OLEH:
KELAS: TANAH C
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
Minggu Ke-3
1. factor lingkungan
a.) Cahaya
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi
utama bagi ekosistem. Struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat
ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi
radiasi yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembaas, menghancurkan sistem
jaringan tertentu.
Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat kaitannya
dengan sistem ekologi, yaitu:
c. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar
setiap hari.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses fisiologi dan
morfologi dari tumbuhan. Memang pada dasarnya pengaruh dari penyinaran sering
berkaitan erat dengan faktor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai air, tetapi
pengaruh yang khusus sering merupakan pengendali yang sangat penting dalam
lingkungannya. Kurangnya cahaya bagi tanaman pada masa pertumbuhan vegetatif
akan menyebabkan tanaman mengalami etiolasi, batang akan tumbuh tinggu tetapi
pucat dan lemah.
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu vegetasi
akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan menentukan
jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Stratifikasi vertikal dari suatu ekosistem, dengan
demikian, merupakan hasil dari total energi cahaya yang tersedia dan kondisi
komunitas itu sendiri.
Dalam ekosistem perairan intensitas cahaya berkurang secara cepat ke arah yang
semakin dalam. Air memantulkan dan menyerap cahaya dengan efisiens sekali. Pada
air yang bening dan tidak bergerak 50% cahaya mampu mencapai kedalaman lebih
dari 15 meter. Bila air bergerak atau keruh cahaya akan menembus kedalaman yang
lebih dangkal lagi, situasi ini mampu untuk menahan laju fotosintesis.
Intensitas cahaya yang berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas. Cahaya
yang kuat sekali dapat merusak ensima akibat foto – oksidasi, ini mengganggu
metabolisme organisme – organisme terutama kemampuan dalam sintesis protein.
Lama penyinaran relatif antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi
fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup terhadap lamanya
siang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam tetumbuhan jawaban / respon ini
meliputi perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa
lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di
daerah temperata / bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas,
tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam
pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan terjadi
di daerah dengan garis lintang tinggi.
c. Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda panjang
hari tertentu untuk proses perbungaannya, misal tomat dan dandelion.
d.) Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap organisme hidup. Berperan langsung hampir pada
setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses – proses kimia dalam
tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor –
faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan
menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari
organisme hidup.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu sebagai
faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas
ketika cahaya diabsopsi oleh suatu substansi. Tambahan lagi suhu sering berperan
bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi – fungsi dari organisme.
Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk
menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum,
minimum atau keadaan harga rata – ratanya yang penting.
Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas kisaran suhu antar 00 C sampai
300 C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum,
maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas metabolismenya. Suhu-
suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu
tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya
pertukaran suhu yang terusmenerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya.
Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman di tropika,
semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 150 – 180 C
Suhu maksimum yang harus ditoleransi oleh tumbuhan sering merupakan masalah
yang lebih kritis jika dibandingkan dengan suhu minimumnya. Tumbuhan biasanya
didinginkan oleh kehilangan air dari tubuhnya, dengan demikian kerusakan akibat
panas terjadi apabila tidak tersedia sejumlah air dalam tubuhnya untuk proses
pendinginan tadi. Pada beberapa kasus umumnya kerusakan diinduksi oleh suhu
yang tinggi berasosiasi dengan kerusakan akibat kekurangan air, pelayuan. Dalam
kejadian seperti ini ensima menjadi tidak aktif dan metabolisme menjadi rendah.
e.) Air
Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organisme hidup memerlukan
kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita ini adalah
terbatas dan dapat berubah – ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan bumi sulit
untuk terjadi akibat adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi dan evaporasi
yang berlangsung secara terus menerus. Bagi tumbuhan air adalah penting karena
dapat langsung mempengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian dari faktor
iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan
organ tumbuhan.
Kekurangan air akan menyebabkan tanaman layu pada fase vegetatifnya dan
kelebihan air malah akan mengundang bakteri ataupun mikrobia lainnya sehingga
menyebabkan busuknya perakaran dan pangkal batang tanaman, sehingga dapat
menyebabkan kegagalan tumbuh tanaman.
f.)Iklim
a. lahan
FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat
dibedakan atas a) pendekatan dua tahap yaitu tahapan pertama berdasarkan evaluasi
lahan secara fisik atau bersifat kualitatif kemudian diikuti dengan tahapan kedua
berdasarkan analisis ekonomi dan sosial, b) pendekatan paralel dimana evaluasi
lahan baik secara fisik maupun ekonomi dilaksanakan secara bersamaan.
b. Tanah
Menurut Arsyad (1985), tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan dan (2) sebagai matriks tempat akar tumbuhan
berjangkar, air tanah tersimpan dan tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan.
Kedua fungsi tersebut akan habis atau hilang disebabkan kerusakan tanah.
Hilangnya fungsi pertama dapat diperbaharui dengan mengadakan pemupukan, tetapi
hilangnya fungsi kedua tidak mudah diperbaharui.
c. Topografi
Ketinggian di atas permukaan laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi
bentang lahan mudah diukur dan dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan.
Faktor-faktor topografi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas
tanah. Faktor ini berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau
mudah tidaknya diusahakan demikian pula didalam program mekanisme pertanian
(Sitorus, 1989).
d. Vegetasi
Salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari
aktifitas manusia adalah vegetasi baik pada masa lalu atau masa kini. Vegetasi dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan
bagi suatu penggunaan tertentu melalui adanya tanaman-tanaman sebagai indikator
(Sitorus, 1989).
e. Sosial Ekonomi
Menurut Sitorus (1989), ada 3 masalah utama dalam menggunakan data sosial
ekonomi utnuk evaluasi lahan yaitu : (1) pengevaluasian mungkin tidak mengetahui
secara tepat nomenklatur dan konsep ekonomi, (2) data ekonomi yang tersedia pada
umumnya didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya,
(3) faktor-faktor ekonomi yang selalu berubah-ubah. Dengan alasan-alasan di atas
sebagian besar sistem evaluasi lahan mencoba menghindari pertimbangan faktor
sosial dalam pengevaluasian lahan.
-Pada umumnya, produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi
tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal
pertumbuhan. Tapi, pada akhirnya penampilan masing-masing tanaman secara
individu menurun karena persaingan (kompetisi) untuk cahaya dan faktor-faktor
lainnya. Sehingga, kerapatan optimum harus mempertimbangkan segi ekonomi agar
diperoleh keuntungan optimum.
Organisme pengganggu tanaman atau dapat disingkat OPT merupakan hewan atau
tumbuhan baik berukuran mikro ataupun makro yang dapat menghambat,
mengganggu bahkan mematikan tanaman yang sedang dibudidayakan.
Organisme pengganggu tanaman yang akrab dengan dunia pertanian merupakan
semua jenis organisme yang menyebabkan menurunnya hasil panen secara langsung
akibat dari kerusakan fisik yang terjadi, adanya gangguan fisiologi dan biokimia,
atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya.
Terkait dengan hal tersebut diperlukan penanggulangan yang tepat terhadap serangan
organisme tersebut karena perkembangan serangan organisme pengganggu tanaman
yang tidak dapat dikendalikan akan berdampak kepada timbulnya masalah-masalah
lain yang bersifat ekonomi, ekologi dan sosial.
Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu hama, vektor
penyakit, dan gulma. Penjelasannya adalah sebagai berikut;
Hama
Hama dapat berasalh dari beberapa golongan hewan antara lain dianttara lain dari
golongan serangga, moluska, rodent, mamalia, dan nematode. Serangan hama dapat
memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massif. Serangan hama pada
dasarnya tidak memberikan efek menular kecuali jika hama tersebut juga berperan
sebagai vektor suatu penyakit.
Penyakit Tanaman
Penyakit tanaman dapat diartikan juga sebagai organisme yang memberikan gejala
sakit, menurunkan imunitas, atau mengganggu metabolisme tanaman sehingga
terjadi gejala abnormal pada sistem metabolisme tanaman tersebut.
Beberapa penyakit masih dapat ditanggulangi dan tidak memberikan efek serius
apabila imunitas tanaman dapat ditingkatkan atau varietas tersebut toleran terhadap
penyakit yang menyerangnya. Namun terdapat pula penyakit yang memberikan efek
serius pada tanaman dan bahkan menyebabkan kematian.
Beberapa vektor penyakit tanaman adalah patogen yang meliputi jamur, bakteri,
virus, dan mikoplasma. Umumnya gejala penyakit memiliki efek menular yang
sangat cepat dan sulit dibendung.
Gulma
Gulma bisa disebut juga sebagai kompetitor yang penyerap nutrisi daerah perakaran
tanaman. Apabila pertumbuhan gulma lebih cepat dibandingkan tanaman, maka
sudah dapat dipastikan tanaman yang dibudidayakan akan mengalami pertumbuhan
yang tidak optimal.
Beberapa jenis gulma bahkan ada yang memberikan efek racun pada perakaran
tanaman, seperti kandungan metabolit sekunder yang berupa cairan pada akar alang-
alang.
Munculnya organisme pengganggu tanaman dapat dipicu oleh beberapa hal yang
berkaitan langsung dengan proses budidaya tanaman maupun faktor lingkungan yang
mendukung. Berikut beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya
organisme pengganggu tanaman, antara lain;
Arah pemuliaan tanaman sering tidak memasukkan unsur daya tahan varietas
terhadap serangan hama, yang diutamakan adalah sifat-sifat yang berhubungan
langsung dengan potensi hasil yang maksimal, seperti umur pendek, daun-daun
tegak, tahan rebah dan responsif terhadap pupuk.
Masalah hama yang timbul dianggap dapat ditanggulangi dengan aplikasi pestisida.
Keterbatasan varietas unggul merupakan salah satu kelemahan yang selalu
menyebabkan timbulnya masalah serangan hama.
Akibat adanya tujuan ingin mencapai hasil yang maksimun\m, terdapat beberapa
petani yang berusaha menanam suatu varietas tanaman secara terus menerus
sepanjang tahun tanpa diikuti dengan penerapan pola tanam. Dengan demikian dalam
hamparan lahan yang luas hanya terdapat satu varietas tanaman dengan semua
tingkatan umur dari semaian sampai tanaman siap panen.
Hal ini berkaitan dengan ketersediaan nektar, mangsa bagi predator dan inang bagi
parasitoid serta habitat mikro pada pertanaman polikultur.
Keanekaragaman Genetik
Dalam ekosistem alami, terjadi interaksi antara tanaman inang dengan OPT. Varietas
tanaman yang dibudidayakan dari hasil pemuliaan memiliki ketahanan genetic yang
sempit atau ditentukan oleh gen tunggal, sehingga daya tahan varietas tersebut
terhadap hama tertentu menjadi rentan.
Adapun untuk beragam contoh yang ada di dalam OPT ini, antara lain sebagai
berikut;
-Cyperacceae
Cyperacceae adalah tumbuhan yang berperan sebagai gulma dari kelompok teki-
tekian dengan ciri utamanya yaitu memiliki bantang yang berbentuk segitiga dan
sebagian besar sistem perakarannya terdiri dari akar rimpang atau rhizome dan umbi
atau tuber.
Gulma jenis ini memiliki jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien
dalam menguasai areal pertanian secara cepat. Contoh dari kelompok cyperacceae
adalah teki ladang (Cyperus rotundus) dan udelan (Cyperus kyllingia). Namun
demikian, kelompok Cyperacceae selain merugikan tanaman budidaya juga memiliki
banyak manfaat.
Wereng batang cokelat merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi
karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kerusakan secara langsung terjadi karena hama ini mempunyai
kemampuan mengisap cairan tanaman yang menyebabkan daun menguning, kering
dan akhirnya mati yang dikenal dengan gejala hopperburn.
Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena wereng batang coklat adalah vektor
penyakit yang menyebabkan kerdil rumput dan kerdil hampa. Wereng batang cokelat
merupakan hama penting tanaman padi di Indonesia yang sejak tahun 1985 telah
mengancam target swasembada beras.
-Hemileia vastratrix
Di bagian bawah daun terbentuk tepung berwarna oranye, daun yang parah akan
rontok, sehingga lambat laun tanaman menjadi gundul. Akibat timbulnya gejala
tersebut pertumbuhan tanaman dapat terganggu dan akan kehabisan cadangan
amilum dalam akar dan rantingnya, yang akan berakibat kematian pada tanaman.
Pada kopi Arabica, penyakit ini menjadi masalah utama.
Penyakit Tumbuhan
1. Dari segi biologi. Penyakit tumbuhan adalah proses fisiologi yang tidak normal
pada tubuh tumbuhan yang disebabkan oleh gangguan yang terus menerus oleh
faktor penyebab primer yang dinyatakan melalui aktifitas sel yang tidak normal yang
ditunjukkan dengan gejala. Mis: disintegrasi jaringan, gangguan pertumbuhan,
gangguan reproduksi, kekurangan air, gangguan respirasi dll *Penyakit tumbuhan
bukanlah keadaan, tetapi proses
2. Dari segi ekonomi Penyakit tumbuhan adalah ketidak mampuan tumbuhan yang
diusahakan (tanaman) untuk memberikan hasil yang cukup kuantitas dan kualitasnya.
Mis; Bunga tulip yang terserang virus menghasilkan warna mahkota yang belang-
belang tetapi harganya lebih mahal dari yang tidak terserang. Dari segi biologi bunga
ini menderita penyakit karena proses fisiologinya terganggu, akan tetapi dari segi
ekonomi tanaman ini tidak sakit karena memberikan keuntungan yang lebih besar.
1. Penyakit late blight (hawar daun) pada kentang yang disebabkan oleh jamur
Phytophtora infestans telah melanda di Irlandia pada tahun 1845, mengakibatkan
bencana mati kelaparan bagi satu juta orang dan kurang lebih satu setengah juta
penduduk emigran ke Amerika dari seluruh penduduk yang hanya 8 juta orang.
2. Penyakit bercak coklat di Benggala India pada tahun 1942 karena jamur
Helminthosporium oryzae yang menyebabkan kerugian 50 – 90 % dan berakibat
terjadinya kelaparan.
3. Di Uganda ketela pohon yang menderita penyakit mosaik yang disebabkan oleh
virus dapat menurunkan hasil dari 14 ton/ha menjadi 2 ton/ha
4. Penyakit habang virus (Indonesia) atau penyakit merah (Malaysia) atau penyakit
tungro (Filipina) atau penyakit yellow orange leaf (Thailand) pernah dapat merusak
padi seluas 10.000 sampai 660.000 hektardi negara-negara Asia Tenggara tersebut
5. Di Srilanka pada tahun 1896 pertanaman kopi rusak karena penyakit karat yang
disebabkan oleh Hemileia vastatrix menyebabkan beberapa perkebunan ditutup
karena mengalami kerugian yang sangat besar.
Istilah dalam penyakit tumbuhan
Saprofit (saproba) : organisme yang hidup dan mendapat makanannya dari bahan
organik yang mati.
• Penetrasi : Proses masuknya patogen atau bagian dari patogen ke dalam sel,
jaringan atau tubuh tanaman inang. (langsung, lubang-lubang alami, lukadan
seranggavektor)
• Infeksi: proses dimulainya patogen memanfaatkan nutrien (sari makanan)
dari inang.
• Invasi : merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah
terjadi infeksi.
• Penyebaran : proses berpindahnya patogen atau inokulum dari sumbernya ke
tempat lain.
Siklus atau daur penyakit adalah rangkaian kejadian selama perkembangan penyakit
Di samping itu ada yang disebut siklus hidup patogen yaitu perkembangan patogen
dari suatu stadium kembali ke stadium yang sama. Siklus hidup patogen ini biasanya
dapat dibedakan menjadi :
1. Penyakit Biotis
- Menular
2. Penyakit Abiotis
- Tidak menular
A. PENYAKIT BIOTIK
Penyakit biotik merupakan penyakit tanaman hutan yang disebabkan oleh suatu
organisme infeksius bukan binatang, sehingga dapat ditularkan dari satu pohon ke
pohon lainnya. Organisme yang dapat menyebabkan suatu penyakit tanaman hutan
disebut patogen. Patogen tanaman hutan meliputi organisme-organisme sebagai
berikut :
1) Jamur.
2) Bakteri.
3) Virus
5) Nematoda.
B. PENYAKIT ABIOTIK
Penyakit abiotik dapat disebabkan karena satu atau lebih faktor abiotik yang tidak
mendukung pertumbuhan tanaman secara normal. Oleh karena itu, pengelolaan
faktor-faktor abiotik perlu dilakukan untuk menuju ke kondisi lingkungan optimum,
misalnya melalui pemupukan, irigasi, penyemprotan bahan kimia tertentu,
penanaman pohon pelindung angin, dan lain-lain. Diagnosis penyakit abiotik
biasanya mudah dilakukan dengan cara mendeteksi kisaran faktor abiotik yang
tersedia dan faktor abiotik yang dibutuhkan tanaman. Kelebihan maupun kekurangan
faktor abiotik dalam kisaran yang dibutuhkan akan menyebabkan tanaman menjadi
sakit. Diagnosis dapat dilakukan dengan memeriksa dan menganalisis faktor-faktor
abiotik pada waktu yang berbeda, misanya memeriksa kondisi cuaca sebelum dan
selama munculnya penyakit, memeriksa perubahan yang terjadi pada kondisi
atmosfer dan pencemaran tanah di lokasi atau di sekitarnya tempat tanaman sakit,
atau memeriksa kemungkinan adanya kesalahan praktek silvikultur. Penyakit abiotik
juga sering sulit didiagnosis karena menunjukan perubahan yang mirip dengan
penyakit yang disebabkan karena serangan organisme atau mikroorganisme. Penyakit
abiotik ini dapat dikendalikan dengan cara memastikan bahwa tanaman tidak berada
pada kondisi lingkungan fisik dan kimia di luar kisaran yang dibutuhkan tanaman.
2) Lingkungan abiotik
1.Suhu
2. Kelembaban dan
6. Senyawa kimia.
TUGAS
Jawab:
1946-1947: Terjadi kekeringan panjang yang menurunkan produksi beras sehingga
Indonesia harus melakukan impor beras.
1962. Konsep Panca Usaha Tani lahir pada tahun 1962. Program ini dinilai cukup
sukses, terbukti hasil padi dapat ditingkatkan dua kali lipat. Kesuksesan program
Panca Usaha Tani disebarluaskan dalam program Demonstrasi Massal pada MT
1964/1967. Program-program intensifikasi seperti Demonstrasi Massal (Demas),
Bimbingan Massal (Bimas), Intensifikasi Massal (Inmas), Intensifikasi Khusus
(Insus) melibatkan jutaan petani dan jutaan hektar sawah.
1977. Sejak tahun 1977, kelompok pakar perlindungan tanaman mengusulkan agar
Pemerintah menerapkan PHT untuk mengendalikan hama-hama tanaman pangan.
1978-1979. Terjadi letusan hama wereng coklat padi pada ratusan ribu hektar sawah.
1978. Keluarnya satu buku penting tentang pestisida yang berjudul “The Pesticide
Conspiracy” yang ditulis oleh Dr. Robert van den Bosch.
1980-1983. Proyek Perintis PHT Nasional dilaksanakan di Jawa, Sumatera dan
Sulawesi Selatan. Antara tahun 1980 dan 1983, Program Nasional PHT menerima
bantuan teknis dari kelompok khusus IRRI dan proyek penelitian dari Jepang. ICP
mulai memperkuat Program Nasional PHT Indonesia pada tahun 1980 dengan
mengingkatkan paket pelatihan dan teknologi dengan pengalaman yang diperoleh
dari proyeksi Program Nasional Filipina. Direktorat Perlidungan Tanaman mengatur
pelaksanaan demonstrasi PHT dengan pendekatan yang sama dengan pendekatan
pada program Bimas (LAKU).
-Dilakukan upaya untuk mengatasi masalah hama dan gulma yang dilematis. Betapa
tidak, pestisida yang dianggap menyelesaikan masalah pertanian khususnya dalam
pembasmian hama, ternyata menimbulkan dampak. Senyawa-senyawa kimia yang
tertinggal, senyawa sisa yang dimanfaatkan tanaman, namun tertinggal dalam tanah.
Senyawa yang tertinggal inilah yang mengganggu dan merusak aktifitas tanah. Tanah
akan mengalami defisiensi unsur hara alami karena adanya reaksi antar senyawa sisa
pestisida dengan hara alami. Selain mempengaruhi keadaan tanah, ternyata pestisida
sendiri secara tidak langsung memberikan peluang terputusnya sistem ekologis areal
persawahan dan perkebunan tanaman, yang akhirnya membuat sistem ekologis baru,
dimana hewan predator menghilang, hama menjadi kebal setelah beberapa generasi
beradaptasi dengan pestisida, dan kekalahan terbesar bagi petani adalah ketika tanah
menjadi ketergantungan terhadap pestisida.
1984. ICP dan Direktorat Perlindungan Tanaman melakukan survei pada lahan-lahan
demonstrasi PHT dan melihat bahwa populasi hama di beberapa wilayah meningkat
pesat.
1985-1986. Kembali terjadi letusan lokal wereng coklat padi di pulau Jawa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian insektisida padi yang direkomendasi
mendorong terjadinya resurjensi wereng coklat. Kembali terjadi ledakan populasi
wereng coklat dan merusak lahan padi seluas kira-kira 275.000 hektar. Ledakan
serupa ini terjadi pula di Malaysia dan Thailand antara tahun 1977 dan 1990. Hama
wereng coklat merupakan hama padi “baru”. Sebelum tahun 1970 hama ini belum
pernah tercatat sebagai hama padi penting Indonesia. Akibat letusan wereng coklat
tersebut pencapaian sasaran produksi beras nasional terhambat. Namun, ironisnya,
sampai tahun 1979, banyak pakar belum menyadari bahwa kemunculan dan letusan
wereng coklat di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari penggunaan pestisida kimia.
- Serangan hama wereng besar terjadi tahun 1986, lalu terjadi lagi tahun 1998 dan
tahun 2010.
-Bank Dunia menyetujui pinjaman untuk proyek Penyuluhan Nasional (USD 4,2 juta
untuk Proyek Penyuluhan Nasional tahap II) untuk pelatihan PHT. Integrated Crop
Protection (ICP) FAO membantu Direktorat Perlindungan Tanaman Departemen
Pertanian untuk memperoleh data lapangan PHT dan memperluas kisaran latihan
kepada para spesialis. Varietas tahan wereng (VUTW, misalnya IR36 dan IR64)
dipromosikan dengan lebih gencar, dan jaringan Pengamatan, Peramalan dan
Peringatan Dini diperluas agar dapat dengan segera mengatasi permasalahan hama
(wereng) di lapangan.
1990. Sejak awal tahun 90-an, pemerintah melalui undang-undang meminta kepada
para petani untuk tidak lagi mengunakan pestisida kimia. Karena dirasa
kontaminasinya berpengaruh besar bagi ekosistem alam. Hingga saat ini petani
diharapkan untuk tidak menggunakan pestisida atau bahan kimiawi baik untuk
memberantas hama, atau meningkatkan produktivitas tanaman. Sebagai alternatif
pemerintah telah mengeluarkan pestisida organik, dan cara-cara pemberantasan
dengan lebih memperhatikan ekosistem lingkungan.
2.apa akibat dari adanya perlakuan dominannya penggunaan bahan kimia pada
budidaya tanaman
Jawab:
Ada hal yang perlu diingat bahwa bahan kimia hampir tidak akan terurai dalam tanah
ataupun air. Bahan kimia yang terserap tanaman dan sisa tanaman yang diuraikan
oleh mikroba tanah pun masih akan meninggalkan sisa zat kimia dalam tanah. Lama-
kelamaan zat kimia tersebut akan mengurangi kesuburan tanah karena membunuh
mikroorganisme bermanfaat serta menghalangi penguraian unsur hara dalam tanah.
Resistensi adalah sifat kebal terhadap bahan tertentu yang diperoleh OPT dari
kemampuan adaptasi dan evolusi untuk mempertahankan hidup dari paparan zat
kimia. Resistensi hanya terjadi pada penggunaan pestisida kimia saja dan tidak
terjadi pada penggunaan pestisida organik. Itulah sebabnya mengapa kini petani
semakin sulit untuk mengatasi OPT. Padahal, mereka sudah menggunakan pestisida
kimia yang sama dengan yang dianjurkan petani lain.
Pestisida jenis insektisida dan fungisida sistemik biasanya mengandung bahan kimia
sistemik yang mudah terserap tanaman dan disalurkan ke seluruh bagian tanaman
untuk melindungi setiap bagian tanaman dari gigitan serangga perusak. Sayangnya,
sisa pestisida kimia ini masih akan tertinggal dalam jangka waktu yang lama di
dalam tanaman hingga masa panen tiba.
Minggu Ke-4
Topic 1 : tanda tanda tanaman sakit, tanaman yang sakit karena serangan pathogen
ada yang memperlihatkan tanda yang bisa dilihat langsung.
Semua struktur patogen yang terdapat pada permukaan tanaman yang dapat dilihat
secara makroskopis (khusus pada penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri)
Tanda penyakit meliputi: Miselia, kumpulan konidia dan konidiofor, sklerotia,
basidiokarp dan lendir bakteri
a.Misilea
Gumpalan/bulatan massa hifa yang menebal dan menempel pada batang atau pada
permukaan tanah atau terapung di permukaan air di sekitar tumbuhan yang terinfeksi
(sklerotia pada batang padi yang terserang jamur Rhizoctonia solani)
3.Basidiokarp
Penyakit karat pada daun jagung yang disebabkan oleh jamur Puccinia polysora,
Penyakit embun tepung pada daun jagung (bulai) yang disebabkan oleh jamur
Peronosclerospora maydis, Konidia dan konidiofor Puccinia polysora Konidia dan
konidiofor Peronosclerospora maydis
1. GEJALA
Gejala lokal -> Gejala yang dicirikan oleh perubahan struktur yang jelas dan terbatas.
Biasanya dalam bentuk bercak atau kanker.gejalanya terbatas pada bagian-bagian
tertentu dari tanaman (pada daun, buah, akar)
Gejala sistemik -> Kondisi serangan penyakit yang lebih luas, bisanya tidak jelas
batas batasnya. Contohnya adalah serangan oleh virus mosaic, belang maupun
layu.gejalanya terdapat di seluruh tubuh tanaman (layu, kerdil)
A. Gejala Morfologi : gejala luar yang dapat dilihat & dapat diketahui melalui bau
diketahui melalui bau, rasa dan raba; dapat ditunjukkan oleh dapat ditunjukkan oleh
seluruh tumbuhan atau tiap organ dari dari tumbuhan.
B. Gejala Histologi : gejala yang hanya gejala yang hanya dapat diketahui lewat
pemeriksaan pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang sakit jaringan yang sakit.
A. Gejala Nekrotik
Gejala nekrotik terjadi karena adanya kerusakan pada sel atau bagian sel bahkan
kematian sel. gejala Nekrotik dibagi kedalam beberapa gejala seperti:
2.Hidrosis Disebabkan karena air sel keluar dari ruang sel masuk kedalam
ruang sela-sela sel, bagian ini akan tampak kebasah-basahan.
4. Layu, ini adalah gejala sekunder yang disebabkan karena adanya gangguan
dalam berkas pengangkutan atau adanya kerusakan pada susunan akar yang
menyebabkan tidak seimbangknya penguapan dengan pengangkutan air.
5. Gosong Gejala gosong atau scorch yang sering disebut terbakar adalah
mati dan mengeringnya bagian tanaman tertentu hampir sama dengan gejala
nekrosis. Gejala gosong biasanya terjadi karena penyebab abiotik.
6. Mati ujung Mati ujung biasanya terjadi pada ranting atau cabang yang
dimulai dari ujungnya baru meluas kepangkal.
10. Perdarahan atau eksudasi Gejala ini biasanya ditunjukkan dengan adanya
cairan-cairan yang keluar bagian tanaman..
B. Gejala Hipolastik
Gejala Hipoblastik adalah gejala yang disebabkan karena terhambat atau terhentinya
pertumbuhan sel , gejala ini terbagi menjadi berikut:
4. Pemusaran (resetting)
C. Gejala Hiperplastik
Gejala hiperplastik ini disebabkan karena adanya pertumbuhan sel yang lebih dari
biasanya (overdevelopment). Gejala hiperplastik terbagi sebagai berikut:
1. Menggulung atau mengeriting Gejala gulung daun (leaf roll) atau gejala
mengeriting (curling) disebabkan karena pertumbuhan yang tidak seimbang dari
bagian-bagian daun.
2. Rontok Peristiwa ini dianggap sebagai gejala penyakit jika terjadi sebelum
waktunya (premature) dan dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya.
Rontoknya. bagian tanaman disebabkan terjadinya lapisan pemisah yang terdiri atas
sel-sel yang membulat seperti tepung dan lepas-lepas.
Hawar -> perubahan warna dan mengering serta meluas dengan cepat pada
daun, tunas, dahan, ranting, bunga dan lai-lain
Kanker -> luka setempat, mengering dan cekung yang dikelilingi kalus pada
kulit batang, cabang, dahan dan akar (umumnya pada tanaman berkayu)
Mati ujung/pucuk (Dieback) -> kematian secara intensif pada ranting dan
cabang yang dimulai dari ujung-ujungnya menuju ke pangkal-pangkalnya.
Akar gada -> pembesaran pada bagian-bagian tertentu dari akar akibat
terjadinya bintil-bintil yang saling menyatu (penyakit akar gada pada akar kubis oleh
jamur Plasmodiophora brassicae )
Kutil (Warts) -> kutil-kutil yang menonjol (jendul) pada akar-akar umbi
Katai (dwarf) -> ukuran seluruh tanaman mengecil tanpa perubahan proporsi
dari bagian-bagian tumbuhan
Vein banding -> bila pada daun hanya bagian-bagian sekitar tulang daun yang
berwarna hijau
Vein clearing -> bila hanya bagian-bagian daun di sekitar tulang daun yang
menguning
Nama umum penyakit banyak diberi nama sesuai dengan gejalanya -> penyakit
karat, penyakit layu, penyakit kudis, penyakit kanker dan lain-lain
Plasmodiophora brassicae adalah patogen yang berasal dari kingdom fungi yang
biasanya menyerang tanamn kubis-kubisan. Nama lapang dari penyakit yang
ditimbulkan patogen ini adalah penyakit akar gada, atau akar bengkak, atau disebut
pula dengan akar pekuk. Serangan patogen jenis ini bisa dapat mengakibatkan
kerugian usaha tani kubis berkisar dari 50-100% (gagal total). Namun di Indonesia
rata-rata patogen ini dapat menyebabkan kerusakan pada kubis-kubisan sekitar 88,60
%.
Disebut penyakit akar gada, karena akar tanamn yang terserang membengkak seperti
gada. Pembengkakan pada jaringan akar dapat mengganggu fungsi akar seperti
translokasi zat hara dan air dari dalam tanah ke daun. Akibatnya, tanaman menjadi
layu, kerdil, kering dan akhirnya mati. Jika suatu tanah telah terinfestasi oleh
Plasmodiophora brassicae maka patogen tersebut akan selalu menjadi faktor
pembatas dalam budi daya tanaman kubis (atau sefamili dengannya) didaerah
tersebut. Hal ini karena patogen ini mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap
perubahan lingkungan dalam tanah dan tergolong patogen tular tanah yang unggul.
2. Pyricularia oryzae
Penyakit blast atau busuk leher merupakan salah satu penyakit yang paling banyak
menyerang padi dan serealia lainnya. Kerugian akibat penyakit blast sulit
diperkirakan, namun kerugiannya selalu signifikan. Gejala Serangan: Oryzae
Pyricularia menyebabkan bintik-bintik atau luka pada daun, tangkai, malai, dan biji,
tetapi jarang pada pelepah daun. Gejala tersebut seperti nekrotik. Bercak pada daun
berbentuk gelendong dengan bagian tepi berwarna coklat atau coklat kemerahan,
bagian tengah bulat, dan berakhir runcing. Luka berkembang dengan panjang 1,0 –
1,5 cm dan lebar 0,3 – 0,5 cm. Karakteristik tersebut sangat berkaitan dengan usia
luka, kerentanan tanaman, dan faktor lingkungan. Ketika tangkai terinfeksi, maka
akan menjadi hitam dan busuk. Infeksi terjadi dari dasar malai dan menyebabkan
busuk leher serta menyebabkan malai gugur atau jatuh. Pada infeksi berat, rachillae
sekunder dan biji-bijian juga terpengaruh.
Serangan dari jamur Plasmopara viticola terdapat pada daun yang masih muda.
Serangan pada daun berupa bercak-bercak berwarna kuning kehijauan dipermukaan
daun bagian atas dan di bagian permukaan bawahnya muncul semacam tepung
berwarna putih terdiri dari Sporangium dan Sporangiofor. Pada tunas dan sulur yang
terserang akan memperlihatkan tepung putih di bawahnya, sehingga tidak dapat
tumbuh dengan sempurna, produksi turun sampai 70% dalam satu musim.
Gejala secara keseluruhan pada tanaman yang terinfeksi adalah adanya variasi yang
cukup besar dalam gejala, yang hampir selalu berkembang sebagai akibat dari infeksi
sistemik. Gejala bervariasi sesuai dengan ketahanan inangnya, serta kondisi lapangan
atau lingkungan tempat terjadinya infeksi sistemik ini, biasanya diamati sejak 6 hari
setelah tanam. Gejala sistemik umumnya muncul pada daun kedua, dan sesekali
munculnya (jadi tidak secara bersamaan), dilanjutkan pada semua daun berikutnya
dan malai juga menggambarkan gejala, kecuali dalam kasus-kasus resistensi
pemulihan di mana tanaman dapat mengatasi atau tahan terhadap infeksi tersebut
(Singh dan Raja, 1988). Penyakit ini juga dapat muncul pada daun pertama ketika
infeksi sudah parah perkembangannya.
Gejala daun dimulai dengan proses klorosis di dasar lamina daun dan menginfeksi
daun baru berturut-turut serta menunjukkan perkembangan cakupan yang lebih besar
dengan gejala daun. Gejala daun yang terinfeksi, ditandai dengan daerah bagian daun
yaitu basal sakit dan menyebar ke ujung. Dalam kondisi kelembaban tinggi, luas
daun terinfeksi akan mendukung terjadinya klorosis dan menyebarnya sebagian besar
spora, umumnya pada permukaan abaxial dari daun, memberi mereka penampilan
berbulu halus pada daun. Jika gejala terjadi mulai awal, tanaman akan sangat kerdil
dan klorosis dan selanjutnya akan mati, jika gejala yang tertunda, kekerdilan
mungkin belum terjadi hal tersebut dikarenakan beberapa tunas mungkin lolos
penyakit.
Tanaman sangat terinfeksi umumnya kerdil dan tidak menghasilkan malai. Istilah
‘Telinga hijau’ berasal dari penampilan malai yang berwarna hijau karena
transformasi bagian bunga ke dalam struktur berdaun. Ini kadang-kadang disebut
sebagai virescence (Arya dan Sharma, 1962). Dalam kasus-kasus tertentu, telinga
hijau adalah satu-satunya manifestasi dari jamur ini. Gejala yang jarang terlihat
sebagai lesi lokal atau bintik-bintik terisolasi pada bilah daun (Saccas, 1954; Girard,
1975). Tempat bervariasi dalam bentuk dan ukuran dan berada pada klorosis pertama
dan menghasilkan sporangia, dan kemudian menjadi nekrotik.
6. Jamur Penicillium sp
Patogen Penicillium spp. pada biji jagung ditemukan berupa gumpalan miselia
berwarna putih menyelimuti biji, diselingi warna kebiru-biruan. Patogen ini adalah
patogen tular benih yang mempunyai inang utama jagung. Tanaman lain belum
dilaporkan dapat menjadi inangnya, namun dapat menginfeksi tanaman jagung pada
fase prapanen dan pascapanen.
Intensitas penularan pada biji jagung dapat mencapai lebih dari 50% (Handoo dan
Aulakh 1999). Gejalanya ditandai oleh bercak pada kulit ari biji, bila menginfeksi
tongkol secara optimal menyebabkan pembusukan. Pengaruh terhadap kualitas benih
adalah penurunan daya tumbuh. Spesies P. oxalicum memproduksi oxalid acid dan
bersifat toksik terhadap biji.
Penicillium spp. dapat ditularkan melalui biji. Apabila ditanam, biji-biji yang
terinfeksi Penicillium spp. dari lokasi pertanaman dapat menularkan pada
pertanaman selanjutnya. Patogen akan berkembang baik pada suhu < 15 dan akan
tertekan perkembangannnya pada suhu > 25Oc. Penyebaran dalam suatu populasi
serangga. Semakin tinggi populasi serangga, semakin besar intensitas biji terinfeksi
Penicillium spp karena serangga dapat menjadi vektor penyebar perkembangan
patogen ini di pertanaman dan tempat penyimpanan.
Minggu Ke-5
1. Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens : Crown Gall, Benjolan pada akar, batang, atau dahan-
dahan. Agrobakterium rhizogenes : Akar “Berambut” (Hairy Roots) : Pertumbuhan
berlebihan secara abnormal dari akar-akar, baik yang menghasilkan benjolan (gall
tissue) maupun tidak. Agrobakterium rubi : Benjolan batang/dahan (Cane Gall) :
Benjolanbenjolan pada batang/dahan yang sedang berbuah dari tanaman
“Blackberry” dan “Raspberry”. Pseudomonas savastanoi : Benjolan Pohon “Olive”
(Olive Knot) : Benjolan-benjolan pada akar dari pohon “Olive” dan “Ash”, juga pada
rantingranting pohon “Olive”. Corynebakterium fasciens : Penyebab Fasciation.
Benjolanbenjolan pada dahan tanaman kapri, Crysanthemum, dan tanaman-tanaman
bunga lainnya.
2. Erwinia carotovora
Ciri umum bakteri: Erwinia carotovora memproduksi banyak enzim ekstra selluler
seperti pectik yang mendegradasi pectin, cellulose yang mendegradasi cellulase,
hemicellulases, arabanases, cyanoses dan protease.Sebagai bakteri mesofilik.
Erwinia carotovora menghabiskan hidupnya pada temperatur berkisar 27–30°C.
Suhu optimal untuk perkembangan bakteri 27°C. Pada kondisi suhu rendah dan
kelembaban rendah bakteri terhambat pertumbuhannya.
Sel bakteri berbentuk batang dengan ukuran (1,5 x 2,0) x (0,6 x 0,9)
mikron,umumnya membentuk rangkaian sel-sel seperti rantai, tidak mempunyai
kapsul, dan tidak berspora. Bakteri bergerak dengan menggunakan flagella yang
terdapat di keliling bakteri.
Erwinia carotovora adalah bakteri bergram negatif, berbentuk batang yang hidup
soliter atau berkelompok dalam pasangan atau rantai. Merupakan bakteri tanpa spora
berflagella. Batkeri ini termasuk jenis fakultatif anaerob.
Erwinia carotovora adalah bakteri berbentuk batang yang diberi nama setelah bakteri
ini berhasil diisollasi dari wortel. Bakteri ini menginfeksi berbagai macam sayur dan
tanaman seperti wortel, kentang, mentimun, bawang, tomat, selada, dan tanaman hias
seperti bunga Iris. Penyebaran mikroba ini dapat ditemui dalam tanah, perut
serangga, air, serta aerosol tersuspensi pada udara. Masalah utama yang ditimbulkan
mikroba ini pada bidang agrikultura adalah penyerangan secara membabi buta pada
kentang dan sayuran lain pada lahan atau penyimpanan yang mana jaringan tanaman
akan berair yang akhirnya menjadi lembek dan berbau.
Pada umumnya iinfeksi terjadi melalui luka atau lentisel. Infeksi dapat terjadi
melalui luka-luka karena gigitan serangga atau karena alat-alat pertanian. Larva dan
Imago lalat buah dapat menularkan bakteri, karena serangga ini membuat luka dan
mengandung bakteri dalam tubuhnya. Di dalam simpanan dan pengangkutan infeksi
terjadi melalui luka karena gesekan, dan sentuhan antara bagian tanaman yang sehat
dengan yang sakit.
Gejala pada tanaman, Gejala yang umum pada tanaman kubis-kubisan adalah busuk
basah, berwarna coklat atau kehitaman, pada daun, batang, dan umbi. Pada bagian
terinfeksi mula-mula terjadi bercak kebasahan. Bercak membesar dan mengendap
(melekuk), bentuknya tidak teratur, coklat tua kehitaman. Jika kelembaban tinggi,
jaringan yang sakit tampak kebasahan, berwarna krem atau kecoklatan, dan tampak
agak berbutir-butir halus. Di sekitar bagian yang sakit terjadi pembentukan pigmen
coklat tua atau hitam. Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau tettapi
adanya serangan bakteri sekunder jaringan tersebut menjadi berbau khas yang
mencolok hidung.
3. Pseudomonas cattleya
Inokulasi terjadi apabila bakteri masuk ke dalam pembuluh tanaman yang mengalami
pelukaan atau melalui penularan oleh serangga. Sedangkan inokulasi melalui batang
jarang terjadi. Bakteri dapat bertahan dalam tanah dan mempertahankan virulensinya
selama paling sedikit satu tahun.
Penyakit dapat menular melalui parang yang digunakan waktu menebang pisang,
membersihkan batang atau memotong bunga jantan atau anakan pisang. Penularan
dapat terjadi juga karena pemakaian tunas dari rumpun yang sakit sebagai bibit.
Tobacco mosaic virus (TMV) adalah virus penyebab penyakit mosaik pada tumbuhan
tembakau. Virus ini populer karena merupakan cikal bakal dari nama “virus” dan
virologi (cabang ilmu yang mempelajari tentang virus). TMV termasuk dalam
kelompok (+)ssRNA, family Virgaviridae, genus Tobamovirus. Gejala pertama dari
penyakit ini adalah warna hijau muda di antara urat-urat daun muda. Hal ini diikuti
dengan cepat oleh perkembangan pola “mosaik” atau belang-belang warna hijau
terang dan hijau gelap pada daun. Kerutan juga dapat dilihat di mana daun tumbuhan
yang terinfeksi menampilkan keriput-keriput acak kecil. Gejala-gejala ini
berkembang dengan cepat dan terlihat lebih jelas pada daun muda. Infeksi tidak
mengakibatkan kematian pada tumbuhan, tetapi jika infeksi terjadi di awal musim,
tumbuhan menjadi kerdil. Daun pada lokasi yang lebih rendah dapat terkena “mosaic
burn” terutama selama periode cuaca panas dan kering. Dalam kasus ini, daerah daun
yang “terbakar” berkembang membesar, dan ini merupakan salah satu tahapan yang
paling merusak dari infeksi TMV.
Rice tungro bacilliform virus (RTBV) adalah virus yang penyebab penyakit tungro
pada tumbuhan padi. Walaupun tidak termasuk dalam daftar virus yang populer,
penulis perlu menyertakan virus ini karena menyerang tanaman padi, yang tentunya
sangat penting bagi masyarakat Indonesia. RTBV termasuk dalam kelompok
dsDNA-RT (pararetrovirus), family Caulimoviridae, genus Tungrovirus. Tungro
adalah penyakit yang paling serius pada padi dan mayoritas constrain tanaman
produksi padi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. RTBV ditularkan oleh wereng
hijau, Nephotettix virescens dan beberapa jenis wereng lain. N. virescens dapat
memperoleh RTBV dalam 30 menit selama makan 8 jam dan dapat mempertahankan
daya tularnya sampai 7 hari. Nimfa dapat menularkan RTBV lebih efisien daripada
wereng dewasa dan betina lebih efisien daripada jantan.
Setelah tumbuhan terinfeksi, gejala yang disebabkan oleh RTBV adalah pengerdilan
tanaman, warna merah sampai oranye-kuning, dan pengurangan jumlah gabah hasil
panen. Infeksi yang terjadi di awal akan menyebabkan kematian pada tumbuhan.
Walaupun efek dari RTBV sendiri sudah signifikan, potensi kerusakan meningkat
ketika dikombinasikan dengan Rice tungro spherical virus (RTSV). Ada beberapa
resistensi genetik terlihat pada tanaman terhadap RTSV, namun sampai saat ini,
hanya ada sedikit (jika ada) resistensi genetik pada RTBV.
Tomato spotted wilt virus (TSWV) adalah virus penyebab penyakit layu berbintik atau
spotted wilt pada tumbuhan tomat dan berbagai tanaman lain. Penyakit ini pertama
kali dideskripsikan di Australia pada tahun 1915. TSWV termasuk dalam kelompok
(-)ssRNA, family Bunyaviridae, genus Tospovirus. TSWV sebelumnya dianggap
sebagai satu-satunya anggota dari Tospovirus sampai 1989 ketika spesies lain
ditemukan. Genus Tospovirus sekarang berisi lebih dari selusin virus lain yang
berbeda yang identifikasi telah difasilitasi oleh penggunaan serologi dan teknik
molekuler. Tospovirus ditularkan oleh thrips (ordo: Thysanoptera) yang diketahui
dapat menularkan lebih dari 13 jenis virus ini.
TSWV menginfeksi lebih dari 1000 spesies tumbuhan dan menyebabkan kerusakan
ekonomi yang signifikan bagi banyak tanaman agronomi dan hortikultura. Di
beberapa daerah, virus ini ditemukan di mana-mana karena dapat menginfeksi
banyak gulma, taman, dan tanaman alam. Gejala TSW berbeda antar spesies inang
dan dapat bervariasi di dalam satu spesies inang. Gagal tumbuh (kerdil) adalah gejala
umum dari infeksi TSWV, dan umumnya lebih parah saat tanaman muda terinfeksi.
Sesuai dengan namanya infeksi menyebabkan bercak-bercak dan tumbuhan menjadi
layu, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Belum ada obat antivirus yang
dikembangkan untuk tumbuhan yang terinfeksi dengan Tospovirus, dan tanaman
yang terinfeksi harus dibuang dari lapangan dan dihancurkan untuk mencegah
penyebaran penyakit.
1. Suhu (temperatur) tinggi dan sinar matahari. Beberapa tanaman tertentu daapat
mengalami kerusakan dengan adanya suhu yang terlalu tinggi disertai dengan sinar
matahari terik. Daun-daun muda tanaman terutama tanaman semusim dapat
mengalami kelayuan permanen dan akhirnya mati. Warna daun berubah menjadi
coklat kemerahan. Gejala kerusakan inidisebut sun-scald. Kerusakan tanaman oleh
suhu tinggi dan sinar matahari yang terik ini dapat meningkat oleh keadaan
kelembaban yang terlalu rendah. Kerusakan yang disebabkan oleh sinar matahari
langsung pada suatu area biasanya relatif kecil dan pada tanaman-tanaman pertanian
biasanya kerusakannya juga sulit dibedakan dengan kerusakan yang disebabkan oleh
penyebab penyakit lain. Kerusakan ini biasanya dijumpai pada tanaman-tanaman
yang banyak mengandung air, seperti : tomat, kentang, tembakau, dan tanaman-
tanaman Cruciferae.
3. Oksigen yang tidak sesuai. Blackheart pada kentang merupakan salah satu contoh
penyakit yang umum dijumpai karena kurangnya oksigen selama masa penyimpanan
kentang di gudang-gudang penyimpanan. Gejala penyakit ini berupa nekrotis pada
umbi, mula-mula berwarna kemerahan kemudian coklat kemerahan, coklat, coklat
tua dan akhirnya jaringan umbi berwarna hitam. Untuk memperkecil respirasi maka
sebaiknya umbi disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (36–40oF).
Penyimpanan dalam ruangan bersuhu rendah ini dapat mengurangi penggunaan
oksigen dan cara ini juga dapat menghambat perkembangan bakteri dan jamur pasca
panen.
4. Kelembaban tanah yang tidak sesuai. Keadaan tanah dengan kelembaban yang
sangat rendah dapat menimbulkan kelayuan permanen pada tanaman dan
menyebabkan kematian tanaman tersebut. Sebaliknya kelembaban tanah yang terlalu
tinggi akan menyebabkan terjadinya pembusukan akar dan bagian-bagian tanaman
lain yang berada di dalam tanah, sehingga juga aakan menyebabkan kematian
tanaman.
5. Hujan es dan angin. Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hujan es tergantung
pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan tanaman, ukuran hujan es, dan keadaan
cuaca yang mengikuti hujan es tersebut. Kerusakan dapat berupa lubang-lubang kecil
sampai sobekan pada daun, sehingga terjadi pengguguran daun dan hancurnya
tanaman yang bersangkutan. Angin kencang dan hujan disertai angin kencang
menimbulkan beberapa bentuk kerusakan pada tanaman. Daun-daun tanaman dapat
sobek, tercabik-cabik dan basah, sehingga akan memudahkan terjadinya serangan
bakteri atau jamur. Angin yang sangat kencang dapat merobohkan tanaman, sehingga
terjadi kerusakan fisik dan memungkinkan terjadinya pembusukan.
8. Senyawa kimia alamiah yang beracun. Ada jenis tumbuhan tertentu yang
menghasilkan senyawa kimia yang bersifat meracun terhadap tumbuhan lain,
misalnya : juglone (5-hidroksi-1,4-napthoquinone) yang dihasilkan oleh pohon
walnut (black-walnut). Senyawa tersebut bersifat meracun terhadap tanaman tomat,
kentang, alfalfa, apel, dan beberapa tanaman lainnya.
9. Senyawa kimia pestisida. Kerusakan tanaman yang termasuk kategori ini biasanya
disebabkan oleh :
a. Pemakaian pestisida yang salah, misalnya : salah jenis pestisida, dosisnya tidak
tepat, dan aplikasinya tidak sesuai.
10. Polutan udara yang meracun. Polutan udara yang menimbulkan kerusakan
tanaman seiring dengan peningkatan jumlah industri dan pemanfaatan energi di suatu
daerah.
KUIS
Jawab:
Tingginya bahan organik pada tanah gambut merupakan karakteristik yang dimiliki
oleh tanah gambut. Tanah sangat kaya akan mikroorganisme, seperti bakteri,
actinomycetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah yang subur mengandung lebih
dari 100 juta mikroorganisme per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah
tergantung pada aktivitas mikroorganisme tersebut. Tambahnya lagi, bahwa sebagian
besar mikroorganisme tanah memiliki peranan yang menguntungkan, yaitu berperan
dalam menghancurkan limbah organik, siklus hara tanaman, fiksasi nitrogen, pelarut
posfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan
unsur hara.
Organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga
sebagai sumber bahan organik tanah. Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya
dalam hal dekomposisi bahan organik pada tanaman tingkat tinggi. Dalam proses
dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat
digunakan tanaman untuk tumbuh. Mikroorganisme akan menyerang atau merusak
tumbuhan sampai hilangnya sebagian O2 dan berkembangnya toksin yang akan
merusak kehidupan mikroorganisme. Jika proses tersebut berjalan terus, maka akan
dihasilkan gambut yang berwarna hitam. Jika proses tersebut tidak berjalan terus
maka akan dihasilkan gambut yang mempunyai struktur seperti tumbuhan dan
biasanya berwarna coklat yang mengandung sisa-sisa kayu dan material tumbuhan
lainnya.
Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada
kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik terdiri atas fungi, sedangkan
pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri. Fungi
berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah.
Fungi toleran pada kondisi tanah yang asam, yang membuatnya penting pada tanah-
tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan merupakan sumber bahan makanan
yang berlimpah bagi fungi tertentu mempunyai peran dalam perombakan lignin.
a. pengertian gulma
Tumbuhan yang tumbuh pada lahan pertanaman yang bersifat merugikan, yang tidak
dikehendaki, yang tumbuh tidak pada tempatnya, yang nilai negatifnya melebihi nilai
positifnya.
Tempat bersarangnya hama dan penyakit, Sebagai inang alternatif sementara bagi
hama dan patogen
h. Klasifikasi Gulma
b. Biennial Weeds (Gulma dwimusim) Ciri-ciri: Umur 1-2 tahun, tahun pertama
membentuk organ vegetatif dan tahun kedua menghasilkan biji. Contoh: Typhonium
trilobatum dan Cyperus difformis.
Ciri-ciri: Umur > 2 tahun, perbanyakan vegetatif dan atau generatif, organ vegetatif
bersifat dominansi apikal → cenderung tumbuh pada ujung, bila organ vegetatif
terpotong-potong semua tunasnya mampu tumbuh Contoh: Imperata cyllindrica,
Chromolaena odorata, dan Cyperus rotundus.
3. Berdasarkan Habitat
a. Terrestrial Weeds (Gulma darat), Ciri-ciri: Tumbuh di lahan kering dan tidak
tahan genangan air. Contoh: Axonopus compressus, Ageratum conyzoides, dan
Cyperus rotundus.
b. Aquatic Weeds (Gulma air), Ciri-Ciri: Sebagian / seluruh daur hidupnya di air,
umumnya bila kekeringan mati.Contoh: Pistia stratiotes (Floating Weeds),
Monochoria vaginalis (Emergent Weeds), Ceratophyllum demersum (Submergent
Weeds),dan Polygonum piperoides (Marginal Weeds).
a. Generatif
b. Cara Vegetatif
* Stolon: batang menjalar di permukaan tanah, pada setiap buku/ ruasdapat tumbuh
tunas dan akar menjadi individu baru. Contoh: Cynodon dactylon & Centrosema
pubescens
* Rimpang: batang menjalar dalam tanah, pada setiap buku /ruas dapat tumbuh tunas
dan akar menjadi individu baru. Contoh: Imperata cyllindrica, Scirpus grossus
*Root Tuber/umbi akar: pembesaran akar terdapat makanan cadangan dan calon
tunas. Contoh: Cyperus rotundus.
* Corm: Batang yang gemuk pendek berdaging dilapisi daun-daun yang meredusir
seperti sisik.Contoh: Ranunculus bulbosus
• Berbahaya
1. Cyperus rotundus (teki)
2. Cynodon dactilon
3. Echinocloa crusgalli (Jajagoan)
4. Echinocloa colona (Leutik)
5. Imperata cylindrica (alang-alang)
6. Amaranthus Spinosa (Bayam duri)
• Kurang Berbahaya
1. Ageratum conyzoides
2. Fimbristylis miliacea (Babawangan – padi)
3. Mimosa pudica (Putri malu)
4. Monocharia vaginalis (Eceng gondok)
5. Cyperus difformis
6. Euphorbia hirta
Bakteri Bacillus thrungiensis dapat dijadikan sebagai agen hayati sebagai pembunuh
hama. Bakteri Bacillus thrungiensis (Bt) mampu menghasilkan senyawa delta-
endotoksin berupa toksin protein kristal yang dapat membunuh hama (OPT). Bakteri
tersebut dicampurkan dengan cairan sebagai perekat, kemudian disemprotkan pada
tanaman yang terinfeksi/terdapat hama dan penyakit. Jika ulat/hama memakan daun
yang sudah disemprotkan cairan yang mengandung spora dan toksin kristal Bt, maka
toksin kristal Bt tersebut akan mengikat reseptor khusus pada membran usus ulat,
kemudian ulat berhenti makan, muntah-muntah, kotorannya menjadi berair (diare).
Beberapa jam kemudian, ulat mengalami degradasi, spora Bt dan bakteri usu masuk
ke dalam rongga tubuh ulat. Sekitar 1 – 2 hari ulat akan keracunan, berhenti
bergerak, dan pada akhirnya mati. Contohnya adalah tanaman jagung yang
disempotkan Bt akan terbebas dari ulat penggerek. Bakteri Bacillus thrungiensis ini
juga dapat membunuh ngengat pada tanaman buah apel, kol, pir, brokoli, dan
kentang.
Kristal bakteri Bt sebagian telah dijual di pasaran secara komersil. Jika anda
membutuhkannya bisa langsung datang ke dinas pertanian di sekitar tempat tinggal
anda. Biasanya mereka menyediakan. Di kios penjualan bibit tanaman/kios penjualan
produk pertanian biasanya juga tersedia kristal Bt.
Pengendalian OPT secara teknis dapat dilakukan dengan secara langsung mengambil
hama yang telah menginfeksi tanaman secara manual menggunakan tangan.
Pengendalian secara biologis yakni dengan menggunakan agen hayati (biopestisida)
yakni contohnya penggunaan bakteri Bt seperti yang dijelaskan pada bagian point
nomor 1 di atas.
Cara pengendalian OPT dengan obat pembasmi hama (pestisida) memang masih
tergolong populer di kalangan masyarakat petani di Indonesia. Walaupun sistem
pertanian organik masih dipopulerkan, namun penggunaan pestisida sejak orde baru
hingga sekarang masih terus berlanjut, dan efeknya sangat buruk bagi keseimbangan
ekosistem di alam. Beberapa jenis pestisida banyak sekali dijual di pasaran dengan
berbagai macam merek, baik itu pestisida untuk membunuh hama (insektisida),
pembunuh gulma (herbisida), pestisida pembunuh jamur/fungi (fungisida). Ingat
bahwa dalam penggunaan pestisida juga harus sesuai dosis yang dianjurkan, supaya
meminimalisir terjadinya pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran udara.
Tanpa anda sadari, bahwa mulsa yang terpasang di atas lahan bedengan yang sering
digunakan petani sangat berguna untuk mengendalikan sejumlah OPT yang
merugikan tanaman. Prosesnya yakni, pada saat mulsa plastik terkena sinar matahari,
maka cahaya akan dipantulkan ke organ tanaman bagian atasnya, sehingga cahaya
UV tersebut akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva ulat.
Mulsa plastik juga berguna untuk menjaga kelembaban tanah, pengaturan drainase
air, mencegah supaya struktur tanah tetap gembur, mencegah erosi unsur hara/humus
akibat curah hujan tinggi, dan lain sebagainya.
Topik 3: pengendalian OPT secara terpadu, beserta contoh kasus penerapan cara
pengendalian terpadu untuk salah satu kasus OPT pada tanaman budidaya.
PRINSIP PHT
Menurut UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya tanaman yang di sebut
Sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu) adalah upaya pengendalian populasi atau
tingkat serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) dengan menggunakan
satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian, yang dikembangkan dalam suatu
kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan
lingkungan hidup. Dalam sistem ini penggunaan pestisida merupakan alternatif UU
juga menyatakan bahwa pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab
masyarakat dan pemerintah
Penerapan PHT pada tingkat lapangan oleh petani dan produsen pertanian lainnya
perlu di dasarkan pada banyak informasi mengenai unsur dasar – dasar PHT (Ekologi
dan Biologi OPT, Pengendalian Alami, Azas Ekonomi OPT, Pemantauan dan
Pengambilan Sampel) dan komponen-komponen teknologi PHT (meliputi berbagai
tehnik atau metode pengendalian OPT yang dikenal dan sudah dikembangkan)
Pengendalian OPT harus dilakukan secara terpadu dengan memaduakan berbagai
teknologi pengendalian yang ada, antara lain :
c. Tanaman Tahan OPT dengan menanam jenis atau Varietas tanaman yang lebih
toleran atau tahan terhadap Opt tertentu.
e. Pengendalian Hayati antara lain dengan cara Introduksi, Augmentasi, Inundasi dan
Konservasi Musuh alami yang terdiri atas Predator, Parasitoid, Patogin Hama serta
Pemasukan organisme pesaing.
–OPT yang menyerang sudah sedemikian parah sehingga pestisida apapun tidak bisa
mengendalikannya.
–Tehnik aplikasi pestisida itu sendiri, kesalahan teknis aplikasi ini bisa disebabkan
karena dosis yang kurang tepat atau juga kesalahan dalam teknis penyemprotan.
– Tepat jenis dan mutu, dalam memilih jenis perstisida perlu diperhatikan hal-hal
berikut :
(1) formulasi pestisida yang digunakan masih terdaftar atau diijinkan pada jasad
pengganggu dan komoditi sasaran yang dianjurkan.
(2) Bentuk formulasi sesusai dengan komoditi sasaran dan alat aplikasi yang dipakai
(3) Tepat mutu; wadah pestisida masih asli(bukan hasil pewadahan kembali, wadah
masih baik, tidak rusak, tidak berkarat, bocor, label masih ada dan lengkap, jelas
terbaca sehingga mudah dilihat tahun produksi dan kadaluarsa.
– Tepat Dosis, dosis aplikasi pestisida adalah bahan aktif pestisida yang
digunakan pada areal seluas satuan tertentu atau banyaknya cairan semprot persatuan
luas tertentu. Untuk aplikasi pestisida perlu digunkan dosis dan konsentrasi yang
tepat sesuai dengan petunjuk penggunaan yang dianjurkan pada label dan petunjuk
pencampuran pestisida yang tepat untuk memperoleh konsentrasi yang tepat.
– Tepat waktu, aplikasi pestisida diusahakan sesuai dengan anjuran yang tertera
pada label dengan memperhatikan:
(4) Keadaan cuaca yang memungkinkan diusahakan aplikasi tidak dilakukan pada
saat cuaca dalam keadaan hujan atau menjelang hujan serta tidak saat angain bertiup
hujan banyak petani yang melakukan aplikasi pestisida secara berjadwal shingga
cenderung berlebihan. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya ledakan populasi hama
dan resistensi hama.
– Tepat cara, pilih cara terbaik disemprot dari atas, dari bawah, di tabur dan
sebagainya.
Contoh kasus penerapan dan cara pengendalian terpadu untuk salah satu kasus OPT
pada tanaman budidaya
Organisme penganggu yang paling merugikan dalam budidaya paprika ialah hama
trips dan penyakit embun tepung. Upaya pengendalian hama tersebut oleh petani
bertumpu pada penggunaan pestisida, tetapi sampai saat ini hasilnya kurang
memuaskan. Oleh karena itu perlu dicari alternatif untuk mengatasi masalah tersebut
dan salah satu di antaranya ialah dengan menerapkan teknologi pengendalian hama
terpadu (PHT). Penelitian mengenai penerapan teknologi PHT pada budidaya
paprika dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang, Kabupaten
Bandung Barat, Jawa Barat (± 1.250 m dpl) dari bulan Januari sampai dengan
Desember 2007. Tujuan penelitian ialah mengetahui kelayakan komponen teknologi
PHT untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada budidaya
paprika. Pada penelitian ini digunakan metode petak berpasangan untuk
membandingkan teknologi PHT dan teknologi konvensional. Komponen teknologi
PHT yang dirakit terdiri atas pelepasan predator Menochilus sexmaculatus (1 ekor/
tanaman, 1 kali/ minggu), penyemprotan Verticilium lecanii (3 x 108 spora/ml, 1 kali
/minggu), dan penggunaan pestisida selektif berdasarkan ambang pengendalian.
Teknologi konvensional ialah teknologi budidaya yang umum digunakan oleh petani
paprika di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan hasil wawancara dengan 20 orang
petani. Tiap perlakuan terdiri atas 200 tanaman paprika yang dibudidayakan secara
hidroponik di dalam rumah kasa dan tiap perlakuan diulang sebanyak empat kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknologi PHT dapat mengurangi
penggunaan pestisida sebesar 84,60%. Kandungan residu pestisida pada buah paprika
dapat ditekan hingga di bawah batas maksimum residu (BMR) yang telah ditetapkan,
sedang pada perlakuan konvensional residu insektisida Imidakloprid dan fungisida
Fenarimol melampaui nilai BMR. Rakitan teknologi PHT ini layak
direkomendasikan kepada petani.