Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

Genitalia  eksterna  sering  dinamakan  vulva,  yang  artinya  pembungkus  atau


penutup vulva terdiri dari : 

1. Mons pubis 

Merupakan bantalan jaringan lemak yang terletak di atas simpisis pubis 

2. Labia mayora 

Terdiri  dari  2  buah  lipatan  kulit  dengan  jaringan  lemak  di  bawah  nya 
yang berlanjut  ke  bawah  sebagai  perluasan  dari  mons  pubis  dan  menyatu 
menjadi perinium 

3. Labia minora 

Merupakan  2  buah  lipatan  tipis  kulit  yang  terletak  di  sebelah  dalam  labia
mayora, labia minora tidak memiliki lemak subkutan. 

4. Klitoris

Merupakan  tonjolan  kecil  jaringan  erektif  yang  terletak  pada  titik  temu   
labia minora  di  sebelah  anterior  ,  sebagai  salah  satu  zona  erotik  yang 
utama  pada wanita. 

5. Vestibulum 

1
Adalah rongga yang di kelilingi oleh labia minora . 

6. Perinium 

Struktur  ini  membentang  dari  fourchette  (  titik  temu  labia  minora  di 
sebelah posterioranus 

a. Vagina 

Merupakan  saluran  fibromuskuler  elastis  yang  membentang 


ke  atas  dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior
vagina memiliki panjang 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm.

Fungsi vagina :

 Lintasan bagi spermatozoa 

 Saluran keluar bagi janin dan produk pembuahan lainnya saat


persalinan

 Saluran keluar darah haid 

b. Uterus 

Berbentuk  seperti  buah  advokat,  sebesar  telur  ayam.  Terdiri 


dari  fundus  uteri, korpus  uteri  dan  serviks  uteri.  Korpus  uteri 
merupakan  bagian  uterus  terbesar dan sebagai tempat janin
berkembang.

Uterus terdiri dari :

 Fundus uteri

 Korpus uteri

Fungsi uterus adalah :

 Menyediakan  tempat  yang  sesuai  bagi  ovum  yang  suadah 


di  buahi  untuk menanamkan diri.

 Jika  korpus  luteum  tidak  berdegenerasi,  yaitu  jika  korpus 


luteum dipertahankan  oleh  kehamilan,  maka  estrogen  akan 

2
terus  di  produksi sehingga  kadar  nya  tetap  berada  di  atas 
nilai  ambang  perdarahan  haid  dan amenorea merupakan salah
satu tanda pertama untuk kehamilan.

 Memberikan perlindungan dan nutrisi pada embrio atau janin


sampai matur.

 Mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan.

 Mengendalikan  perdarahan  dari  tempat  perlekatan  plasenta 


melalui kontraksi otot-otot. 

c. Tuba fallopi 

Disebut  juga  dengan  oviduct,  saluran  ini  terdapat  pada 


setiap  sisi  uterus  dan membentang dari kornu uteri ke arah dinding
lateral pelvis.

d. Ovarium 

Merupakan kelenjar kelamin. Ada 2 buah ovarim  yang masing-


masing terdapat pada  tiap  sisi  dan  berada  di  dalam  kavum 
abdomen  di  belakang  ligamentum latum  dekat  ujung  fibria  tuba 
falopi.Fungsi ovarium  adalah  untuk  produksi hormon dan ovulasi.

B. Defenisi

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian, 2012).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
perut dan dinding rahim. Tujuan dasar pelahiran adalah memelihara kehidupan atau
kesehatan ibu dan anak. Atau SC adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

3
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

C. Etiologi
1. Indikasi yang berasal dari ibu ( etiologi ).

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul) ada,
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II,
komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan
yang disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan perjalanan persalinan ( kista
ovarium, mioma uteri dan sebagainya ).

2. Indikasi yang berasal dari janin.

Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forseps ekstraksi.

Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah
plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-eklamsi dan
hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

4
D. Tujuan
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
 Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
 Kekurangan:
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah

5
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
 Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
 Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan

6
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah

7
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG

H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

I. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.

8
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa
air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

9
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat
jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu

10
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).

e. Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres

11
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri),
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya

9) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
6) Dada dan payudara

12
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan /
luka kering bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post
operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan

13
e. Gangguan mobilitas fisik b.d Nyeri

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NIC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian secara
berhubungan keperawatan selama … x 24 komprehensif tentang nyeri
dengan jam diharapkan nyeri klien meliputi lokasi, karakteristik,
pelepasan berkurang / terkontrol durasi, frekuensi, kualitas,
mediator nyeri dengan kriteria hasil : intensitas nyeri dan faktor
(histamin,  Klien melaporkan presipitasi.
prostaglandin) nyeri berkurang / 2. Observasi respon nonverbal dari
akibat trauma terkontrol ketidaknyamanan (misalnya
jaringan dalam  Wajah tidak tampak wajah meringis) terutama
pembedahan meringis ketidakmampuan untuk
(section  Klien tampak rileks, berkomunikasi secara efektif.
caesarea) dapat berisitirahat, dan 3. Kaji efek pengalaman nyeri
beraktivitas sesuai terhadap kualitas hidup (ex:
kemampuan beraktivitas, tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan hubungan
sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik
nonanalgetik (relaksasi progresif,
latihan napas dalam, imajinasi,
sentuhan terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan
yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu,
cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan
kontrol analgetik, jika perlu. 
2. Risiko tinggi Setelah diberikan asuhan 1. Tinjau ulang kondisi dasar /
terhadap infeksi keperawatan selama … x 24 faktor risiko yang ada
berhubungan jam diharapkan klien tidak sebelumnya. Catat waktu pecah
dengan trauma mengalami infeksi dengan ketuban.
jaringan / luka kriteria hasil : 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor,
bekas operasi  Tidak terjadi tanda - rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
(SC) tanda infeksi (kalor, 3. Lakukan perawatan luka dengan
rubor, dolor, tumor, teknik aseptic
fungsio laesea) 4. Inspeksi balutan abdominal
 Suhu dan nadi dalam terhadap eksudat / rembesan.

14
batas normal ( suhu = Lepaskan balutan sesuai indikasi
36,5 -37,50 C, frekuensi 5. Anjurkan klien dan keluarga
nadi = 60 - 100x/ menit) untuk mencuci tangan sebelum /
 WBC dalam batas sesudah menyentuh luka
normal (4,10-10,9 10^3 / 6. Pantau peningkatan suhu, nadi,
uL)  dan pemeriksaan laboratorium
jumlah WBC / sel darah putih
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb
dan Ht. Catat perkiraan
kehilangan darah selama prosedur
pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang
cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik
sesuai indikasi
3. Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap
berhubungan keperawatan selama … x 6 kejadian dan ketersediaan sistem
dengan jam diharapkan ansietas pendukung
kurangnya klien berkurang dengan 2. Tetap bersama klien, bersikap
informasi kriteria hasil : tenang dan menunjukkan rasa
tentang prosedur  Klien terlihat lebih empati
pembedahan, tenang dan tidak gelisah 3. Observasi respon nonverbal klien
penyembuhan,  Klien mengungkapkan (misalnya: gelisah) berkaitan
dan perawatan bahwa ansietasnya dengan ansietas yang dirasakan
post operasi berkurang  4. Dukung dan arahkan kembali
mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar
mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan
post operasi
6. Diskusikan pengalaman / harapan
kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang
dialami klien secara verbal 

15
4. Defisit Setelah dilakukannya 1. Kaji keadaan umum klien
perawatan diri tindakan keperawatan 2. Bantu pasien dalam memenuhi
b/d kelemahan selama...x24jam diharapkan kebutuhan personal hygiene
fisik akibat deficit perawatan diri klien terutama mandi
tindakan terpenuhi dengan kriteria 3. Bantu klien merapikan rambutnya
anestesi dan hasil: 4. Ajarkan pada klien atau keluarga
pembedahan  Tubuh pasien bersih dan bagaimana cara memandikan
tidak merasa gerah diatas tempat tidur dengan
 Personal hygiene klien menggunakan waslap (terutama
dapat terpenuhi terutama pada pasien caesaria) dan berikan
mandi informasi tentang pentingnya
 Rambut klien dapat perawatan diri.
tertata dengan baik
 klien maupun keluarga
dapat mengaplikasikan
bagaimana cara
memandikan diatas
tempat tidur
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24
Observasi
b.d Nyeri jam, mobilitas fisik dapat
- Identifikasi adanya nyeri atau
meningkat dengan kriteria
keluhan fisik lainnya
hasil :
- Identifikasi toleransi fisik
- Pergerakan ekstremitas↑
melakukan pergerakan
- Kekuatan otot↑
- Monitor frekuensi jantung dan
- ROM↑
tekanan darah sebelum mobilisasi
- Nyeri ↓
- Kecemasan↓
Terapeutik
- Kaku sendi ↓
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- Gerakan terbatas↓
dengan alat bantu
- Kelemahan fisik ↓
- Fasilitasi melakukan pergerakan
jika perlu.
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
- Edukasi tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan

16
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.
Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

17

Anda mungkin juga menyukai