.
Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus
sejak lahir sampai usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan
ialah B streptokokus dan bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan
yang bersumber dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada bayi
berumur 3 minggu sampai 3 bulan. Pada umur 3 bulan sampai umur prasekolah, virus
dan Streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan pneumonia,
sedangkan bakteri lain yang berpotensi termasuk Mycoplasma pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe B dan non-typeable strain, Staphylococcus aureus, dan
Moraxella catarrhalis.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Kecurigaan klinis yang
disebabkan oleh agen pathogen dapat dijadikan petunjuk disamping riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik. Sementara hampir setiap mikroorganisme dapat menyebabkan
pneumonia seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus, jamur, dan mikobakteri. Usia
pada saat terkena infeksi, sejarah eksposur, faktor risiko terhadap agen patogen, dan
riwayat imunisasi semuanya dapat memberikan petunjuk yang mengarahkan kepada
agen yang menginfeksi.
Dalam sebuah studi multicenter prospektif, dari 154 anak dirawat di rumah sakit
dengan Community-acquired pneumonia (CAP), didapatkan 79% anak terinfeksi agen
patogen. Bakteri piogenik menyumbang 60% dari kasus, dimana 73% adalah karena
Streptococcus pneumoniae, sedangkan bakteri atipikal pneumoniae seperti Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia terdeteksi masing-masing 14% dan 9%,
Sedangkan virus didapatkan 45%. Sebanyak 23% dari anak-anak dapat memiliki
penyakit virus dan bakteri bersamaan akut. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa
suhu yang tinggi (38,4°C) dalam waktu 72 jam dan adanya efusi pleura secara
bermakna dikaitkan dengan pneumonia bakteri.
Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung jawab
terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat terjadi sepsis
neonatorum dini. Hal ini tidak mengherankan mengingat peran dari genitourinari ibu dan
flora saluran pencernaan merupakan proses yang dapat mengakibatkan infeksi pada
neonatus. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria monocytogenes, atau gram
negatif batang (misalnya, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) merupakan penyebab
umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini dapat diperoleh di dalam rahim, melalui
aspirasi saat dalam jalan lahir, atau melalui kontak pascakelahiran dengan orang lain
atau peralatan yang terkontaminasi.
Grup B Streptococcus (GBS) merupakan bakteri yang paling umum didapatkan pada
tahun 1960-an sampai 1990-an, ketika dampak kemoprofilaksis intrapartum dalam
mengurangi infeksi neonatal dan maternal oleh organisme ini menjadi jelas, bakteri E
coli telah menjadi yang paling umum didapatkan pada bayi dengan berat 1500 gr atau
kurang, lain organisme bakteri potensial seperti; Nontypeable Haemophilus influenzae
(NTHI), Basil Gram negative, enterococci, dan Staphylococcus aureus.
Infeksi oleh bakteri streptokokus Grup B paling sering ditularkan ke janin dalam
rahim, biasanya sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi
kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba),
Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia pada 24 jam pertama
kehidupan. Gambaran klinis biasanya melibatkan sistem organ lain.
Infeksi virus yang didapat dalam komunitas masyarakat sering juga terjadi pada pada
bayi baru lahir dan jarang pada bayi yang lebih tua. Virus yang paling sering terisolasi
adalah respiratory syncytial virus (RSV). Antibodi yang berasal dari ibu penting dalam
melindungi bayi baru lahir dari infeksi tersebut. Pada bayi prematur diduga tidak
mendapatkan cukup imunoglobulin transplasenta IgG, sehingga sangat rentan untuk
mendapatkan infeksi.
Penyebab dari Community-Acquired Pneumonia (CAP) berdasarkan kelompok
usia
Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang
Lahir-20 hari Bacteria Escherichia coli Bacteria Anaerobic organisms

Group B streptococci Group D streptococci


Listeria monocytogenes Haemophilus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Viruses Cytomegalovirus

Herpes simplex virus


3 mgg - 3 bln Bacteria Bacteria
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
S. pneumonia H. influenzae type B and nontypeable
Viruses Adenovirus Moraxella catarrhalis
Influenza virus Staphylococcus aureus
Parainfluenza virus 1,2,and 3U. urealyticum
Respiratory syncytial virus Virus Cytomegalovirus

4 Bln – 5 Thn Chlamydia pneumoniae Bacteria H. influenzae type B


Mycoplasma pneumoniae M. catarrhalis
S. pneumonia Mycobacterium tuberculosis
Viruses Adenovirus Neisseria meningitis

Influenza virus S. aureus


Parainfluenza virus Virus Varicella-zoster virus

Rhinovirus
Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang
Respiratory syncytial virus

4. Klasifikasi pneuonia neonatal


Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :
a. Intrapartum pneumonia
- Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.
Intrapartum pneumonia may be acquired via hematogenous or ascending
transmission, or it may result from aspiration of infected or contaminated
maternal fluids or from mechanical or ischemic disruption of a mucosal surface
that has been freshly colonized with a maternal organism of appropriate invasive
potential and virulence.
- Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau
aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,
atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah
dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. Infants who
aspirate proinflammatory foreign material, such as meconium or blood, may
manifest pulmonary signs immediately after or very shortly after birth.
- Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.

b. Infectious processes often have a honeymoon period of a few hours before sufficient
invasion, replication, and inflammatory response have occurred to cause clinical
signs.Pneumonia pascalahirIntrapartum pneumonia is acquired during passage
through the birth canal.
1) Postnatal pneumonia in the first 24 hours of life originates after the infant has left the
birth canal.Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal
setelah bayi lahir.
2) Postnatal pneumonia may result from some of the same processes described above,
but infection occurs after the birth process.Pasca kelahiran radang paru-paru dapat
diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi
infeksi terjadi setelah proses kelahiran.
3) The frequent use of broad-spectrum antibiotics encountered in many obstetrical
services and neonatal intensive care units (NICUs) often results in predisposition of
an infant to colonization by resistant organisms of unusual pathogenicity.Yang sering
menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak pelayanan
obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan
kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity
yang tidak biasa. Invasive therapies typically required in these infants often allow
microbes accelerated entry into deep structures that ordinarily are not easily
accessible.Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan
mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses.
4) Enteral feedings may result in aspiration events of significant inflammatory
potential.Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan
signifikan potensial. Indwelling feeding tubes may further predispose infants to
gastroesophageal reflux and other aspiration events.Selang makanan mungkin lebih
lanjut dapat mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.These
infants are often relatively asymptomatic at birth or manifest noninflammatory
pulmonary disease consistent with gestational age, but develop signs that progress
well after 24 hours.
5)

5. Patofisiologi Penumonia Neonatal


Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang
disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic
plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-
paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan,
persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang
sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor
predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat,
prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme
patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae
dan Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi
sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan
gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia

Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi
akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC,
WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk,
selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru
menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan
membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat
menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.

6. Manifestasi Pneumonia Neonatal


Pneumonia pada neonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir,
dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi
dada, batuk dan mendengus.WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan
bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak
hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama.
Takipnea merupakan tanda yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus,
termasuk tanda lain seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-56%),
ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%).
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan,
letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa
bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi,
sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi
mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi.
Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi,
perubahan suara napas, dan adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru
atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea,
takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan
kolaps sirkulasi.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifer rendah, letargi, tidak
mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik,
DIC

7. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru berupa perkusi
paru pekak, auskultasi terdapat ronchi nyaring dan suara pernapasan bronchial, inspirasi
rales dan terdapat penggunaan otot aksesori.

8. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple
abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium:
DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
O2.
Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi
amnion (risiko pneumonia tinggi).
Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran
udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia

9. Diagnosis Pneuomonia Nenonatal


Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan.
Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan agen pathogen yang
menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk yang sering disebabkan oleh
bakteri anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi penyebab infeksi. Kultur jamur,
virus, dan U. urealyticum merupakan tes yang lainnya yang dapat dilakukan tetapi harus
didasarkan pada gejala klinis yang ada.
Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan
pencitraan dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis
pneumonia neonatal. Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal
kondisi neonatus dan untuk menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau
perkembangan penyakit dan efek dari tindakan terapi intervensi. Radiografi thorax
konvensional tetap menjadi diagnosis andalan pada neonatus dengan gejala distress
pernapasan. Pada neonatus, radiografi thorax sebagian besar dilakukan dengan posisi
supine dan dalam proyeksi anteroposterior. Pada pneumonia didapatkan Perbercakan
dengan pola garis di perihilar yang dapat menyerupai TTN (Transient Tachypnea of The
Newborn), Perbercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat
menyerupai HMD dengan penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD
(Respiratory Distress Syndrome) harus dianggap sebagai pneumonia sampai terbukti
sebaliknya. Efusi pleura pada 25% kasus.
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris, mencakup
bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis kuman penyebab
infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan pada pemilihan
antibiotika yang tepat.

Neonatal pneumonia.Bercak konsolidasi diseluruh kedua lapangan paru


Pada kebanyakan kasus pneumonia, perbercakan asimetris dan hiperaerasi dapat terlihat.

Perbercakan retikulogranular seperti pada HMD dapat terlihat, terutama pada pneumonia
akibat S.pneumoniae grup B.
Komsolidasi pada lobus superior kiri paru akibat S. pneumonia.

Penyakit b-hemolytic streptococcal grup B. seorang bayi umur 2 hari, tampak bayangan
infiltrate yang luas pada kedua paru terutama pada paru kiri dan efusi pleura pada paru kiri.
Mediastinum terdiring ke sisi kanan.
Pneumonia aspirasi. Tampak granular kasar dengan aerasi tidak teratur dari aspirasi bahan
yang terkandung dalam cairan ketuban, seperti verniks kaseosa, sel-sel epitel, dan
mekonium.

Pneumotoraks sisi kiri. Merupakan Komplikasi dari pneumonia neonatal. Perhatikan


ruang lobus atas terdapat bayangan udara pada kedua sisi paru.

Bayi baru lahir segera setelah lahir dengan sianosis dan gangguan pernapasan dan
menjalani operasi untuk penyakit jantung bawaan. Terdapat bayangan udara sebelum
operasi, yang diinterpretasikan sebagai edema paru. Namun, setelah operasi, dengan
tindakan aspirasi bronkial didapatkan Staphylococcus aureus.

Pneumonia pada paru kiri lobus atas: Pada hemidiaphragm kiri terlihat
menunjukkan keadaan patologi. Pada foto lateral, didapatkan kekeruhan yang luas pada
pada bagian anterior ke fissure obliq pada atas lobus.

Meskipun pneumonia neonatal tidak memiliki tanda karakteristik yang jelas, Banyak

hasil radiografi thorax yang ditemukan konsisten dengan pneumonia neonatal. Ada

beberapa tanda seperti kekeruhan yang luas pada parenkim paru yang menyerupai tanda

“ground-glass appearance” dari sindrom distress pernapasan . Tanda ini tidak spesifik

ditemukan pada proses hematogen. Aspirasi cairan yang terinfeksi dapat memberikan

gambaran serupa.

Kekeruhan yang merata atau konsolidasi umumnya dianggap sebagai komplikasi

antepartum atau aspirasi intrapartum, terutama ketika bagian perifer dari paru-paru terlibat.

Densitas yang merata di bada bagian basa di kedua paru terutama paru kanan

menunjukkan aspirasi postnatal.


Hiperinflasi terkait dengan konsolidasi merata menunjukkan obstruksi jalan napas

parsial yang disebabkan oleh sumbatan lender dan debris inflamasi. Tanda air bronchogram

biasanya menunjukkan konsolidasi yang luas, tetapi tanda ini tidak pesifik dan mungkin

berkaitan perdarahan paru atau edema. Kehadiran pneumatoceles terkait dengan efusi

pleura menunjukkan proses infeksi pneumonia.

Dalam sebuah studi tentang radiografi thorax didapatkan 30 bayi yang di otopsi

dengan paru-paru yang terinfeksi, kelainan yang paling umum diidentifikasi adalah densitas

alveolar bilateral (77%). Dari pasien ini, sepertiga memiliki karakteristik yang luas,

perubahan densitas alveolar dengan air bronchograms yang banyak. Kehadiran efusi pleura

pada penyakit membran hialin dan transien takipnea yang menetap selama 1-2 hari

merupakan tanda yang sangat membantu membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal.

Perubahan radiografi yang didapat dapat membantu dalam diagnosis pneumonia neonatal,

terutama jika informasi ini berkorelasi dengan gambaran klinis.

CT scan dapat membantu meninykirkan kemungkinan tumor, kelainan pembuluh

darah, kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate.

CT scan axial menggambarkan bayanngan udara ruang yang luas pada kedua paru dan
konsolidasi pada basal paru yang berhubungan dengan air bronchogram yang berasal dari
pneumonia neonatal.
Ultrasonography merupakan pemeriksaan radiografi yang berguna dalam keadaan

tertentu. Ultrasonography sangat berguna untuk mengidentifikasi dan melokalisasi cairan

dalam ruang pleura dan perikardial. Ultrasonography merupkana teknik noninvasif yang

cocok untuk neonatus. Ultrasonography memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi

efusi pleura dan mendeteksi konsolidasi di basis paru-paru. Tidak ada radiasi yang terlibat

dan prosedur dapat diulang berkali-kali.


DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Diagnosis differensial dari patologi paru berdasarkan volume dan densitas paru.

Foto thorax normal anak usia 2 hari


A B

Aspirasi Meconium. A Tampak corakan kasar, globular, glabulated pada seluruh lapangan
paru. Volume paru meningkat. B hyperexpansion dan corakan kasar diseluruh lapangan
paru. Jantung tampak membesr
(meskipun tidak dalam kasus ini)
A B

Transient tachypnea of the newborn. A. Bayi baru lahir dengan section tampak bayangan
“strand-like” yang luas pada bagian hilus pada kedua paru. Volume paru meningkat. B.
Tampak cairan pada fissure mayor (panah hitam).

A B

Hyaline membrane disease. A. Pada bayi premature diteumkan tanda “ground-glass


appearance” pada kedua paru. Volume paru normal. Tampak endotracheal tube dalam
carian. B.Tampak tanda granular yang disebabkan oleh atelectatic surfactant-deficient
alveoli (terminal air sacs)

A B
Hyaline membrane disease. (A) Bayi umur 1 hari, tampak bayangan reticulonodular dengan
prominent air bronchogram. (B) Bayi umur 3 hari, tampak opasifikasi paru dengan kontur
jantung dan diafragma yang menghilang.

10. Pengobatan Pneumonia Neonatal


WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam
minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam,
ditambah dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan
ampicilin seperti benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin
atau tobramycin. Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap
penicillin seperti flucloxacillin atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin.
Dalam sebuah percobaan acak pada bayi Kenya, pemberian sehari sekali
gentamicin dengan dosis loading 8 mg/kg, pada bayi < 2 kg diberikan 2 mg/kb,
sedangkan pada bayi > 2 kg diberikan 4 mg dalam minggu pertama kehidupan.
Pemberian 4 mg/kg pada bayi yang berat < 2 kg atau 6 mg/kg dengan berat > 2 kg
dalam minggu kedua tau lebih. Jika bayi tidak berespon terhadap pemberian antibiok lini
pertama, WHO merekomendasikan untuk mengganti antibiotic dengan generasi ketiga
cephalosporin atau kloramfenikol terutama pada bayi yang tidak premature dan level
obat dapat di monitor.
Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics
dan ventilasi dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika
penyebabnya bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5
mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-
amoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan
Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime
atau amoxicillin.
Pengobatan pendukung pada pneumonia non bakteri, jika penyebabnya Chlamydia
dan mycoplasma harus diterpi dengan erythromycin 40–50 mg/kg/hari dan diberikan
peroral. Jika pneumonia yang disebabkan oleh pneumocystis carinii dapat diberikan co-
trimoxazole 18–27 mg/kg/hr.
Prioritas awal pada anak dengan pneumonia meliputi identifikasi dan pengobatan
gangguan pernapasan, hipoksemia dan hiperkarbia. Mendengus, melebar, tachypnea
parah dan retraksi harus meminta dukungan pernapasan langsung. Anak-anak yang
berada dalam kesulitan pernapasan yang parah harus menjalani intubasi trakea jika
mereka tidak mampu untuk mempertahankan oksigenasi atau mengalami penurunan
tingkat kesadaran.
Amoksisilin digunakan sebagai agen lini pertama untuk anak-anak dengan
pneumonia komunitas tanpa komplikasi, Generasi kedua atau ketiga dari sefalosporin
dan antibiotik macrolide seperti azitromisin merupakan alternatif yang bisa diterima.
Pada pasien rawat inap biasanya diobati generasi sefalosporin intravena, dan seringkali
dikombinasikan dengan macrolide.
Pneumonia Influenza A yang sangat parah atau bila terjadi pada pasien berisiko
tinggi dapat diobati dengan oseltamivir atau zanamivir. Pneumonia Virus Herpes Simplex
diobati dengan asiklovir parenteral, sedangkan Infeksi jamur invasif, seperti yang
disebabkan oleh Aspergillus atau spesies Zygomycetes, dapat diberikan amfoterisin B
atau vorikonazol.
Amoxicillin dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, pada bayi dan anak yang
diduga pneumonia rigan sampai sedang. Pemberian amoxicillin efektif pada bakteri
pathogen invasive streptococcus pneumoniae. Ampicillin or penicillin G dapat juga
diberikan pada bayi dan usia sekolah. Terapi empiris dengan pemberian cephalosporin
generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime pada bayi dan anak yang dirawat di
rumah sakit dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.

11. Perawatan Suportif Pneumonia Neonatal


Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir
yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan oksigen,
deteksi dan pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan pengobatan
hipoglikemia, dan meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui
nasogastrik. Pemberian ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada
kontraindikasi yang pasti, seperti muntah, intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi
aspirasi. Pemberian intravena yang mengandung garam isotonik dengan dextrose 5-
10% yang lebih sedikit dibanding dosis maintenance merupakan rekomendasi,
disebabkan karena ekskresi air cairan bebas bebas menurun pada bayi dengan infeksi
pneumonia akut.

12. Pencegahan Pneumonia Nenonatal


Strategi untuk mencegah dan mengobati pneumonia neonatal membutuhkan
intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan, yaitu masyarakat, perawatan
primer, kabupaten dan rumah sakit tersier.
Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia neonatal
meliputi:
a. Manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban
b. Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan
c. Menghindari pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat
infeksi yang umum ditemukan seperti enterik basil Gram negatif (E. coli, Klebsiella,
Enterobacter dan Pseudomonas spp), staphylococcus koagulase negatif dan S.
aureus multiresisten. Bakteri kolonisasi pada tabung endotrakeal, humidifers,
ventilator tabung, infus, probe temperatur. Peralatan (misalnya stetoskop) dan
sarung tangan tangan merupakan awal terjadinya infeksi neonatal. Mencuci tangan
adalah hal yang paling sederhana dan dan paling efektif untuk mencegah terjadinya
infeksi nosokomial. Identifikasi dan pembersihan peralatan yang terkontaminasi juga
mencegah infeksi nosokomial.
d. Selain menghindari kontak menular, vaksinasi merupakan adalah modus utama
pencegahan. Sejak diperkenalkannya vaksin HIB terkonjugasi, tingkat pneumonia
HIB telah menurun secara signifikan. Namun, diagnosis masih harus
dipertimbangkan pada orang yang tidak divaksinasi, termasuk yang pada umur yang
lebih muda dari 2 bulan, yang belum menerima suntikan pertama mereka.
Bayi yang berisiko tinggi seperti bayi prematur dan bayi yang baru lahir
dengan penyakit jantung bawaan, pemberian profilaksis RSV intramuskular bulanan
palivizumab dengan dosis 15 mg / kg volume 1 mL maksimum per injeksi,
merupakan rekomendasi.

13. Asuhan Keperawatan Pneumonia Nenonatal


1. Pengkajian
a. Anamnesa:
1. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung
jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2. Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid
terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP).
3. Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam,
keputihan, riwayat terapi.
4. Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan
lainnya.
5. Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan
indikasinya
6. KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi,
pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan,
lingkar dada, APGAR score.
b. Pemeriksaan fisik
1. Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat
berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi
sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat
terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas
tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang
disertai dengan sputum.

2. Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung
tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT
memanjang (>3 det).
3. Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu
dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
4. Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
5. Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola
eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6. Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah
kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau
kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon).

2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul)


a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi
oksigen.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi
dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer.

3. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret. .
Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
3) Batuk efektif.
4) Sianosis tidak ada.
5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
6) Nafas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan.
2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,
krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret.
3) Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan tingkat
kesadaran.
4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium
5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator
mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan:
pola nafas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).
2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).
3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
4) Napas cuping hidung tidak ada.

Rencana intervensi:
1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume
sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
komplikasi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan
kongesti paru.
3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2. Tujuan:


pertukaran gas efektif.
Kriteria evaluasi:
1) Hasil AGD dalam batas normal. .
2) Sianosis tidak ada.
3) Pasien tidak pucat.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti
dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume
sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
komplikasi.
2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan sirkulasi.
3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi
parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat, CRT<3
detik.
Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada.
2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik.
4) Akral hangat.
5) Tidak terjadi penurunan kesadaran.
Rencana intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas.
Rasional: takipnea, pernapasan yang dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
2) Tempatkan pasien dalam incubator.
Rasional: mempertahankan suhu tubuh pasien, mencegah hipotermia, memperbaiki
metabolisme jaringan.
3) Pantau tanda vital.
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih lanjut
dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin.
4) Pantau tingkat kesadaran .
Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel
otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran .
5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer.
Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda hipoksia jaringan
yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat.
6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt).
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan.
4. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif, tidak
terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews.
Australia: Elsevier. 2007. p195-203

2. Hardy M, Boynes S. Respiratory and cardiovascular pathology. Paediatric Radiography.


UK: Blackwell 2003. P105

3. Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal.
2005;90;211-219

4. Shah S, Sharieff GQ. Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric


Respiratory Infections. USA: Elsevier. 2007. p961–979

5. Bennet JN, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. Medscape. Feb 2013.


URL:http://emedicine.medscape.com/article/967822overview#aw2aab6b2b4aa

6. Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia in Infants and


Children. Am Fam Physician. Sep 2004; 1(7):899-908

7. Stoll JB. Clinical Manifestations of Transplacental Intrauterine Infection. Nelson Texbook


of Pediatrics. New York: Elsevier. 2011. 19th ed. P.103.639

8. Khan NA, Irion LK, Mohammed ES. Neonatal Pneumonia Imaging. Medscape. Okt 2011.
URL: http://emedicine.medscape.com/article/412059-overview

9. Soetikno DR. Pneumonia neonatus. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi


Emergency. Bandung; Rafika Aditama. 2011. P260-262

10. Holmes JE, Misra RR. Pneumonia. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University
press, USA: Greenwich Medical Media Ltd. 2004. P53

11. Heller OJ. Slovis LT. Hoshi Aparana. The Chest in the Neonate and Young Infant.
Pediatric Radiology. New York. Springer 2005. 3rd. p64-94

12. Sutton D. The Pediatric Chest. Textbook of Radiology and Imaging. UK. Elsevier 2003.
7th ed. P247-264.

13. Stack C, Dobbs P. Pneumonia. Essentials of Pediatrics Intensive Care. New York.
Greenwich. 2003. p11.80-81

14. Bannet NJ, Domachowske J. Pediatric Pneumonia Treatment & Management. Feb 2013.
URL: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview

15. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et al: The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Oxfordjournal. Aug 2011. URL: cid.oxfordjournal.org

16. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

17. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


18. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Recurrent maternal urinary tract infectionReview antenatal screening tests for infection,
such as serologic tests for syphilis and birth canal tests for species, or group B as well as
any treatment courses and testing for cure.Absence of these risk factors does not exclude
pneumonia.PATHWAY

Kuman Inhalasi mikroba, jamur Kuman dari


(bakteri, virus) mell : udara, aspirasi flora vagina

masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate

secara hematogen masuk Aspirasi


ke paru-paru

Reaksi Inflamasi hebat masuk Paru

Membran paru meradang dan berlobang Panas

RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli Hipertermi

Edema, bronkospasme Dyspnoe, tahipnea Pola nafas tdk efektif


Sianosis

Konsolidasi paru Sekret Bersihan jalan nafas


tdk efektif

Penurunan rasio ventilasi & difusi Kerusakan


pertukaran gas

Hipoksemia Gangguan perfusi jaringan

Anda mungkin juga menyukai