2) Cacat Desain
Cacat desain merupakan salah satu hal yang merugikan bagi konsumen apabila desain dari
produk yang digunakan oleh konsumen tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. Cacat desain
adalah cacat produk yang ditandai dengan bahaya dari produk tersebut lebih besar daripada
manfaat yang diharapkan oleh konsumen biasa, atau bila keuntungan dari desain produk
tersebut lebih kecil daripada risikonya.
Contoh Kasus :
Pembuat kapal selam Navantia asal Spanyol menyatakan telah menyelesaikan perluasan
lambung bertekanan (pressure hull) kapal selam S80 pertama milik Angkatan Laut Spanyol,
sebuah langkah yang dapat mencegah kapal selam tenggelam ke dasar laut. Pada tahun 2013,
media melaporkan kapal selam S80 mengalami penundaan serius karena ternyata kapal selam
itu Cacat Desain, sehingga Kapal Selam S-80 “Super Scorpene” tidak dapat mengapung
karena terlalu berat 70 ton sehingga tidak dapat mengapung sama sekali. Navantia, kontraktor
utama program kapal selam kemudian membawa insinyur ahli dari luar untuk membantu
mengatasi masalah ini. Mereka kemudian berusaha memecahkan masalah dengan
memperpanjang lambung tekanan kapal selam tempat Air Independent Propulsion (AIP),
kesemua pengerjaan ini kemungkinan baru bisa diselesaikan pada tahun 2018. Desain ulang
kapal selam itu membuat pengerjaan menjadi terlambat dari jadwal meski para pejabat
pertahananan Spanyol pernah menyatakan kapal selam akan siap pada akhir tahun 2015.
1. UU Perlindungan Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
3. UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik
untukkepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentukbadan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kmpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Jadi, product liability dalam hal tidak terdapat hubungan perjanjian (no privity of contract)
antara pelaku usaha dengan konsumen, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada product
liability atau pertanggungjawaban produk. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 19 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau diperdagangkan.
3. Criminal Liability, yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan
antara pelaku usaha dengan negara.
Dalam hal pembuktian, yang dipakai adalah pembuktian terbalik seperti yang diatur dalam
Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa pembuktian
terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu kerusakan, pencemaran
dan/atau kerugian yang dialami konsumen merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha, tanpa menutup kemungkinan dalam melakukan pembuktian.