Anda di halaman 1dari 10

Lembar kerja peserta didik

Pertemuan 1

HIKAYAT INDERA BANGSAWAN

Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari Negeri Kobat
Syahrial. Setelah berapa lama di atas kerajaan, tiada juga beroleh putra. Maka
pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca doa kunut dan sedekah kepada
fakir dan miskin. Hatta beberapa lamanya, Tuan Puteri Sitti Kendi pun hamillah
dan bersalin dua orang putra laki-laki. Adapun yang tua keluarnya dengan panah
dan yang muda dengan pedang. Maka baginda pun terlalu amat sukacita dan
menamai anaknya yang tua Syah Peri dan anaknya yang muda Indera Bangsawan.

Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan
dititahkan pergi mengaji kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka
dititah pula mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf, tafsir sekaliannya diketahuinya.
Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan
isyarat tipu peperangan. Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang
patut dirayakan dalam negeri karena anaknya kedua orang itu sama-sama gagah.

Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua anaknya


bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya:
barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang dipegangnya, ialah yang patut
menjadi raja di dalam negeri.
Setelah mendengar kata-kata baginda, Syah Peri dan Indera Bangsawan pun
bermohon pergi mencari buluh perindu itu. Mereka masuk hutan keluar hutan, naik
gunung turun gunung, masuk rimba keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup.
Maka datang pada suatu hari, hujan pun turunlah dengan angin ribut, taufan,
kelam kabut, gelap gulita dan tiada kelihatan barang suatu pun. Maka Syah Peri
dan Indera Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan ribut, mereka pun
pergi saling cari mencari.
Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera
Bangsawan. Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan
berjalan dengan sekuatkuatnya.

Beberapa lama di jalan, sampailah ia kepada suatu taman, dan bertemu sebuah
mahligai.
Ia naik ke atas mahligai itu dan melihat sebuah gendang tergantung. Gendang itu
dibukanya dan dipukulnya. Tiba-tiba ia terdengar orang yang melarangnya
memukul gendang itu. Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya gendang itu, maka
Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari gendang itu. Puteri Ratna Sari menerangkan
bahwa negerinya telah dikalahkan oleh Garuda. Itulah sebabnya ia ditaruh
orangtuanya dalam gendang itu dengan suatu cembul. Di dalam cembul yang lain
ialah perkakas dan dayang-dayangnya. Dengan segera Syah Peri mengeluarkan
dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah
Peri pun duduklah berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai suami istri
dihadap oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya.

Tersebut pula perkataan Indera Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia sampai di


suatu padang yang terlalu luas. Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan
bertemu dengan seorang raksasa. Raksasa itu menjadi neneknya dan menceritakan
bahwa Indera Bangsawan sedang berada di negeri Antah Berantah yang diperintah
oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya,
Puteri Kemala Sari sebagai upeti. Kalau tiada demikian, negeri itu akan
dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir sudah mencanangkan
bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan
anak perempuannya yang terlalu elok parasnya itu. Sembilan orang anak raja sudah
berada di dalam negeri itu. Akhirnya raksasa itu mencanangkan supaya Indera
Bangsawan pergi menolong Raja Kabir. Diberikannya juga suatu permainan yang
disebut sarung kesaktian dan satu isyarat kepada Indera Bangsawan seperti kanak-
kanak dan ilmu isyarat itu boleh membawanya ke tempat jauh dalam waktu yang
singkat. ...

