Anda di halaman 1dari 71

UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN SUBJEKTIF

PEKERJA UNTUK AKTIVITAS PEMINDAHAN BATAKO

SECARA MANUAL

Disusun oleh :
Nama : Marulloh
NPM : 34410248
Jurusan : Teknik Industri
Pembimbing : Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, MSc

Disusun Guna Melengkapi Sebagaian Syarat

Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu ( S1 )

Jakarta

2014
ABSTRAK

MARULLOH / 34410248
ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN SUBJEKTIF PEKERJA
UNTUK AKTIVITAS PEMINDAHAN BATAKO SECARA MANUAL
Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Gunadarma, 2014.
Kata Kunci: Postur kerja, Keluhan subjektif, Pemindahan batako, Potensi
penyakit.
(xv + 67 halaman + Lampiran)
Pekerjaan manual seperti pemindahan material yang dilakukan dengan
berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami keluhan
muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan pada bagian otot
rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sangat sakit. Keluhan muskuloskeletal berpotensi dirasakan pada pekerja
pengangkut batako. Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju
stasiun pengeringan masih dilakukan secara manual. Aktivitas pemindahan batako
tersebut tidak hanya berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal, namun
berpotensi juga pada peningkatan biaya kesehatan, penurunan produktivitas, dan
rendahnya kualitas hidup.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pengangkut batako, menganalisa potensi penyakit dan tingkat bahaya
yang mungkin akan timbul akibat postur kerja dan tindakan yang harus dilakukan,
dan mengusulkan posisi kerja yang lebih baik untuk mengurangi keluhan yang
terjadi. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner
nordic body map dan penilaian postur kerja menggunakan metode Rapid Entire
Body Asessment (REBA) dengan perangkat lunak ERGO Intelligence.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan berupa sangat sakit
dirasakan pada tubuh bagian belakang seperti punggung, pinggang, dan pinggang
bagian bawah. Potensi penyakit yang terjadi pada rangka yaitu dislokasi dan
kifosis. Potensi penyakit yang terjadi adalah pada otot yaitu nyeri bawah
pinggang, bursitis, hipertrofi kaku leher, terkilir atau keseleo dan kram. Hasil
penilaian menunjukkan bahwa aktivitas pengambilan batako dan aktivitas
peletakan batako memiliki level risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan
perbaikan sekarang juga. Pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju
stasiun pengeringan memiliki level risiko tinggi sehingga perlu dilakukan
perbaikan segera. Perbaikan posisi kerja pada aktivitas pengambilan batako dan
peletakan batako yaitu sebaiknya dilakukan dengan berjongkok.

Daftar Pustaka (1986 – 2013)

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekerjaan manual merupakan pekerjaan yang dilakukan dengan

mengandalkan kekuatan fisik seseorang. Pekerjaan manual seperti pemindahan

material yang dilakukan dengan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan

mengalami keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal merupakan

keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari

keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Otot yang menerima beban statis

secara berulang dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa

kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan dapat

diistilahkan dengan keluhan muskuloskeletal atau cedera pada sistem

muskuloskeletal. Pekerjaan berulang yang dilakukan dengan cara yang nyaman,

sehat dan sesuai dengan standar ergonomis, maka tidak akan menyebabkan

gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif

dan efisien (Tarwaka, 2010).

Penelitian mengenai keluhan muskuloskeletal terhadap pekerjaan

pembuatan batu bata telah dilakukan sebelumnya oleh Syarif (2011). Penelitian

mengenai keluhan muskuloskeletal terhadap pekerjaan pengangkatan kotak telur

oleh Hamzah (2011). Penelitian mengenai keluhan muskuloskeletal pada pekerja

pengangkut genteng oleh Herdiana (2009). Keluhan muskuloskeletal pada

pekerjaan pengangkut batako perlu dilakukan penelitian. Pemindahan material

I-1
I-2

yang dilakukan oleh pengangkut batako memiliki perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, karena memiliki karakteristik produk yang berbeda dan aktivitas

pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan masih

dilakukan secara manual. Proses pengambilan batako dari mesin cetak dan

peletakan batako pada stasiun pengeringan juga dilakukan dengan cara

membungkuk. Aktivitas pemindahan batako tersebut tidak hanya berpotensi

menimbulkan keluhan muskuloskeletal, namun berpotensi juga pada peningkatan

biaya kesehatan, penurunan produktivitas, dan rendahnya kualitas hidup.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini yaitu apa saja keluhan yang

dirasakan oleh pekerja, bagaimana tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat postur

kerja, dan bagaimana posisi kerja yang dapat diusulkan untuk mengurangi keluhan

yang dirasakan oleh pekerja pemindahan batako.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui keluhan yang dirasakan oleh pekerja pengangkut batako.

2. Menganalisa potensi penyakit dan tingkat bahaya yang mungkin akan timbul

akibat postur kerja dan tindakan yang harus dilakukan.

3. Mengusulkan posisi kerja yang lebih baik untuk mengurangi keluhan yang

terjadi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pemindahan Material Secara Manual

Pemindahan material secara manual apabila dilakukan dengan tidak

ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri

merupakan kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang

berlebih (Nurmianto, 2008). Pengangkatan beban merupakan faktor terbesar yang

dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada bagian punggung. Pengangkatan beban

yang melebihi kadar dari kekuatan manusia menyebabkan penggunaan tenaga

yang lebih besar pula (Bridger, 1995).

Keluhan seperti hernia, keseleo, ketegangan, dan luka-luka disebabkan

oleh cara mengangkat dan membawa yang tidak ergonomis. Seluruh tubuh

manusia akan mengalami semacam ketegangan jika tubuh manusia mengangkat

suatu beban. Otot tubuh berfungsi untuk menegakkan tubuh manusia, namun jika

diberi beban tambahan akan menyebabkan kelelahan. Jika seseorang mengangkat

sesuatu beban, otot-otot tubuh akan mengalami tegang sehingga pembuluh darah

akan mengecil. Keadaan ini mengurangi aliran darah yang membawa oksigen dan

gula ke seluruh tubuh. Manusia akan merasa lelah akibat keadaan tersebut

sehingga tulang belakang dan otot akan merasa sakit (Silalahi, 2006).

Faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material yaitu berat beban

yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan operator, jarak

horizontal dari beban relatif terhadap operator, serta ukuran beban yang diangkat.

II-1
II-2

Kebutuhan untuk mengangkut secara manual harus diteliti secara ergonomis.

Penelitian ini akan mengakibatkan standarisasi dalam aktivitas angkat manusia.

Standar kemampuan angkat tidak hanya meliputi arah beban, tetapi berkaitan

dengan ketinggian dan jarak operator terhadap beban yang diangkat. Sehingga

standar pelatihan mengangkat beban dan metode angkat yang terbaik dapat

diimplementasikan (Nurmianto, 2008).

Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang paling terpengaruh dan

berpotensi mengalami cedera pada saat mengangkat dan membawa beban.

Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat jika beban semakin

berat. Menurut Sastrowinoto (1985), kecelakaan dalam bekerja dapat dihindari

apabila beban yang diangkat tidak melebihi berat maksimum (kilogram) seperti

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Batasan Berat Maksimum Beban Angkat


Dewasa Remaja
Aktivitas
Pria Wanita Pria Wanita
Angkat kadang kala 50 20 20 15
Angkat sering atau terus-menerus 18 12 11-16 7-11
Sumber: Sastrowinoto (1985)

Batasan beban yang boleh diangkat dapat ditentukan dengan pendekatan

batasan fisiologi. Metode pendekatan ini mempertimbangkan rata-rata beban

metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang. Hal ini harus diperhatikan

terutama dalam rangka untuk menentukan batasan angkat. Kelelahan kerja yang

terjadi akibat aktivitas berulang-ulang akan meningkatkan rasa nyeri pada tulang

belakang. Pengangkatan beban secara berulang dapat menyebabkan cedera trauma

kumulatif atau cedera pergerakan berulang (Stevenson, 1987).


II-3

The National Occupation Health and Safety mengeluarkan lembaran kerja

untuk pemindahan material yang aman pada bulan Desember 1986. Tabel 2.2

merupakan dokumen tersebut memberikan batasan untuk tindakan bagi batasan

angkat ideal.

Tabel 2.2 Tindakan yang Harus Dilakukan Berdasarkan Batas Angkat


No. Batas Angkat (Kg) Tindakan
1 = 16 - Tidak diperlukan tindakan khusus
- Tidak diperlukan alat dalam mengangkat
2 16 – 25
- Ditekankan pada metode angkat
- Tidak diperlukan alat dalam mengangkat
3 25 – 34 - Dipilih job redesign (rancang ulang terhadap
tipe pekerjaan).
4 34 - Harus dibantu dengan peralatan mekanis
Sumber: The National Occupation Health and Safety (1986)

Cedera trauma kumulatif merupakan cedera pada sistem kerangka otot

yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil secara

terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk seperti desain alat atau sistem

kerja. Cedera trauma kumulatif juga disebabkan karena penggunaan gaya yang

berlebihan selama gerakan normal, gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada

pada posisi normal, dan waktu istirahat yang tidak cukup untuk memulihkan

trauma sendi. Sakit atau nyeri pada otot, gerakan sendi yang terbatas, dan terjadi

pembengkakkan merupakan gejala yang berhubungan dengan cedera trauma

kumulatif (Tayyari dan Smith, 1997).

Jumlah material yang semakin banyak untuk diangkat dalam sehari oleh

seseorang, akan lebih cepat mengurangi ketebalan dari cakram tulang-tulang

punggung atau elemen yang berada di antara segmen tulang belakang. Keadaan

ini menggambarkan bahwa pengukuran yang akurat terhadap tinggi tenaga kerja

dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi beban kerja (Corlett, 1987).
II-4

2.2 Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang

dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit.

Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan waktu yang lama, akan

dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.

Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan atau

cedera pada sistem muskuloskelatal (Tarwaka, 2010).

Beberapa faktor risiko pekerjaan yang berpotensi menimbulkan keluhan

muskuloskeletal meliputi postur, repetisi, durasi dan beban. Postur didefinisikan

sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain

antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting

dalam ergonomi. Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi

normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada

otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang

belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal, meskipun

postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja

dalam jangka waktu yang lama (Bridger, 1995).

Postur seseorang dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi

tubuh seseorang dengan dimensi berbagai benda yang digunakan dalam pekerjaan.

Postur kerja sendiri dapat diartikan sebagai posisi tubuh pekerja pada saat

melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan

persyaratan kerja (Pulat dan Alexander, 1991).


II-5

Postur kerja dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu karakteristik pekerja

seperti umur, antropometri, berat badan, pergerakan sendi, gangguan

muskuloskeletal sebelumnya, operasi yang pernah dialami sebelumnya,

penglihatan, jangkauan tangan, dan obesitas. Postur kerja dipengaruhi faktor

persyaratan tugas seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk pekerjaan manual

(posisi, gaya), pergantian shift, waktu istirahat, pekerjaan statis atau dinamis.

Postur kerja juga dipengaruhi oleh desain area kerja seperti dimensi tempat duduk,

dimensi permukaan kerja, desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi,

tingkat dan kualitas pencahayaan (Bridger, 1995).

