OLEH:
Ni Putu Diah Prawerti Astuti 1704551176
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat) tertentu yang
menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan
pemerintahannya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini
kebenarannnya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara tersebut.
Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap bangsa. Nilai-nilai
tersebut akan mempengaruhi segala aspek suatu bangsa. Nilai adalah suatu konsepsi yang secara
eksplisit maupun implisit menjadi milik atau ciri khas seseorang atau masyarakat. Pada konsep
tersembunyi bahwa pilihan nilai merupakan suatu ukuran atau standar yang memiliki kelestarian
yang secara umum digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat.
Sistem nilai ( filsafat) yang dianut suatu bangsa merupakan filsafat masyarakat budaya
bangsa. Bagi suatu bangsa, filsafat merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku
dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, filsafat berfungsi dalam
menentukan pandangan hidup suatu masyarakat dalam menghadapi suatu masalah, hakikat dan
sifat hidup, hakikat kerja, hakikat kedudukan manusia, etika dan tata krama pergaulan dalam
ruang dan waktu, serta hakikat hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang juga memiliki filsafat seperti bangsa-bangsa lain.
Filsafat ini tak lain adalah yang kita kenal dengan nama Pancasila yang terdiri dari lima sila.
Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila kembali
diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63
tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah
bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Tuhan Yang Maha Esa dan ternyata merupakan light-star bagi
segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam
memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa,
serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas
tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi
mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres
Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr
Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila
itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah
karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang
Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-
faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut
mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-
sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak
oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh
bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha
untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta
kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan
serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia
yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik
golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa
adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Sila Pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan ialah pencipta segala yang ada dan semua makhluk Yang
Maha Esa/Yang Maha Tunggal, tidak ada sekutu, esa dalam zatnya. Dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) ditegaskan meskipun bukan negara agama karena tidak menerapkan
hukum agama tertentu sebagai hukum positif, juga bukan negara sekuler karena tidak
memisahkan urusan negara dengan urusan agama, melainkan negara yang beragama karena
NKRI perlu hukum positif yang disepakati oleh seluruh bangsa, termasuk penyelenggara negara
(MPR,DPR, pemerintah) yang agamanya beraneka ragam dan negara wajib melindungi segenap
agama yang diakui keberadaannya serta negara tidak diperbolehkan mencampuri urusan akidah
agama manapun (Setijo, 2006). Makna dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai berikut:
a. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
b. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama-
nya.
c. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
d. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
e. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut
agamanya masing-masing.
f. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan
mediator ketika terjadi konflik agama.
Sila Kedua
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yakni makhluk berbudi yang memiliki pikiran, rasa,
karsa, dan cipta dan berpotensi memiliki martabat yang tinggi. Akal budi membuat manusia
memiliki kebudayaan dan dengan budi nya manusia memiliki hati nurani. Adil memiliki arti
bahwa keputusan dan tindakan didasarkan pada norma yang objektif, tidak subjektif, sewenang-
wenang dan otoriter. Beradab berasal dari kata adab, memiliki arti budaya yang telah berabad-
abad dalam hidup manusia. Beradab berarti berkebudayaan lama berabad-abad, bertata
kesopanan, bermoral, kesadaran sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan norma
dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama, mau pun pada Sang Pencipta.
NKRI menjunjung tinggi HAM, negara yang memiliki hukum yang adil dan negara
berbudaya yang beradab. Negara ingin menerapkan hukum secara adil berdasarkan supremasi
hukum serta ingin mengusahakan pemerintahan yang bersih, berwibawa, mengembangkan
budaya IPTEK berdasarkan adab cipta, karsa, dan rasa serta karya yang berguna bagi nusa dan
bangsa tanpa melahirkan primordial dalam budaya.
Sila Ketiga
“Persatuan Indonesia”
Persatuan asal kata satu, yang berarti utuh tidak terpecah belah, mengandung bersatunya
macam corak yang beraneka ragam yang bersifat kedaerahan menjadi satu kebulatan secara
nasional. Juga persatuan segenap unsur Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mewujudkan
secara nyata bhineka tunggal ika yang meliputi wilayah, SDA, dan SDM dalam kesatuan yang
utuh. Selain itu, persatuan bangsa yang bersifat nasional mendiami seluruh wilayah Indonesia,
bersatu menuju kehidupan bangsa yang berbudaya bebas dalam wadah negara RI yang merdeka
dan berdaulat. Menuju terbentuknya masyarakat madani (Setijo, 2006). Menurut Anshoriy
(2008) Moral persatuan terkandung dalam sila ketiga. Setiap warga negara Indonesia harus
mempunyai keinginan untuk bersatu dan mempersatukan.
Sila Keempat
“Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan”
Sila keempat ini mengandung beberapa kata penting yaitu, kerakyatan, hikmat
kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan. Kerakyatan, berasal dari kata rakyat yang
artinya sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Kerakyatan jug beraru
bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau disebut sebagai kedaulatan rakyat (rakyat
yang berdaulat dan berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah). Hikmat kebijaksanaan
artinya, penggunaan pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan, kesatuan
bangsa, kepentingan rakyat, dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta
didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati nurani. Pemusyawaran artinya, suatu tata cara khas
kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak
rakyat sehingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebukatan pendapat (mufakat). Perwakilan
berarti suatu sistem dalam arti tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian
dalam kehiduoan bernegara melalui badan-badan perwakilan. Secara umum, hakikat dari sila ini
adalah rakyat NKRI menjalankan keputusan dengan jalan musyawarah yang disertai pikiran
yang sehat dan penuh tanggung jawab dari para pemimpin yang professional baik kepada Tuhan
Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya (Setijo, 2006).
Hakikat dari sila ini adalah masyarakat Indonesia harus menghayati dan menjunjung tinggi
setiap hasil keputusan musyawarah karena itu semua pihak yang bersangkutan harus
menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Dalam
hal ini, kepentingan bersamalah yang diutamakan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil
harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam
melaksanakan permusyawaratan,kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dapat
dipercaya. Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan (Rosyidi, 2007):
Hakikat sila ini adalah demokrasi.
Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu
diadakan tindakan bersama.
Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
Nilai filosofis yang terkandung dalam sila keempat adalah bahwa hakikat negara adalah
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Hakikat
rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa yang
bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara.
Rakyat adalah merupakan subyek pendukung pokok negara. Negara adalah dari oleh dan untuk
rakyat sehingga rakyat adalah asal mula kekuasaan Negara. Oleh karena itu, dalam sila
kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup
negara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila ini adalah (Sudibyo, 2011):
Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat
bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan yang maha Esa,
Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan,
Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama karena perbedaan adalah
merupakan suatu bawaan kodrat manusia,
Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku
maupun agama,
Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.
Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab,
Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan social agar tercapainya
tujuan bersama.
Sila Kelima
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Hakikat Negara adalah untuk memiliki sifat-sifat dan keadaan-keadaan berperikeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat bangsa Indonesia sebagai bawaan hakikat
pendukung keadilan sosial, penjelmaan hakikat manusia mahkluk Tuhan yang menjelma pula
sebagai hak wajib asasi manusia, dalam hubungan hidup bersama dengan sesama warga
sebangsa dan sesama umat manusia mahkluk Tuhan adalah untuk hidup melaksanakan dan
menikmati kesamaan kemerdekaan/kebebasan dan kekuasaan dari perseorangan dalam
keseimbangan dengan sifat hakikatnya mahkluk sosial guna mengusahakan dan memenuhi
kepentingan kebutuhan, kehidupan jasmaniah rohaniah religius, yang sesuai dengan sifat-sifat
hakikat manusia mahkluk Tuhan dan martabat mutlak manusia sebagai pribadi (Suwarno, 2008):
a. Yang oleh karena hidup adalah berhak dan berwajib hidup
b. Dan karena iitu berhak wajib mendapat segala sesuatu yang menjadi hak kepentingan-
kepentingan kebutuhan keperluan hidup
c. Dalam hakikatnya tidak karena hasil usahanya, tetapi karena hak kewjaibannya untuk
hidup, dalam arti mutlak sesuai dengan martabat manusia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam segenap bidang
kehidupan, baik material maupun spiritual. Seluruh Rakyat Indonesia, artinya setiap orang yang
menjadi warga Indonesia, baik yang berdiam di wilayan RI sebagai warga NKRI maupun WNI
yang berada di luar negeri. Jadi, setiap bangsa Indonesia mendapat perlakuan yang adil dan
seimbang dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar
antropologis. Subjek pokok pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia. Filsafat Pancasila
bahwa hakikatnya dasar Antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Manusia sebagai
pendukung pokok pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa jasmani dan rohani. Sifat Kodrat manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk social serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan yang maha esa.
2. DASAR EPISTEMOLOGIS SILA- SILA PANCASILA
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Epistemologis merupakan bidang filsafat yang
membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila
tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologinya. Maka dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan erat dengan konsep dasarnya yaitu tentang hakikat manusia.
Menurut Titus (1984: 20), terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistemologis, yaitu tentang: sumber pengetahuan manusia, teori kebenaran pengetahuan
manusia, dan watak pengetahuan manusia. Epistemologis Pancasila sebagai suatu objek
kejian pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan
susunan pengetahuan pancasila. Sumber pengetahuan pancasila yaitu nilai-nila yang ada pada
bangsa Indonesia itu sendiri. Kembali pada pemikiran filsafat Aristoteles, nilai-nilai tersebut
merupakan kausa materialis pancasila.
2. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan
kelima.
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta mendasari dan menjiwai sila
keempat dan kelima.
4. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga serta mendasari dan
menjiwai sila kelima.
5. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat
Susunan pancasila memiliki sistem logis, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-
dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut kualitas dan kuantitasnya serta menyangkut
isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Sesuai dengan sila pertama
Pancasila, epistemologis Pancasila mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak, hal ini
sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.
Kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis antara
potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yang tertinggi. Selain itu, dalam sila ketigga, keempat dan kelima,
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama berkaitan dengan sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham
epistemologis, Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebab pancasila serta epistemologis harus menjadi
dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi sekarang
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Menurut Notonegoro, nilai-nilai tersebut
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
b. Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas
atau kegiatan.
c. Nilai Kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan
atas empat tingkatan sebagai berikut :
d. Nilai kebenaran : nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia.
KESIMPULAN
1. Dari makalah yang telah dibuat dapat di simpulkan bahwa Pancasila adalah sumber untuk
mengembangkan budaya dan peradaban bangsa yang bermartabat. Pada hakikatnya dengan
menyimak makna, inti, dan arti dari kelima sila pancasila tersebut di atas, tampaklah bahwa
Pancasila secara bulat dan utuh sangat sesuai menjadi milik bagsa Indonesia sebagai dasar
negara, juga sebagai suatu ideologi. Sila-sila dari Pancasila sebagai dasar filsafat negara
mengandung arti mutlak bahwa negara Republik Indonesia harus menyesuaikan dengan
hakikat dalam arti hakikat abstrak dari Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.
2. Nilai-nilai pancasila secara umum baik secara umum maupun universal, Pancasila sebagai
nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan. Kelima nilai ini merupakan satu kesatuan yang utuh, tak terpisahkan mengacu
kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral
(nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak. Pancasila sebagai nilai
yang termasuk nilai moral atau nilai kerohanian juga mengakui adanya nilai material dan
nilai vital. Hal ini bersumber dari dasar Pancasila, yaitu manusia yang mempunyai susunan
kodrat, sebagai makhluk yang tersusun atas jiwa (rohani) dan raga (materi)
3. Kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat terdapat 3 dasar didalamnya yakni
Dasar Antropologis,Epistomologis, dan Aksiologis. Dasar ontologis Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu
hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis Kajian epistemologi filsafat
Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Aksiologis sendiri hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam
apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia.