Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran
pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan
infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet
merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan
(interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah
berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan
dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling
umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media
sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan
teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.
Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi,
kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi.
Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Instagram, dan Twitter. Jika media tradisional
menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet.
Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi dengan memberi
kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam
waktu yang cepat dan tak terbatas.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memanfaatkan adanya media sosial. Hal
tersebut dilihat dari banyaknya pengguna media sosial di Indonesia. Namun, banyak dari
pengguna media sosial tersebut kurang memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia
sehingga menyebabkan salah tafsir dalam interaksi di media sosial. Tak hanya itu,
penggunaan bahasa Indonesia yang kurang memperhatikan kaidah juga menyebabkan kata-
kata baku dalam bahasa Indonesia terdengar asing karena lebih sering mendengar kata-kata
yang lumrah digunakan di media sosial padahal kata-kata tersebut tidak baku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia dalam bermedia sosial?
2. Mengapa banyak pengguna media sosial tidak memperhatikan penggunaan bahasa
mereka?
3. Bagaimana cara untuk menyadarkan pengguna media sosial agar menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar?
4. Mengapa dalam bermedia sosial harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar?
5. Bagaimana dampak dari penggunaan bahasa Indonesia di media sosial?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui penggunaan bahasa Indonesia dalam bermedia sosial.
2. Untuk mengetahui alasan pengguna media sosial mengabaikan penggunaan bahasa
Indonesia dalam bermedia sosial.

1
3. Untuk menyadarkan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam bermedia sosial.
4. Untuk mengetahui alasan mengapa pengguna mendia sosial harus menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
5. Untuk mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan penggunaan bahasa Indonesia di
media sosial.

1.4 Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam bermedia
sosial.
2. Dapat menyadarkan pengguna media sosial mengenai pentingnya menggunakan bahasa
Indonesia yang sesuai dengan kaidah.
3. Sebagai pengingat pengguna media sosial bahwa bahasa Indonesia di lingkup media
sosial tidak boleh tergeser dengan bahasa asing maupun bahasa gaul.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Perkembangan Zaman Terhadap Pergeseran Tata
Bahasa Indonesia” karya Dewi Rani Gustiasari menyebutkan bahwa saat ini bahasa
Indonesia sudah mulai bergeser esistensinya di media sosial. Bahasa Indonesia mulai
tergeser dengan bahasa gaul. Bukan hanya remaja yang menggunakan bahasa gaul, tapi
banyak juga para orang tua yang menggunakan bahasa tersebut.
Di jurnal yang berjudul “Penggunaan Makian Bahasa Indonesia Pada Media Sosial”
karya Rai Bagus Triadi menyebutkan bahwa saat ini di media sosial banyak ditemui kata
makian dalam bahasa Indonesia. Fungsi media sosial mulai tergeser dari yang awalnya
digunakan untuk berkomunikasi sekarang malah menjadi ajang untuk saling lempar makian.
Umumnya, makian tersebut berupa cibiran atau ekspresi kekesalan dari pengguna media
sosial. Jika dahalu makian banyak dijumpai dengan bahasa lisan, maka sekarang di media
sosial akan banyak dijumpai makian dalam ragam tulis.
Pada jurnal yang berjudul “Penggunaan Bahasa Pada Media Sosial” karya Tri Indrayanti
menjelaskan bahwa dalam penggunaan media sosial bahasa yang digunakan berbeda dengan
bahasa yang digunakan dalam komunikasi secara langsung. Di media sosial sering dijumpai
bahasa yang tidak baku seperti pemendekan kata yang tidak sesuai kaidah. Tak hanya itu,
kata-kata yang digunakan juga kadang ditambah dengan huruf-huruf yang tidak perlu. Hal
tersebut menyebabkan bahasa yang sesuai kaidah lama kelamaan akan menghilang bahkan
mungkin kedepannya banyak orang yang lebih mengerti bahasa gaul dibanding bahasa
Indonesia yang sesuai kaidah.
Bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah kini sudah jarang digunakan dalam
bermedia sosial. Bahasa Indonesia telah digantikan oleh bahasa yang sedang populer di
masyarakat. Bahkan, sekarang penggunaan bahasa Indonesia di media sosial juga disertai
dengan makian. Makian tersebut umumnya berupa cibiran atau ekspresi kekesalan dari
pengguna media sosial. Penggunaan kata-kata Bahasa Indonesia di media sosial juga kadang
tak sesuai kaidah. Kata-kata tersebut sering mengalami pemendekan yang tak sesuai kaidah
dan penambahan huruf yang tak diperlukan.