Postur tubuh harus berada dalam keadaan stabil untuk menghindari

terjadinya tekanan yang berlebihan pada tubuh. Kestabilan postur dalam

menangani suatu objek tergantung pada ukuran pusat pendukung dan tingginya

dari pusat gravitasi. Postur tubuh dibagi menjadi dua jenis yang sering terjadi

ketika bekerja dengan pusat pendukung yang berbeda, yaitu postur berdiri dan

postur duduk. Kaki merupakan pusat pendukung tubuh dalam posisi berdiri.

Manfaat dari posisi kerja berdiri yaitu jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri

daripada posisi duduk, berat badan dapat digunakan untuk menekan beban, dan

pekerja yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada pekerja yang

duduk. Beban statis, penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada vena

dapat menyebabkan kelelahan, oleh sebab itu perlu adanya pergerakan dalam

postur berdiri seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu yang singkat

sebagai relaksasi agar aliran darah ke kaki tetap aktif (Bridger, 1995).
II-6

Tulang punggung terhadap pelvis merupakan pusat pendukung tubuh

dalam posisi duduk. Postur duduk melibatkan fleksi pada lutut dan fleksi

punggung terhadap paha. Kelebihan postur duduk adalah untuk mendukung postur

yang stabil pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, puas secara psikologis

dan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Hal ini berarti secara umum postur

duduk lebih disenangi secara psikologis (Pheasant, 1991). Orang tidak mampu

untuk duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka

akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang agak

merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan

posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan. Membungkuk merupakan

salah satu postur kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan.

Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami

keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah apabila dilakukan secara

berulang dan periode yang cukup lama (Bridger, 1995).

Repetisi, durasi dan gaya merupakan faktor risiko pekerjaan yang perlu

dipertimbangkan karena berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal.

Repetisi merupakan jumlah rata-rata pergerakan atau peregangan sendi atau

bagian tubuh tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pergerakan atau peregangan

yang sama pada bagian tubuh tertentu dalam jangka waktu tertentu dapat

menyebabkan penggunaaan otot tertentu secara berlebihan yang dapat

mengakibatkan kelelahan. Secara umum semakin besar pengulangan gerakan yang

terjadi maka akan semakin besar pula risiko kesehatan yang mungkin terjadi.

Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu


II-7

pekerjaan. Semakin lama durasi dalam melakukan pekerjaan yang sama akan

semakin tinggi risiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang

diperlukan untuk pemulihan tenaga. Gaya merupakan usaha mekanik atau fisik

yang dikeluarkan untuk melakukan gerakan atau peregangan. Gaya dapat berarti

sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan sesuatu. Gaya juga

berhubungan dengan beban dan berat objek yang ditangani. Semakin berat objek

yang ditangani semakin besar gaya yang harus dikeluarkan tubuh. Secara umum

semakin besar gaya yang dikeluarkan untuk menangani suatu objek, maka risiko

kesehatan yang dapat terjadi juga akan semakin besar (Bridger, 1995).

2.3 Kelainan dan Gangguan pada Tulang, Sendi, dan Otot

Tulang dan sendi berpotensi mengalami kelainan atau gangguan yang

dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya yaitu kerja fisik. Kelainan pada

sistem gerak dapat berupa kiposis, lordosis, skoliosis, dan sublubrikasi. Kiposis

adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana tulang belakang

melengkung ke depan yang mengakibatkan penderita menjadi terlihat bongkok.

Lordosis adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana tulang belakang

melengkung ke belakang yang mengakibatkan penderita menjadi terlihat bongkok

ke belakang. Skoliosis adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana

tulang belakang melengkung ke samping baik kiri atau kanan yang membuat

penderita bungkuk ke samping. Sublubrikasi adalah kelainan pada tulang

belakang pada bagian leher yang menyebabkan kepala penderita gangguan

tersebut berubah arah ke kiri atau ke kanan (Budiyono, 2011).


II-8

Kelainan atau gangguan pada sendi manusia dapat berupa keseleo,

dislokasi, arthritis, dan ankilosis. Terkilir atau keseleo adalah gangguan sendi

akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-

tiba. Umumnya keseleo bisa menyebabkan rasa yang sangat sakit dan bengkok

pada bagian yang keseleo. Dislokasi adalah gangguan pada sendi seseorang di

mana terjadi pergeseran dari kedudukan awal. Artritis adalah radang sendi yang

memberikan rasa sakit dan terkadang terjadi perubahan posisi tulang. Salah satu

contoh arthritis yang terkenal adalah rematik. Ankilosis adalah gangguan pada

sendi menyebabkan sendi tidak dapat digerakkan di mana ujung-ujung antar

tulang terasa bersatu (Budiyono, 2011).

Fraktura tulang adalah retak tulang atau patah tulang yang dapat terjadi

akibat benturan, kelebihan beban, tekanan, dan lain sebagainya. Fraktura tulang

sederhana yaitu keretakan tulang yang tidak melukai organ-organ yang ada di

sekelilingnya. Fraktura kompleks yaitu keretakan tulang yang menyebabkan luka

pada organ sekitar (Budiyono, 2011).

Otot dapat mengalami perubahan, baik pengecilan atau pembesaran. Hal

tersebut memungkinkan otot mengalami masalah-masalah seperti hipertropi dan

atropi. Hipertropi merupakan keadaan di mana ukuran otot menjadi lebih besar.

Hipertropi terjadi karena aktivitas otot yang kuat, berulang terus-menerus disertai

nutrisi yang kuat. Atropi merupakan keadaan di mana otot menjadi mengecil

karena otot tidak banyak digerakkan atau tidak digunakan seperti kelumpuhan

atau pemasangan gips (Tarwoto, 2009).


II-9

2.4. Metode Penilaian Postur Kerja

Penilaian postur kerja diperlukan ketika postur kerja pekerja memiliki

risiko menimbulkan cedera muskuloskeletal yang diketahui secara visual atau

melalui keluhan dari pekerja itu sendiri. Penilaian dan analisis perbaikan postur

kerja dapat diterapkan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko cedera

muskuloskeletal yang dialami pekerja (Pangaribuan, 2010).

Penilaian kembali postur kerja diperlukan ketika terjadi perubahan

spesifikasi produk atau penambahan jenis produk baru. Kedua hal tersebut akan

memungkinkan terjadinya perubahan metode kerja yang dilakukan pekerja dalam

menghasilkan produk, dan metode baru tersebut kemungkinan juga dapat

menimbulkan cedera muskuloskeletal, sehingga perlu dilakukan penilaian postur

kerja kembali (Pangaribuan, 2010).

Penilaian kembali postur kerja juga diperlukan saat dilakukan rotasi kerja.

Rotasi kerja dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa kebosanan pekerja

karena melakukan pekerjaan yang sama dan terus-menerus (monoton). Maka saat

terjadi rotasi kerja, perlu dilakukan penilaian postur kerja kembali. Hal ini

dikarenakan pekerja tersebut akan beradaptasi terlebih dahulu terhadap pekerjaan

dan postur kerja dalam melakukan pekerjaan tersebut akan berbeda dengan

pekerjaan yang sebelumnya, sehingga perlu dilakukan penilaian kembali postur

kerja dari pekerja. Namun jika tidak terjadi perubahan spesifikasi produk, atau

penambahan jenis produk baru, atau rotasi kerja, tidak perlu dilakukan penilaian

kembali postur kerja dari pekerja yang ada (Pangaribuan, 2010).


II-10

2.4.1 Nordic Body Map

Metode nordic body map merupakan metode penilaian yang sangat

subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi

dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukan penelitian dan juga

tergantung dari keahlian dan pengalaman pengamat yang bersangkutan. Kuesioner

nordic body map ini telah digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai

tingkat keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan mempunyai

validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2010).

Penerapan metode nordic body map menggunakan lembar kerja berupa

peta tubuh dengan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan

memerlukan waktu yang sangat singkat ± 5 menit per individu. Pengamat dapat

langsung melakukan wawancara atau menanyakan kepada responden otot skeletal

bagian mana saja yang mengalami gangguan berupa nyeri atau sakit dengan

menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai yang tercantum dalam lembar

kerja kuesioner nordic body map. Kuesioner nordic body map meliputi 28 bagian

otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota tubuh

bagian atas yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini

akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami gangguan

berupa nyeri atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan atau cedera)

sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit) (Tarwaka, 2010).

Pengukuran gangguan otot skeletal dengan kuesioner nordic body map

digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam

kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang


II-11

mereprensentasikan populasi secara keseluruhan. Jika metode ini dilakukan hanya

untuk beberapa pekerja di dalam kelompok populasi kerja yang besar, maka

hasilnya tidak akan valid. Penilaian dengan menggunakan kuesioner nordic body

map dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menggunakan 2

jawaban sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau rasa sakit pada otot skeletal)

dan Tidak (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal). Tetapi

lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skor misalnya 4 skala

Likert. Apabila menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai harus

mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden

(Tarwaka, 2010).

Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner

maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot

skeletal (28 bagian otot skeletal) yang diobservasi. Hasil desain 4 skala Likert

akan diperoleh skor individu terendah adalah sebesar 28 dan skor tertinggi adalah

112. Langkah terakhir dari metode ini adalah melakukan upaya perbaikan pada

pekerjaan maupun sikap kerja, jika diperoleh hasil tingkat keparahan pada otot

skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya sangat

bergantung dari risiko otot skeletal mana yang mengalami adanya gangguan. Hal

ini dapat dilakukan dengan melihat persentase jumlah skor pada setiap bagian otot

skeletal dan kategori tingkat risiko. Tabel 2.3 merupakan pedoman sederhana

yang dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi tingkat risiko otot skeletal.
II-12

Tabel 2.3 Klasifikasi Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu
Skala Total Skor Tingkat
Tindakan Perbaikan
Likert Individu Risiko
Belum diperlukan adanya tindakan
1 28 – 49 Rendah
perbaikan
Mungkin diperlukan tindakan
2 50 – 70 Sedang
dikemudian hari
3 71 – 91 Tinggi Diperlukan tindakan segera
Sangat Diperlukan tindakan menyeluruh
4 92 - 112
Tinggi sesegera mungkin
Sumber: Tarwaka (2010)

2.4.2 REBA (Rapid Entire Body Assesment)

Rapid Entire Body Assesment adalah sebuah metode yang dikembangkan

dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi

kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang

operator. Metode ini dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang

oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak

membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan penilaian pada

daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan risiko yang

diakibatkan postur kerja operator (Hignett dan Mc Atamney, 2000).

Penilaian postur kerja dengan metode ini dilakukan dengan cara pemberian

skor risiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi

menandakan level yang mengakibatkan risiko yang besar (bahaya) untuk

dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin

pekerjaan yang diteliti bebas dari risiko ergonomis. REBA dikembangkan untuk

mendeteksi postur kerja yang berisiko dan melakukan perbaikan sesegera

mungkin. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini

memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan


II-13

pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan

di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja (Hignett dan Mc Atamney,

2000).

Metode REBA membagi segmen-segmen tubuh menjadi dua kelompok

yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan

kaki. Grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Data

sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat digunakan untuk mengetahui

skor. Skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B

untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

Gambar 2.1 Pergerakan Leher


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.1 pergerakan leher merupakan gambar yang menjelaskan

pergerakan yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Garis vertikal

atau sumbu y pada pergerakan leher ditentukan berdasarkan garis lurus posisi

leher dan kepala, sedangkan garis horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi

bahu.

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Leher


Pergerakan Skor Perubahan Skor
0° - 20° fleksi 1
+1 jika memutar atau miring ke
>20° fleksi atau ekstensi 2 samping
Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Tabel 2.4 skor pergerakan leher menjelaskan bobot skor dari pergerakan

leher yang dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0° - 20° fleksi bernilai
II-14

skor 1, sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° fleksi atau

ekstensi bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher

melakukan pergerakan memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.2 pergerakan punggung merupakan gerakan yang dilakukan

oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak lurus atau

sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.

Tabel 2.5 Skor Pergerakan Punggung


Pergerakan Skor Perubahan Skor
Tegak atau alamiah 1
0° - 20° fleksi
2
0° - 20° ekstensi
+1 jika memutar atau miring ke
20° - 60° fleksi samping
3
> 20° ekstensi

> 60° fleksi 4


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Tabel 2.5 skor pergerakan punggung menjelaskan pembobotan skor dari

masing-masing sudut tubuh. Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan tubuh

pada saat posisi tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan tubuh ekstensi maupun

fleksi yang membentuk sudut mulai dari 0°-20° bernilai skor sebesar 2, sedangkan

pergerakan tubuh membentuk sudut 20°-60° fleksi dan lebih dari 20° ekstensi
II-15

bernilai 3 dan pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° fleksi bernilai

skor 4. Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat

bergerak membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar atau miring ke

samping.

Gambar 2.3 Pergerakan Kaki


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.3 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan

pergerakan kaki manusia saat beraktivitas. Terdapat dua pergerakan kaki yang

dilakukan yaitu kaki yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua

kaki seperti duduk maupun berjalan dan kaki yang tidak tertopang atau bobot

beban yang tersebar tidak merata.

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Kaki


Pergerakan Skor Perubahan Skor
Kaki tertopang, bobot
tersebar merata, jalan atau 1
duduk +1 jika lutut antara 30° dan 60° fleksi
Kaki tidak tertopang, bobot +2 jika lutut > 60° fleksi (tidak ketika
tersebar tidak merata atau duduk)
2
postur tidak stabil

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Tabel 2.6 skor pergerakan kaki menjelaskan bobot yang diperoleh dari

gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaki saat beraktivitas. Pergerakan kaki

tertopang atau bobot tersebar merata pada kedua kaki mendapatkan skor sebesar
II-16

1, sedangkan pergerakan kaki tidak tertopang atau bobot tersebar tidak merata

mendapatkan skor 2. Skor akan bertambah 1 pada gerakan kaki yang dilakukan

apabila lutut kaki membentuk sudut antara 30° dan 60° fleksi, sedangkan apabila

lutut membentuk sudut lebih dari 60° fleksi (tidak ketika duduk) akan

ditambahkan skor sebesar 2.

Tabel 2.7 Tabel A

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Tabel 2.7 merupakan tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas

mulai dari pergerakan leher, punggung, sampai dengan posisi kaki. Cara untuk

mendapatkan nilai pada tabel A yaitu dengan mengurutkan nilai-nilai yang

didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada tabel A hingga mendapatkan

hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan pada tabel A akan bertambah
II-17

apabila beban yang diberikan pada operator saat bekerja memenuhi syarat-syarat

yang telah ditentukan.

Gambar 2.4 Pergerakan Lengan Atas


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.4 pergerakan lengan atas menunjukkan sudut-sudut gerakan

yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivitas. Terdapat empat

bagian pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° fleksi maupun

ekstensi dengan bobot skor sebesar 1. Pergerakan lengan atas fleksi mulai dari

20°-45° dan lebih dari 20° ekstensi berbobot skor sebesar 2. Pergerakan lengan

atas fleksi dengan sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3. Pergerakan lengan atas

yang terakhir adalah pergerakan fleksi lebih dari 90° mendapatkan bobot skor

sebesar 4.

Tabel 2.8 Skor Pergerakan Lengan Atas


Pergerakan Skor Perubahan Skor
20° ekstensi sampai 20°
1 + 1 jika posisi lengan :
fleksi
- Abduksi
> 20° ekstensi - Rotasi
2
20°-45° fleksi
+1 jika bahu ditinggikan
45°-90° fleksi 3
- 1 jika bersandar, bobot lengan ditopang
atau sesuai gravitasi
> 90° fleksi 4

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)


II-18

Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi abduksi

(pergerakan menyamping menjauhi sumbu tengah tubuh) atau rotasi, jika bahu

ditinggikan dan berkurang 1 jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau sesuai

gravitasi. Gambar 2.5 menunjukkan pergerakan lengan bawah yang membentuk

sudut-sudut tertentu saat bekerja.

Gambar 2.5 Pergerakan Lengan Bawah


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.6 merupakan pergerakan tangan manusia selama proses bekerja

yang membentuk sudut-sudut tertentu. Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat

ditentukan skor untuk pergerakan pergelangan atas.

Gambar 2.6 Pergerakan Tangan


Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 2.6, maka diuraikan pergerakan yang

terjadi pada pergelangan tangan menjadi skor. Tabel 2.9 merupakan rangkuman

dari skor tersebut.


II-19

Tabel 2.9 Skor Pergerakan Tangan


Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°-15° fleksi atau ekstensi 1


+ 1 jika pergelangan tangan
menyimpang atau berputar
> 15° fleksi atau ekstensi 2

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Tabel 2.10 merupakan tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh

berdasarkan segmen tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel B yaitu dengan mengurutkan nilai-nilai

yang didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada tabel B hingga

mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan pada tabel B

akan bertambah apabila memenuhi syarat yang terdapat pada coupling saat

bekerja.

Tabel 2.10 Tabel B

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)


II-20

Perhitungan Skor C dapat dilihat pada Tabel 2.11. Tabel C diisi sesuai

dengan skor A dan skor B yang didapatkan dari tahap sebelumnya, lalu dicari

perpotongan nilai dari kedua nilai tersebut. Nilai skor C dapat bertambah jika

memenuhi syarat sesuai dengan nilai aktivitas.

Tabel 2.11 Tabel C

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Nilai akhir REBA dapat diperoleh dari penjumlahan skor C dengan nilai

aktivitas. Berdasarkan nilai akhir REBA, maka dapat ditentukan level risiko dan

tindakan yang dilakukan. Tabel 2.12 merupakan pengelompokan hasil

perhitungan REBA.

Tabel 2.12 Tabel Level Risiko dan Tindakan


Tindakan
Level Skor REBA Level Risiko
Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2-3 Rendah Mungkin perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8-10 Tinggi Perlu segera
4 11-15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga
Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)
II-21

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai “analisis keluhan sistem rangka dan otot pekerja

pembuatan batubata tradisional di daerah Pariaman Sumatera Barat” telah

dilakukan oleh Syarif (2011) dengan menggunakan kuesioner nordic body map.

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa tingkat keluhan yang memiliki persentase

tertinggi yaitu 100% responden merasakan sakit. Bagian tubuh yang merasakan

sakit yaitu di bagian tulang belakang seperti bagian pinggang, leher, punggung,

bokong, dan pantat. Potensi penyakit yang mungkin timbul yaitu hipertrofi,

terkilir, dislokasi, kaku leher, dan kelainan tulang belakang yang disebabkan

karena kesalahan posisi duduk.

Penelitian mengenai “analisis dan perbaikan postur kerja pengangkatan

kotak telur” telah dilakukan oleh Hamzah (2011) dengan menggunakan kuesioner

nordic body map dan metode REBA. Hasil kuesioner nordic body map

menunjukkan pekerja yang mengalami keluhan paling besar adalah pekerja

pengangkat kotak telur yang berada di atas mobil. Hasil dari analisis menunjukkan

bahwa pengangkatan kotak telur dengan beban 35,6 kg dan punggung yang terlalu

membungkuk dapat berisiko cedera.

Tahun 2009 terdapat penelitian mengenai “analisis pemindahan material

secara manual pekerja pengangkut genteng UD. Sinar Mas dengan menggunakan

metode Rapid Entire Body Assesment (REBA)”. Hasil pengolahan data kuesioner

nordic body map menunjukkan sebanyak 80% pekerja mengalami sakit pada

bagian punggung dan bagian pinggang. Berdasarkan metode Rapid Entire Body

Assesment (REBA) diketahui bahwa skor pada saat meletakan baban (genteng)
II-22

akhir yaitu 10, tingkatan risiko pada skor ini tinggi, sehingga dapat menimbulkan

cedera pada bagian tubuh tertentu, sedangkan untuk level tindakan pada nilai skor

ini yaitu perlu segera dilakukan tindakan yang dapat mengurangi risiko cedera.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu alat tulis, kamera

video sebanyak dua unit, timbangan sebanyak satu unit, busur derajat, dan

kuesioner nordic body map sebanyak delapan lembar pengamatan. Kamera video

digunakan untuk mendokumentasikan pekerjaan yang dilakukan oleh operator.

Timbangan digunakan untuk mengukur berat beban yang dibawa pada saat

bekerja. Busur derajat digunakan untuk mengukur sudut yang dibentuk pada

postur tubuh pekerja pada saat bekerja. Kuesioner nordic body map digunakan

sebagai alat untuk mengetahui profil pekerja dan keluhan pada saat wawancara

dengan pekerja.

3.2 Percobaan

Subjek pada penelitian ini adalah operator pengangkut batako dari stasiun

pencetakan menuju stasiun pengeringan pada CV. Hekta Jaya Perkasa. Penelitian

diawali dengan memberikan penjelasan kepada operator mengenai maksud, tujuan

dan cara pengambilan data termasuk data postur tubuh saat bekerja. Hal tersebut

dilakukan agar operator melakukan pekerjaan secara normal atau berdasarkan

pekerjaan yang biasa dilakukan.

Operator pengangkut batako yang menjadi subjek penelitian adalah

sebanyak delapan orang, karena delapan operator tersebut yang melakukan

III-1
III-2

pekerjaan pengangkutan batako secara manual. Selanjutnya dilakukan wawancara

terhadap kedelapan operator tersebut. Wawancara dilakukan sebelum kedelapan

operator tersebut melakukan pekerjaan. Hal tersebut bertujuan agar tidak

menganggu konsentrasi operator apabila wawancara dilakukan saat bekerja

maupun mengganggu istirahat operator apabila wawancara dilakukan saat jam

istirahat atau setelah jam kerja.

Informasi yang ditanyakan pada saat wawancara yaitu profil pekerja

seperti nama, umur, berat badan, berat beban, masa kerja, dan waktu bekerja.

Informasi mengenai profil pekerja dijadikan keterangan dokumenter dalam lembar

pengamatan kuesioner nordic body map. Berat badan kedelapan operator dan

berat beban diukur dengan menggunakan timbangan. Hasil pengukuran berat

beban dijadikan data masukan saat menilai postur kerja dengan metode Rapid

Entire Body Asessment (REBA). Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini

tidak hanya keterangan dokumenter, namun diperlukan juga informasi lain seperti

proses produksi termasuk proses pengangkutan batako, frekuensi batako yang

diangkut dalam sehari, dan keluhan yang dirasakan.

Keluhan yang dirasakan operator pengangkut batako dapat diketahui

dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan yaitu nordic body

map sebanyak delapan lembar untuk kedelapan operator. Tingkat keluhan yang

dirasakan yaitu tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Kuesioner nordic

body map ditanyakan kepada delapan operator mengenai bagian mana saja yang

mengalami gangguan berupa nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada

setiap otot skeletal sesuai yang tercantum dalam lembar kuesioner nordic body
III-3

map. Tabel 3.1 merupakan kuesioner nordic body map yang digunakan pada

penelitian ini.

Tabel 3.1 Kuesioner Nordic Body Map


Lembar Pengamatan ……
Nama : Berat Beban :
Umur : Lama Bekerja :
Berat Badan : Waktu Bekerja :
Responden
No Jenis Keluhan
TS AS S SS
0 Sakit kaku di bagian leher bagian atas
1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah
2 Sakit di bahu kiri
3 Sakit di bahu kanan
4 Sakit lengan atas kiri
5 Sakit di punggung
6 Sakit lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada bawah pinggang
9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit lengan bawah kiri
13 Sakit lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
III-4

Data postur tubuh diperoleh dengan melakukan pengamatan secara

langsung terhadap aktivitas pemindahan batako secara manual. Gambaran postur

pekerja seperti leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara

terperinci diperoleh dengan merekam video postur tubuh pada saat bekerja. Data

postur tubuh cukup direkam untuk satu operator, hal tersebut dikarenakan teknik

yang digunakan dalam aktivitas pemindahan batako sama dengan operator lain.

Kamera video diletakkan pada tempat yang mampu merekam gambaran postur

tubuh pekerja secara keseluruhan dengan pandangan kanan dan pandangan kiri.

Hal ini dilakukan supaya mendapatkan data postur tubuh secara detail dan mudah,

sehingga dari hasil rekaman video bisa didapatkan data seperti sudut fleksi atau

ekstensi yang akurat maupun pergerakan lain yang dapat mengakibatkan

penambahan skor pada tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

Data postur tubuh diperoleh dari tiga tahapan dalam aktivitas pemindahan

batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan Ketiga tahapan

tersebut direkam dengan menggunakan kamera video. Tiga tahapan tersebut yaitu

operator mengangkat batako dari mesin cetak batako, operator membawa batako

ke stasiun pengeringan, dan operator meletakkan batako di stasiun pengeringan.

Postur tubuh yang diamati dibagi menjadi dua bagian yaitu kanan dan kiri,

sehingga akan diperoleh enam level risiko dan tindakan.

Operator mengangkat dua batako dari mesin cetak dengan dibantu sebuah

papan. Proses pengambilan batako pada mesin cetak dilakukan dengan cara

membungkuk. Operator membawa kedua batako tersebut ke tempat pengeringan

yang berjarak 3 hingga 6 meter. Operator meletakkan kedua batako beserta papan
III-5

alas pada tempat pengeringan batako sesuai susunan batako yang terakhir.

Operator akan membungkuk apabila meletakkan susunan batako yang di bawah.

Ketiga tahapan tersebut diteliti karena memiliki postur kerja yang paling sering

diulang dan postur kerja yang membutuhkan kekuatan otot yang cukup besar serta

berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan karena memiliki cara kerja

membungkuk.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dengan membuat tabel persentase keluhan

kumulatif dari hasil wawancara kuesioner nordic body map. Tabel tersebut dapat

menunjukkan tingkat keluhan yang dominan pada otot skeletal operator

pengangkut batako. Tabel tersebut juga digunakan sebagai data masukan untuk

pembuatan diagram persentase keluhan. Berdasarkan hasil diagram persentase

keluhan, dapat dianalisis jenis keluhan yang paling dominan diderita dari

kedelapan operator dan potensi penyakit yang mungkin terjadi.

Hasil wawancara dengan kuesioner nordic body map juga dilakukan

pengolahan data berdasarkan klasifikasi tingkat risiko otot skeletal berdasarkan

total skor individu. Pengolahan data tersebut menggunakan skala Likert untuk

masing-masing tingkat keluhan. Skor individu terendah adalah sebesar 28 dan

skor tertinggi adalah 112. Tingkat risiko dan tindakan perbaikan dapat diketahui

berdasarkan total skor individu. Perhitungan total skor individu dilakukan

terhadap masing-masing operator pemindahan batako.


III-6

Penilaian postur kerja dilakukan dengan menggunakan metode Rapid

Entire Body Asessment (REBA) untuk memperoleh gambaran tingkat risiko dari

suatu aktivitas atau postur kerja. Pengolahan data metode REBA menggunakan

perangkat lunak ERGO Intelligence. Perhitungan besar sudut dari masing-masing

segmen tubuh yang meliputi punggung, leher, lengan atas, lengan bawah,

pergelangan tangan, dan kaki dilakukan berdasarkan hasil rekaman video postur

tubuh dari pekerja. Perhitungan besar sudut dilakukan dengan menggunakan

bussur derajat. Penilaian terhadap postur kerja dengan metode REBA dilakukan

untuk setiap tahapan pada aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan

menuju stasiun pengeringan baik untuk sisi kanan maupun kiri. Gambar 3.1

merupakan tampilan perangkat lunak ERGO Intelligence untuk metode REBA.

Gambar 3.1 Tampilan Perangkat Lunak ERGO Intelligence Metode REBA


III-7

Metode REBA membagi segmen tubuh menjadi dua kelompok, yaitu grup

A dan B. Grup A meliputi punggung, leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi

lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Skor dapat diketahui

berdasarkan data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup. Skor tersebut

digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar

diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

Skor dari tabel A dijumlahkan dengan skor untuk berat beban yang

diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Berat beban yang diangkat dapat

diketahui berdasarkan keterangan dokumenter pada kuesioner nordic body

map.Skor dari tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga

didapatkan nilai bagian B. Coupling dapat dilihat posisi tangan dalam beraktivitas

berdasarkan video yang telah direkam. Nilai bagian A dan bagian B dapat

digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada. Nilai REBA

didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai aktivitas pekerja.

Penilaian terhadap aktivitas dan durasi pekerjaan dapat ditentukan berdasarkan

video yang telah direkam. Berdasarkan nilai REBA tersebut, dapat diketahui level

risiko pada muskuloskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi

risiko serta perbaikan kerja untuk setiap tahapan dalam aktivitas pemindahan

batako. Perangkat lunak ERGO Intelligence untuk metode REBA memiliki

kemudahan karena hanya perlu memasukkan data sesuai hasil pengamatan melalui

video. Hasil pengolahan data dengan ERGO Intelligence akan menunjukkan nilai

akhir dan memberikan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan.


III-8

Pengujian hipotesis dengan analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis

apakah ada hubungan antara usia operator dan masa kerja terhadap keluhan pada

bagian bawah pinggang. Informasi mengenai usia operator dan masa kerja dapat

diketahui berdasarkan kuesioner nordic body map. Keluhan pada bagian bawah

pinggang ditentukan sebagai variabel terikat karena sebagian besar aktivitas

pemindahan batako memiliki postur kerja membungkuk dan dilakukan secara

berulang dalam periode yang cukup lama. Pengujian hipotesis menggunakan

metode kai kuadrat dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Metode kai kuadrat

merupakan salah satu uji non parametrik untuk kasus yang memiliki data kurang

dari 30, data yang tidak berdistribusi normal, serta tidak linier. Tingkat keyakinan

yang digunakan pada pengujian hipotesis yaitu 95% dan tingkat ketelitian (α)

sebesar 5%.

Hasil pengolahan data berupa diagram persentase keluhan, total skor

individu, penilaian postur kerja dengan metode Rapid Entire Body Asessment

(REBA), dan pengujian hipotesis dapat dijadikan sebagai dasar dalam membuat

usulan perbaikan. Usulan perbaikan yang diberikan dapat berupa posisi kerja yang

lebih baik sehingga dapat mengurangi keluhan yang terjadi.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Produksi Batako

Batako merupakan salah satu alternatif yang digunakan pada pembuatan

dinding. Batako terbuat dari campuran pasir, semen, dan air. Pembuatan batako

dapat dilakukan secara manual dan dengan bantuan mesin cetak. Pembuatan

batako secara manual dipadatkan dengan tangan atau cangkul, sedangkan

pembuatan batako dengan mesin cetak menggunakan bantuan gravitasi dan

getaran. Perbedaan hasil pembuatan batako secara manual dan bantuan mesin

cetak terletak pada kepadatan permukaan batako.

Pembuatan batako dengan mesin cetak terdiri dari empat pekerja untuk

setiap mesin cetak yang digunakan. Keempat pekerja tersebut masing-masing

memiliki tugas yang berbeda. Pekerja pertama bertugas mengisi gerobak dengan

pasir. Gerobak yang telah terisi penuh dengan pasir, selanjutnya dipindahkan

menuju tempat pengadukan. Pasir kemudian dimasukan ke dalam mesin pengaduk

dengan menggunakan sekop. Jarak antara tumpukan pasir dengan mesin pengaduk

antara 2 hingga 4 meter. Pekerja pertama juga bertugas memberi campuran semen

dan air ke dalam mesin pengaduk. Pasir, semen, dan air dicampur di dalam mesin

pengaduk dengan komposisi 75:20:5. Pekerja juga menambahkan perekat ke

dalam mesin pengaduk untuk mempercepat proses percampuran. Adonan pasir,

semen, dan air tersebut diaduk dengan mesin hingga campuran merata dan siap

digunakan.

IV-1
IV-2

Gambar 4.1 Mesin Pengaduk

Gambar 4.1 merupakan mesin pengaduk yang digunakan untuk

mempercepat proses percampuran antara pasir, semen, dan air. Pekerja kedua

bertugas memindahkan adonan yang siap digunakan dari mesin pengadukan ke

mesin cetak batako dengan menggunakan sekop. Pekerja ketiga bertugas

mengoperasikan mesin cetak. Pekerja ketiga meletakkan potongan papan di atas

permukaan alat cetak. Potongan papan tersebut diambil dari tumpukan papan yang

terletak di samping mesin cetak batako. Papan tersebut digunakan sebagai alas

batako hasil cetakan dan memudahkan untuk proses pemindahan dari mesin cetak.

Pekerja meratakan adonan pasir, semen, dan air yang terdapat pada mesin cetak

dengan menggunakan sekop kecil. Hal tersebut perlu dilakukan agar kepadatan

batako sesuai dengan standar.

Pekerja ketiga mengoperasikan mesin cetak dengan menarik tuas ke

bawah. Setiap mesin cetak memiliki kapasitas produksi 800 hingga 1500 batako

per hari. Pekerja keempat selanjutnya mengambil hasil cetakan batako dari mesin

cetak dengan cara membungkuk dan memegang papan alas pada sisi samping

kanan dan kiri. Setiap proses pencetakan menghasilkan dua batako yang memiliki

ukuran yang sama. Gambar 4.2 merupakan gambar mesin cetak yang mampu

menghasilkan dua batako sekaligus dalam setiap proses produksinya.


