Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang
jaringan disekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh
(Elizabeth, 2006).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang  mengalami
proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru
(metastasis tumor di paru) (PDPI, 2003).
Kanker paru adalah sebuah perkembangan sel yang sangat cepat
(abnormal) didalam jaringan paru yang disebabkan oleh perubahan bentuk
jaringan sel atau ekspansi dari sel itu sendiri (Elizabeth, 2008).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungan, terutama asap rokok.( Suryo, 2010).

B. ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker
paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat
yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping
adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin,
2006).
1. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan
paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap
setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok
(Stoppler,2010).

4
2. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara
perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain
di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker
paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara,
tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat
dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat
dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi.
Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan
pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara
pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes
maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
5. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).

5
6. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru
berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik
molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen
penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya
kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor
(termasuk gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
7. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru
(1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral
sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor
jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama
bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal
dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ – organ distal.

6
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara
klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh. 
d.      Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam –
macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru
perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat
– tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid
f.       Lain – lain.
1) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2) Tumor kelenjar bronchial.
3) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4) Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5) Sarkoma
6) Tak terklasifikasi.
7) Mesotelioma.
8) Melanoma.

D. PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.

7
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala kanker paru yaitu:
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
pada bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat. Kemungkinan akibat
iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk   mulai sebagai batuk
kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon
terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui
permukaan tumor   yang mengalami ulserasi.
c. Nafas sesak dan pendek-pendek
d. Sakit kepala nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas
e. Anoreksia, lelah, berkurangnya selera makan hingga berat badan
f. Suara serak atau parau
g. Pembengkakan di wajah atau leher

8
F. STADIUM.
Tabel  Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint
Committee on Cancer.
Gambarn TNM Defenisi
Tumor
primer (T)

T0 Tidak terbukti adanya tumor primer. Kanker yang


Tx tersembunyi terlihat pada sitology. Bilasan bronkus tetapi
tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi karsinoma
in situ.

TIS Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru – paru atau


T1 pleura viseralis yang normal.

T2 Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran


dimana sudah menyerang pleura viseralis atau
mengakibatkan atelektasis yang meluas ke hilus; harus
berjarak 2 cm distal dari karina.

T3 Tumor dalam setiap ukuran dengan perluasan langsung


pada dinding dada, diafragma, pleura mediastinalis, atau
pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra; atau dalam
jarak 2 cm dari karina tetapi tidak melibat karina.

T4 Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang


mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina; atau
adanya efusi pleura yang maligna.

Kelenjar limfe
regional (N)

N0 Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe


regional.

N1 Metastasis pada peribronkial dan/ atau kelenjar – kelenjar


hilus ipsilateral.

N2 Metastasis pada mediastinal ipsi lateral atau kelenjar limfe


subkarina.

N3 Metastasis pada mediastinal atau kelenjar – kelenjar limfe


hilus kontralateral; kelenjar – kelenjar limfe skalenus atau
supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

9
Metastasis jauh
(M)
M0 Tidak diketahui adanya metastasis jauh,

M1 Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu (seperti


otak).

Kelompok
stadium

Karsinoma Sputum mengandung sel – sel ganas tetapi tidak dapat


tersembunyi       dibuktikan adanya tumor primer atau metastasis
TxN0M0

Stadium Karsinoma in situ.


0                         
TISN0M0

Stadium Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti


I                           metastasis pada kelenjar limfe regional atau tempat yang
T1N0M0 jauh.
T2N0M0 T

Stadium Tumor termasuk klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti


II                        adanya metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau
T1N1M0 hilus ipsilateral.
T2N1M0 
                    
Stadium Tumor termasuk klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti
IIIa                    metastasis pada kelenjar limfe peribronkial atau hilus
T3N0M0 ipsilateral; tidak ada metastasis jauh.
T3N0M0

Stadium Setiap tumor dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus


IIIb                     tau mediastinal kontralateral, atau pada kelenjar limfe
Setiap T N3M0 skalenus atau supraklavikular; atau setiap tumor yang
T4 setiap NM0 termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis
kelenjar limfe regional; tidak ada metastasis jauh.

Stadium IV        Setiap tumor dengan metastsis jauh.


             
Setiap T, setiap
N,M1
Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).

10
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Radiologi.
a) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2) Laboratorium.
a) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3) Histopatologi.
a) Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
d) Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.

11
e) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4)   Pencitraan.
a) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b) MRI

CA PARU/ KANKER PARU

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
1) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup klien.
2) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.
4) Supotif.

12
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti
infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan
Keperawatan, 2000)

a. Manajemen tanpa pembedahan


1) Terapi Oksigen
Diberikan bila pasien mengalami hipoksemia. Oksigen diberikan
lewat masker atau nassal.
2) Terapi Obat
Jika pasien mengalami bronkospasme dapat diberikan bronkodilator
dan kortikosteroid untuk mengurangi bronkospasme, inflamasi dan
edema.
3) Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastatis luas dan untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Agen
kemoterapi yang biasa digunakan untuk menangani kanker termasuk
kombinasi dari :
a) Cyclophosphanide, deoxorubicin, methotrexate dan
procarbazine.
b) Etoposide dan Cisplatin
c) Mitomycin, vinblastin, dan cisplatin.
4) Imunoterapi
Banyak pasien dengan kanker paru mengalami gangguan imun.
Agen imunoterapi (Cytokin) biasa diberikan.
5) Terapi Radiasi
Indikasi :
a) Pasien dengan tumor paru-paru yang operable, tetapi beresiko
jika dilakukanoperasi pembedahan.

13
b) Pasien dengankanker adenokarsinoma atau sel skuamosa
inoperable dimana terdapat pembesaran kelenjar getah bening
pada hilus ipsilateral dan mediastinal
c) Pasien kenker bronkus dengan OAT cell
d) Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.

Komplikasi:
a) Esofagitis hilang satu mingggu atau 10 hari sesudah pengobatan
b) Pneumonitis : Pada rontgen terlihat bayangan eksudat sesudah
penyinaran.
6) Terapi Laser
7) Torasentesis dan Pleurodosis
a) Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi pasien dengan kanker
paru-paru
b) Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura vicelaris dan
parietalis dan obstruksi kelenjar limfe mediastinal
c) Tujuan akhir : mencegah dan mengeluarkan cairan

b. Manajemen Pembedahan
1) Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru –paru yang tidak
terkena kanker.
2) Dikerjakanpada tumor dengan stadium 1 serta stadium 2 jenis
karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar
tidak dapat dibedakan (Undifferentiated)
3) Dilakukan khusus pada stadium 3 secara individual yang mencakup
tiga kriteria :
a) Karakteristik Biologis Tumor
1. Hasil baik : tumor dari sel skuamosa dan epidermoid
2. Hasil cukup baik : adenokarsinoma dan karsinoma sel besar
tak terdiferensiasi

14
3. Hasil buruk : OAT cell
b) Letak tumor dan pembagian stadium klinik untuk menentukan
letak pembedahan terbaik
c) Keadaan fungsional penderita

Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan
tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang
fungsi jantung paru yang baik.
3 tipe reseksi paru mungkin dilakukan:
1) Lobektomi (satu lobus paru diangkat)
2) Lobektomi sleeve (Lobus yang mengalami kanker diangkat dan
segmen lobus besar direseksi). Karsinoma bronkogenik bilamana
dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3) Pneumonektomi (Pengangkatan seluruh paru). Karsinoma
bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.

I. KOMPLIKASI
1. Hemathoraks
Penimbunan darah utuh di rongga pleura, darah membeku di dalam
rongga pleura.
2. Pnemothoraks
Terdapatnya udara atau gas lain dalamkantong pleura.
3. Atelektasis
Dikenal juga dengan kolaps adalah berkurangnya volume paru akibat
tidak memadainya ekspansi rongga udara
4. Abses Paru
Yaitu Nekrosis supurativa di dalam parenkim paru menyebabkan
terbentuknya satu atau lebih kavitas besar.

15
5. Emfisema
Pembesaran permanent rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus
terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut.

J. PATHWAY

16
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, penanggung jawab, tanggal dan jam MRS, No.
Register, ruangan.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya bervariasi seperti batuk, batuk produktif, batuk
darah, sesak nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit saat ini biasanya keluhan hampir sama dengan jenis
penyakit paru yang lain dan tidak mempunyai awitan (onset) yang khas.
Batuk merupakan gejala umum yang seringkali diabaikan oleh klien atau
dianggap sebagai akibat merokok atau bronkitis. Bila karsinoma bronkus
berkembang pada klien dengan bronkitis kronis, batuk akan timbul lebih
sering dan volume sputum bertambah.
d. Riwayat penyakit keluarga
Anggota keluarga klien dengan Ca Paru beresiko lebih besar mengalami
penyakit ini, walaupun hal ini belum dipastikan apakah terjadi karena
faktor herediter atau faktor familial.
e. Riwayat penyakit masa lalu
Riwayat merokok pasien, pajanan asbestos, pernah menjalani radioterapi
atau kemoterapi. Jika pasien bermaksud melakukan pneumonektomi atau
lobektomi tanyakan fungsi paru dan penyakit kardiorespiratorius lain.
f. Pengkajian Pola Gordon
1) Pre-operasi
a) Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas, takikardia, disritmia,
JVP, nyeri bahu atau tangan, nyeritulang atau sendi.
Tanda : Kelesuan ( biasanya tahap lanjut).

17
b) Sirkulasi
Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan
pericardial (menunjukkan efusi). Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
c) Integritas ego.
Gejala: Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
d) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid)
e) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan. Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan
masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema
wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel
kecil). Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
f) Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi
oleh perubahan posisi, Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel
besar atau adenokarsinoma), Nyeri abdomen hilang timbul.
g) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya
dan atau produksi sputum. Nafas pendek Pekerja yang terpajan
polutan, debu industri Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok

18
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus
taktil (menunjukkan konsolidasi), Krekels/ mengi pada inspirasi
atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi) selbesar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma
sel kecil)
h) Penyuluhan
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru),T
uberculosis Kegagalan untuk membaik.

2) Pasca- operasi
a) Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
b) Frekuensi dan irama jantung.
c) Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum,
Hb dan Ht).
d) Pemantauan tekanan vena sentral.
e) Status nutrisi.
Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi
yang di operasi.
f) Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
g) Pengkajian Pola Gordon
4. Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
5. Sirkulasi
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi, Eliminasi.
Gejala: menurunnya frekuensi eliminasi
6. BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik
urine, Bisng usus, samara atau jelas.
7. Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah

19
8. Neurosensorik
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anastesi.
9. Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri Nyeri,
ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan Jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
c. Nyeri kronis b.d infiltrasi tumor
d. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
e. Ansietas b.d krisis maturasional
f. Keletihan b.d Program perawatan/pengobatan jangka panjang

3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


SDKI SLKI SIKI

Bersihan Setelah dilakukan A. Manajemen Jalan Napas


Jalan nafas tindakan keperawatan Observasi:
tidak efektif selama.....x24 jam 1. Monitor pola napas (frekuensi,
b.d diperoleh outcome : kedalaman, usaha napas)
hipersekresi Bersihan jalan nafas 2. Monitor bunyi napas tambahan
jalan nafas meningkat : (mis, gurgling, wheezing, ronkhi
1. Batuk efektif kering)
meningkat 3. Monitor Sputum (jumlah, warna,
2. Produksi sputum bau )
menurun Teraupetik
3. Mengi/wheezing 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
menurun dengan head thin dan chin lift (jaw-
4. Dispnue menurun trust jika dicurigai trauma servikal)
5. Sianosis menurun 2. Posisikan semi fowler atau fowler

20
6. Gelisah menurun 3. Berikan minum hangat
7. Frekuensi nafas 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
membaik 5. Lakukan penghisapan lendiri
8. Pola nafas kurang dari 15 detik
membaik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
B. Latihan batuk efektif
Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya relensi paru
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
saluran napas
4. Monitor inputn dan output cairan
(mis, jumlah dan karakteristik)

Teraupetik
1. Atur posisi semi fowler atau fowler
2. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
3. Buang sekret pada tempat sputum

21
Edukasi
1. Jelakan tujuan dan prosedur batuk
efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 menit, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8
detik.
3. Anjurkan mengulangitarik napas
dalam hingga 3 kali.
4. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik
atau eksepektoran, jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan A. Pemantauan Respirasi
pertukaran tindakan keperawatan Observasi
gas b.d selama.....x24 jam 1. Monitor frekuensi, irama,
ketidakseimb diperoleh outcome : kedalaman dan upaya napas.
angan Pertukaran gas 2. Monitor pola napas
ventilasi meningkat : 3. Monitor kemamouan batuk efektif
perfusi 1. Tingkat kesadaran 4. Monitor adanya produksi sputum
meningkat 5. Monitor adanya sumbatan jalan
2. Dispnue menurun napas
3. Bunyi nafas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
tambahan menurun 7. Auskultasi bunyi napas
4. Pusing menurun 8. Monitor saturasi okseigen
5. Penglihatan kabur 9. Monitor nilai AGD
menurun 10. Monitor hasil X-ray toraks
6. Gelisah menurun Teraupetik
7. Nafas cuping 1. Atur intervensi pemantauan

22
hidung menurun respirasi sesuai kondisi pasien
8. PCO2 dan PO2 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
membaik Edukasi
9. Pola nafas 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantauan.
2. Informasikan hasil pemantauan,jika
perlu

B. Terapi Oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis, oksimetri, analisa gas
darah),jika perlu
5. Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Teraupetik
1. Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan tarkea, jika perlu.
2. Pertahankan kepatenan jalan napas.
3. Siapkan dan atur peralatan

23
pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
5. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi.
6. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan ingkat mobilitas
pasien.
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah .
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan tidur
Nyeri kronis Setelah dilakukan A. Manajemen Nyeri
b.d infiltrasi tindakan keperawatan Observasi
tumor selama.....x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diperoleh outcome : durasi, frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri intensitas nyeri.
berkurang : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon nye non verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
2. Meringis menurun memperberat dan meperingan
3. Sikap protektif nyeri.
menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
4. Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
5. Kesulitan tidur 6. Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
6. Mual muntah 7. Identifikas pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
7. TTV membaik 8. Monitor keberhasilan terapi

24
8. Fokus membaik komplementer yang sudah
9. Nafsu makan diberikan
membaik 9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Teraupetik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroamterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain )
2. Kontrol lingkungan yang nyeri
memperberat rasa nyeri (mis, suhu ,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu.
Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
b.d tindakan keperawatan Observasi
ketidakmamp selama.....x 24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
uan menelan diperoleh outcome : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makanan Status nutrisi aktifitas
membaik : 3. Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makanan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
yang dihabiskan jenis nutrien
meningkat 5. Identifikasi perlunya penggunaan
2. Kekuatan otot selang nasogastik
menelan 6. Monitor Asupan makanan

25
meningkat 7. Monitor berat badan
3. Serum albumin 8. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
4. Perasaan cepat Teraupetik
kenyang menurun 1. Lakukan oral hygiene sebelum
5. Nyeri abdomen makan, jika perlu
menurun 2. Fasilitasi menentukan pedoman
6. IMT membaik diet (mis, piramida makanan)
7. Frekuensi makan 3. Sajikan makanan secara menarik
membaik dan suhu yang sesuai
8. Nafsu makan 4. Berikan makanan tinggi serat untuk
membaik mencegah konstipasi
9. Membran mukosa 5. Berikan makanan tinggi kalori dan
membaik tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui
selang nagastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis, pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang di butuhkan, jika perlu
Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
krisis tindakan keperawatan Observasi
maturasional selama.....x24 jam 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
diperoleh outcome : berubah, (mis, kondisis, waktu dan

26
Tingkat ansietas stresor)
menurun : 2. Identifikasi kemampuan
1. Verbalisasi mengambil keputusan
khawatir menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas
2. Perilaku gelisah (verbal dan non verbal)
menurun Teraupetik
3. Perilaku tegang 1. Ciptakan suasana teraupetik untuk
menurun menumbuhkan kepercayaan
4. Keluhan pusing 2. Temani pasien untuk mengurangi
menurun kecemasan, jika memungkinkan
5. Pucat menurun 3. Pahami situasi yang membuat
6. Tremor menurun ansietas
7. Pucat menurun 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Pola tidur menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang
9. Konsentrasi dan menyakinkan
menurun 6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi
yaang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realisitis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuks
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis.
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan

27
dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
Keletihan Setelah dilakukan Eduksi aktivitas/istirahat
b,.d Program tindakan keperawatan Observasi
perawatan selama.....x24 jam 1. Identifikasi kesiapan dan
atau diperoleh outcome : kemampuan menerima informasi
pengobatan Tingkat keletihan Teraupetik
jangka menurun : 1. Sediakan materi dan media
panjang 1. Verbalisasi pengaturan aktivitas/istirahat.
kepulihan energy 2. Jadwalkan pemberian pendidikan
meningkat kesehatan sesuai kesepakatan
2. Tenaga meningkat 3. Berikan kesempatan pada pasien
3. Kemampuan dan keluarga untuk bertanya.
melakuan aktivitas Edukasi
urinn meningakat 1. Jelaskan pentingnya melakukan
4. Motivasi aktivitas fisik/olahraga secra rutin.
meningkat 2. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
5. Verbalisasi lelash kelompok, aktivitas bermain atau
menurun aktifitas lainnya.
6. Lesu menurun 3. Anjurkan menyusun jadwal
7. Gangguan aktivitas/istirahat.
konsentrasi 4. Apakah cara menidentifikasi
menurun kebutuhan istrahat (mis, kelehan
8. Sakit kepal sesak, saat aktifitas.
menurun.
9. Sakit tenggoroksn Managemen Energi

28
menurun Observasi
10. Perasaan bersalah 1. Identifiakasi gangguan fungsi
berkurang tubuh yang mengaibatkan
11. Selera makan kelelahan
membaik 2. Monitor kelelahan fisik dan
12. Pola nafas emosional
membaik 3. Monitor pola dan jam tidur
13. Pola istirahat 4. Monitor lokasi dan
membaik. ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Teraupetik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus ( mis.cahaya,suara,
lingkungan )
2. Lakukan latihan gerka pasif
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirahy baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tenda dan gejala kelelahan
tidak berurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan nutrisi.

29
30

Anda mungkin juga menyukai