2.2 Landasan Teori


Bahasa Indonesia adalah bentuk standar bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa
resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari
sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa
Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Menurut McGraw Hill Dictionary media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-
orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar
informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual.
Mark Hopkins (2008) menyebutkan bahwa media sosial adalah istilah yang tidak hanya
mencakup berbagai platform Media Baru tetapi juga menyiratkan dimasukkannya sistem
seperti FriendFeed, Facebook, dan lain-lain yang pada umumnya dianggap sebagai jejaring
sosial. Idenya adalah bahwa berbagai platform media yang memiliki komponen sosial dan
sebagai media komunikasi publik.

3
Jejaring sosial adalah jaringan yang memungkinkan para pengguna untuk terhubung
dengan menciptakan informasi profil pribadi dan mengundang teman serta kolega untuk
mengakses profil dan untuk mengirim surat elektronik serta pesan instan. Profil pada
umumnya meliputi foto, video, berkas audio, blogs dan lain sebagainya. Contoh dari social
networking sites adalah Facebook, MySpace, dan Google+.

4
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deksriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna lebih ditonjolkan dalam
penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan.

3.2 Data dan Sumber Data


Data yang ada dalam karya tulis ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data
yang tidak berbentuk angka atau dengan kata lain data yang berbentuk kaliamat, kata, atau
gambar. Dari data yang didapat tersebut nantinya akan diperoleh analisis lebih lanjut. Dalam
hal ini yang akan dianalisis adalah mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam bermedia
sosial.
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data.
Dalam karya tulis ilmiah, yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data
sekunder.
Data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus menyelesaikan
permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan langsung oleh peneliti melalui
sumbernya dengan melakukan penelitian ke objek yang diteliti.
Data sekunder adalah data yang tidak langsng memberikan data kepada peneliti. Data
yang dimaksud misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen.
Data ini diperoleh dengan menggunakan literatur yang dilakukan terhadap banyak buku,
diperoleh berdasarkan catatan-catatan, diperoleh dari internet yang berhubungan dengan
penelitian (Sugiyono, 2005 : 62)

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapat data primer (data yang
diperoleh langsung dari sumbernya) dan data sekunder (data yang diperoleh tidak langsung
dari sumbernya). Dalam karya tulis ilmiah ini teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder dari
berbagai buku, dokumen, dan tulisan yang relevan untuk menyusun konsep penelitian serta
mengungkap objek penelitian.
Studi kepustakaan dapat diartikan sebagai suatu langkah untuk memperoleh
informasi dari penelitian terdahulu yang harus dikerjakan, tanpa memerdulikan apakah
sebuah penelitian menggunakan data primer atau data sekunder, apakah penelitian tersebut
menggunakan penelitian lapangan ataupun laboratorium atau di dalam museum. Yang
dimaksud dengan studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang
diteliti. Menurut M.Nazir dalam bukunya yang berjudul ‘Metode Penelitian’ mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan : “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