IV-3

Gambar 4.2 Mesin Cetak Batako

Pekerja keempat membawa batako hasil cetakan menuju tahapan

pengeringan. Batako dan papan alas diletakkan pada tempat pengeringan dengan

cara membungkuk apabila berada pada susunan yang paling bawah. Batako hasil

cetakan disusun hingga delapan tingkat untuk efisiensi tempat pengeringan.

Batako diletakkan pada tempat pengeringan yang hanya tertutup pada bagian atas,

hal tersebut agar tidak tercampur air saat hujan serta mendapatkan angin yang

cukup untuk pengeringan. Waktu pengeringan biasa dilakukan selama dua hari

namun juga tergantung dari cuaca di sekitar area pembuatan batako. Batako yang

telah kering dan memenuhi mutu sesuai standar siap dipasarkan. Gambar 4.3

merupakan lokasi stasiun pengeringan untuk batako yang telah dicetak.

Gambar 4.3 Tempat Pengeringan Batako


IV-4

4.2 Proses Kerja Operator Teramati

Pekerja pembuat batako semuanya berjenis kelamin laki-laki. Operator

yang biasa melakukan aktivitas pemindahan batako berjumlah delapan orang,

tetapi hanya dua orang yang melakukan aktivitas pemindahan batako untuk setiap

proses produksi. Operator yang tidak melakukan aktivitas pemindahan batako

melakukan tugas lain seperti pemindahan material bahan baku semen dan pasir,

mengoperasikan mesin pengaduk, dan mengoperasikan mesin cetak batako.

Pergantian tugas ditentukan berdasarkan shift untuk satu hari kerja. Operator yang

diamati untuk penilaian postur kerja hanya satu orang karena teknik pemindahan

batako yang dilakukan sama dengan operator yang lain, tetapi untuk wawancara

dengan kuesioner nordic body map dilakukan terhadap delapan operator.

Setiap proses pemindahan batako terdiri dari papan alas dan dua batako

hasil cetakan dengan total berat 12 kg. Setiap batako yang dipindahkan memiliki

ukuran panjang 38 cm, lebar 8 cm, dan tinggi 14 cm. Setiap batako memiliki tiga

rongga. Papan alas yang digunakan memiliki ukuran panjang 45 cm, lebar 22 cm,

dan tebal 3 cm. Ukuran papan alas juga disesuaikan dengan area hasil cetakan

pada mesin cetak. Papan alas ditumpuk dan diletakkan di samping mesin cetak

batako, hal tersebut untuk memudahkan dan mempercepat proses pengambilan

papan alas.

Pengambilan batako dilakukan dengan cara membungkuk, hal tersebut

karena tinggi area hasil cetakan yang lebih rendah dibandingkan dengan dimensi

tinggi pinggang berdiri. Operator mengambil batako dengan memegang sisi kanan

dan kiri papan alas. Kaki kiri digunakan sebagai tumpuan terkuat pada saat
IV-5

mengambil batako pada mesin cetak. Gambar 4.4 merupakan gambar pada saat

operator mengambil batako pada stasiun pencetakan.

Gambar 4.4 Operator Mengambil Batako

Operator selanjutnya berdiri dan membawa batako tersebut menuju stasiun

pengeringan. Jarak antara mesin cetak dengan stasiun pengeringan sekitar 3

hingga 6 meter. Gambar 4.5 merupakan gambar pada saat operator membawa dua

batako beserta papan alas menuju stasiun pengeringan.

Gambar 4.5 Operator Membawa batako

Operator meletakkan batako pada stasiun pengeringan dengan cara

membungkuk apabila susunan batako terletak lebih rendah daripada dimensi

tinggi pinggang berdiri. Batako diletakkan pada stasiun pengeringan beserta papan
IV-6

alas yang digunakan. Operator kemudian kembali menuju stasiun pencetakan

untuk mengangkut batako selanjutnya. Waktu yang dibutuhkan operator untuk

memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan hingga

kembali lagi menuju stasiun pencetakan adalah sekitar 22 detik. Proses

perpindahan yang dilakukan setiap operator dapat mencapai 400 hingga 500 kali

dalam sehari. Gambar 4.6 merupakan gambar pada saat operator meletakkan

batako pada stasiun pengeringan.

Gambar 4.6 Operator Meletakkan Batako

4.3 Analisis Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal pada operator pemindahan batako dapat

diketahui melalui rangkuman kuesioner nordic body map. Rangkuman kuesioner

nordic body map diperoleh dari hasil wawancara terhadap semua operator yang

pernah melakukan tugas memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju

stasiun pengeringan. Operator yang bertugas memindahkan batako berjumlah

delapan orang. Jenis keluhan pada kuesioner nordic body map berjumlah 28

keluhan. Tabel 4.1 merupakan rangkuman hasil wawancara dengan kuesioner

nordic body map beserta persentase.


IV-7

Tabel 4.1 Persentase Keluhan Operator Pemindahan Batako


Jumlah Operator Persentase (%)
No. Jenis Keluhan
TS AS S SS TS AS S SS
0 Sakit kaku di bagian leher bagian atas 5 2 1 0 62,5 25 12,5 0
1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 5 1 2 0 62,5 12,5 25 0
2 Sakit di bahu kiri 0 0 7 1 0 0 87,5 12,5
3 Sakit di bahu kanan 0 0 7 1 0 0 87,5 12,5
4 Sakit lengan atas kiri 0 0 8 0 0 0 100 0
5 Sakit di punggung 3 1 1 3 37,5 12,5 12,5 37,5
6 Sakit lengan atas kanan 0 0 8 0 0 0 100 0
7 Sakit pada pinggang 3 0 2 3 37,5 0 25 37,5
8 Sakit pada bawah pinggang 3 0 2 3 37,5 0 25 37,5
9 Sakit pada pantat 5 1 2 0 62,5 12,5 25 0
10 Sakit pada siku kiri 0 4 4 0 0 50 50 0
11 Sakit pada siku kanan 0 4 4 0 0 50 50 0
12 Sakit lengan bawah kiri 1 1 6 0 12,5 12,5 75 0
13 Sakit lengan bawah kanan 1 1 6 0 12,5 12,5 75 0
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 1 0 6 1 12,5 0 75 12,5
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 1 0 6 1 12,5 0 75 12,5
16 Sakit pada tangan kiri 4 1 3 0 50 12,5 37,5 0
17 Sakit pada tangan kanan 4 1 3 0 50 12,5 37,5 0
18 Sakit pada paha kiri 0 2 6 0 0 25 75 0
19 Sakit pada paha kanan 0 2 6 0 0 25 75 0
20 Sakit pada lutut kiri 5 1 2 0 62,5 12,5 25 0
21 Sakit pada lutut kanan 5 1 2 0 62,5 12,5 25 0
22 Sakit pada betis kiri 0 0 8 0 0 0 100 0
23 Sakit pada betis kanan 0 0 8 0 0 0 100 0
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 4 4 0 0 50 50 0 0
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 4 4 0 0 50 50 0 0
26 Sakit pada kaki kiri 1 3 4 0 12,5 37,5 50 0
27 Sakit pada kaki kanan 1 3 4 0 12,5 37,5 50 0

Berdasarkan hasil perhitungan persentase setiap keluhan dari kedelapan

operator pemindahan batako pada Tabel 4.1, maka data tersebut dapat diolah

menjadi diagram yang menunjukkan sebaran keluhan. Tingkat keluhan yang

dirasakan terbagi menjadi empat kategori yaitu Tidak Sakit (TS), Agak Sakit
Persentase (%)

0
100

10
20
60
70

30
40
50
80
90
Sakit kaku di bagian leher bagian atas
Sakit kaku di bagian leher bagian bawah
Sakit di bahu kiri
Sakit di bahu kanan
Sakit lengan atas kiri
Sa kit di punggung
Sakit lengan atas kanan
Sakit pada pinggang
Sakit pada bawah pinggang

Tidak Sakit
Sakit pada pantat
Sakit pada siku kiri
Sakit pada siku kanan
Sa kit lenga n ba wa h kiri

Agak Sakit
Sa kit lenga n ba wa h ka na n
Sakit pada pergelangan tangan kiri

Sakit
Sakit pada pergelangan tangan kanan

Jenis Keluhan
Sakit pada tangan kiri
Sakit pada tangan kanan
Sakit pada paha kiri

Gambar 4.7 Diagram Persentase Keluhan


Sakit pada paha kanan

Sangat Sakit
Sakit pada lutut kiri
Sa kit pa da lutut ka na n
Sa kit pa da betis kiri
Sa kit pa da betis ka na n
keluhan untuk memudahkan menentukan keluhan yang paling dominan.

Sakit pada pergelangan kaki kiri


Sakit pada pergelangan kaki kanan
Sakit pada kaki kiri
Sakit pada kaki kanan

operator mengalami keluhan pada semua anggota tubuh setelah bekerja. Keluhan
Berdasarkan diagram pada Gambar 4.7, dapat dilihat bahwa hampir setiap
(AS), Sakit (S), dan Sakit Sekali (SS). Gambar 4.4 merupakan diagram persentase
IV-8
IV-9

yang dirasakan berupa agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Keluhan agak sakit

dirasakan pada alat gerak tubuh bagian bawah seperti lutut, pergelangan kaki, dan

kaki. Keluhan berupa sakit dirasakan pada anggota tubuh leher, paha, betis, bahu,

dan alat gerak tubuh bagian atas seperti lengan atas, lengan bawah, siku,

pergelangan tangan, dan tangan. Keluhan berupa sangat sakit dirasakan pada

tubuh bagian belakang seperti punggung, pinggang, dan pinggang bagian bawah.

Operator selama bekerja menggunakan rangka dan otot untuk menunjang

pekerjaannya. Rangka yang digunakan selama bekerja yaitu tulang leher, tulang

punggung, tulang pinggang, tulang selangka, tulang belikat, tulang paha, tulang

betis, tulang pergelangan kaki, tulang telapak kaki, tulang lengan atas, tulang

pengumpil, tulang hasta, tulang pergelangan tangan, dan tulang telapak tangan.

Otot yang digunakan selama bekerja yaitu otot trapezius, otot trisep, otot bisep,

otot pektoralis major, otot serratus anterior, otot latissimus dorsi, otot sartorius,

otot gluteus maksimus, otot guadriseps femoris, otot peroneus, dan otot tibialis

anterior.

Otot trapezius berfungsi untuk memperkuat bahu. Otot biseps dan otot

triseps berfungsi untuk menggerakkan lengan. Otot pektoralis major berfungsi

untuk memutar lengan. Otot serratus anterior yang berfungsi untuk menarik bahu

ke sekeliling. Otot latissimus dorsi berfungsi untuk memperkuat punggung. Otot

sartorius berfungsi untuk memilin paha dan membengkokkan pinggul dan lutut.

Otot gluteus maksimus berfungsi untuk meluruskan pinggul. Otot guadriseps

femoris berfungsi untuk menekuk pinggul dan meluruskan lutut. Otot peroneus
IV-10

berfungsi untuk melengkungkan kaki. Otot tibialis anterior berfungsi untuk

mengangkat kaki.

Keluhan sangat sakit pada pinggang bagian bawah disebabkan karena

aktivitas pengambilan dan peletakan batako yang dilakukan secara membungkuk

dengan berulang-ulang dalam periode yang cukup lama. Membungkuk merupakan

aktivitas yang tidak nyaman dalam pekerjaan. Posisi ini tidak menjaga kestabilan

tubuh ketika bekerja. Posisi ini juga memaksa kerja otot atau sendi tulang

belakang dan akhirnya terjadi pembengkakan pada sendi. Ketika ruas-ruas tulang

menekuk ke depan maka otot akan bekerja dengan keras untuk menopang tulang

atau rangka bagian atas hingga kepala, sehingga otot akan melentur. Semakin

sering dan semakin lama digunakan secara berlebihan, maka hal tersebut dapat

menyebabkan hilangnya kelenturan pada otot tersebut (Zulfiqor, 2010).

Keluhan sangat sakit juga terjadi pada bagian tubuh punggung. Hal ini

disebabkan karena pengangkatan beban secara manual yang melebihi batas

kekuatan manusia sehingga menyebabkan penggunaan tenaga yang berlebih.

Keluhan sakit pada leher dan bahu disebabkan karena otot trapezius yang

mengalami ketegangan. Keluhan sakit pada anggota tubuh leher,bahu, dan alat

gerak tubuh bagian atas disebabkan karena anggota tubuh tersebut menahan beban

sebesar 12 kg dengan hanya bantuan papan alas dan dilakukan secara berulang-

ulang pada saat proses membawa beban. Waktu yang dibutuhkan operator untuk

memindahkan batako sebesar 22 detik dengan proses perpindahan yang dilakukan

sebanyak 400 hingga 500 kali dalam sehari.


IV-11

Keluhan yang telah diketahui melalui wawancara dengan kuesioner

nordic body map untuk setiap individu dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

risiko otot skeletal berdasarkan total skor individu. Pengolahan data tersebut

menggunakan skala Likert untuk masing-masing tingkat keluhan. Tabel 4.2

merupakan hasil pengolahan data untuk mengetahui risiko otot skeletal tiap

individu beserta informasi mengenai usia dan masa kerja.

Tabel 4.2 Tingkat Risiko Otot Skeletal


Masa Total
Umur Tingkat Tindakan
No. Nama Kerja Skor
(Tahun) Resiko Perbaikan
(Tahun) Individu
Diperlukan
1. Badir 42 3 73 Tinggi
tindakan segera
Mungkin
diperlukan
2. Irvan 27 2,5 64 Sedang
tindakan
dikemudian hari
Diperlukan
3. Rustam 40 5 75 Tinggi
tindakan segera
Mungkin
diperlukan
4. Sohib 35 2,5 62 Sedang
tindakan
dikemudian hari
Mungkin
diperlukan
5. Bahrudin 29 1 58 Sedang
tindakan
dikemudian hari
Mungkin
diperlukan
6. Syamsul 27 0,5 54 Sedang
tindakan
dikemudian hari
Diperlukan
7. Dani 40 5 77 Tinggi
tindakan segera
Diperlukan
8. Ahmad 37 4,5 70 Tinggi
tindakan segera

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa empat operator pemindahan batako

memiliki tingkat risiko otot skeletal sedang dan empat operator pemindahan
IV-12

batako memiliki tingkat risiko otot skeletal tinggi. Tindakan perbaikan segera

perlu dilakukan pada tingkat risiko otot skeletal tinggi dan tindakan perbaikan

untuk tingkat risiko otot skeletal sedang dimungkinkan dilakukan di kemudian

hari. Perbedaan tingkat risiko otot skeletal disebabkan karena kuesioner nordic

body map yang bersifat subyektif. Usia dan masa kerja dari kedelapan operator

memiliki variasi. Rata-rata usia operator pemindahan batako sebesar 34,6 tahun

sedangkan rata-rata masa kerja operator sebesar 3 tahun.

4.4 Analisis Potensi Penyakit

Sikap kerja yang dilakukan oleh operator pemindahan batako seperti

berdiri, berjalan, membungkuk, dan lain-lain berpotensi menimbulkan penyakit

bila tidak dilakukan tindakan perbaikan terhadap keluhan muskuloskeletal yang

dirasakan operator. Potensi penyakit dapat terjadi pada rangka maupun otot yang

digunakan selama bekerja.

Dislokasi merupakan penyakit yang berpotensi terjadi pada rangka karena

gangguan pada sendi seseorang di mana terjadi pergeseran dari kedudukan awal.

Dislokasi juga terjadi diakibatkan tertariknya ligamen sehingga terjadinya

pergeseran sendi. Penyakit kifosis disebabkan oleh posisi kerja yang

membungkuk saat mengambil dan meletakkan batako sehingga mengakibatkan

tulang belakang melengkung ke depan dan dalam jangka waktu panjang operator

akan terlihat menjadi bungkuk.

Penyakit nyeri bawah pinggang akibat pembebanan lama dan terus

menerus pada tubuh akan mempertinggi derajat kerusakan tulang belakang.


IV-13

Tekanan dari benda kerja yang ditopang apabila berlangsung terus menerus

berlangsung akan mengakibatkan cairan dalam lutut mengalami penekanan

sehingga membengkak menjadi kaku kemudian meradang disebut bursitis.

Penyakit hipertrofi disebabkan oleh aktivitas otot yang berlebihan saat

mengangkut batako dengan beban kerja yang berat sehingga mengakibatkan otot

menjadi lebih besar dan kuat. Operator akan menderita penyakit kaku leher

sehingga leher tidak dapat digerakkan. Hal ini disebabkan karena otot trapezius

pada leher dan bahu yang mengalami peradangan akibat hentakan atau salah

gerak. Kelainan atau gangguan pada sendi manusia dapat berupa keseleo. Terkilir

atau keseleo adalah gangguan sendi akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa,

dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Keseleo bisa menyebabkan rasa yang

sangat sakit dan bengkok pada bagian yang keseleo. Operator berpotensi

menderita penyakit kram pada alat gerak atas maupun bawah karena aktivitas otot

yang terlalu berat.

4.5 Analisis Postur Tubuh

Penilaian postur tubuh terhadap operator pemindahan batako dilakukan

terhadap tiga aktivitas yaitu pengambilan batako pada mesin cetak, pemindahan

batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan, dan proses peletakan

batako pada stasiun pengeringan. Penilaian dilakukan pada postur tubuh sisi

kanan dan sisi kiri untuk setiap aktivitas, sehingga akan dihasilkan enam nilai

level risiko dan enam tindakan perbaikan. Penilaian postur kerja menggunakan
IV-14

metode Rapid Entire Body Asessment (REBA) dengan bantuan ERGO

Intelligence.

Gambar 4.8 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kiri Saat Mengambil Batako

Gambar 4.8 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh

sisi kiri pada saat mengambil batako pada stasiun pencetakan. Gambar 4.8

menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat mengambil batako pada

mesin cetak termasuk fleksi dengan sudut 63°. Punggung dalam posisi miring

pada saat mengambil batako. Leher mengalami ekstensi sebesar 23° terhadap

sumbu tubuh, tetapi leher dalam keadaan miring. Kaki tidak tertopang atau bobot

beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak pada kaki kiri dan sudut

yang dibentuk pada lutut kiri sebesar 40°. Beban batako yang diangkat lebih dari

10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.


IV-15

Pergerakan lengan atas bagian kiri pada saat mengambil batako berupa

gerakan fleksi dengan sudut 64° terhadap sumbu tubuh dan terdapat gerakan

abduksi. Sudut pergerakan lengan bawah terhadap lengan atas dengan fleksi

sebesar 39°. Sudut pergelangan tangan kiri fleksi ke depan sebesar 22°.

Pergelangan tangan kiri bergerak menyimpang pada saat mengambil batako pada

mesin cetak. Jenis coupling yang digunakan yaitu poor karena pegangan tangan

pada papan alas tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Proses

pengambilan batako menyebabkan perubahan postur yang cepat dari posisi awal

yaitu berdiri menjadi membungkuk.

Gambar 4.9 Skor REBA Sisi Kiri Saat Mengambil Batako


IV-16

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kiri operator

pada saat mengambil batako pada mesin cetak menghasilkan nilai level risiko

sebesar 13. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat tinggi

sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada aktivitas

pemindahan batako.

Gambar 4.10 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh

sisi kanan pada saat mengambil batako pada stasiun pencetakan. Gambar 4.10

menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat mengambil batako pada

mesin cetak termasuk fleksi dengan sudut 63°. Punggung dalam posisi miring

pada saat mengambil batako. Leher mengalami ekstensi sebesar 23° terhadap

sumbu tubuh, tetapi leher dalam keadaan miring. Kaki tidak tertopang atau bobot

beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak pada kaki kiri dan sudut

yang dibentuk pada lutut kanan sebesar 41°. Beban batako yang diangkat lebih

dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

Gambar 4.10 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kanan Saat Mengambil Batako
IV-17

Pergerakan lengan atas bagian kanan pada saat mengambil batako berupa

gerakan fleksi dengan sudut 79° terhadap sumbu tubuh dan terdapat gerakan

abduksi. Sudut pergerakan lengan bawah terhadap lengan atas dengan fleksi

sebesar 26°. Sudut pergelangan tangan kanan fleksi ke depan sebesar 27°.

Pergelangan tangan kanan bergerak menyimpang pada saat mengambil batako

pada mesin cetak. Jenis coupling yang digunakan yaitu poor karena pegangan

tangan pada papan alas tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Proses

pengambilan batako menyebabkan perubahan postur yang cepat dari posisi awal

yaitu berdiri menjadi membungkuk.

Gambar 4.11 Skor REBA Sisi Kanan Saat Mengambil Batako


IV-18

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kanan

operator pada saat mengambil batako pada mesin cetak menghasilkan nilai level

risiko sebesar 13. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat

tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada

aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.12 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh

sisi kiri pada saat memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun

pengeringan. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat

membawa batako tidak tegak dan cenderung ekstensi karena menahan beban yang

cukup berat. Punggung dalam posisi miring dan sedikit memutar hadapan pada

saat hampir mendekati stasiun pengeringan. Leher mengalami fleksi sebesar 18°

terhadap sumbu tubuh, tetapi leher dalam keadaan miring karena melihat ke arah

tumpukan batako. Kaki pada saat berjalan tertopang sehingga bobot tersebar

merata pada kedua kaki dan sudut yang dibentuk pada lutut kiri sebesar 27°.

Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban

secara tiba-tiba.

Pergerakan lengan atas bagian kiri pada saat membawa batako berupa

gerakan ekstensi dengan sudut 12° terhadap sumbu tubuh dan bahu ditinggikan

pada saat membawa batako karena beban yang cukup berat. Sudut pergerakan

lengan bawah terhadap lengan atas dengan fleksi sebesar 78°. Sudut pergelangan

tangan kiri cenderung sejajar dengan sumbu lengan bawah, namun terjadi

penyimpangan sebesar 51°. Hal tersebut karena menyesuaikan dengan bentuk

pegangan papan alas yang tidak ideal walaupun masih memungkinkan sehingga
IV-19

jenis coupling yang digunakan yaitu poor Proses pemindahan batako tidak

memiliki nilai aktivitas tambahan karena postur tubuh dalam posisi dinamis dan

aktivitas berulang kurang dari empat kali tiap menit.

Gambar 4.12 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kiri Saat Membawa Batako

Gambar 4.13 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kiri operator

pada saat membawa batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan

menghasilkan nilai level risiko sebesar 8. Hasil tersebut termasuk dalam level 3

dengan level risiko tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan segera

pada aktivitas pemindahan batako.


IV-20

Gambar 4.13 Skor REBA Sisi Kiri Saat Membawa Batako

Gambar 4.14 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh

sisi kanan pada saat memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun

pengeringan. Gambar 4.14 menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat

membawa batako tidak tegak dan cenderung ekstensi karena menahan beban yang

cukup berat. Punggung dalam posisi miring dan sedikit memutar hadapan pada

saat hampir mendekati stasiun pengeringan. Leher mengalami fleksi sebesar 18°

terhadap sumbu tubuh, tetapi leher dalam keadaan miring karena melihat ke arah

tumpukan batako. Kaki pada saat berjalan tertopang sehingga bobot tersebar

merata pada kedua kaki dan sudut yang dibentuk pada lutut kanan sebesar 20°.
IV-21

Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban

secara tiba-tiba.

Gambar 4.14 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kanan Saat Membawa Batako

Pergerakan lengan atas bagian kanan pada saat membawa batako berupa

gerakan ekstensi dengan sudut 32° terhadap sumbu tubuh dan bahu ditinggikan

pada saat membawa batako karena beban yang cukup berat. Sudut pergerakan

lengan bawah terhadap lengan atas dengan fleksi sebesar 89°. Sudut pergelangan

tangan kanan cenderung sejajar dengan sumbu lengan bawah, namun terjadi

penyimpangan sebesar 38°. Hal tersebut karena menyesuaikan dengan bentuk

pegangan papan alas yang tidak ideal walaupun masih memungkinkan sehingga

jenis coupling yang digunakan yaitu poor Proses pemindahan batako tidak

memiliki nilai aktivitas tambahan karena postur tubuh dalam posisi dinamis dan

aktivitas berulang kurang dari empat kali tiap menit.


IV-22

Gambar 4.15 Skor REBA Sisi Kanan Saat Membawa Batako

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kanan

operator pada saat membawa batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun

pengeringan menghasilkan nilai level risiko sebesar 8. Hasil tersebut termasuk

dalam level 3 dengan level risiko tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa

perbaikan segera pada aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.16 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh

sisi kiri pada saat meletakkan batako pada stasiun pengeringan. Gambar 4.16

menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat meletakkan batako termasuk

fleksi dengan sudut 101°. Punggung dalam posisi miring pada saat mengambil

batako. Leher mengalami ekstensi sebesar 18° terhadap sumbu tubuh, tetapi leher

dalam keadaan miring karena melihat ke arah tumpukan batako. Kaki tidak
IV-23

tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak

pada kaki kiri dan sudut yang dibentuk pada lutut kiri sebesar 37°. Beban batako

yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

Gambar 4.16 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kiri Saat Meletakkan Batako

Pergerakan lengan atas bagian kiri pada saat meletakkan batako berupa

gerakan fleksi dengan sudut 117° terhadap sumbu tubuh dan terdapat gerakan

abduksi. Tetapi bobot lengan kiri bergeser ke depan sesuai gravitasi sehingga

memudahkan peletakkan batako. Sudut pergerakan lengan bawah terhadap lengan

atas dengan fleksi sebesar 11°. Sudut pergelangan tangan kiri fleksi ke depan

sebesar 38°. Pergelangan tangan kanan bergerak menyimpang pada saat

mengambil batako pada mesin cetak. Jenis coupling yang digunakan yaitu poor

karena pegangan tangan pada papan alas tidak bisa diterima walaupun

memungkinkan. Proses peletakan batako menyebabkan perubahan postur yang

cepat dari posisi awal yaitu berdiri menjadi membungkuk.


IV-24

Gambar 4.17 Skor REBA Sisi Kiri Saat Meletakkan Batako

Gambar 4.17 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kiri operator

pada saat meletakkan batako pada stasiun pengeringan menghasilkan nilai level

risiko sebesar 13. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat

tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada

aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.18 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh

sisi kanan pada saat meletakkan batako pada stasiun pengeringan. Gambar 4.18

menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat meletakkan batako termasuk

fleksi dengan sudut 101°. Punggung dalam posisi miring pada saat mengambil

batako. Leher mengalami ekstensi sebesar 18° terhadap sumbu tubuh, tetapi leher
IV-25

dalam keadaan miring karena melihat ke arah tumpukan batako. Kaki tidak

tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak

pada kaki kiri dan sudut yang dibentuk pada lutut kanan sebesar 12°. Beban

batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara

tiba-tiba.

Gambar 4.18 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kanan Saat Meletakkan Batako

Pergerakan lengan atas bagian kanan pada saat meletakkan batako berupa

gerakan fleksi dengan sudut 71° terhadap sumbu tubuh dan terdapat gerakan

abduksi. Tetapi bobot lengan kanan bergeser ke depan sesuai gravitasi sehingga

memudahkan peletakkan batako. Sudut pergerakan lengan bawah terhadap lengan

atas dengan fleksi sebesar 32°. Sudut pergelangan tangan kanan fleksi ke depan

sebesar 28°. Pergelangan tangan kanan bergerak menyimpang pada saat

mengambil batako pada mesin cetak. Jenis coupling yang digunakan yaitu poor

karena pegangan tangan pada papan alas tidak bisa diterima walaupun

memungkinkan. Proses peletakan batako menyebabkan perubahan postur yang

cepat dari posisi awal yaitu berdiri menjadi membungkuk.


IV-26

Gambar 4.19 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kanan

operator pada saat meletakkan batako pada stasiun pengeringan menghasilkan

nilai level risiko sebesar 12. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level

risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini

juga pada aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.19 Skor REBA Sisi Kanan Saat Meletakkan Batako

Tabel 4.3 merupakan rangkuman dari hasil penilaian postur kerja dengan

menggunakan metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). Hasil penilaian

menunjukkan bahwa aktivitas pengambilan batako pada stasiun pencetakan dan

aktivitas peletakan batako pada stasiun pengeringan memiliki nilai level risiko

yang sangat tinggi. Berdasarkan nilai level risiko tersebut maka diperlukan
IV-27

tindakan perbaikan sekarang juga. Aktivitas pemindahan batako dari stasiun

pencetakan menuju stasiun pengeringan memiliki nilai level risiko tinggi. Salah

satu faktor yang sangat mempengaruhi penilaian postur kerja dengan metode

REBA yaitu aktivitas yang dilakukan dengan membungkuk. Aktivitas yang

dilakukan dengan membungkuk dengan berulang-ulang dan dalam periode yang

lama tentunya akan menyebabkan rasa nyeri terutama pada bagian bawah

pinggang. Aktivitas pemindahan batako termasuk dalam level tinggi karena alat

gerak tubuh terutama tangan menahan beban yang cukup berat dengan coupling

yang tidak ideal.

Tabel 4.3 Penilaian Postur Kerja Metode REBA


Nilai Level Risiko Tindakan
No. Aktivitas
Kiri Kanan Kiri Kanan
Diperlukan Diperlukan
Pengambilan Batako
13 (Sangat 13 (Sangat perbaikan perbaikan
1. pada Stasiun
Tinggi) Tinggi) sekarang sekarang
Pencetakan
juga juga

Pemindahan Batako
dari Stasiun Perbaikan Perbaikan
2. 8 (Tinggi) 8 (Tinggi)
Pencetakan Menuju segera segera
Stasiun Pengeringan

Diperlukan Diperlukan
Peletakkan Batako
13 (Sangat 12 (Sangat perbaikan perbaikan
3. pada Stasiun
Tinggi) Tinggi) sekarang sekarang
Pengeringan
juga juga

4.6 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat menggunakan metode kai kuadrat. Variabel bebas berupa

usia pekerja dan masa kerja dari kedelapan operator pemindahan batako. Variabel

terikat yaitu jumlah operator yang mengalami keluhan nyeri pada bawah

pinggang. Variabel terikat tersebut dipilih karena aktivitas pemindahan batako


IV-28

sebagian besar dilakukan dengan membungkuk sehingga berpotensi menimbulkan

keluhan nyeri pada bawah pinggang.

Pengujian hipotesis menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS dengan

tingkat kepercayaan 95% dan taraf nyata (α) sebesar 5%. Tabel 4.4 merupakan

rangkuman usia pekerja dan keluhan nyeri pada bawah pinggang dari hasil

wawancara dengan kuesioner nordic body map.

Tabel 4.4 Rangkuman Usia Pekerja dan Keluhan Nyeri Bawah Pinggang
Nyeri Bawah Pinggang Total
No. Usia Pekerja
Ya % Tidak % N %
1. ≥ 35 tahun 5 100 0 0 5 100
2. < 35 tahun 0 0 3 100 3 100
Total 5 100 3 100 8 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa usia pekerja dikategorikan

menjadi dua jenis yaitu usia pekerja ≥ 35 tahun dan < 35 tahun. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Guo (1995) dan Chaffin (1979) dalam Khaizun (2013),

yang menyatakan bahwa keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun

dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan bertambahnya umur. Hal ini

dikarenakan kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko

terjadinya keluhan muskuloskeletal meningkat.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Bivariat Usia Pekerja dengan Nyeri Bawah Pinggang
IV-29

Hasil pengolahan metode kai kuadrat dengan bantuan SPSS menunjukkan

bahwa terdapat lebih dari 20% dari jumlah seluruh sel yang memiliki nilai yang

diharapkan kurang dari 5. Selain itu, metode kai kuadrat ini didisain dengan 2 x 2

sel maka P value yang diperoleh yaitu pada fisher’s exact test sebesar 0,018.

Hasil tersebut lebih kecil dibandingkan tingkat ketelitian sebesar 0,05, maka H 0

ditolak. Sehingga berdasarkan hasil uji kai kuadrat diketahui terdapat hubungan

yang bermakna antara usia pekerja dengan keluhan nyeri pada bawah pinggang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Guo (1995) dan

Chaffin (1979). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilakukan oleh

Kantana (2010), bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja

dengan nyeri pada bawah pinggang dengan P value (0,017) < α (0,05) dengan

responden yang berusia ≥ 35 tahun yang mengalami keluhan nyeri pada bawah

pinggang sebanyak 22 orang (81,5 %), sedangkan responden yang berusia < 35

tahun yang mengalami keluhan nyeri pada bawah pinggang sebanyak 6 orang

(42,9 %).

Tabel 4.6 Rangkuman Masa Kerja dan Keluhan Nyeri Bawah Pinggang
Nyeri Bawah Pinggang Total
No. Masa Kerja
Ya % Tidak % N %
1. > 4 tahun 3 100 0 0 3 100
2. ≤ 4 tahun 2 40 3 60 5 100
Total 5 70 3 30 8 100

Tabel 4.6 merupakan rangkuman masa kerja, dan keluhan nyeri pada

bawah pinggang dari hasil wawancara dengan kuesioner nordic body map.

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa masa kerja dikategorikan menjadi dua

jenis yaitu masa kerja > 4 tahun dan ≤ 4 tahun. Hal tersebut sesuai dengan jurnal
IV-30

ergonomi yang dibuat oleh Hendra dan Rahardjo (2009) dalam Khaizun (2013),

yang menyatakan bahwa pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun

mempunyai risiko gangguan muskuloskeletal 2,775 kali lebih besar dibandingkan

dengan pekerja dengan masa kerja ≤ 4 tahun.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Bivariat Masa Kerja dengan Nyeri Bawah Pinggang

Hasil pengolahan metode kai kuadrat dengan bantuan SPSS menunjukkan

bahwa terdapat lebih dari 20% dari jumlah seluruh sel yang memiliki nilai yang

diharapkan kurang dari 5. Selain itu, metode kai kuadrat ini didisain dengan 2 x 2

sel maka P value yang diperoleh yaitu pada fisher’s exact test sebesar 0,196. Hasil

tersebut lebih besar dibandingkan tingkat ketelitian sebesar 0,05, maka H 0

diterima. Sehingga berdasarkan hasil uji kai kuadrat diketahui bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan nyeri pada

bawah pinggang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kantana

(2010) dengan P value sebesar 0,103 menyatakan bahwa masa kerja pada pekerja

yang tidak mengalami keluhan nyeri bawah pinggang dan pekerja yang

mengalami keluhan nyeri bawah pinggang tidak memiliki hubungan yang

bermakna. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Soleha (2009) dalam Kantana

(2010) yang menyatakan bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang
IV-31

signifikan terhadap keluhan muskuloskeletal dengan P value sebesar 0,439. Tidak

adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan bawah

pinggang bisa saja dimungkinkan karena pekerja yang masa kerjanya masih

tergolong baru banyak melakukan pekerjaan dengan posisi yang berisiko atau

belum terbiasa melakukan pekerjaan sehingga akan mengalami risiko yang tinggi

untuk mengalami keluhan pada bawah pinggang.

4.7 Usulan Perbaikan

Posisi kerja selama proses pemindahan batako dari stasiun pencetakan

menuju stasiun pengeringan adalah membungkuk dan berdiri. Aktivitas yang

dilakukan dengan membungkuk sebaiknya diperbaiki. Aktivitas pengambilan

batako pada mesin cetak sebaiknya dilakukan dengan berjongkok dengan posisi

punggung dan leher yang tidak menyamping. Hal tersebut untuk mengurangi

beban yang diterima oleh tubuh pada saat mengambil batako. Tempat hasil

pencetakan pada mesin cetak harus dibuat rendah sehingga memudahkan dalam

proses pengambilan batako dengan posisi tubuh jongkok.

Proses pengambilan batako sebaiknya diusahakan dengan menekukkan

lutut lalu tubuh dalam posisi jongkok. Salah satu kaki yang terkuat diletakkan di

depan sebagai tumpuan dan sikap punggung diusahakan tegak atau sebesar 60°.

Kaki harus dekat dengan beban batako yang akan diangkat. Posisi ini akan

mengurangi beban otot punggung. Tangan mengangkat beban dengan sikap

punggung tetap tegak dan meletakkannya pada paha kaki yang terkuat. Dagu

ditarik ke belakang agar punggung bisa tegak lurus. Pastikan pegangan tangan
IV-32

sudah kuat dan nyaman. Berdiri dengan bertumpu pada kaki yang terkuat agar

beban diserap oleh otot kaki. Beban batako diangkat hati-hati dengan sikap

punggung masih tegak sampai dengan berdiri sempurna. Berat beban digunakan

untuk mengimbangi berat badan. Posisi tubuh harus tetap posisi merapat dan

dekat dengan objek yang diangkat. Setelah berdiri dan mengangkat beban batako

dengan stabil, sebaiknya mengubah arah kaki dan tidak memutar pinggul ketika

pengangkatan menuju stasiun pengeringan.

Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun

pengeringan sebaiknya dilakukan dengan posisi tubuh berdiri yang stabil.

Pandangan ke depan selama pengangkatan dan tidak menurunkan atau menaikkan

posisi beban. Operator hendaknya menegakkan pinggang dan tidak mengambil

langkah yang terlalu cepat dan besar karena hal tersebut dapat memberikan

penambahan tekanan pada jaringan otot tangan. Beban harus berada sedekat

mungkin dengan tubuh dengan posisi tangan disesuaikan dengan kenyamanan saat

berjalan.

Proses peletakan batako sebaiknya juga dilakukan dengan berjongkok

secara perlahan dengan menekuk lutut untuk susunan batako yang masih rendah.

Selain itu, peletakan posisi batako sebaiknya disesuaikan dengan posisi pada saat

pemindahan. Sehingga salah satu lengan tidak melakukan gerakan fleksi yang

berlebihan. Susunan batako juga hendaknya tidak terlalu tinggi karena akan

membutuhkan penggunaan otot yang berlebihan karena berlawanan dengan

gravitasi. Susunan batako hendaknya tidak pada satu sisi saja namun diletakkan

pada dua sisi kanan dan kiri. Operator pemindahan batako sebaiknya
IV-33

menggunakan sarung tangan dan papan alas yang digunakan harus dirancang lebih

ideal untuk bagian genggaman. Aktivitas pemindahan batako hendaknya juga

dapat dilakukan bergantian dengan operator lain sehingga tidak tergantung dengan

shift kerja yang telah ditentukan. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi beban

kerja dan adanya relaksasi sehingga peredaran darah akan lancar.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Keluhan yang timbul akibat aktivitas pemindahan batako yaitu sebagian

besar dirasakan di seluruh bagian tubuh delapan operator yang memindahkan

batako secara manual dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan.

Keluhan agak sakit dirasakan pada alat gerak tubuh bagian bawah seperti lutut,

pergelangan kaki, dan kaki. Keluhan berupa sakit dirasakan pada anggota tubuh

leher, paha, betis, bahu, dan alat gerak tubuh bagian atas seperti lengan atas,

lengan bawah, siku, pergelangan tangan, dan tangan. Keluhan berupa sangat sakit

dirasakan pada tubuh bagian belakang seperti punggung, pinggang, dan pinggang

bagian bawah.

Potensi penyakit dapat terjadi pada rangka maupun otot operator yang

bekerja memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan.

Potensi penyakit yang terjadi pada rangka operator pemindahan batako yaitu

dislokasi dan kifosis. Potensi penyakit yang terjadi pada otot operator pemindahan

batako yaitu nyeri bawah pinggang, bursitis, hipertrofi, kaku leher, terkilir atau

keseleo dan kram. Hasil penilaian menunjukkan bahwa aktivitas pengambilan

batako pada stasiun pencetakan dan aktivitas peletakan batako pada stasiun

pengeringan memiliki nilai level risiko yang sangat tinggi sehingga tindakan

perbaikan sekarang juga. Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan

V-1
V-2

menuju stasiun pengeringan memiliki nilai level risiko yang tinggi sehingga

diperlukan perbaikan segera.

Perbaikan posisi kerja pada aktivitas pengambilan batako dan peletakan

batako yaitu sebaiknya dilakukan dengan berjongkok. Proses pengambilan batako

sebaiknya diusahakan salah satu kaki yang terkuat diletakkan di depan sebagai

tumpuan dan sikap punggung diusahakan tegak atau sebesar 60°. Tangan

mengangkat beban dengan sikap punggung tetap tegak dan meletakkannya pada

paha kaki yang terkuat. Berat beban digunakan untuk mengimbangi berat badan.

Posisi tubuh harus tetap posisi merapat dan dekat dengan objek yang diangkat.

Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan

sebaiknya dilakukan dengan posisi tubuh berdiri yang stabil.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian ini yaitu untuk

menggunakan metode selain REBA untuk menilai postur kerja dan mengukur

denyut jantung operator sehingga dapat diketahui konsumsi energi, oksigen, dan

waktu istirahat. Selain itu dapat menambah variabel bebas yang lain seperti faktor

risiko pekerjaan, kebiasaan merokok, obesitas, dan kebiasaan olahraga dalam

pengujian hipotesis. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menyebarkan

kuesioner atau wawancara pada saat pekerjaan berlangsung untuk meminimalkan

bias yang terjadi. Penelitian selanjutnya diharapkan memberikan usulan berupa

perancangan alat yang ergonomis untuk pemindahan batako.


DAFTAR PUSTAKA

Bridger, R.S.1995. Introduction to ergonomic.McGraw-Hill, Singapore.


Budiyono, Setiadi. 2011. Anatomi Tubuh Manusia. Penerbit Laskar Aksara,
Bekasi.
Corlett, E.N., Eklund J.A.E., Reilly T. dan Troup, J.D.G. 1987. Assessment of
Workload from Measurement of Stature. Applied ergonomics, v18, pp.
65-71.
Hamzah, Andi Januar. 2011. Analisis dan Perbaikan Postur Kerja Pengangkatan
Kotak Telur. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Health and Safety Commission. 1986. Proposals for Health and Safety (Manual
Handling of Loads). Regulations and guidance, HMSO, London.
Herdiana, Dian. 2009. Analisis Pemindahan Material Secara Manual Pekerja
Pengangkut Genteng UD. Sinar Mas Dengan Menggunakan Metode
Rapid Entire Body Assestment (REBA). Universitas Gunadarma, Depok.
Highnett dan Mc Atamney. 2000. REBA Employee Assesment Worksheet. Applied
Ergonomics, 201-205.
Kantana, Trimunggara. 2010. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Low
Back Pain Pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT Enseval Putera
Megatrading Jakarta Tahun 2010. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Khaizun. 2013. Faktor Penyebab Keluhan Subjektif pada Punggung Pekerja
Tenun Sarung ATBM di Desa Wanarejan Utara Pemalang. Universitas
Negeri Semarang, Semarang.
Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Penerbit Guna
Widya, Surabaya.
Pangaribuan, Dina Meliana. 2010. Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA
pada Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Macmillan Press,
London.
Pulat, Babur Mustafa dan Alexander, David C. 1991. Industrial Ergonomics.
McGraw-Hill, Singapore.
Sastrowinoto, Suyatno. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi.
Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Silalahi, Bennett. 2006. Ergonomi Sebagai Azas Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen LPMI,
Jakarta.
Stevenson, M.G. 1987. Readings inRSI : The Ergonomics Approach to Repetition
Strain Injuries. UNSW Press, Sydney.
Syarif, Yondanil Setiawan. 2011. Analisis Keluhan Sistem Rangka dan Otot
Pekerja Pembuatan Batubata Tradisional Di Daerah Pariaman
Sumatera Barat.Universitas Gundarma, Jakarta.
Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Harapan Press Solo, Surakarta.
Tarwoto. 2009. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Trans Info Media, Jakarta.
Tayyari, F. dan Smith, J.L. 1997. Occupational Ergonomics : Principles and
Applications, Chapman & Hall.
Zulfiqor, Muhammad Taufik. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Keluhan MSDs pada Welder pada Bagian Welding di PT. Catterpilar
Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai