PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktifitas menelan merupakan salah satu aktifitas yang sangat penting pada
tubuh manusia.Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan
sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah gangguan
menelan merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup
seseorang.Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala
kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul
bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari rongga mulut ke lambung. Sekitar 76,4% pasien serebral palsy
mengalami gangguan makan dengan penyebab terbanyak disfungsi oromotor. 2
Sebanyak 34,7% pasien stroke mengalami disfagia. 2 Disfagia dapat disertai
dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa
panas di dada, rasa mual, muntah atau regurgitasi, hematemesis, melena,
anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang cepat berkurang.
Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.1
Semua aspek dari proses menelan sedang diteliti pada orang-orang dari
segala usia, termasuk mereka yang memiliki dan tidak memiliki
disfagia.Sebagai contoh, para ilmuwan telah menemukan bahwa ada variasi
yang besar dalam gerakan lidah saat menelan.Gerakan lidah yang
menyebabkan masalah akan membantu tenaga kesehatan mengevaluasi
menelan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
b. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikal. Faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring berhubungan melalui aditus laring
dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun
dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular). Otot-
otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,
otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada
jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah
superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas
posterior ialah vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada
pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar
lidah adalah valekula.
c. Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan
hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus
esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau
setinggi vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal,
esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks ,
esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna
vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan
menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang
lebih 3 cm di depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga
abdomen dan bersatu dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal
dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan
pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada
batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat
lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada
bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri.
Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak
pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada
kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.
Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf
parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia
simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.
2. Fisiologi
Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan
secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer.
Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah
dari otot-otot perioral menuju ke bawah. Jaringan saraf, yang bertanggung
jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat.
Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambigus
dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron
kranial, diduga sebagai pola generator pusat.
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau
cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam
lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang
melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan
involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2)
faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang
spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala
spesifik dapat terjadi.
a. Fase oral
Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga
dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti
pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring.
Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka
mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk
mencampur bolus makanan dengan saliva dan dan mendorong bolus
makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring,
dimana reflek menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus
kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai
dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan
selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di
orofaring.
b. Fase faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme
perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada
fase ini. Fase ini melibatkan rentetan yang cepat dari beberapa
kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang
hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara bergerak ke
tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan
napas. Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring
untuk meluncurkan bolus kebawah. lidah dubantu oleh dinding
faringeal, yang melakukan gerakan untuk mendorong makanan
kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk
menelan dan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan
laring kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan
struktur faringeal akan kembali ke posisi awal.
Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan
kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter
jadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus
sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X
(vagus).
c. Fase Esophageal
B. Defenisi
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah
perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau
gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan
kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan
menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, atau kondisi medis tertentu. Disfagia
adalah kesulitan menelan. Seseorang dapat mengalami kesulitan
menggerakkan makanan dari bagian atas tenggorokan ke dalam
kerongkongan karena adanya kelainan di tenggorokan.
C. Etiologi
Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam
proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia,
akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis
tertentu. Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di
antara orang berusia lanjut, dan insiden disfagia lebih tinggi pada orang
beruusia lanjut dan pasien stroke. Kurang lebih 51 – 73 % pasien stroke
menderita disfagia. Penyebab lain dari disfagia termasuk keganasan kepala –
leher, penyakit neurologic progresif seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme
esophagus difus, lower esophageal ( Schatzki ) ring, striktur esophagus, dan
keganasan esophagus. Disfagia merupakan gejala dari berbagai penyebab yang
berbeda, yang biasanya dapat ditegakkan diagnosannya dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya, diantarannya
pemeriksaan radiologi dengan barium, CT scan, dan MRI.
D. Patofisiologi
2. Disfagia esophagus
F. Klasifikasi
Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring
(atau transfer dysphagia) dan disfagia esophagus.
G. Manifestasi Klinis
Disfagia Oral atau faringeal Disfagia Esophageal
- Batuk atau tersedak saat menelan - Sensasi makanan tersangkut di
- Kesulitan pada saat mulai menelan
tenggorokan atau dada
- Makanan lengket di kerongkongan
- Regurgitasi Oral atau faringeal
- Sialorrhea
- Perubahan pola makan
- Penurunan berat badan
- Pneumonia rekuren
- Perubahan pola makan
- Pneumonia berulang
- Perubahan suara (wet voice)
- Regusgitasi Nasal
H. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan spesifik untuk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan
mekanik :
Penunjang kegunaan
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Keluhan utama
Biasanya penderita menegeluh sulit menelan
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Pasien pernah menderita penyakit akut, atau trauma
2) Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
3) Pernah menderita penyakit gigi geraham
e. Riwayat keluarga
Adanya penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
f. Riwayat psikososial
1) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal : hubungan dengan orang lain
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola resepsi dan tatalaksana hidup sehat
untuk mengurangi flu, biasanya klien mengkomsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2) Pola nutrisi dan metabolisme
- Pola makan dan minum sehari-hari sebelum sakit dan apakah ada
gangguan sebelumnya ? Apakah memakai NGT atau PEG tube
- Pola makan dan minum sekarang, esesmen menelan dilakukan
sedini mungkin sebelum klien mendapatkan pemasukan oral.
3) Pola istirahat dan tidur
selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat, karena klien sering
pilekterus menerus, tanyakan kelemahan, keletihan, malaise
4) Pola persepsi dan konsep diri
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
5) Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek
terus menerus (baik purulen, serous, mukopurulen)
6) Sirkulasi
Adanya gejala palpitasi, nyeri dada, tekanan darah
7) Integritas ego
Tanyakan gejala alopepsia, tesi, dan cacat bekas pembedahan
8) Pola eliminasi
Adanya perubahan pada pola defikasi, darah pada feses, nyeri saat
BAK Pada gangguan menelan, pengkajian pola eliminasi ini
digunakan untuk menggambarkan kecukupan pemenuhan kebutuhan
nutrisi dan cairan sebelumnya.
9) Pernafasan
Frekuensi nafas, bunyi nafas
10) Sistem termoregulasi : suhu, aksia dan kulit
11) Sistem kulit : keadaan kulit meliputi warna, tanda iritasi, lesi, infus,
fungsi turgor kulit
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik head to toe :
1) Pemeriksaan kepala dan leher
Rambut, kepala, wajah, telinga, hidung, mulut, leher
2) Pemeriksaan fisik thoraks
Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
3) Pemeriksaan fisik abdomen
Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
4) Pemeriksaan hepatomegali
5) Pemeriksaan muskuloskeletal dan ekstremitas
6) Pemeriksaan neurologi, syaraf kranial, integumen
7) Pemeriksaan genetalia
8) Pemeriksaan anus, rektum, prostat
i. Pemeriksaan laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan menelan b.d obstruksi mekanis
b. Defisit nutrisi b.d gangguan menelan
3. Intervensi keperawatan
No Dx. Kep Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
KASUS
Pasien Tn.Z (57th) datang ke RS pada tanggal 29/11/2019 dengan keluhan tidak
bisa menelan makanan maupun minuman sejak 2 minggu lalu, keluarga
mengatakan Tn.Z memiliki susah menelan makanan sejak 2 bulan lalu. Saat
dilakukan pengkajian, Tn.Z tampak kurus, lemah, mukosa bibir pucat, kulit
kering, bicara pasien tidak jelas, pasien terpasang NGT sejak di IGD. Pasien
memilliki riwayat sakit TB Paru sejak 6 bulan lalu namun pengobatan tidak
tuntas. Tampak pasien batuk berdahak namun tidak dapat mengeluarkan
dahaknya sehingga keluarga selalu mengelap dahak dan saliva mennggunakan
tisu. Tampak pasien kesusahan untuk membuang dahak karena tidak mampu
mengeluarkannya. Saat dilakukan pengkajian thorak didapatkan bunyi pernapasan
Ronchi (+), Wheezing (-), mengi (-), suara paru vesikuler. Tampak dinding dada
pasien pigeon chest, fremitus seimbang. Keluarga mengatakan pasien pernah
mengalami kecelakan motor sejak 5 bulan yang lalu, kepala dan rahang bawah
pasien terkena aspal namun pasien menolak untuk dibawa ke RS. Keluarga
mengatakan berat badan (BB) pasien turun ±10 kg saat ini BB = 42 kg, TB = 162
cm, IMT = 17,18 (BB di bawah normal), TD = 100/70 mmHg, N = 85 x/menit, S
= 36,80C, RR = 22 x/menit, Akral = Hangat, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), hasil pemeriksaan Haemotologi (29/11/2019) didapatkan Hb = 13,3 g/dL, Hct
= 40,4%, RBC (eritrosit) = 5.020 uL, WBC (Leukosit) = 8.880 uL, platelet
(trombosis) = 409.000 uL. Hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan Kalium =
4,41 mEq/l, Natrium = 137,4 mEq/l, Khlorida = 108,5 mEq/l, Kreatinin = 0,63
mg/dL, Glukosa = 82 mg/dL, Ureum = 26,1 mEq/l.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama: Pasien mengeluh tidak bisa menelan makanan sejak 2 minggu
yang lalu.
Riwayat kesehatan sekarang:
- Pasien mengatakan tidak bisa menelan makanan sejak 2 minggu yang lalu,
- Keluarga mengatakan 2 minggu ini Tn.Z tidak bisa makan dan minum,
namun keluhan sudah dirasakan sejak 2 bulan lalu. Jika pasien makan,
maka akan dimuntahkan kembali sedangkan air akan keluar melalui
hidungnya.
- Keluarga mengatakan pasien batuk-batuk dan tidak mampu untuk
mengeluarkan sekretnya.
- Tampak pasien batuk dan tidak mempu mengeluarkan sekret, sehingga
sekret tertahan dalam tenggrokkan, akibatnya pasien sulit untuk bernapas
dan terdengar bunyi ronchi.
Riwayat Kesehatan Dahulu:
- Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mengalami kecelakaan motor
sejak 5 bulan yang lalu. Bagian yang mengalami cedera ialah kepala dan
rahang bawah. Pasien menolak untuk dibawa ke RS saat itu.
- Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit TB paru sejak 6
bulan yang lalu. Sudah menjalani pengobatan namun tidak tuntas.
3. Pengkajian Fisik
Kesadaran : Compos Mentis (E4 V5 M6)
Keadaan umum : Sedang
TD: 100/70 mmHg
N : 87 x/menit
RR: 22 x/menit
S : 36,70C
Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Inspeksi:
penyebaran rambut merata, warna rambut tampak hitam dan beruban, tidak
ditemukan adanya kerontokan rambut, kulit kepala tampak lembab, tidak
ditemukan adanya kemerahan.
- Palpasi:
tidak ditemukan adanya lesi/jejas luka, tidak ditemukan adanya benjolan,
tidak ditemukan adanya nyeri tekan.
Mata
- Inspeksi :
tidak ditemukan adanya kemerahan pada sklera mata,
sklera: anikterik
konjungtiva: ananemis
pupil: 2/2 mm isokor
tidak ditemukan adanya benjolan disekitar palpebra
- Palpasi :
tidak ditemukan adanya nyerti tekan di area sekitar palpebra, tidak
ditemukan adanya massa.
Hidung
- Inspeksi:
bentuk hidung simetris, tidak tampak adanya kemerahan, tidak adanya
benjolan/pembengkakan, tidak tampak adanya pengeluaran sekret
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan di sisi arkus nasal
Telinga
- Inspeksi :
Telingan kanan dan kiri tampak seimbang, telingan tampak bersih, tidak
adanya lesi, tidak ditemukan adanya kemerahan,
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan di sekitaran area daun telinga, tidak
ditemukan adanya benjolan/masa,
Mulut
- Inspeksi:
Mukosa bibir tampak pucat dan kering
Gigi tampak kotor
Tidak ditemukan adanya peradarahan gusi
Lidah tampak pucat dan kotor
Tidak ditemukan adanya pembesaran tonsil
Tampak adanya banyak sekret di sekitaran rongga mulut
Tampak adanya hipersaliva di rongga mulut
Tidak ditemukan adanya lesi di sekitaran bibir
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan di sekitar area mulut dan kedua pipi
pasien
Leher
- Inspeksi:
Posisi simetris
Tidak tampak adanya pembesaran tiroid
Tidak tampak adanya pembesaran/pembengkakan kelenjar limfe
Tidak tampak adanya pembesaran vena jugularis
Suara pasien terdengar tidak jelas
- Palpasi:
Tidak ditemukan adanya pembesaran tiroid
Tidak ditemukan adanya pembesaran/pembengkakan kelenjar limfe
Tidak ditemukan adanya pembesaran vena jugularis
Thorak
- Inspeksi
Tidak ditemukan adanya lesi, pembengkakan, edema, warna kulit tampak
sama dengan warna kulit lainnya (coklat), tidak ditemukan adanya
jejas/lesi dan kemerahan.
Paru-paru : Tampak ekspansi paru-paru seimbang, tidak terdengar stridor
saat inspirasi/ekspirasi, frekuensi pernapasan : 22 x/menit, pola pernapasan
teratur, tampak bentuk thorak pigeon chest
Jantung : tampak adanya denyutan di daerah Ictus Cordis (IC),
- Palpasi
Tidak ditemukan adanya pembengkakan di permukaan thorak,
Paru-paru : adanya getaran saat palpasi fremitus
Jantung /: tidak ditemukan adanya abnormalitas aorta
- Perkusi
Paru-paru : terdengar sonor
Jantung : Pekak
- Auskultasi
Paru-paru: suara nafas vesikuler, suara tambahan : ronchi (+)
Jantung: S1 (lup) S2 (dub)
Abdomen
- Inspeksi
Tidak ditemukan adanya jaringan parut
Tidak ditemukan adanya strech marks
Tidak ditemukan adanya vena yang berdilatasi
Tidak ditemukan adanya ruam dan lesi
Tidak ditemukan adanya inflamasi di umbilikus
Kontur abdomen; tidak ditemukan adanya buncit (protuberan) / skafoid
Abdomen tampak simetris.
- Auskultasi
Terdengar bunyi gurgles bising usus 5 x/menit.
- Perkusi
Terdengar bunyi redup di daerah hipogastrik bawah kiri dan ilium kiri.
- Palpasi
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak teraba adanya
massa abdomen.
Ekstremitas
- Inspeksi
Tidak ditemukan adanya kemerahan, jejas/lesi, pembengkakan, edema
ekstremitas.
- Palpasi
Tidak ditemukan adanya masa,
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan,
Kekuatan otot :
5555 5555
5555 5555
4. Pengkajian Fungsional
a. Persepsi Terhadap Kesehatan- Manajemen Kesehatan
Sehat Sakit
Pasien mengatakan dahulunya perokok - Pasien mengatakan tidak lagi
berat selama ±30 tahun. merokok sejak sakit 6 bulan lalu
hingga saat ini.
- Keluarga mengatakan pasien
memiliki riwayat penyakit paru,
sudah menjalani pengobatan namun
tidak tuntas.
- Tampak pasien batuk berdahak dan
tidak mampu mengeluarkan
sekretnya. Karakteristik sputum:
kental berwarna hijau kekuningan.
b. Pola Nutrisi
Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan pasien - Keluarga mengatakan sejak 2 bulan
biasanya makan 3 x sehari. lalu pasien sulit untuk menelan
- TB: 162 cm, BB : 62 kg (IMT = makanan. Yang dalam 2 minggu ini
23,62 (Normal)) pasien tidak bisa menelan makanan,
air minum saja sulit ditelannya
karena akan keluar melalui hidung.
- Keluarga mengatakan pasien
mengalami penurunan berat badan
drastis, dengan TB: 162 cm, BB : 42
kg (IMT = 16 (BB sangat kurus))
- Pasien terpasang NGT (terpasang
sejak dari IGD)
c. Pola Eliminasi
Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan pasien BAB 1 - Keluarga mengatakan pasien belum
x sehari kadang 2 x sehari ada BAB (sejak hari kedua rawatan)
- Keluarga mengatakan BAK pasien - Keluarga mengatakan pasien lemah
tidak ada masalah untuk berjalan, untuk toileting
terhambat. Keluarga memakaikan
pampers pada pasien.
d. Pola Istirahat
Sehat Sakit
- Keluarga mengatakan pasien - Keluarga mengatakan semenjak
biasanya tidur sekitar 7 jam, kalau sakit paru pasien terganggu
tidur siang jarang kecuali kalau udah istirahatnya karena batuk. Ditambah
kelelahan. adanya gangguan menelan dan
membuang sekretpun tidak bisa
sehingga sekret batuk tertahan di
tenggorokkan pasien. Akibatnya,
tengah malam pasien sering
terbangun dan gelisah.
f. Pola Kognitif-Perceptual
Sehat Sakit
- Pasien berbicara jelas, tidak ada - Pasien untuk berbicara tidak
hambatan dalam berbicara jelas, tampak seperti pelo lidah
- 12 Nervus kranial Normal pasien. Adanya gangguan pada
N. Hipogossus
- N. Glossofaringeus abnormal,
pasien tidak dapat menelan
makanan/minuman dan batuk
maupun membuang sekret.
5. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan Laboratorium : 29-11-2019
Pemeriksaan Haematologi
Nilai Lab Hasil Normal
HB 13,3 g/dL 13.0 – 16.0
HCT 40.4 % 40.0 – 48.0
RBC 5.02 106/uL 4.5 – 5.5
MCV 80.5- fL
MCH 26.5 pg
MCHC 32.9 g/dL
RDW-SD 41.5 fL
RDW-CV 14.4 %
EKG: 29-11-2019
- HR : Sinus Rythme
- Gel.Q abnormal , adanya intravenricular block, adanya hypertrophy
ventrikel kanan, adanya deviasi axix kanan.
6. Penatalaksanaan
Tanggal Nama Obat Golongan Dosis Jam
Pemberian
Obat
29/10/2019 Ringle Laktat isotonik 20 tts/mnt Stop
pemberian 31-
11-2019
31/10/2019 Cefriaxone Antibiotik 2x1 06.00 & 18.00
Hasil labor :
PDW 8.9- fL
MPV8.5- fL
MCV 80.5- fL
Medikasi Obat:
Ringle Laktat + drip Neurobion 20
tts/mnt
Cefriaxone 2 x 1
Methicobal 3 x 1
Ventoline 4 x 1
ANALISA DATA
DO:
- Pasien tampak lemah
- Keluarga mengatakan pasien lemah
untuk berjalan, untuk toileting terhambat.
Keluarga memakaikan pampers pada
pasien.
- Keluarga mengatakan pasien susah untuk
berjalan padahal tangan dan kakinya
kuat, sehingga pasien butuh bantuan
untuk berjalan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi b.d gangguan menelan
2. Bersihan jalan napas b.d sekresi yang tertahan
3. Keletihan b.d kondisi fisiologis
C. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Kep Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
Defisit nutrisi Setelah diberikan intervensi Manajemen Nutrisi
b.d gangguan selama 1 x...., maka statu nutri 12. Identifikasi status nutrisi,
menelan membaik dengan kriteria hasil: alergi, intoleransi makanan
9. Porsi makanan yang 13. Identifikasi penggunaan NGT
dihabiskan 14. Monitor asupan makan
10. Kekuatan otot untuk 15. Monitor BB pasien
mengunyah meningkat 16. Monitor hasil pemeriksaan
11. Kekuatan otot untuk laboratorium
menelan meningkat 17. Lakukan oral hygiene
12. Berat badan membaik sebelum pasien akan makan
13. IMT membaik 18. Berikan makanan tinggi
14. Frekuensi makan membaik kalori dan tinggi protein
15. Nafsu makan membaik 19. Berikan suplemen makanan
16. Membran mukosa membaik 20. Mengajarkan keluarga
tentang diet yang
diprogramkan
21. Kolaborasi tentang terapi obat
22. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang terapi diet nutrisi
P:
Intervensi dilanjutkan 1,
3,4,5,6,7
P : Intervensi 1 – 6 dilanjut,
Perancanaan kolaborasi
pemberian antibiotik dan
nebulisasi
P : tetap pertahanklan
intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Efiaty Soepardi dkk..Disfagia. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Sixth ed. Jakarta: Balai Pnerbit FK UI. 2008,
p: 271-274.
Smithard DG, et al. Complications and Outcome After Acute Stroke: Does
Dysphagia Matter? Stroke. 1996; 27: 1200-1204.
Manual for The Dysphagia Screening Professional. ©2006. Heart and Stroke
Foundation of Ontario Canada.