Anda di halaman 1dari 2

Kronologi Peristiwa G30S PKI Secara Singkat

Pada Juli tahun 1960 PKI melancarkan kecaman-kecaman kepada kabinet dan juga tentara. Ketika
tentara bereaksi, Soekarno segera turun tangan sampai persoalan ini sementara selesai. Hal itu malah
menjadikan hubungan antara Soekarno dan PKI semakin dekat.

Agustus 1960: Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia Dibubarkan

Bulan Agustus tahun 1960, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang merupakan partai pesaing
PKI dibubarkan pemerintah. PKI pun semaki giat melakukan mobilisasi masa untuk meningkatkan
pengaruh dan banyak anggota. Partai-partali lainnya seperti NU dan PNI pun dilumpuhkan.

Tahun 1963: PKI Mendesak Untuk Kekuasaan

Persaingan pun semakin sengit. PKI berusaha mendesak untuk mendapatkan kekuasaan yang semakin
besar. Oleh karena itu, PKI melakukan strategi ofensive dipilih untuk mencapai tujuannya. Di tingkat
pusat Partai Komunis Indonesia mulai berusaha secara sungguh-sungguh untuk duduk di dalam kabinet.
Pada tahun sebelumnya partai ini umumnya hanya melancarkan kritik terhadap pemerintah khususnya
para menteri yang mempunyai pandangan politik yang beda dengan PKI. Sedangkan di daerah persoalan
yang muncul lebih pelik karena bersinggungan dengan konfil yang lebih radikal. Aksi ini merupakan aksi
pengambil alihan tanah milik pihak-pihak mapan di desa dengan paksa dan menolak janji bagi hasil yang
lama.

Tahun 1964: Perlawanan Aksi Sepihak

Selama tahun 1964 perlawanan terhadap aksi sepihak semakin lama semakin kuat. Hubungan antara PKI
dan AD (Angkatan Darat) semakin memanas. Sindiran dan kritik dilontarkan kepada petinggi AD.

Tahun 1965: Menyerang Pejabat Anti PKI

Pada bulan awal-awal tahun 1945, PKI menyerang para pejabat yang anti dengan PKI dengan menuduh
“Kapitalis Birokrat Korup!". Unsur pembentukan angkatan ke 5 selain Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, Polisi yang dikemukakan oleh PKI diakui memang semakin memperkeruh suasana
terutama dalam hubungan antara PKI dan AD. Tentara telah membayangkan bagaimana 21 Juta tani dan
buruh bersenjata bebas dari pengawasan mereka. Gagasan ini berarti pengukuhan aksi politik yang
matang. Bermuara pada dominasi PKI yang hendak mendirikan pemerintahan komunis yang pro dengan
RRC ( Republik Rakyat Cina) di Indonesia. Usulan ini pada akhirnya memang gagal direalisasikan.

Isu Dewan Jenderal AD

PKI kemudian meniupkan isu tentang adanya Dewan Jenderal di kubu Angkatan Darat yang sedang
mempersiapkan sebuah kudeta. PKI memberikan dokumen Diel Tris yang ditandatangani Duta Inggris di
Indonesia. Isi dari dokumen itu ditafsirkan sebgai isyarat adanya operasi pihak Inggris. Meskipun
kebenaran dari dokumen itu diragukan. Jenderal Ahmad Yani lalu menyanggah keberadaan Dewan
Jenderal ini ketika Presiden Soekarno bertanya kepadanya.
Namun, pertentangna antara PKI dan AD masuk pada puncaknya. Pelda Soejono yang berusaha untuk
menghentikan penyerobotan tanah perkebunan tewas dibunuh oleh sekelompok orang dari BPI dalam
peristiwa Bandar Betsy di Sumatera Utara. Jenderal Ahmad Yani menuntut agar mereka yang terlibat
dalam peristiwa Bandar Betsy diadili. Sementara itu di Mangpingan PKI berusaha mengambila alih secara
paksa tanah wakaf Pondok Modern Gontor seluas 160 Hektar. Sebuah tindakan yang membuat semakin
marah dari kalangan Islam. Apalagi ketika 4 bulan sebelumnya telah terjadi peristiwa Kani Goro Kediri,
dimana BTI telah membuat kacau peserta mental training pelajar Islam Indonesia dan memasuki tempat
ibadah ketika subuh tanpa melepas alas kaki yang penuh dengan lumpur kemudian melecehkan Al
Qur’an.

Peristiwa G30S PKI

Suasana pertentangna antara PKI dan AD beserta golongan lain non PKI semakin memanas. Menjelang
tanggal 30 September 1965. Apalagi pada bulan Juli sebelumnya, Soekarno tiba-tiba jatuh sakit. Tim
dokter Cina yang di datangkan DN Aidit untuk memeriksa Soekarno menyimpulkan bahwa Presiden RI
tersebut kemungkinan akan meninggal atau lumpuh. Maka dalam rapat polik biro PKI pada tanggal 28
September 1965. Pimpinan PKI pun memutuskan untuk bergerak. Dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung
perwira yang dekat dengan PKI. Pasukan pemberontak melaksanakan Gerakan 30 September atau
Peristiwa G30S PKI dengan menculik dan juga membunh para Jenderal dan perwira di pagi buta pada
tanggal 1 Oktober 1965. Jenazah para korban kemudian dimasukan ke dalam sumur tua yang berada di
daerah lubang buaya Jakarta.

7 Jenderal Korban PKI

Jenderal Ahmad Yani (Menteri Panglima Angkatan Darat); 2. Mayor Jenderal S. Parman; 3. Mayor
Jenderal Soeparto; 4. Mayor Jenderal M.T Haryono; 5. Brigadir Jenderal DI Panjaitan; 6. Brigadir Jenderal
Sutoyo Siswomiharjo; 7. Letnan Satu Piere Tendean

Sedangkan Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari upaya penculikan. Akan tetapi putrinya
yaitu Ade Irma Suryani menjadi korban. Di Jogjakarta ketika peristiwa G30S PKI juga melakukan
penculikan dan pembunuhan terhadap perwira AD yang anti dengan PKI yaitu Kolonel Katamso dan
Letnan Kolonel Sugiono.
Pada berita RRI pagi harinya Letkol Untung lalu menyatakan pembentukan Dewan Revolusi. Dalam
situasi tidak menentu itu, panglima komando strategis AD yaitu Mayjen Soeharto segera berkeputusan
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Setelah mengumpulkan pasukan yang masih setia pada
Pancasila, operasi penumpasan Gerakan 30 September pun segera dilakukan. Ketika diketahui bahwa
Gerakan 30 September ini ada hubungannya dengan PKI. Maka pengejaran terhadap pimpinan dan
pendukung PKI juga terjadi. Gerakan 30S PKI pun berhasil ditumpas menandai berakhirnya dari gerakan
Partai Komunis Indonesia (PKI).

Semoga dengan mengetahu sejarah berdarah G30S PKI ini kita semakin waspada karena ideologi
komunis masih ada di negeri ini. Jangan sampai anak dan cucu kita terpengaruh dengan ideologi
komunis. Jangan lupa SHARE artikel ini supaya orang lain tahu tentang sejarah biadab nya Komunis di
Indoneseia.

Anda mungkin juga menyukai