Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aktifitas menelan merupakan salah satu aktifitas yang sangat penting pada
tubuh manusia.Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan
sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah gangguan
menelan merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup
seseorang.Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala
kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul
bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari rongga mulut ke lambung. Sekitar 76,4% pasien serebral palsy
mengalami gangguan makan dengan penyebab terbanyak disfungsi oromotor. 2
Sebanyak 34,7% pasien stroke mengalami disfagia. 2 Disfagia dapat disertai
dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa
panas di dada, rasa mual, muntah atau regurgitasi, hematemesis, melena,
anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang cepat berkurang.
Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.1
Semua aspek dari proses menelan sedang diteliti pada orang-orang dari
segala usia, termasuk mereka yang memiliki dan tidak memiliki
disfagia.Sebagai contoh, para ilmuwan telah menemukan bahwa ada variasi
yang besar dalam gerakan lidah saat menelan.Gerakan lidah yang
menyebabkan masalah akan membantu tenaga kesehatan mengevaluasi
menelan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
a. Rongga Mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis
oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi
bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh
tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot
palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi
terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.

Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah.


Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat
digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani
mempersarafi cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan.
glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.

b. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikal. Faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring berhubungan melalui aditus laring
dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun
dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular). Otot-
otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,
otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada
jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah
superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas
posterior ialah vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada
pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar
lidah adalah valekula.

Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh


ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika
lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari
epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan minuman
atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal
dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari
vagus, cabang dariglo sofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus
faringealis keluar cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali
stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang glosofaringeus

c. Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan
hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus
esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau
setinggi vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal,
esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks ,
esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna
vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan
menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang
lebih 3 cm di depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga
abdomen dan bersatu dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal
dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan
pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada
batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat
lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada
bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri.
Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak
pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada
kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.
Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf
parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia
simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.

2. Fisiologi
Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan
secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer.
Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah
dari otot-otot perioral menuju ke bawah. Jaringan saraf, yang bertanggung
jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat.
Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambigus
dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron
kranial, diduga sebagai pola generator pusat.
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau
cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam
lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang
melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan
involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2)
faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang
spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala
spesifik dapat terjadi.
a. Fase oral
Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga
dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti
pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring.
Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka
mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk
mencampur bolus makanan dengan saliva dan dan mendorong bolus
makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring,
dimana reflek menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus
kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai
dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan
selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di
orofaring.
b. Fase faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme
perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada
fase ini. Fase ini melibatkan rentetan yang cepat dari beberapa
kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang
hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara bergerak ke
tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan
napas. Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring
untuk meluncurkan bolus kebawah. lidah dubantu oleh dinding
faringeal, yang melakukan gerakan untuk mendorong makanan
kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk
menelan dan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan
laring kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan
struktur faringeal akan kembali ke posisi awal.
Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan
kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter
jadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus
sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X
(vagus).
c. Fase Esophageal

Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan


peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai
menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mencapai
lambung. Tidak seperti shincter esophageal bagian atas, sphincter
bagian bawah membuka bukan karena pengaruh otot-otot ekstrinsik.
Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun
menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri. Suatu
interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam
menodorong bolus ke dalam lambung.

B. Defenisi
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah
perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau
gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan
kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan
menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, atau kondisi medis tertentu. Disfagia
adalah kesulitan menelan. Seseorang dapat mengalami kesulitan
menggerakkan makanan dari bagian atas tenggorokan ke dalam
kerongkongan karena adanya kelainan di tenggorokan.

C. Etiologi
Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam
proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia,
akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis
tertentu. Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di
antara orang berusia lanjut, dan insiden disfagia lebih tinggi pada orang
beruusia lanjut dan pasien stroke. Kurang lebih 51 – 73 % pasien stroke
menderita disfagia. Penyebab lain dari disfagia termasuk keganasan kepala –
leher, penyakit neurologic progresif seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme
esophagus difus, lower esophageal ( Schatzki ) ring, striktur esophagus, dan
keganasan esophagus. Disfagia merupakan gejala dari berbagai penyebab yang
berbeda, yang biasanya dapat ditegakkan diagnosannya dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya, diantarannya
pemeriksaan radiologi dengan barium, CT scan, dan MRI.

D. Patofisiologi

Klasifikasi Disfagia. Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar,


yaitu Disfagia orofaring (atau transfer dysphagia) dan disfagia esofagus.
1. Disfagia orofaring

Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan


esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan
neurologis, oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur,
xerostomia, masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik
(keganasan, osteofi, meningkatnya tonus sfingter esophagus bagian atas,
radioterapi, infeksi, dan obat-obatan (sedatif, antikejang, antihistamin).
Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, termasuk
ketidakmampuan untuk mengenali makanan, kesukaran meletakkan
makanan di dalam mulut, ketidakmampuan untuk mengontrol makanan dan
air liur di dalam mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak
saat menelan, penury unan berat badan yang tidak jelas penyebabnya adalah
perubahan kebiasaan makan, pneumonia berulang, perubahan suara (suara
basah), regurgitasi nasal . Setelah pemeriksaan, dapat dilakukan pengobatan
dengan teknik postural, swallowing maneuvers, modifikasi diet, modifikasi
lingkungan, oral sensory awareness technique, vitalstim therapy, dan
pembedahan. Bila tidak diobati, disfagia dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi, malnutrisi, atau dehidrasi.

2. Disfagia esophagus

Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter


esophagus bagian bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh
striktur esofagus, keganasan esofagus, esophageal rings and webs, akhalasia,
skleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk spasme esofagus difus dan
kelainan motilitas esofagusnonspesifik. Makanan biasanya tertahan
beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada setinggi suprasternal notch
atau di belakang sternum sebagai lokasi obstruksi, regurgitasi oral atau
faringeal, perubahan kebiasaan makan, dan pneumonia berulang. Bila
terdapat disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan besar merupakan
suatu masalah motilitas. Bila pada awalnya pasien mengalami disfagia
makanan padat, tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka
kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat
dibedakan antara masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting
untuk memperhatikan apakah disfagianya sementara atau progresif. Disfagia
motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus atau kelainan
motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat
disebabkan scleroderma atau akhalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati
yang kronis, regurgitasi,masalah respirasi, atau penurunan berat badan.
Disfagia mekanik sementara dapat disebabkan esophageal ring. Dan disfagia
mekanik progresif dapat disebabkan oleh striktur esofagus atau keganasan
esofagus. Bila sudah dapat disimpulkan bahwa kelainannya adalah disfagia
esofagus, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pemeriksaan barium
atau endoskopi bagian atas. Pemeriksaan barium harus dilakukan terlebih
dahulu sebelum endoskopi untuk menghindari perforasi. Bila dicurigai
adanya akhalasia pada pemeriksaan barium, selanjutnya dilakukan
manometri untuk menegakkan diagnosa akhalasia. Bila dicurigai adanya
strikturesofagus, maka dilakukan endoskopi. Bila tidak dicurigai adanya
kelainan-kelainan seperti di atas, maka endoskopi dapat dilakukan terlebih
dahulu sebelum pemeriksaan barium. Endoskopi yang normal, harus
dilanjutkan dengan manometri dan bila manometri juga normal, maka
diagnosanya adalah disfagiafungsional. Foto thorax merupakan pemeriksaan
sederhana untuk pneumonia. CT scan dan MRI memberikan gambaran yang baik
mengenai adanya kelainan struktural, terutama bila digunakan untuk
mengevaluasi pasien disfagia yang sebabnya dicurigai karena kelainan
sistem saraf pusat. Setelah diketahui diagnosanya, penderita biasanya
dikirim ke Bagian THT, Gastrointestinal, Paru, atau Onkologi, tergantung
penyebabnya. Konsultasi dengan Bagian Gizi juga diperlukan, karena
kebanyakan pasien memerlukan modifikasi diet.
E. Pathway

F. Klasifikasi
Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring
(atau transfer dysphagia) dan disfagia esophagus.

1. Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan


esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan
neurologis, oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air
liur, xerostomia, masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik
(keganasan, osteofi, meningkatnya tonus sfingter esophagus bagian atas,
radioterapi, infeksi, dan obat-obat an (sedatif, antikejang, antihistamin).
2. Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter
esofagus bagian bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh
striktur esofagus, keganasan esofagus, esophageal rings and webs,
akhalasia, skleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk spasme
esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Makanan
biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada setinggi
suprasternal notch atau di belakang sternum sebagai lokasi obstruksi,
regurgitasi oral atau faringeal, perubahan kebiasaan makan, dan
pneumonia berulang.

G. Manifestasi Klinis
Disfagia Oral atau faringeal Disfagia Esophageal
- Batuk atau tersedak saat menelan - Sensasi makanan tersangkut di
- Kesulitan pada saat mulai menelan
tenggorokan atau dada
- Makanan lengket di kerongkongan
- Regurgitasi Oral atau faringeal
- Sialorrhea
- Perubahan pola makan
- Penurunan berat badan
- Pneumonia rekuren
- Perubahan pola makan
- Pneumonia berulang
- Perubahan suara (wet voice)
- Regusgitasi Nasal

H. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan spesifik untuk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan
mekanik :

Penunjang kegunaan

1. Barium Swallow ( Esofagogram )


2. CT Scan
3. MRI
4. Laringoskopi direk
5. Esofagoskopi
6. Endoskopi ultrasound
a. Menilai anatomi dan fisiologi otot faring / esophagus, deteksi sumbatan oleh
karena tumor, struktur , web, akalasia, diverticulum.
b. Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada.
c. Deteksi tumor, kelainan vaskuler/ stroke, degenerative proses diotak
d. Menilai keadaan dan pergerakan otot laring
e. Menilai lumen esophagus, biopsy
f. Menilai lesi submukosa

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Keluhan utama
Biasanya penderita menegeluh sulit menelan
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Pasien pernah menderita penyakit akut, atau trauma
2) Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
3) Pernah menderita penyakit gigi geraham
e. Riwayat keluarga
Adanya penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
f. Riwayat psikososial
1) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal : hubungan dengan orang lain
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola resepsi dan tatalaksana hidup sehat
untuk mengurangi flu, biasanya klien mengkomsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2) Pola nutrisi dan metabolisme
- Pola makan dan minum sehari-hari sebelum sakit dan apakah ada
gangguan sebelumnya ? Apakah memakai NGT atau PEG tube
- Pola makan dan minum sekarang, esesmen menelan dilakukan
sedini mungkin sebelum klien mendapatkan pemasukan oral.
3) Pola istirahat dan tidur
selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat, karena klien sering
pilekterus menerus, tanyakan kelemahan, keletihan, malaise
4) Pola persepsi dan konsep diri
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
5) Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek
terus menerus (baik purulen, serous, mukopurulen)
6) Sirkulasi
Adanya gejala palpitasi, nyeri dada, tekanan darah
7) Integritas ego
Tanyakan gejala alopepsia, tesi, dan cacat bekas pembedahan
8) Pola eliminasi
Adanya perubahan pada pola defikasi, darah pada feses, nyeri saat
BAK Pada gangguan menelan, pengkajian pola eliminasi ini
digunakan untuk menggambarkan kecukupan pemenuhan kebutuhan
nutrisi dan cairan sebelumnya.
9) Pernafasan
Frekuensi nafas, bunyi nafas
10) Sistem termoregulasi : suhu, aksia dan kulit
11) Sistem kulit : keadaan kulit meliputi warna, tanda iritasi, lesi, infus,
fungsi turgor kulit
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik head to toe :
1) Pemeriksaan kepala dan leher
Rambut, kepala, wajah, telinga, hidung, mulut, leher
2) Pemeriksaan fisik thoraks
Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
3) Pemeriksaan fisik abdomen
Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
4) Pemeriksaan hepatomegali
5) Pemeriksaan muskuloskeletal dan ekstremitas
6) Pemeriksaan neurologi, syaraf kranial, integumen
7) Pemeriksaan genetalia
8) Pemeriksaan anus, rektum, prostat
i. Pemeriksaan laboratorium

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan menelan b.d obstruksi mekanis
b. Defisit nutrisi b.d gangguan menelan

3. Intervensi keperawatan
No Dx. Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1. Gangguan Setlah dilakukan tindakan Observasi :


menelan b.d keperawatan selama ..x24 - identifikasi diet yang dianjurkan
obstruksi jam, maka status menelan - monitor kemampuan menelan
- monitor status hidrasi pasien
mekanis membaik dengan kriteria
Terapeutik :
hasil : - atur posisi nyaman untuk makan
Status menelan
atau minum
- mempertahankan
- lakukan oral hygine sebelum
pertahanan dimulut
makan
meningkat - berikan makanan hangat untuk
- reflek menelan
nafsu makan
meningkat Kolaborasi :
- kemampuan mengunyah - kolaborasi pemberian obat sesuai
meningkat indikasi
- usaha menelan
meningkat Manajemen nutrisi :
- frekuensi tersedak Obeservasi
menurun - identifikasi status nutrisi,
- produksi saliva membaik kebutuhan kalori, jenis nutrisi
- penerimaan makanan - monitor asupan makanan
membaik Terapeutik
- kualitas suara membaik - lakukan oral hygine
- pemberian makanan sedikit ,
Status nutirisi : bersifat lunak atau cair
- kekuatan otot Edukasi
mengunyah meningkat - anjurkan posisi duduk
- kekuatan otot menelan Kolaborasi
meningkat - kolaborasi dengan ahli gizi
- frekuensi makan untuk menentukan jumlah kalori
membaik dan jenis nutrisi
- membran mukosa
membaik

2 Defisit Setelah diberikan Manajemen Nutrisi


Nutrisi b.d intervensi selama 1 x...., 1. Identifikasi status nutrisi,
gangguan maka status nutrisi alergi, intoleransi makanan
menelan membaik dengan kriteria 2. Identifikasi penggunaan
hasil: NGT
1. Porsi makanan yang 3. Monitor asupan makan
dihabiskan 4. Monitor BB pasien
2. Kekuatan otot untuk 5. Monitor hasil pemeriksaan
mengunyah meningkat laboratorium
3. Kekuatan otot untuk 6. Lakukan oral hygiene
menelan meningkat sebelum pasien akan
4. Berat badan membaik makan
5. IMT membaik 7. Berikan makanan tinggi
6. Frekuensi makan kalori dan tinggi protein
membaik 8. Berikan suplemen
7. Nafsu makan membaik makanan
8. Membran mukosa 9. Mengajarkan keluarga
membaik tentang diet yang
diprogramkan
10. Kolaborasi tentang terapi
obat
11. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang terapi diet
nutrisi
BAB III

KASUS

Pasien Tn.Z (57th) datang ke RS pada tanggal 29/11/2019 dengan keluhan tidak
bisa menelan makanan maupun minuman sejak 2 minggu lalu, keluarga
mengatakan Tn.Z memiliki susah menelan makanan sejak 2 bulan lalu. Saat
dilakukan pengkajian, Tn.Z tampak kurus, lemah, mukosa bibir pucat, kulit
kering, bicara pasien tidak jelas, pasien terpasang NGT sejak di IGD. Pasien
memilliki riwayat sakit TB Paru sejak 6 bulan lalu namun pengobatan tidak
tuntas. Tampak pasien batuk berdahak namun tidak dapat mengeluarkan
dahaknya sehingga keluarga selalu mengelap dahak dan saliva mennggunakan
tisu. Tampak pasien kesusahan untuk membuang dahak karena tidak mampu
mengeluarkannya. Saat dilakukan pengkajian thorak didapatkan bunyi pernapasan
Ronchi (+), Wheezing (-), mengi (-), suara paru vesikuler. Tampak dinding dada
pasien pigeon chest, fremitus seimbang. Keluarga mengatakan pasien pernah
mengalami kecelakan motor sejak 5 bulan yang lalu, kepala dan rahang bawah
pasien terkena aspal namun pasien menolak untuk dibawa ke RS. Keluarga
mengatakan berat badan (BB) pasien turun ±10 kg saat ini BB = 42 kg, TB = 162
cm, IMT = 17,18 (BB di bawah normal), TD = 100/70 mmHg, N = 85 x/menit, S
= 36,80C, RR = 22 x/menit, Akral = Hangat, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), hasil pemeriksaan Haemotologi (29/11/2019) didapatkan Hb = 13,3 g/dL, Hct
= 40,4%, RBC (eritrosit) = 5.020 uL, WBC (Leukosit) = 8.880 uL, platelet
(trombosis) = 409.000 uL. Hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan Kalium =
4,41 mEq/l, Natrium = 137,4 mEq/l, Khlorida = 108,5 mEq/l, Kreatinin = 0,63
mg/dL, Glukosa = 82 mg/dL, Ureum = 26,1 mEq/l.
BAB IV

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN Tn.Z DENGAN DIAGONASA MEDIS


DHISPAGIA & LOW INTAKE

A. Pengkajian

1. Identitas

Nama (Inisial) : Tn. Z


Umur : 57 th
Pendidikan : SMA
Suku : Minang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Ruang Rawat :THT
No. Rekam Medik :
Tgl/Jam Masuk : 29-10-2019
Tgl/Jam Pengkajian : 29-10-2019 / 16.00 WIB
Diagnosa Medis :Disphagia + Low Intake + Tumor Paru-Paru
Informan : Pasien dan Keluarga

2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama: Pasien mengeluh tidak bisa menelan makanan sejak 2 minggu
yang lalu.
Riwayat kesehatan sekarang:
- Pasien mengatakan tidak bisa menelan makanan sejak 2 minggu yang lalu,
- Keluarga mengatakan 2 minggu ini Tn.Z tidak bisa makan dan minum,
namun keluhan sudah dirasakan sejak 2 bulan lalu. Jika pasien makan,
maka akan dimuntahkan kembali sedangkan air akan keluar melalui
hidungnya.
- Keluarga mengatakan pasien batuk-batuk dan tidak mampu untuk
mengeluarkan sekretnya.
- Tampak pasien batuk dan tidak mempu mengeluarkan sekret, sehingga
sekret tertahan dalam tenggrokkan, akibatnya pasien sulit untuk bernapas
dan terdengar bunyi ronchi.
Riwayat Kesehatan Dahulu:
- Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mengalami kecelakaan motor
sejak 5 bulan yang lalu. Bagian yang mengalami cedera ialah kepala dan
rahang bawah. Pasien menolak untuk dibawa ke RS saat itu.
- Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit TB paru sejak 6
bulan yang lalu. Sudah menjalani pengobatan namun tidak tuntas.

3. Pengkajian Fisik
Kesadaran : Compos Mentis (E4 V5 M6)
Keadaan umum : Sedang
TD: 100/70 mmHg
N : 87 x/menit
RR: 22 x/menit
S : 36,70C

Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Inspeksi:
penyebaran rambut merata, warna rambut tampak hitam dan beruban, tidak
ditemukan adanya kerontokan rambut, kulit kepala tampak lembab, tidak
ditemukan adanya kemerahan.
- Palpasi:
tidak ditemukan adanya lesi/jejas luka, tidak ditemukan adanya benjolan,
tidak ditemukan adanya nyeri tekan.
Mata
- Inspeksi :
tidak ditemukan adanya kemerahan pada sklera mata,
sklera: anikterik
konjungtiva: ananemis
pupil: 2/2 mm isokor
tidak ditemukan adanya benjolan disekitar palpebra
- Palpasi :
tidak ditemukan adanya nyerti tekan di area sekitar palpebra, tidak
ditemukan adanya massa.
Hidung
- Inspeksi:
bentuk hidung simetris, tidak tampak adanya kemerahan, tidak adanya
benjolan/pembengkakan, tidak tampak adanya pengeluaran sekret
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan di sisi arkus nasal
Telinga
- Inspeksi :
Telingan kanan dan kiri tampak seimbang, telingan tampak bersih, tidak
adanya lesi, tidak ditemukan adanya kemerahan,
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan di sekitaran area daun telinga, tidak
ditemukan adanya benjolan/masa,
Mulut
- Inspeksi:
Mukosa bibir tampak pucat dan kering
Gigi tampak kotor
Tidak ditemukan adanya peradarahan gusi
Lidah tampak pucat dan kotor
Tidak ditemukan adanya pembesaran tonsil
Tampak adanya banyak sekret di sekitaran rongga mulut
Tampak adanya hipersaliva di rongga mulut
Tidak ditemukan adanya lesi di sekitaran bibir
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan di sekitar area mulut dan kedua pipi
pasien

Leher
- Inspeksi:
Posisi simetris
Tidak tampak adanya pembesaran tiroid
Tidak tampak adanya pembesaran/pembengkakan kelenjar limfe
Tidak tampak adanya pembesaran vena jugularis
Suara pasien terdengar tidak jelas
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya pembesaran tiroid
Tidak ditemukan adanya pembesaran/pembengkakan kelenjar limfe
Tidak ditemukan adanya pembesaran vena jugularis
Thorak
- Inspeksi
Tidak ditemukan adanya lesi, pembengkakan, edema, warna kulit tampak
sama dengan warna kulit lainnya (coklat), tidak ditemukan adanya
jejas/lesi dan kemerahan.
Paru-paru : Tampak ekspansi paru-paru seimbang, tidak terdengar stridor
saat inspirasi/ekspirasi, frekuensi pernapasan : 22 x/menit, pola pernapasan
teratur, tampak bentuk thorak pigeon chest
Jantung : tampak adanya denyutan di daerah Ictus Cordis (IC),
- Palpasi
Tidak ditemukan adanya pembengkakan di permukaan thorak,
Paru-paru : adanya getaran saat palpasi fremitus
Jantung /: tidak ditemukan adanya abnormalitas aorta
- Perkusi
Paru-paru : terdengar sonor
Jantung : Pekak
- Auskultasi
Paru-paru: suara nafas vesikuler, suara tambahan : ronchi (+)
Jantung: S1 (lup) S2 (dub)

Abdomen
- Inspeksi
Tidak ditemukan adanya jaringan parut
Tidak ditemukan adanya strech marks
Tidak ditemukan adanya vena yang berdilatasi
Tidak ditemukan adanya ruam dan lesi
Tidak ditemukan adanya inflamasi di umbilikus
Kontur abdomen; tidak ditemukan adanya buncit (protuberan) / skafoid
Abdomen tampak simetris.
- Auskultasi
Terdengar bunyi gurgles bising usus 5 x/menit.
- Perkusi
Terdengar bunyi redup di daerah hipogastrik bawah kiri dan ilium kiri.
- Palpasi
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak teraba adanya
massa abdomen.
Ekstremitas
- Inspeksi
Tidak ditemukan adanya kemerahan, jejas/lesi, pembengkakan, edema
ekstremitas.
- Palpasi
Tidak ditemukan adanya masa,
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan,
Kekuatan otot :
5555 5555
5555 5555

4. Pengkajian Fungsional
a. Persepsi Terhadap Kesehatan- Manajemen Kesehatan
Sehat Sakit
Pasien mengatakan dahulunya perokok - Pasien mengatakan tidak lagi
berat selama ±30 tahun. merokok sejak sakit 6 bulan lalu
hingga saat ini.
- Keluarga mengatakan pasien
memiliki riwayat penyakit paru,
sudah menjalani pengobatan namun
tidak tuntas.
- Tampak pasien batuk berdahak dan
tidak mampu mengeluarkan
sekretnya. Karakteristik sputum:
kental berwarna hijau kekuningan.

b. Pola Nutrisi
Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan pasien - Keluarga mengatakan sejak 2 bulan
biasanya makan 3 x sehari. lalu pasien sulit untuk menelan
- TB: 162 cm, BB : 62 kg (IMT = makanan. Yang dalam 2 minggu ini
23,62 (Normal)) pasien tidak bisa menelan makanan,
air minum saja sulit ditelannya
karena akan keluar melalui hidung.
- Keluarga mengatakan pasien
mengalami penurunan berat badan
drastis, dengan TB: 162 cm, BB : 42
kg (IMT = 16 (BB sangat kurus))
- Pasien terpasang NGT (terpasang
sejak dari IGD)

c. Pola Eliminasi
Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan pasien BAB 1 - Keluarga mengatakan pasien belum
x sehari kadang 2 x sehari ada BAB (sejak hari kedua rawatan)
- Keluarga mengatakan BAK pasien - Keluarga mengatakan pasien lemah
tidak ada masalah untuk berjalan, untuk toileting
terhambat. Keluarga memakaikan
pampers pada pasien.

d. Pola Istirahat
Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan pasien - Keluarga mengatakan semenjak
biasanya tidur sekitar 7 jam, kalau sakit paru pasien terganggu
tidur siang jarang kecuali kalau udah istirahatnya karena batuk. Ditambah
kelelahan. adanya gangguan menelan dan
membuang sekretpun tidak bisa
sehingga sekret batuk tertahan di
tenggorokkan pasien. Akibatnya,
tengah malam pasien sering
terbangun dan gelisah.

e. Pola Aktivitas & Latihan


Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan dulunya - Keluarga mengatakan pasien tidak
pekerjaan pasien ialah berkebun dan lagi bekerja sekitar 6 bulan lalu
bertani. sejak sakit paru-paru
- Pasien dapat berjalan seperti biasa, - Keluarga mengatakan pasien susah
tidak butuh bantuan untuk berjalan padahal tangan dan
kakinya kuat, sehingga pasien butuh
bantuan untuk berjalan.

f. Pola Kognitif-Perceptual
Sehat Sakit
- Pasien berbicara jelas, tidak ada - Pasien untuk berbicara tidak
hambatan dalam berbicara jelas, tampak seperti pelo lidah
- 12 Nervus kranial Normal pasien. Adanya gangguan pada
N. Hipogossus
- N. Glossofaringeus abnormal,
pasien tidak dapat menelan
makanan/minuman dan batuk
maupun membuang sekret.

5. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan Laboratorium : 29-11-2019
Pemeriksaan Haematologi
Nilai Lab Hasil Normal
HB 13,3 g/dL 13.0 – 16.0
HCT 40.4 % 40.0 – 48.0
RBC 5.02 106/uL 4.5 – 5.5

MCV 80.5- fL
MCH 26.5 pg
MCHC 32.9 g/dL
RDW-SD 41.5 fL
RDW-CV 14.4 %

WBC 8.88 103/uL 5.0 – 10.0


Eosofil 0.8 % 1–3
Basofil 0.2 % 0–1
Neutrofil 71.4 % 50 – 70
Lymphosit 22.4 % 20 – 40
Monosit 5.2 % 2–8

PLT 409+ 103/uL 150 – 400


PDW 8.9- fL
MPV 8.5- fL
P-LCR 14.2 %
PCT 0.35 %

Pemeriksaan Hasil Kimia


Nilai Lab Hasil Nilai Normal
Urea 26,1 mg/dl 16,8 – 43,2 mg/dl
Kreatinin 0,63 mg/dl 0,80 – 1,30 mg/dl
Glukosa 82 mg/dl 74 – 106 mg/dl

Pemeriksaan Laboratorium Kimia Klinik II


Kalium 4,41 mEq/L 3,5 – 5,5 mEq/L
Natrium 137,4 mEq/L 135 -147 mEq/L
Klorida 108,5 mEq/L 100 – 106 mEq/L

Rontgen Thorak : 29-11-2019


Sudah dilakukan namun belum dibacakan hasil pemeriksaan rontgen

EKG: 29-11-2019
- HR : Sinus Rythme
- Gel.Q abnormal , adanya intravenricular block, adanya hypertrophy
ventrikel kanan, adanya deviasi axix kanan.

6. Penatalaksanaan
Tanggal Nama Obat Golongan Dosis Jam
Pemberian
Obat
29/10/2019 Ringle Laktat isotonik 20 tts/mnt Stop
pemberian 31-
11-2019
31/10/2019 Cefriaxone Antibiotik 2x1 06.00 & 18.00

Methicobal Vitamine & 3x1 06.00, 14.00,


Neurotopik 22.00

Ventoline Agonis 4x1 06.00, 12.00,


Adrenoreseptor 18.00, 24.00
beta-2

1 amp 2 ml, 20 tts/menit


Neurobion Obat bebas & obat Drip RL 500 ml untuk 8 jam.
resep
DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif


Pasien mengatakan tidak bisa menelan Mukosa bibir tampak pucat dan kering,
makanan sejak 2 minggu yang lalu, tampak adanya hipersaliva dan banyak
sekret di sekitaran rongga mulut.
Keluarga mengatakan 2 minggu ini Tn.Z
tidak bisa makan dan minum, namun N. Glossofaringeus abnormal, pasien tidak
keluhan sudah dirasakan sejak 2 bulan dapat menelan makanan/minuman dan
lalu. Jika pasien makan, maka akan batuk maupun membuang sekret.
dimuntahkan kembali sedangkan air akan Tampak pasien batuk dan tidak mempu
keluar melalui hidungnya.
mengeluarkan sekret, sehingga sekret
Keluarga mengatakan pasien mengalami tertahan dalam tenggrokkan, akibatnya
penurunan berat badan drastis
pasien sulit untuk bernapas dan terdengar
Pasien terpasang NGT (terpasang sejak
dari IGD) suara ronchi. Karakteristik sputum: kental
berwarna hijau kekuningan

TB: 162 cm, BB : 42 kg (IMT = 16 (BB


sangat kurus))

Keluarga mengatakan pasien lemah untuk


berjalan, untuk toileting terhambat.
Keluarga memakaikan pampers pada
pasien.

Keluarga mengatakan pasien susah untuk


berjalan padahal tangan dan kakinya kuat,
sehingga pasien butuh bantuan untuk
berjalan

Hasil labor :

PLT 409+ 103/uL

PDW 8.9- fL

MPV8.5- fL

MCV 80.5- fL

Medikasi Obat:
Ringle Laktat + drip Neurobion 20
tts/mnt
Cefriaxone 2 x 1
Methicobal 3 x 1
Ventoline 4 x 1
ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


keperawatan
DS : Gangguan Defisit Nutrisi
- Keluarga mengatakan sejak 2 bulan lalu Menelan
pasien sulit untuk menelan makanan. Yang
dalam 2 minggu ini pasien tidak bisa
menelan makanan, air minum saja sulit
ditelannya karena akan keluar melalui
hidung.
- Keluarga mengatakan pasien mengalami
penurunan berat badan drastis
DO:
- Pasien terpasang NGT (terpasang sejak
dari IGD)
- TB: 162 cm, BB : 42 kg (IMT = 16 (BB
sangat kurus))
- N. Glossofaringeus abnormal, pasien
tampak tidak dapat menelan
makanan/minuman
- Medikasi obat :
Methicobal 3 x 1
Ringle Laktat + drip Neurobion 20
tts/mnt

DS: Sekresi yang Bersihan Jalan


- Keluarga mengatakan pasien batuk-batuk tertahan Napas Tidak Efektif
dan tidak mampu untuk mengeluarkan
sekretnya.
DO:
- TD: 100/70 mmHg
RR : 22 x/menit
N: 87 x/menit
Suhu: 36,70C
- Bunyi napas: Ronchi (+)
- Tampak pasien batuk berdahak dan tidak
mampu mengeluarkan sekretnya
- Karakteristik sputum: kental berwarna
hijau kekuningan
- N. Glossofaringeus abnormal, tampak
pasien batuk maupun membuang sekret.
- Medikasi Obat :
Cefriaxone 2 x 1
Ventoline 4 x 1
DS : Kondisi Fisiologis Keletihan
- Keluarga mengatakan semenjak sakit
paru pasien terganggu istirahatnya karena
batuk. Ditambah adanya gangguan
menelan dan membuang sekretpun tidak
bisa dikeluarkan sehingga sekret batuk
tertahan di tenggorokkan pasien.
Akibatnya, tengah malam pasien sering
terbangun dan gelisah.

DO:
- Pasien tampak lemah
- Keluarga mengatakan pasien lemah
untuk berjalan, untuk toileting terhambat.
Keluarga memakaikan pampers pada
pasien.
- Keluarga mengatakan pasien susah untuk
berjalan padahal tangan dan kakinya
kuat, sehingga pasien butuh bantuan
untuk berjalan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi b.d gangguan menelan
2. Bersihan jalan napas b.d sekresi yang tertahan
3. Keletihan b.d kondisi fisiologis

C. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Kep Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
Defisit nutrisi Setelah diberikan intervensi Manajemen Nutrisi
b.d gangguan selama 1 x...., maka statu nutri 12. Identifikasi status nutrisi,
menelan membaik dengan kriteria hasil: alergi, intoleransi makanan
9. Porsi makanan yang 13. Identifikasi penggunaan NGT
dihabiskan 14. Monitor asupan makan
10. Kekuatan otot untuk 15. Monitor BB pasien
mengunyah meningkat 16. Monitor hasil pemeriksaan
11. Kekuatan otot untuk laboratorium
menelan meningkat 17. Lakukan oral hygiene
12. Berat badan membaik sebelum pasien akan makan
13. IMT membaik 18. Berikan makanan tinggi
14. Frekuensi makan membaik kalori dan tinggi protein
15. Nafsu makan membaik 19. Berikan suplemen makanan
16. Membran mukosa membaik 20. Mengajarkan keluarga
tentang diet yang
diprogramkan
21. Kolaborasi tentang terapi obat
22. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang terapi diet nutrisi

Bersihan jalan Setelah diberikan intervensi Latihan Batuk Efektif


napas b.d selama 1 x...., maka bersihan 1. Identifikasi kemampuan batuk
sekresi yang jalan napas meningkat dengan 2. Monitor adanya retensi sputum
tertahan kriteria hasil: 3. Monitor adanya tanda dan gejala
1. Batuk efektif meningkat infeksi saluran napas
2. Produksi sputum menurun 4. Mengatur posisi pasien
3. Sulit bicara menurun (semifowler/fowler)
4. Frekuensi napas membaik 5. Pasang periak/bengkok di
Pola napas membaik pangkuan pasien atau
mengajurkan keluarga pasien
menyiapkan kantong plastik
untuk menampung sputum batuk
pasien
6. Buang sekret pada tempat sputum
7. Menjelaskan tujuan & prosedur
batuk efektif
8. Menganjurkan tarik napas dalam
melalui hidup selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan melalui mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 dekti
9. Menganjurkan tarik napas dalam
hingga 3 kali
10. Menganjurkan untuk batuk
dengan kuat langsung setelah
tarik napas yang ketiga
11. Kolaborasi untuk pembarian
terapi obat

Keletihan b.d Setelah diberikan intervensi Manajemen Energi


kondisi selama 1 x...., maka tingkat 1. Menyediakan lingkungan nyaman
fisiologis keletihan menurun dengan dan rendah stimulus
kriteria hasil: 2. Lakukan latihan rentang gerak
1. Kemudahan dalam aktif / pasif
melakukan aktivitas sehari- 3. Berikan aktivitas distraksi yang
hari meningkat menyenangkan
2. Kekuatan tubuh meningkat 4. Memfasilitasi pasien untuk duduk
3. Perasaan lemah menurun di bed atau pinggiran bed
5. Menganjurkan untuk tirah baring
6. Menganjurkan keluarga untuk
melakukan aktivitas secara
bertahap pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai nutrisi pasien
CATATAN PERKEMBANGAN

No Dx. Kep Implementasi Evaluasi

1 Defisit nutrisi (16:00 WIB) S:


b.d gangguan 1. Mengidentifikasi - Keluarga mengatakan
menelan kemampuan menelan pasien sudah enakan
pasien perutnya setelah terisi susu
29/10/2019 2. mengidentifikasi BB dan hangat,
IMT pasien - Keluarga mengatakan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi pasien masih belum bisa
untuk pemberian makanan untuk menelan minum, apa
cair tinggi kalori tinggi yang diminum keluar
protein kembali
4. Pemberian makanan O:
melalui NGT - Tampak keluarga sudah
5. Mengajarkan keluarga paham dengan cara
untuk memberikan pemberian makanan /
makanan dan minuman minuman melalui NGT
melalui NGT - Pasien masih belum bisa
6. Mengajarkan keluarga untuk menelan
untuk tetap memberikan - Pasien tampak lemah dan
minuman melalui oral tampak kurus
untuk merangsang saraf - BB : 42 kg
menelan pada pasien
7. Pemberian cairan isotonik A:
via intravena RL 500 ml 20 Masalah belum teratasi; Defisit
tts/menit. nutrisi b.d gangguan menelan

P:
Intervensi dilanjutkan 1,
3,4,5,6,7

1 Defisit nutrisi (20:00 WIB) S:


b.d gangguan - Keluarga mengatakan
menelan 1. Mengidentifikasi pasien masih belum bisa
kemampuan menelan menelan air dan makanan
30/10/2019 pasien - Keluarga mengatakan sudah
2. Kolaborasi dengan ahli bisa kasih makan melalui
gizi untuk pemberian sonde
makanan cair tinggi kalori - Keluarga mengatakan
tinggi protein (MCTKTP) pasien susah keluarkan
3. Pemberian makanan dahak batuknya sehingga
MCTKTP melalui NGT bunyi dahak tertahan
4. Mengajarkan keluarga
untuk memberikan O:
makanan dan minuman - Tampak keluarga sudah bisa
melalui NGT kasih makan (susu) dengan
5. Mengajarkan keluarga sonde,
untuk tetap memberikan - BB : 42 kg
minuman melalui oral - Bunyi ronchi (+)
untuk merangsang saraf - Pasien tampak tidak bisa
menelan pada pasien mengeluarkan sekret
6. Pemberian cairan isotonik
via intravena RL 500 ml A: Masalah belum teratasi
20 tts/menit. Defisit nutrisi & Bersihan
jelana napas tidak efektif

P : Intervensi 1 – 6 dilanjut,
Perancanaan kolaborasi
pemberian antibiotik dan
nebulisasi

1 Defisit nutrisi (07:30 WIB) S : keluarga mengatakan pasien


b.d gangguan masih belum mampu untuk
menelan 1. Mengidentifikasi menelan.
kemampuan menelan
31/10/2019 pasien O : tampak pasien masih
2. Kolaborasi dengan ahli terpasang NGT, makanan
gizi untuk pemberian MCTKP dalam bentuk susu
makanan cair tinggi kalori dan dicoba untuk pemberian
tinggi protein (MCTKTP) makanan yang diencerkan guna
3. Pemberian makanan merespon daya telan pasien.
MCTKTP melalui NGT Pemberian inj. mthycobal
4. Mengajarkan keluarga
untuk memberikan A : Masalah belum teratasi
makanan dan minuman
melalui NGT P : intervensi 3, 5, 6
5. Mengajarkan keluarga dilanjutkan
untuk tetap memberikan
minuman melalui oral
untuk merangsang saraf
menelan pada pasien
6. Pemberian cairan isotonik
via intravena RL 500 ml +
drip neurobion 1 Amp 20
tts/menit.
2 Bersihan (12:00 WIB) S : keluarga mengatakan pasien
jalan napas 1. Mengatur posisi pasien masih belum mampu untuk
tidak efektif semi fowler batuk kuat dan mengeluarkan
b.d sekresi 2. Mengajarkan pasien untuk sekret, sehingga istri pasien
yang tertahan batuk efektif dengan cara melap air liur+sekret pasien
tarik napas dalam melalui dengan tisu.
30/10/2019 hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, O:
kemudian keluarkan - pemberian nebu dengan
melalui mulut dengan Ventoline 1 vial, tampak
bibir mencucu pasien dapat menghirup
(dibulatkan) selama 8 kuat dan menghembuskan
detik perlahan dengan mulut
3. Menganjurkan pasien - pasien tampak kesusahan
untuk melakukan hingga membuang sekret,
ketiga kali dan batukkan - terdengan sekret penuh
dengan kuat saat yang dimulut pasien,
ketiga kalil tersebut. - ronchi (+),
menganjurkan keluarga - tampak istri/anak pasien
untuk membantu pasien melapkan air liur+dahak
melakukan batuk efektif. pasien karena tidak mampu
4. Menganjurkan keluarga membatukkan sekret
untuk memberikan air tersebut.
hangat melalui oral secara
perlahan-lahan gunanya A: Masalah belum teratasi
untuk merangsang dan
merelaksasikan otot-otot P : intervensi latihan batuk
menelan pada pasien efektif, pemberian air hangat
5. Kolaborasi terapi obat: via oral, edukasi keluarga untuk
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 APD.
(06:00 & 18:00)
Ventoline 4 x 1 (06:00,
12:00, 18:00, 24:00)
2 Bersihan (18:00 WIB) S : keluarga mengatakan pasien
jalan napas 1. mengidentifikasi sudah mampu mengeluarkan
tidak efektif kemampuan batuk pasien sputumnya dengan cara
b.d sekresi 2. melatih kembali pasien meludah setelah pemberian
yang tertahan untuk batuk efektif nebu ,tetapi tidak dibatukkan
3. menganjurkan keluarga karena sulit untuk batuk.
30/10/2019 untuk selalu memberikan
air minum hangat via oral O : tampak pasien hanya
sedikit-demi sedikit untuk mampu mengeluarkan dahak
merangsang otot dan saraf dengan cara meludah (menetes)
menelan pasien
4. menganjurkan keluarga A : Masalah belum teratasi
untuk memakai APD saat
membanu pasien P : intervensi 2 dihentikan krn
mengeluarkan sputumnya. ketidakmampuan pasien.
5. Pemberian inj.Ceftriaxone Intervensi 3 dan 5 tetap
dan nebu Ventoline dilanjutkan

2 Bersihan (06:00 WIB) S : Istri pasien mengatakan


jalan napas 1. menganjurkan keluarga pasien sudah bisa minum
tidak efektif untuk selalu memberikan sedikit lalu keluar lagi, sudah
b.d sekresi air minum hangat via oral lumayan. Untuk batuk masih
yang tertahan sedikit-demi sedikit untuk belum bisa masih dikeluarkan
merangsang otot dan saraf seperti buang ludah ngalir di
31/10/2019 menelan pasien mulut.
2. menganjurkan keluarga
untuk memakai APD saat O : tampak pasien masih belum
membanu pasien bisa batuk, dahak masih dilap
mengeluarkan sputumnya. dengan keluarga.
3. Pemberian inj.Ceftriaxone
dan nebu Ventoline A : Masalah belum teratasi

P : tetap pertahanklan
intervensi

3 Keletihan b.d (16.00 WIB) S : keluarga mengatakan pasien


kondisi 1. memberikan lingkungan mampu menggerakkan kaki
fisiologis nyaman pada pasien dan tangan, namun pasien tidak
dengan memposisikan mampu untuk berjalan.
(29/11/2019) pasien sesuai
kenyamanannya O : kekautan otot pasien 5555
2. menganjurkan keluarga Tampak pasien memakai
untuk gerakan aktif pasien pampers karena tidak mampu
di bed untukl toileting
3. mengamankan bed pasien
untuk menimalisirkan A: masalah belum teratasi
resiko jatuh P : intervensi 1 – 5 dilanjutkan
4. menganjurkan keluarga
untuk distraksi dengan
mengalihkan perhatian
pasien melalui musik
untuk kenyamanan
lingkungan.
5. pemberian nutrisi
MCTKTP (makanan cair
tinggi kalori tinggi
protein)
3 Keletihan b.d (18.00 WIB) S : keluarga mengatakan pasien
kondisi 1. memberikan lingkungan belum mampu untuk berjalan,
fisiologis nyaman pada pasien hanya mampu tirah baring
dengan memposisikan
(30/10/2019) pasien sesuai O : tampak pasien hanya mapu
kenyamanannya tirah baring, keluarga tetap
2. menganjurkan keluarga membantu keperluan pasien,
untuk gerakan aktif pasien pasien sudah mandiri untuk
di bed pemberian MCTKTP melalui
3. mengamankan bed pasien NGT
untuk menimalisirkan
resiko jatuh A : masalah belum selesai
4. menganjurkan keluarga
untuk distraksi dengan P : intervensi tetap
mengalihkan perhatian dipertahankan
pasien melalui musik
untuk kenyamanan
lingkungan.
5. pemberian nutrisi
MCTKTP (makanan cair
tinggi kalori tinggi
protein)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan
atau penyakit di orofaring dan esophagus. Manifestasi klinik yang sering
ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada
ketika menelan.Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia
mekanik, disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi. Keberhasilan
mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus
makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik
esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah dan kerja otot-
otot rongga mulut dan lidah.Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi
bila sistem neuromuskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak,
persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus
serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik. Proses
menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu
ukuran bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi
peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah dan
kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.Integrasi fungsional yang sempurna
akan terjadi bila system neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang
otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik
esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik.
Proses menelan di mulut, faring, laring, dan esofagus secara keseluruhan akan
terlibat secara berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase:
fase oral, fase faringal, dan fase esofagal.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Efiaty Soepardi dkk..Disfagia. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Sixth ed. Jakarta: Balai Pnerbit FK UI. 2008,
p: 271-274.

Subagio, Anwar. Incidence of Dysphagia. In: The Assesment and Management of


Dysphagia. First ed. Jakarta: Medical Rehabilitation Department RSUPCM
Faculty of Medicine University of Indonesia. 2009, p.5-6.

John, Markschultz et al..Dysphagia. In: Swallowing Disorders. Available at


http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/dysph.html. Accessed August, 6th 2010.

Carter, Einstwood et al..Clinical Symptoms of Dysphagia. In: Dysphagia.


Available at http://www.umm.edu/altmed/articles/dysphagia-000053.htm.
th
Accessed August, 6 2010.

Teasell R, et al. Dysphagia and Aspiration Post Stroke. In Evidadence Based


Review of Stroke Rehabilitation, 12th Ed. 2010. London, Ontario Canada.

Hinds NP et al. Assesment of Swallowing and Reverral to Speeech and Language


Therapists of Acute Stroke. QJM 1998; 91:829-835.

Kidd D, et al. The Natural History and Clinical Consequences of Aspiration in


Acute Stroke. QJM 1995 ; 88 : 409-413.

Smithard DG, et al. Complications and Outcome After Acute Stroke: Does
Dysphagia Matter? Stroke. 1996; 27: 1200-1204.

Smithard DG, et al. The Natural History of Dysphagia Following Stroke.


Dysphagia. 1997; 12: 188-193.

Martino R, et al. Management of Dysphagia in Acute Stroke: An Educational

Manual for The Dysphagia Screening Professional. ©2006. Heart and Stroke
Foundation of Ontario Canada.

Orophayngeal Dysphagia. Accessed Friday, November 27, 2012. From


http://en.wikipedia.org/wiki/Oropharyngeal_dysphagia

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik ed. 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ed. 1. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan ed.1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

World Stroke Academy. WSA_Dyspagia_learning_module. 2012. Accessed:


Friday, November 09, 2012, 11:03:56 PM.

World Stroke Academy. WSA_Dyspagia_Brossure. 2012. Accessed: Friday,


November 09, 2012, 11:03:56 PM.

Anda mungkin juga menyukai