5
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.”(Nazir, 1988 :
111). Studi kepustakaan dilakukan dengan banyak melakukan telaah dan pengutipan
berbagai teori yang relevan untuk menyusun konsep penelitian. Studi kepustakaan juga
dilakukan untuk menggali berbagai informasi dan data faktual yang terkait atau
merepresentasikan masalah-masalah yang dijadikan objek penelitian.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Bermedia Sosial
Pada era teknologi informasi ini, media sosial merupakan sarana komunikasi masyarakat
dalam dunia maya yang efektif. Media sosial di dunia maya, seperti Twitter, Facebook, blog,
dan forum-forum diskusi online dewasa ini sangat digemari oleh masyarakat dunia, dan
sangat efektif dampaknya terhadap pembentukan opini masyarakat. Dalam konteks ini,
media sosial dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk promosi program,
pembentukan opini, pencitraan terhadap figur atau kandidat dan melakukan propaganda
politik. Untuk tujuan itu, sebagaimana fungsinya, bahasa yang digunakan dapat disesuaikan
dengan kebutuhannya. Oleh sebab itu, fenomena penggunaan bahasa yang tidak santun
bahkan mengarah pada sarkasme pada media sosial banyak ditemukan. Tulisan yang berisi
umpatan, caci-maki, cemooh, dan merendahkan orang lain sangat mudah ditemukan dalam
akun Facebook, Twitter, blog, dan Instagram yang disampaikan secara terbuka kepada
khalayak.
Pengguna media sosial banyak yang memilih untuk mencampurkan bahasa Indonesia
dengan bahasa daerahnya dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Peristiwa gejala
bahasa tersebut sering disebut dengan interferensi, alih kode dan campur kode. Menurut
Chaer & Agustina (2015: 159), interferensi adalah salah satu bentuk ‘pengacauan’ dalam
praktik berbahasa akibat adanya bilingualism, atau penguasaan bahasa lebih dari satu
macam. ‘Pengacauan’ itu dapat berupa perubahan sistem bahasa sehubungan dengan adanya
persentuhan unsur bahasa dengan bahasa lain. Sementara itu, Menurut Appel (2016:79) alih
kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa karena adanya perubahan situasi.
Menurut Hymes (2013:103) alih kode itu istilah umum untuk menyebut pergantian
pemakaian dua bahasa atau lebih atau beberapa gaya dari satu ragam. Adapun campur kode
merupakan gejala pemakaian dua bahasa dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa
yang satu ke bahasa yang lainnya secara konsisten.
Dari segi bahasa Indonesia ragam resmi (satu variasi bahasa Indonesia), kita dapat
mengatakan bahwa pengaruh seperti itu “merusak” bahasa Indonesia. Sebabnya ialah karena
penutur mencampuradukkan bentuk ragam resmi dengan ragam santai. Dari segi bahasa
Indonesia ragam santai (dialek setempat), kita tidak dapat mengatakan bahwa bahasa
penutur itu bahasa yang rusak. Penggunaan bahasa harus memerhatikan beberapa faktor:
siapa yang bertutur, kepada siapa, tentang hal apa, di mana, dan dalam situasi apa. Semua
faktor itu menentukan variasi bahasa yang digunakan.
Selain ditemukan adanya penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa
daerah (Jawa), ditemukan pula data penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur dengan
bahasa asing, utamanya bahasa Inggris dan bahasa Arab. Mengenai temuan itu, dapat
dijelaskan bahwa pada umumnya orang cenderung sengaja melakukan alih kode
menggunakan bahasa asing (Inggris) dengan berbagai latar belakang sebagai alasananya.
Antara lain karena ingin tampak terpelajar, atau modern. Dalam kasus ini khususnya untuk
penggunaan istilah dari bahasa Arab pada umumnya karena berkaitan dengan istilah
keagamaan yang berasal dari agama yang diyakini oleh penutur atau penulisnya.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam bermedia sosial saat ini sering kali mengabaikan
kaidah. Pengguna media sosial banyak yang menggunakan bahasa-bahasa gaul daripada
bahasa Indonesia yang sesuai kaidah. Tak hanya itu, kata-kata yang digunakan juga sering

7
kali mengalami pemendekan. Pemendekan itu banyak ditemui dengan menghilangkan huruf
vokal pada kata yang digunakan. Pemendekan tersebut misalnya “g bs” yang maksudnya
adalah “tidak bisa”. Beberapa fenomena juga ditemui seperti penambahan huruf pada satu
kata padahal harusnya tidak diperlukan. Contoh dari penambahan huruf yang tidak
diperlukan pada “iyha kand” yang maksudnya ialah “iya kan”. Semakin kesini, kata-kata
yang dibalik juga sering ditemui di media sosial. Kata-kata tersebut misalnya “tubir” yang
artinya adalah “ribut”.

4.2 Pengguna Media Sosial


Karena teknologi berkembang pesat, media sosial dapat diakses oleh semua orang. Tak
hanya remaja yang bisa mengakses tapi orang tua bahkan anak juga bisa mengakses media
sosial. Karena banyak orang yang menggunakan media sosial, banyak pula fenomena-
fenomena yang ada di dalamnya. Salah satu dari fenomena itu adalah penggunaan bahasa
Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah.
Di media sosial juga sering ditemui sarkasme dalam bahasa Indonesia. Tak hanya
sarkasme, tak jarang ditemui makian, hujatan, dan umpatan yang memenuhi media sosial.
Umumnya, makian tersebut digunakan untuk mengekspresikan kekesalannya atau emosinya.
Hal tersebut tentu tidak baik untuk konsumsi anak-anak. Anak-anak cenderung akan
mencontoh apa yang mereka lihat, baca, atau dengar tanpa memilah baik buruknya. Padahal
kini media sosial dapat diakses oleh anak-anak, tak heran banyak anak-anak dengan
santainya mengucapakan kata-kata berupa makian. Peran orang dewasa sangat penting
dalam hal ini karena jika ia menuliskan makian dan dibaca oleh anak, maka anak akan
meniru apa yang dibaca olehnya.
Penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa daerah terjadi karena ketika
seseorang lahir, otomatis mereka akan menggunakan bahasa ibu mereka. Misalnya
seseorang yang lahir di tanah jawa, maka tak dapat dipungkiri bahwa mereka menggunakan
bahasa Jawa dalam keseharian mereka. Meskipun ketika di sekolah atau dalam situasi formal
mereka menggunakan bahasa Indonesia tapi ketika mereka kembali ke rumah, mereka akan
menggunakan bahasa Jawa. Faktor lain yang menyebabkan bahasa Indonesia dicampur
dengan bahasa daerah adalah adanya anggapan bahawa mereka yang menggunakan bahasa
Indonesia adalah mereka yang berasal dari kota. Mereka beranggapan bahwa orang yang
lahir dan besar di daerah tidak cocok jika menggunakan bahasa Indonesia.
Tak hanya dicampur dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia di media sosial juga kadang
dicampur dengan bahasa asing. Percampuran tersebut dianggap gaul oleh pengguna media
sosial. Padahal hal tersebut menyebabkan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah
menjadi hilang. Bahkan, banyak orang yang lebih mengerti jika menggunakan bahasa asing
dibanding dengan menggunakan istilah dalam bahasa Indonesianya. Salah satu contohnya
adalah banyak yang lebih menggunakan istilah “download” daripada menggunakan istilah
dalam bahasa Indonesianya yaitu “mengunduh”.
Alasan dari penggunaan bahasa populer di media sosial adalah agar terlihat lebih gaul.
Fenomena ini awalnya lazim terjadi di usia remaja tapi belakangan ini, fenomena ini
merambah ke orang tua dan anak-anak. Menurut mereka, jika seseorang tidak menggunakan
bahasa gaul tersebut, mereka akan terlihat aneh. Bahkan, jika mereka menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, mereka akan dianggap kaku.
Hal selanjutnya yang menjadi alasan mengapa bahasa Indonesia sesuai kaidah semakin
ditinggalkan adalah untuk mempersingkat waktu. Dengan menyingkat beberapa kata yang

8
bisa disingkat, mereka dapat melakukan itu dengan kurun waktu yang sebentar. Namun, tak
dapat dipungkiri bahwa dengan pemendekan tersebut dapat menimbulkan salah tafsir.
Banyak orang yang kurang paham dengan bahasa yang disingkat-singkat seperti itu,
terutama bagi orang tua.

4.3 Upaya yang Dapat Dilakukan


Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memahami bahasa Indonesia yang sesuai
dengan kaidah. Hal tersebut dilakukan agar pengguna media sosial mengetahui mana bahasa
Indonesia yang baik dan mana bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah.
Pentingnya memahami bahasa Indonesia adalah agar bahasa Indonesia tidak tergusur oleh
adanya bahasa gaul. Bahasa gaul memang komunikatif tapi lebih baik jika menggunakan
bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah.
Pengguna media sosial harus lebih bijak dalam menggunaka media sosial. Mereka harus
memilah mana yang baik dan benar. Penggunaan kata-kata makian dalam bermedia sosial
tentu tidak baik. Sekarang semua orang akan dapat mengakses media sosial, termasuk anak-
anak dibawah umur. Anak-anak dibawah umur umumnya belum mengetahui mana yang
baik dan mana yang buruk. Lebih lagi mereka akan meniru apa yang mereka lihat. Sebagai
manusia yang sadar berbahasa, hendaknya pengguna media sosial lebih bijak dalam
menggunakannya.
Pengguna media sosial juga sebisa mungkin untuk mengurangi peggunaan bahasa gaul.
Mereka harusnya tidak menggunakan bahasa yang disingkat-singkat karena akan
menimbulkan salah tangkap. Tak semua pengguna media sosial mengetahui penyingkatan-
penyingkatan yang dilakukan karena kebanyakan dari itu dilakukan sesuka hati. Memang
waktunya jadi lebih singkat tapi untuk memahami kata-kata yang mengalami pemendekan
tidak wajar akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahaminya.
Upaya selanjutnya adalah menghilangkan budaya malu berbahasa Indonesia. Dalam
bermedia sosial, hendaknya seseorang menggunakan bahasa Indonesia, hal tersebut agar
bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah tetap lestari. Mulai sekarang hilangkan
anggapan bahwa yang cocok menggunakan bahasa Indonesia adalah orang yang berasal dari
kota. Sedangkan, orang yang berasal dari daerah tidak cocok menggunakan bahasa
Indonesia.
Tak hanya itu, pengguna media sosial juga harus sadar bahwa pencampuradukan bahasa
Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif. Ditakutkan nantinya banyak orang yang lebih
paham dengan istilah dalam bahasa asing daripada istilah dalam bahasa Indonesia. Hal
tersebut tentu tidak baik untuk keberadaan bahasa Indonesia kedepannya. Apalagi untuk
anak-anak di masa yang akan datang.
Hal terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan mencintai bahasa Indonesia itu sendiri.
Selain itu, penyebarluasan padanan istilah juga harus lebih digencarkan agar pengguna
media sosial mengetahui padanan istilahnya. Ketika pengguna media sosial mengetahui
padanan istilahnya, banyak kemungkinan bahwa mereka akan menggunakan istilah tersebut
untuk mengganti istilah terdahulu. Penyebarluasan tersebut bisa melalui media sosial karena
targetnya adalah pengguna media sosial.

4.4 Penggunaan Bahasa Indonesia yang Sesuai Kaidah


Dalam bermedia sosial harus menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai kaidah agar
tidak terjadi salah tafsir. Jika pengguna media sosial menggunakan bahasa Indonesia yang

9
sesuai kaidah, maka akan memudahkan orang lain untuk memahahi apa yang dia sampaikan.
Penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah juga akan memberikan contoh
yang baik untuk anak-anak karena mereka meniru apa yang mereka lihat. Jika anak terbiasa
melihat bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah, maka mereka juga akan menirunya.

4.5 Dampak yang Ditimbulkan


Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa Indonesia khususnya bahasa gaul
dalam bermedia sosial terdiri dari dampak positif dan dampak negatif. Penggunaan bahasa
gaul di media sosial cenderung menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah
bahasa Indonesia mulai dikenal oleh negara luar meskipun yang dikenal mereka adalah
bahasa Indonesia gaul.
Dampak negatifnya adalah masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Banyak masyarakat Indonesia yang berkomunikasi via media sosial
lebih merasa bangga dan membangga-banggakan menggunakan bahasa negeri orang. Lebih
parah malah mencampur-campur bahasa indonesia dengan bahasa asing. Sehingga banyak
memunculkan bahasa serapan dari kata bahasa asing menjadi bahasa Indonesia.
Selain itu penggunaan bahasa Indonesia yang tak sesuai kaidah juga menyebabkan
berkurangnya minat generasi muda untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Generasi muda cenderung untuk lebih menyukai sesatu yang modern atau maju dalam
berkomunikasi. Dengan masuknya budaya-budaya asing dan bahasanya tentu lebih menarik
bagi sebagian besar generasi muda untuk dipelajari.
Yang selanjutnya adalah memberi efek rancu akan kosakata bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Bagi sebagian besar pengguna media sosial, lebih mengerti arti dari bahasa-
bahasa alay dibanding dengan kosakata bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Yang terakhir adalah bisa mengancam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara. Lama kelamaan bahasa Indonesia akan terkikis oleh generasi muda yang justru lebih
mengembangkan bahasa-bahasa alay atau gaul.

10
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari karya tulis ini dapat disimpulkan:
1. Bahasa Indonesia di media sosial mengalami banyak pergeseran. Bahasa Indonesia di
media sosial sudah tidak lagi mementingkan kaidah dalam penerapannya. Bahasa yang
digunakan bahkan dicampur antara bahasa Indonesia dan daerah atau asing. Tak hanya
itu, kata-kata yang digunakan juga sering kali mengalami pemendekan yang tidak sesuai
kaidah dan penambahan huruf-huruf yang tidak perlu. Bahkan, sekarang di media sosial
banyak dijumpai penggunaan kata-kata yang dibalik.
2. Alasan dibalik penggunaan bahasa Indonesia di media sosial mengabaikan kaidah adalah
karena bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah dianggap bahasa yang kaku. Selain
itu, bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing juga dianggap lebih gaul.
Adanya anggapan bahwa bahasa Indonesia hanya cocok dituturkan oleh orang kota juga
dituding menjadi salah satu sebab dari penggunaan bahasa Indonesia yang
dicampuradukkan.
3. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mencintai bahasa Indonesia itu sendiri. Selain
itu, penyebarluasan padanan istilah juga harus lebih digencarkan agar pengguna media
sosial mengetahui padanan istilahnya. Ketika pengguna media sosial mengetahui padanan
istilahnya, banyak kemungkinan bahwa mereka akan menggunakan istilah tersebut untuk
mengganti istilah terdahulu. Penyebarluasan tersebut bisa melalui media sosial karena
targetnya adalah pengguna media sosial.
4. Dalam bermedia sosial harus menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai kaidah agar
tidak terjadi salah tafsir.
5. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya bahasa Indonesai yang tidak sesuai dengan
kaidah meliputi dampak positif dan dampak negatif. Namun, lebih ke dampak negatif.
Dampak positifnya adalah bahasa Indonesia gaul dapat dikenal masyarakat negeri lain.
Sedangkan dampak negatifnya adalah pengguna media sosial tidak mengetahui bahasa
Indonesia yang sesuai dengan kaidah. Selain itu, memberi efek rancu akan kosakata
bahasa Indonesia yang baik dan benar.

5.2 Saran
1. Penyebarluasan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di media harus sesuai
lebih digencarkan agar semua pengguna media sosial mengetahui.
2. Masyarakat yang sudah mengetahui bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar hendaknya menerapkan itu ketika di media sosial.
3. Sebagai warga Indonesia, harusnya lebih mencintai dan menggunakan bahasa Indonesia
tanpa mencampuradukkan dengan bahasa daerah maupun bahasa asing.

11
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1986. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Hartono, Jogiyanto. 2005. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi.
Guntiasari, Dewi Rani, 2018. Pengaruh Perkembangan Zaman Terhadap Pergeseran Tata Bahasa
Indonesia: Studi Kasus Pada Penggunaan Instagram Tahun 2018. Jurnal Renaissance. 3(2): 433
442.
Indrayanti, Tri. Potret Penggunaan Bahasa Remaja Dalam Prespektif Kalangan Mahasiswa.
Seminar Nasional PRASASTI II “Kajian Pragmatik dalam Berbagai Bidang”. 126-131.
Nugrahani, Farida. 2017. Penggunaan Bahasa dalam Media Sosial dan Implikasinya Terhadap
Karakter Bangsa. Stilistika. 3(1): 1-18.
Rosida, Nurlina. 2018. Pengaruh Media Jejaring Sosial Terhadap Penggunaan Gaya Bahasa
Gaul Pada Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 UNISMUH Makassar. Pendidikan
Budaya, Literasi, dan Industri Kreatif: Upaya Membangun Generasi Cerdas
Berkepribadian Unggul. 243-251.
Supratman, Lucy Pujasari. 2018. Penggunaan Media Sosial oleh Digital Native. Jurnal Ilmu
Komunikasi. 15(1): 47-60.
Triadi, Rai Bagus. 2017. Penggunaan Makian Bahasa Indonesia Pada Media Sosial (Kajian
Sosiolinguistik). Jurnal Sasindo Unpam. 5(2): 1-26.
Ambar. 2017. 20 Pengertian Media Sosial Menurut Para Ahli di
https://www.google.com/amp/s/pakarkomunikasi.com/pengertian-media-sosial
menurut-para-ahli/amp (akses 25 Juni 2019)
Raharja, Widuri. 2014. Metode Studi Pustaka di
https://widuri.raharja.info/index.php/Metode_Studi_Pustaka (akses 25 Juni 2019)
Scribd. 2011. Pengertian Studi Kepustakaan di
https://www.scribd.com/doc/57297015/Pengertian studi-kepustakaan (akses 25 Juni
2019)
Suhaidi, Achmad. 2014. Pengertian Sumber Data, Jenis-jenis Data, dan Metode Pengumpulan
Data di https://www.google.com/amp/s/achmadsuhaidi.wordpress.com/2014/02/
26/ pengertian sumber-data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/amp/
(akses 25 Juni 2019)
Tesis Disertasi. 2015. Contoh Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif di
https://tesisdisertasi.blogspot.com/2014/11/contoh-teknik-pengumpulan-data.html?m=1
(akses 25 Juni 2019)
Wikipedia. Bahasa Indonesia di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia (akses 25
Juni 2019)

12

Anda mungkin juga menyukai