Sumber: Buku Kesusastraan Melayu Klasik

Penilaian pengetahuan

Diskusikan pertanyaan berikut ini setelah kalian selesai membaca teks


“Hikayat Indera Bangsawan”!
1. Karakteristik apa saja yang nampak pada penggalan hikayat tersebut?
 Anonim
 Istana sentris
 Terdapat kemustahilan
 Syah Peri tua keluarnya dengan panah dan Indera Bangsawan dengan
pedang.
 Bersifat didaktis
2. Nilai-nilai apa saja yang terdapat pada penggalan hikayat tersebut?
 Nilai Religi
 Nilai religi ini dapat dilihat pada kalimat “Maka pada suatu
hari, ia pun menyuruh orang membaca doa kunut dan sedekah
kepada fakir dan miskin.” Yang berarti memohonlah kepada
Allah dengan berdoa dan bersedekah kepada orang kurang
mampu. Dan pada kalimat “Maka ia pun menyerahkan dirinya
kepada Allah Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan
sekuatkuatnya.” Yang berarti berserah diri kepada Allah
setelah berdoa dan berusaha.
 Nilai Moral
 Terdapat pada kalimat “Mereka masuk hutan keluar hutan,
naik gunung turun gunung, masuk rimba keluar rimba, menuju
ke arah matahari hidup. Maka datang pada suatu hari, hujan
pun turunlah dengan angin ribut, taufan, kelam kabut, gelap
gulita dan tiada kelihatan barang suatu pun. Maka Syah Peri
dan Indera Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan
ribut, mereka pun pergi saling cari mencari.” Yang berarti
tidak mudah menyerah dan selalu tolong menolong.
 Nilai Sosial
 Terdapat pada kalimat “Dengan segera Syah Peri mengeluarkan
dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu
dibunuhnya.” Yang berarti kita harus selalu tolong menolong
kepada siapapun yang membutuhkan.
 Nilai Budaya
 Terdapat pada kalimat “Raja Kabir sudah mencanangkan
bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan
dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu elok
parasnya itu.” Yang berarti raja pada zaman dahulu melakukan
syembara untuk mencari suami terbaik bagi putrinya.
 Nilai Edukasi
 Terdapat pada kalimat “Maka anakanda baginda yang dua
orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi
mengaji kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka
dititah pula mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf, tafsir
sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa lamanya, mereka
belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu
peperangan.” Yang berarti belajarlah ilmu sejak dini agar
ketika dewasa dapat menghadapi kehidupan di luar sana.
3. Buatlah pertanyaan dan jawaban dengan panduan ADIKSIMBA!
 Apa yang terjadi pada Syah Peri dan Indera Bangsawan saat hujan turun
dengan angin ribut, taufan, kelam kabut, gelap gulita dan tiada kelihatan
barang suatu pun?
 Mereka terpisah dan mereka pun saling cari mencari.
 Dimana Syah Peri bertemu dengan Puteri Ratna Sari?
 Di sebuah Maglihai.
 Kemana Si Kembar pergi mencari buluh perindu itu?
 Mereka masuk hutan keluar hutan, naik gunung turun gunung,
masuk rimba keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup.
 Siapa orang yang ditolong Indera Bangsawan?
 Raja Kabir
 Mengapa Raja Indera Bungsu mencari muslihat kepada kedua orang anaknya?
 Karena Ia bingung siapa yang pantas dinobatkan menjadi raja,
sebab keduanya gagah.
 Bagaimana Indera Bangsawan ketika sampai di suatu padang yang luas?
 Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan bertemu
dengan seorang raksasa. Raksasa itu menjadi neneknya dan
menceritakan bahwa Indera Bangsawan sedang berada di
negeri Antah Berantah yang diperintah oleh Raja Kabir.
Lembar kerja PESERTA DIDIK
Pertemuan 2 (a)

Bacalah kembali teks berjudul “Hikayat Abu Nawas: Pesan bagi Hakim” lalu
jawablah pertanyaan yang menyertai. Uraikan jawabanmu di LKPD ini!

Hikayat Abu Nawas: Pesan Bagi Hakim


Tersebutlah perkataan Abu Nawas dengan bapanya diam di negeri Baghdad.
Adapun Abu Nawas itu sangat cerdik dan terlebih bijak daripada orang banyak.
Bapanya seorang Kadi. Sekali peristiwa, bapanya itu sakit dan hampir mati. Ia
meminta Abu Nawas mencium telinganya. Telinga sebelah kanannya sangat harum
baunya, sedangkan telinga kiri sangat busuk. Bapanya menerangkan bahwa semasa
membicarakan perkara dua orang, dia pernah mendengar aduan seorang dan tiada
mendengar aduan yang lain. Itulah sebabnya sebelah telinga menjadi busuk.
Ditambahnya juga kalau anaknya tiada mau menjadi kadi, dia harus mencari celah
melepaskan diri.

Hatta Bapa Abu Nawas pun berpulanglah dan Sultan Harun Ar-Rasyid mencari Abu
Nawas untuk menggantikan bapanya. Maka Abu Nawas pun membuat gila dan tidak
tentu kelakuannya. Pada suatu hari, Abu Nawas berkata kepada seorang yang
dekatnya, ”Hai, gembala kuda, pergilah engkau memberi makan rumput kuda itu.”
Maka si polan itu pergi menghadap sultan dan meminta dijadikan kadi. Permintaan
dikabulkan dan Si Polan itu tetap menjadi kadi dalam negeri. Akan Abu Nawas itu,
pekerjaannya tiap hari ialah mengajar kitab pada orang negeri itu. Pada suatu
malam, seorang anak Mesir yang berdagang dalam negeri Baghdad bermimpi
menikah dengan anak perempuan kadi yang baru itu. Tatkala kadi itu mendengar
mimpi anak Mesir itu, ia meminta anak Mesir itu membayar maharnya. Ketika anak
Mesir itu menolak, segala hartanya dirampas dan ia mengadukan halnya kepada
Abu Nawas.

Abu Nawas lalu menyuruh murid-muridnya memecahkan rumah kadi itu. Tatkala
dihadapkan ke depan Sultan, Abu Nawas berkata bahwa dia bermimpi kadi itu
menyuruhnya berbuat begitu. Dan memakai mimpi sebagai hukum itu sebenarnya
adalah hokum kadi itu sendiri. Dengan demikian terbukalah perbuatan kadi yang
zalim itu. Kadi itu lalu dihukum oleh Sultan. Kemudian anak Mesir itu pun diamlah
di dalam negeri itu. Telah sampai musim, ia pun kembali ke negerinya.

Seorang kadi mempunyai seorang anak bernama Abu Nawas menjelang


kematiannya ia memanggil anak-anaknya dan disuruh mencium telinganya. Jika
telinga kanan harum baunya, itu pertanda akan baik. Akan tetapi jika yang harum
telinga kiri, berarti bahwa sepeninggalnya akan terjadi hal-hal yang tidak baik.
Ternyata yang harum yang kiri.

Sesudah ayahnya meninggal, Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak
diangkat menggantikan ayahnya sebagai kadi. Yang diangkat menggantikannya
ialah Lukman. Seorang pedagang Mesir bermimpi sebagai berikut: anak perempuan
kadi baru kawin gelap, akan tetapi tanpa emas kawin sama sekali kecuali berupa
lelucon-lelucon, sehingga diusir bersama-sama suaminya oleh ayahnya, lalu
mengembara ke Mesir, dan dengan demikian kehormatan kadi baru itu pulih
kembali.

Sumber:
http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com/2012/11/hikayat-abu-nawas-pesan-bagi-hakim.html

Pertanyaan:
1. Apa yang diminta Bapaknya Abu Nawas sebelum meninggal?
Ia meminta Abu Nawas mencium telinganya.
2. Di mana latar kejadian itu diceritakan?
Negeri bhagdad
3. Kapan seorang anak Mesir yang berdagang bermimpi menikah dengan anak
perempuan kadi yang baru itu?
Pada suatu malam
4. Siapa nama raja yang terdapat pada hikayat tersebut?
Sultan Harun Ar-Rasyid
5. Mengapa keadaan telinga Bapaknya Abu Nawas berbeda antara telinga kanan
dan kirinya?
Karena semasa membicarakan perkara dua orang, dia pernah mendengar aduan
seorang dan tiada mendengar aduan yang lain. Itulah sebabnya sebelah telinga
menjadi busuk.
6. Bagaimana cara Abu Nawas melepaskan diri menjadi kadi selepas bapaknya
meninggal dunia?
Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak diangkat menggantikan
ayahnya sebagai kadi.
7. Nilai-nilai apa saja yang nampak pada hikayat tersebut?
Nilai moral, nilai sosial, nilai edukasi
8. Kaitkan nilai-nilai hikayat tersebut dengan kehidupan saat ini?
Dalam kehidupan sehari-hari kita wajib menolong sesama karna kita mahluk
sosial dan selalu mendengar pendapat semua orang agar kita tidak hanya
berpikir terhadap satu opini saja.
Bacalah kembali teks berjudul “Hikayat Abu Nawas dan Botol Ajaib” lalu jawablah
pertanyaan yang menyertai. Uraikan jawabanmu di LKPD ini!
Hikayat Abu Nawas dan Botol Ajaib

Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas
untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas
juga dipanggil ke istana.

Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman.
“Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena
serangan angin.” kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas.

“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan
bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara
membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.

Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti
halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.

Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang
membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih.
Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu
kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang
sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada
orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu
Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin
apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan
Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau
hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal
melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela
kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

“Bukankah jin itu tidak terlihat?” Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak
girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala
sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung
dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas. “Sudahkah engkau
berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?”
“Sudah Paduka yang mulia.” jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil
mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu. “Mana angin itu, hai Abu Nawas?” tanya Baginda.

“Di dalam, Tuanku yang mulia.” jawab Abu Nawas penuh takzim.

“Aku tak melihat apa-apa.” kata Baginda Raja.

“Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup
botol itu harus dibuka terlebih dahulu.” kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol
dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.

“Bau apa ini, hai Abu Nawas?!” tanya Baginda marah.

“Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol.
Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya
dengan cara menyumbat mulut botol.” kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan
untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.

Sumber:
https://dongengkakrico.wordpress.com/hikayat/hikayat-abu-nawas-botol-ajaib/

PERTANYAAN
1. Apa yang diperintahkan raja pada Abu Nawas?
Raja menginginkan Abu Nawas untuk menangkap angin dan memenjarakannya.
2. Di mana Abu Nawas harus menemui raja kala itu?
Di Istana.
3. Kapan Abu Nawas berhasil menemukan ide atas permasalahan yang terjadi?
Di hari terakhir dan ketika ia sedang berjalan gontai menuju istana.
4. Siapa yang diingat Abu Nawas di sela-sela kepasrahannya memecahkan
persoalan dari raja?
Aladin dan lampu wasiatnya.
5. Mengapa raja tidak marah atas solusi yang diberikan Abu Nawas?
Karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal.
6. Bagaimana cara Abu Nawas untuk memecahkan permasalahan yang diajukan
raja?
Sebenarnya ia bingung cara mengkap angin karena angin tidak dapat dilihat
tetapi ketika ia berjalan menuju istana ia teringat dengan Aladin dan botol
wasiatnya. Karena jin yang ada di dalam botol tersebut tidak terlihat.
7. Nilai-nilai apa saja yang nampak pada hikayat tersebut?
Nilai sosial, nilai edukasi, nilai moral.
8. Kaitkan nilai-nilai hikayat tersebut dengan kehidupan saat ini?
Kita wajib menolong seseorang yang membutuhkan dan kecerdikan yang
dimiliki harus dipergunakan sebaik-baiknya.

Bacalah kembali teks berjudul “Hikayat Ketika Abu Nawas Berdoa Minta Jodoh”
lalu jawablah pertanyaan yang menyertai. Uraikan jawabanmu di LKPD ini!
Hikayat Ketika Abu Nawas Berdoa Minta Jodoh
Ada saja cara Abu Nawas berdoa agar dirinya mendapatkan jodoh dan
menikah. Karena kecerdasan dan semangat dalam dirinya, akhirnya Abu Nawas
mendapatkan istri yang cantik dan shalihah. Sehebat apapun kecerdasan Abu
Nawas, ia tetaplah manusia biasa. Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia
juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan memiliki sebuah keluarga.
Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita. Wanita itu
sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah. Abu Nawas
berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu. Karena cintanya begitu
membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT di rumahnya setiap
hari.
“Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku. Tetapi
jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong
pertimbangkan lagi ya Allah,” ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan
terkesan memaksa kehendak Allah.
Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu. Selama
berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya. Berjalan lebih tiga
bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah. Ia pun introspeksi diri.
“Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan
jodohku,” katanya dalam hati.
Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi. Tapi kali ini ganti strategi, doa
itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani “maksa”
kepada Allah seperti doa sebelumnya.
“Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku,” begitu bunyi doanya.
Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga
mendekatkan Abu Nawas dengan gadis pujaannya. Bahkan Allah juga tidak
mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri. Lama-lama ia
mulai khawatir juga. Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia. Ia pun
memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul. Abu Nawas
memang cerdas. Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit “diplomatis”
dengan Allah. Ia pun mengubah doanya.
“Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku. Aku hanya minta wanita sebagai
menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah. Sekali lagi bukan
untukku Ya Tuhan. Maka, berikanlah ia menantu,” begitu doa Abu Nawas.
Barangkali karena keikhlasan dan “keluguan” Abu Nawas tersebut, Allah pun
menjawab doanya. Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu
menjadi istri Abu Nawas. Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis
pujaannya. Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.

Sumber:
http://reyhanfes23.blogspot.com/2014/05/hikayat-ketika-abu-nawas-berdoa-minta.html

Pertanyaan:
1. Apa yang diminta Abu Nawas pada Allah SWT?
Ia meminta wanita pujaannya menjadi istrinya kelak.
2. Di mana Abu Nawas memanjatkan doa-doanya?
Di rumahnya.
3. Kapan Abu Nawas bermunajat untuk mendapatkan jodoh?
Setiap hari setiap selesai shalat lima waktu.
4. Siapa yang dijadikan Abu Nawas sebagai alasan untuk dikabulkannya keinginan
untuk memperoleh seorang istri?
Ibunya
5. Mengapa pada awalnya, doa-doa Abu Nawas tidak dikabulkan Allah SWT?
Karena terkesan memaksa kehendak Allah swt.
6. Bagaimana cara Abu Nawas agar doanya dikabulkan Allah SWT?
Ia mengubah doanya agar wanita tersebut menjadi menantu ibunya yang sudah
tua dan sangat ia cintai.
7. Nilai-nilai apa saja yang nampak pada hikayat tersebut?
Nilai religi, nilai edukasi, nilai moral.
8. Kaitkan nilai-nilai hikayat tersebut dengan kehidupan saat ini?
Ketika kita menginginkan sesuatu, berdoa kepada Allah swt dan selalu
berikhtiar dan berusaha agar apa yang kita inginkan dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai