MODUL PRAKTIKUM
LINGKUNGAN PERTANIAN DAN BIOSISTEM
2018
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan, kita tidak dapat memisahkan diri dari lingkungan hidup dan
pembangunan yang dilakukan secara berkelanjutan. Semua hal yang terjadi di sekitar kita, bisa
didefinisikan sebagai sebuah lingkungan hidup. Ini merupakan sebuah interaksi yang tidak bisa
dipisahkan antara manusia dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan ini bisa berubah, baik itu
secara alamiah karena gejala alam, atau bisa juga karena manusia. Perubahan yang dilakukan
oleh manusia, salah satunya adalah usaha untuk melakukan pembangunan secara berkelanjutan.
B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui pengertian lingkungan hidup
2. Mengetahui unsur-unsur lingkungan hidup
3. Mengetahui elemen lingkungan yang berpengaruh dalam kegiatan pertanian
C. Dasar Teori
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup,
seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun
sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di
dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama
manusia.
2. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak
hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat
besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa
yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja
kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana
kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur,
munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
A. Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Dalam usaha
budidaya tanaman harus diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
secara ekologi, baik faktor biotik dan abiotik di lingkungan tumbuh tanaman tersebut. Kondisi
lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan
menghasilkan benih. Pertumbuhan suatu tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh
unsur – unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain
kondisi lahan, iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada
tidaknya hama dan penyakit.
Pada umumnya tanaman berada pada lingkungan alam terbuka bebas yang disebut
sebagai lingkungan tak terkendali. Hal ini memungkinkan tanaman terpapar langsung oleh
beragam faktor biotik dan biotik yang dapat menguntungkan namun juga dapat merugikan.
Sebagai upaya peningkatan kualitas tanaman, maka dibuatlah suatu usaha mengendalikan faktor-
faktor tersebut salah satunya dengan membuat greenhouse yang disebut juga sebagai lingkungan
terkendali. Elemen lingkungan terkendali dan tak terkendali memiliki perbedaan, untuk itu dalam
praktikum kali ini akan diidentifikasi elemen-elemen yang membedakannya.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengidentifikasi elemen lingkungan pertanian tak terkendali dan faktor yang
mempengaruhinya
2. Mengidentifikasi elemen lingkungan pertanian terkendali dan faktor yang mempengaruhinya
C. Dasar Teori
Lingkungan hidup yang lebih mendalam menurut No. 23 tahun 2007 adalah kesatuan ruang
dengan semua benda atau kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya ada manusia dan
segala tingkah lakunya demi melangsungkan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia maupun
makhluk hidup lainnya yang ada di sekitarnya.
1. Identifikasi elemen lingkungan tak terkendali
Lingkungan tak terkendali merupakan kesatuan ruang dengan semua benda atau kesatuan
makhluk hidup berupa lahan terbuka bebas yang berada di sekitar kita dan siap dimanfaatkan
kapan saja dengan teknik budidaya yang beragam. Dalam perencanaan pengelolaan lahan,
informasi yang dibutuhkan salah satunya adalah tentang potensi lahan dan kesesuaiannya untuk
jenis tanaman tertentu. Informasi ini diperlukan terutama untuk menentukan kegiatan atau jenis
konservasi tanah yang harus dilakukan.
Elemen lingkungan tak terkendali berupa Sumber Daya Lahan, antara lain:
a. Bentuk lahan: Bentuk lahan memberikan gambaran pada kita tentang kondisi lokasi
secara umum
b. Kemiringan lereng: untuk penentuan fungsi lindung dan budidaya
c. Drainase: Parameter ini dibutuhkan mengingat pengaruhnya pada pertumbuhan
tanaman
d. Permukaan lahan: Kondisi permukaan lahan dinyatakan dalam presentase batuan
singkapan (barerock) dan adanya batu di permukaan (rockness), presentase batuan
tersingkap yang cukup luas akan mengurangi jumlah tanaman per satuan luas karena
pada bebatuan tersebut tidak mungkin dilaksanakan penanaman.
e. Jenis tanah: Jenis tanah akan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan induknya, iklim
dan vegetasinya
f. Tipe batuan: Adanya perbedaan tipe batuan pembeda tanah akan membedakan cara
pengelolaan tanah tersebut.
g. Kedalaman tanah: Kedalaman tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman
h. Sifat fisik tanah: Sifat fisik tanah mencakup tekstur tanah dan struktur tanah. Tekstur
tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi tanah (pasir, debu dan
lempung/ Sand, silt dan clay) sedangkan struktur tanah adalah bentuk spesifik dari
agregat tanah.
i. Sifat kimia tanah: Kondisi kesuburan tanah ditunjukkan oleh kandungan unsur hara
tanah.
j. Kondisi erosi: Identifikasi erosi di lahan hutan diperlukan untuk mengetahui jenis dan
tingkat erosi serta presentase luasan tererosi pada satuan peta sehingga upaya
konservasi tanah yang efektif dapat direncanakan.
k. Aspek tanaman: Inventarisasi parameter tanaman dilakukan karena kinerja tanaman
yang ada merupakan pencerminan kondisi lahan, sehingga identifikasi kondisi
tanaman bisa digunakan sebagai indikator kondisi lahan.
l. Aspek iklim dan cuaca: Identifikasi informasi curah hujan
F. Pertanyaan
1. Jelaskan perbedaan lingkungan terkendali dan tidak terkendali?
2. Apa kelebihan dan kelemahan sistem lingkungan terkendali?
3. Sebutkan elemen-elemen yang terdapat pada lingkungan tak terkendali dalam hal sumber
daya lahan?
4. Kondisi lingkungan seperti apa saja yang dapat dikendalikan dengan memanfaatkan
greenhouse?
G. Pustaka
Djaenuddin, D, Dkk, (1994), Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Kehutanan (Land
Suitability for Agriculture and Silvicultural Plants), Second Land Resource Evaluation
and Planning Project, ADB Loan 1099, INO, Laporan Teknis No 7 Versi 1.0. 51 pp
Jaya, I Komang Damar. (2017). Budidaya Tanaman Dalam Lingkungan Terkendali. Mataram :
Pustaka Bangsa.
Jatnika, Ir. Ajat. (2010). Mengenal Greenhouse. Terdapat pada: http://www.bbpp-
lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/524-mengenal-green-house.
PERTEMUAN 4
A. Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktifitas tanaman. Pertumbuhan
yang baik ditunjang dari kebutuhan hara, air, intensitas cahaya, suhu dan kelembaban yang
tercukupi. Di jaman yang modern ini telah ditemukannya berbagai macam alat yang dapat
digunakan untuk mendukung pengukuran dalam pengamatan pertumbuhan tanaman agar lebih
akurat. Pertumbuhan tanaman dapat dilakukan dalam dua jenis lingkungan yaitu lingkungan
terkendali dan tidak terkendali. Dimana, beberapa alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran dalam pengamatan pertumbuhan berbeda. Hal itu perlu diperhatikan agar alat yang
digunakan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui alat - alat yang digunakan dalam pengukuran pertumbuhantanaman di
lingkungan terkendali (green house).
2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam pengukuran pertumbuhan tanaman dilingkungan
tidak terkendali.
C. Dasar Teori
Lingkungan Tak Terkendali
Lingkungan menurut UU No 32 tahun 2009 dan UU No 4 tahun 1982, lingkungan hidup
menurut kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan tak terkendali adalah
lingkungan yang telah terbentuk dari awal secara alami. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
beberapa variable, diantaranya yaitu data iklim, tanah dan sifat fisik lingkungan (Djaenudin,
2011). Variabel tersebut merupakan informasi yang sangat berguna dalam kegiatan budidaya
pertanian.
Alat – alat yang dapat digunakan dalam pengukuran pertumbuhan tanaman pada lingkungan
tak terkendali:
1. Termometer Tanah
Termometer tanah (Soil Thermometer) adalah sebuah termoter yang khusus dirancang untuk
mengukur suhu tanah. Alat ini berguna pada perencanaan penanaman. Fungsi mengetahui suhu
tanah adalah guna mengambil keputusan dalam penanaman. Jika suhu tanah terlalu dingin
tanaman bisa mati. Pengamtan suhu tanah umumnya dilakukan pada kedalaman 5, 10, 20, 50 dan
100 cm.
Mekanisme kerja alat:
1. Nyalakan thermometer tanah dengan menekan tombol on pada alat.
2. Tanjapkan thermometer tanah langsung pada tanah
3. Bersihkan ujung thermometer dengan menggunakan lap atau tisu ketika selesai
digunakan.
2. Moisture Tester
Moisture Tester digunakan untuk mengukur pH dan kelembaban tanah. Nilai pH tanah
merupakan faktor penting dalam produksi tanaman. Kebanyakan Tanaman tidak dapat bertahan
di tanah yang terlalu asam atau terlalu basa. Oleh karena itu pembacaan pH yang benar, penting
untuk mencapai hasil yang optimal.
Abney Level merupakan alat yang sering dan mudah digunakan dalam survei yang terdiri
dari tabung teropong tetap, yaitu tabung yang menunjukkan waterpas bergerak yang terhubung
ke cermin penunjuk yang ada di dalam tabung teropong dan busur skala (derajat).
b. Suunto Level
Gambar 5. Hygrometer
5. Lux Meter
Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya intensitas cahaya di
suatu tempat. Guna mengetahui cukup tidaknya cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman.
Mekanisme Kerja Alat :
1. Geser tombol kearah On.
2. Pilih kisaran range yang akan diukur ( 2.000 lux, 20.000 lux atau 50.000 lux) pada tombol
Range.
3. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah yang akan
diukur kuat penerangannya. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.
Lingkungan Terkendali
Lingkungan terkendali merupakan lingkungan yang dikendalikan atau disesuaikan dengan
jenis tanaman yang akan tanam, sehingga dapat tumbuh dengan optimal. Contoh lingkungan
terkendali adalah green house atau disebut juga Rumah kaca (disebut juga rumah hijau dan
rumah tanaman) yang merupakan sebuah bangunan di mana tanaman dibudidayakan. Sebuah
green house terbuat dari plastik atau kaca. Green house melindungi tanaman dari panas dan
dingin yang berlebihan, melindungi tanaman dari debu dan dapat mencegah hama. Pengontrolan
cahaya dan suhu dapat mengubah tanah tak subur menjadi subur.
Alat – alat yang dapat digunakan dalam pengukuran pertumbuhan tanaman pada lingkungan
terkendali :
1. Hygrometer
2. Moisture tester
3. Termometer
4. Lux meter
E. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Setiap kelompok mendapatkan 1 atau 2 alat.
3. Setiap kelompok mencoba dan mencatat mekanisme kerja alat.
4. Alat bergilir ke kelompok selanjutnya.
5. Menugaskan praktikan untuk mencari mengenai alat yang digunakan pada parameter
lingkungan biosistem hewan dan ikan.
F. Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan lingkungan terkendalidan tak terkendali?
2. Sebut macam-macam alat pengukur dalam lingkungan terkendali dan tak terkendali!
3. Apa fungsi lux meter ?
4. Sebutkan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kemiringan lahan? bagaimana
cara penggunaannya?
5. Apa kegunaan moisture tester?
G. Pustaka
Alat Uji. 2018. Thermo Hygrometer. Terdapat pada :
http://www.alatuji.com/kategori/347/thermo-hygrometer (diakses tanggal 18 Maret 2018)
Alnindo. 2018. Abney Level. Terdapat pada : http://alnindo.com/alat-alat-surveying/364-abney-
level-seco.html (diakses tanggal 18 Maret 2018)
Anonim. 2016. Lux Meter. Terdapat pada : http://alatukur.web.id/lux-meter-alat-pengukur-
cahaya-fungsi-prinsip-kerja-dan-cara-menggunakannya/ (diakses tanggal 18 Maret 2018)
CV Jaya Multi Mandiri. 2016. Alat Pengukuran pH Tanah. Terdapat pada :
http://www.penguji.com/alat-pengukur-ph-tanah-soil-moisture-meter-ks-05/662 (diakses
tanggal 18 Maret 2018)
Djaenudin, D. Marwan, H., Subagio, H. dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, Bogor 36p.
PERTEMUAN 5
A. Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan produktivitas dalam budidaya pertanian.
Produktivitas yang tinggi akan meningkatkan nilai ekonomi dari jenis tanaman itu sendiri,
sehingga bisa dikatakan layak untuk diusahakan, bahkan untuk dikembangkan menjadi sebuah
agroindustri pada komoditas tertentu. Pertumbuhan tanaman harus ditunjang dengan kondisi
iklim dan lingkungan yang baik serta sesuai dengan jenis tanaman tersebut. Karena hal itulah,
setiap daerah yang memiliki perbedaan iklim dan kondisi lingkungan akan memiliki jenis
tanaman yang berbeda-beda pula. Hal itu perlu diperhatikan dengan seksama guna menentukan
keputusan dan strategi yang baik untuk melakukan pengembangan daerah atau komoditas
pertanian.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
3. Mengetahui Hubungan antara lingkungan dengan pertumbuhan tanaman pada kondisi
lingkungan tidak terkendali
4. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan tanaman pada kondisi lingkungan
tidak terkendali
5. Mengetahui parameter pengukuran pada pertumbuhan tanaman pada kondisi lingkungan
tidak terkendali
C. Dasar Teori
Lingkungan merupakan suatu kawasan atau kondisi dimana manusia, hewan dan tanaman
hidup serta melakukan interaksi. Untuk dapat memanfaatkan kondisi alam dan lingkungan
dengan optimal, maka sangat diperlukan pengetahuan mengenai variabel yang terdapat pada
lingkungan tersebut. Dari berbagai variabel yang terdapat di lingkungan, terdapat beberapa
variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya,
diantaranya yaitu data iklim, tanah dan sifat fisik lingkungan (Djaenudin, 2011). Beberapa
variabel tersebut merupakan informasi yang sangat berguna dalam kegiatan budidaya pertanian,
misalnya sebagai data potensi sumberdaya lahan dan juga sebagai arahan untuk mengembangkan
suatu komoditas pertanian pada lingkungan yang baru (Djaenudin, 2011). Hubungan antara
lingkungan dan pertanian yang diinterpretasikan dalam berbagai variabel tersebut juga berguna
sebagai data input bagi pemetaan kawasan pertanian.
Menurut Djaenudin (2011), lingkungan sangat erat kaitannya dengan lahan. Lahan
merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik
termasuk didalamnya adalah iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi dan bahkan keadaan
vegetasi alam (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan (FAO, 1976) dalam Djaenudin (2011). Dengan kata lain, lingkungan dalam
arti yang lebih spesifik juga bisa diartikan sebagai lahan. Begitu juga dengan lahan yang sudah
dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia, baik di masa lalu maupun saat
sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi
tanah pada suatu lahan tertentu (Djaenudin, 2011). Dalam bukunya, Djaenudin (2011) juga
menjelaskan tentang karakteristik lahan.
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi (Djaenudin, 2011).
Karena adanya perbedaan karakteristik pada setiap lahan, maka perlu dilakukan pengamatan
pada berbagai parameter agar bisa dilakukan sebuah evaluasi terhadap kondisi lahan tersebut.
Sumber: Djaenudin, 2011
Dari karakteristik tersebut terdapat beberapa karakteristik yang lazim digunakan dalam
melakukan pengukuran pada lingkungan untuk tujuan pengembangan kawasan pertanian.
Karakteristik Lahan
Karakteristik tersebut diantaranya adalah temperatur udara, curah hujan, lamanya masa
kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalam tanah, ketebalan gambut,
kematangan gambut, KTK liat, kejenuhan basa, reaksi tanah (pH), C-organik, salinitas,
alkalinitas, kedalam bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan,
singkapan batuan, sumber air tawar, aplitudo pasang-surut dan oksigen (Djaenudin, 2011).
- Temperatur udara : Temperatur udara tahunan (oC)
- Curah Hujan : Curah hujan rerata tahunan (mm)
- Lamanya masa kering : Jumlah kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah
hujan 60 mm
- Kelembaban udara : Kelembaban udara rerata tahunan (%)
- Drainase : Pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara
dalam tanah
- Tekstur : Istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2
mm
- Bahan Kasar : Volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran < 2 mm
- Kedalaman Tanah : Dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk
perkembangan perakaran dari tanaman yang dapat dievaluasi
- Ketebalan Gambut : Tebal lapisan gambut dalam cm dari permukaan
- Kematangan Gambut : Tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau
fibrik, makin banyak seratnya menunjukan belum
matang/mentah (fibrik)
- KTK liat : Kapasitas Tukar Kation dari fraksi liat
- Kejenuhan basa : Jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g tanah
- Reaksi Tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan
- C-Organik : Kandungan karbon organik tanah
- Salinitas : Kandungan garam terlarut pada tanah yang diinterpretasikan
menjadi Daya Hantar Listrik (DHL)
- Alkalinitas : Kandungan natrium dapat ditukar
- Kedalam bahan sulfidik : Kedalaman bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai
batas atas lapisan sulfidik
- Lereng : Kemiringan lereng (%)
- Bahaya Erosi : Prediksi dengan memperhatikan erosi lembar, erosi alur dan erosi
parit dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-
rata) pertahun
- Genangan : Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun
- Batuan di Permukaan : Volume batuan (%) yang ada di permukaan tanah/lapisan tanah
- Singkapan Batuan : Volume batuan (%) yang ada pada solum tanah
- Sumber Air Tawar : Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak untuk menjaga pH
dan salinitas air
- Ampitudo Pasang-Surut : Perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (m)
- Oksigen : Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan
tanaman/ikan
Kualitas Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks pada
sebidang lahan (Djaenudin, 2011). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur langsung
di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari karakteristik lahan (FAO, 1976) dalam
Djaenudin (2011). Dengan kata lain, kualitas lahan merupakan data pelengkap bagi karakterstik
lahan dalam melakukan evaluasi lahan. Variabel yang ada pada kualitas lahan tidak berbeda jauh
dengan karakteristik lahan, diantaranya yaitu:
- Temperatur : Ditentukan oleh keadaan temperatur rerata
- Ketersediaan Air : Ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban, lama masa
kering, sumber air tawar atau amplitudo pasang surut, tergantung
jenis komoditasnya
- Ketersediaan Oksigen : Ditentukan oleh keadaan Drainase atau Oksigen tergantung jenis
komoditasnya
- Media Perakaran : Ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan kedalaman
tanah
- Gambut : Ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
- Retensi Hara : Ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H2O dan C-
Organik
- Bahaya Keracunan : Ditentukan oleh salinitas, Alkalinitas dan Kedalam Sulfidik atau
pirit (FeS2)
- Bahaya Erosi : Ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
- Bahaya Banjir : Ditentukan oleh genangan
- Penyiapan Lahan : Ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan
E. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah pengamatan lapangan dengan prosedur
sebagai berikut:
2. Siapkan alat dan bahan akan digunakan dalam praktikum ini. Pastikan semua alat yang
digunakan bekerja dengan baik
3. Tentukan titik yang akan diamati di lapangan pada peta yang sudah dibuat
4. Penentuan titik di lapangan dilakukan dengan cara membuat grid bebas pada peta yang sudah
disiapkan sebelumnya
5. Penentuan titik pengamatan harus mewakili jenis tutupan lahan, jenis lereng dan jenis tanah
pada lokasi pengamatan. Semakin banyak titik yang diamati akan semakin baik.
6. Kalibrasi GPS sebelum digunakan dengan menggunakan Compass Calibration
7. Masukkan koordinat semua titik tersebut dalam GPS
8. Gunakan menu Go To untuk menuju ke lokasi pengamatan
9. Lakukan pengamatan pada setiap titik yang sudah ditentukan sebelumnya.
10. Amati vegetasi dan kondisi lingkungan pada lokasi pengamatan
11. Lakukan pengukuran temperatur dan kelembaban dengan menggunakan higrometer
12. Tunggu selama minimal 3 sampai 5 menit sebelum dilakukan pencatatan
13. Amati tutupan batuan pada lokasi pengamatan
14. Gali tanah pada lokasi pengamatan. Amati adanya singkapan batuan
15. Ambil tanah secukupnya, lakukan pengamatan kualitatif menggunakan metode Rule of
Thumbs dengan cara merasakan tekstur tanah dengan membasahi tanah secukupnya dan
membuat bola tanah kecil menggunakan ibu jari dan telunjuk
16. Lakukan pengukuran pada pH pada tanah dengan menggunakan pH meter. Lakukan pada
tanah yang basah atau lembab
17. Ukur kemiringan lereng pada lokasi pengamatan dengan menggunakan alat pengukur
kemiringan
18. Lakukan langkah 9-16 pada lokasi yang lainnya
19. Catat dan dokumentasikan semua hasil pengamatan pada instrumen isian
20. Kondisikan alat yang sudah digunakan kembali bersih dengan cara yang disesuaikan untuk
setiap jenis alat
21. Buat laporan pendahuluan pada logbook
Instrumen Isian
Lokasi Pengamatan :
Tanggal Pengamatan :
Kondisi Cuaca :
Koordinat Lokasi : S E
Elevasi : mdpl
Jenis Tanah :
Penggunaan Lahan :
Vegetasi Utama :
Kemiringan Lahan : %
pH tanah :
Tekstur Tanah :
Batuan Permukaan : %
Drainase Permukaan :
Erosi Aktual :
Temperatur : oC
Kelembaban (RH) : %
F. Pertanyaan
5. Apakah yang dimaksud dengan lingkungan tidak terkendali?
6. Apakah yang dimaksud dengan evaluasi kesesuaian lahan?
7. Bagaimana menentukan tekstur tanah dengan cara quick assessment di lapangan?
8. Apa yang dimaksud dengan segitiga tanah?
9. Berapakah ukuran partikel fraksi pasir, debu dan liat?
G. Pustaka
Djaenudin, D. Marwan, H., Subagio, H. dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, Bogor 36p.
PERTEMUAN 6
A. Latar Belakang
Pertanian salah satu aspek penting dalam penunjang kehidupan karena dari pertanian
menghasilkan pangan. Pada pertanian tidak luput dari permasalahan dalam kegiatannya dan yang
utama adalah kurangnya produktifitas tanaman. Dampak dari masalah tersebut adalah tidak
terpenuhinya kebutuhan pangan masyarkat yang tentunya dapat menybabkan masalah lain seperti
kelaparan, kekurangan gizi, timbulnya penyakit hingga kematian. Penyebab kurangnnya
produktifitas tanaman itu sendiri adalah karena tidak optimumnya pertumbuhan tanaman yang
ditimbulkan dari keadaan lingkungan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia.
Lingkungan yang tidak terkendali bisa diubah menjadi lingkungan terkendali.
Pengendalian lingkungan dilakukan dengan cara mengendalikan iklim mikro pada suatu
bangunan atau ruangan. Menurut Thomp (1980) iklim mikro berhubungan dengan tanaman di
atas wilayah atau luasan yang khas, sedang iklim mikro menggambarkan kondisi iklim
lingkungan sekitar yang berhubungan langsung dengan organisme hidup, baik dekat permukaan
bumi maupun pada lingkungan yang terbatas, misal ruangan, pabrik dan rumah kaca. Aspek yang
dikendalikan dalam iklim mikro tersebut antara lain suhu, RH dan intensitas cahaya.
Pengendalian iklim mikro menggunakan teknologi buatan manusia yang dipasang sebaik
mungkin untuk menyesuaikan aspek suhu, RH dan intensitas cahaya terhadap kebutuhan
pertumbuhan suatu tanaman. Pengendalian dilakukan dengan bantu alat-alat ukur sehingga
ketika aspek iklim mikro dalam rumah kaca (greenhouse) tidak sesuai dengan kebutuhan
tanaman dapat dilakukan perlakukan. Perlakuan yang dilakukan bisa dengan cara pembukaan
kran sprayer dalam mengurangi suhu yang terpengaruhi dari lingkungan luar dan meningkatkan
kelembaban ruangan ataupun pembukaan tutupan cahaya ketika intensitas cahaya kurang.
B. Tujuan
C. Dasar Teori
Iklim mikro adalah seperangkat kondisi atmosfir lokal yang berbeda dari daerah-daerah
sekitarnya, seringkali dengan sedikit perbedaan namun terkadang dengan yang substansial. Iklim
mikro sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, untuk pengendalian iklim mikro disebut
juga dengan lingkungan terkendali. Iklim mikro yang dikendalikan biasanya dikendalikan
dengan luas lahan kurang dari 1 km (disekitar organisme). Aspek-aspek utama dalam
pengendalian iklim mikro yang dikendalikan untuk optimisasi pertumbuhan tanaman antara lain:
1. Suhu
2. Kelembaban udara
3. Intensitas cahaya
Penyesuaian aspek-aspek utama tersebut dibutuhkan alat ukur dan perlakuan untuk
menjaga iklim mikro sehingga disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Alat yang digunakan
dalam pengukuran iklim mikro dalam greenhouse FTIP adalah hygrometer. Ketika iklim mikro
yang tersedia di lingkungan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, maka dilakukan perlakuan
untuk menyesuaikan aspek-aspek tersebut. Perlakuan yang dilakukan antara lain;
3.1 Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda,
semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh
suatu benda. Suhu sangat mempengaruhi keberlangusngan kehidupan organisme, termasuk
didalamnya tanaman. Suhu yang terlalu tinggi membuat tanaman akan cepat mengalami
kekeringan karena penguapan air yang sangat cepat dan sebaliknya.
Perlakuan yang biasa dilakukan untuk menjaga suhu lingkungan antara lain :
penyemportan air melalui fertigasi, penambahan air conditioner di dalam greenhouse dan juga
pembuatan ventilasi untuk mengatur perpindahan panas.
3.2 Kelembaban udara
Tidak berbeda dengan suhu, kelembaban udara mempengaruhi transpirasi tumbuhan,
Kelembaban udara akan berpengaruh terhadap laju penguapan atau transpirasi. Jika kelembaban
rendah, maka laju transpirasi meningkat dan penyerapan air dan zat-zat mineral juga meningkat.
Hal itu akan meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Dan sebaliknya,
jika kelembaban tinggi, maka laju transpirasi rendah dan penyerapan zat-zat nutrisi juga rendah .
Hal ini akan mengurangi ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman sehingga
pertumbuhannya juga akan terhambat. Selain itu, kelembaban yang tinggi akan menyebabkan
tumbuhnya jamur yang dapat merusak atau membusukkan akar tanaman. Dan apabila
kelembabannya rendah akan menyebabkan timbulnya hama yang dapat merusak tanaman.
Perlakuan untuk menjaga kelembaban juga sesuai dengan perlakuan yang dilakukan
untuk menjaga suhu.
3.3 Intensitas cahaya
Intensitas cahaya adalah energi yang tersalur pada luasan terentu dengan satuan waktu
tertentu ketika penyinaran. Intensitas cahaya merupakan aspek penting dibutuhkan untuk
tanaman karena dibutuhkan sebagai energi dalam melakukan proses fotosintesis yang diperlukan
tanaman untuk memperoleh zat makanan tanaman.
Perlakuan yang dapat dilakukan untuk menjaga intesintas cahaya pada greenhouse adalah
pembuatan kanopi dan juga penutup jendela ataupun penambahan lampu neon ketika intensitas
cahaya kurang.
Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:
• Orientasi bangunan
• Ventilasi (lubang-lubang pembukaan di dalam ruang untuk masuknya penghawaan)
• Sun shading (penghalang cahaya matahari)
• Pengendalian kelembaban udara
• Penggunaan bahan-bahan bangunan
• Bentuk dan ukuran ruang
• Pengaturan vegetasi
Contoh- contoh pengelolaan iklim mikro menurut Stigter 1987:
Memanipulasi radiasi surya
- Budidaya bertingkat ganda untuk mengoptimalkan pemanfaatan cahaya yang ada, misalnya
di pekarangan Gunung Kilimanjoro, Tanzania (Fernandes et al. 1948)
- Penaungan, misalnya untuk tanaman yang suka teduh seperti tanaman kopi atau sirih
menggunakan tanaman penutup tanah dan mumlsa untuk mengendalikan gulma
- Pemaparan pada radiasi surya untuk mengendalikan hama, misalnya wereng coklat pada padi
di India (Balasubramainam 1987), dan untuk membunuh pathogen yang ada dalam tanah
- Peningkatan atau penurunan penyerapan radiasi pada permukaan tanah, misalnya permukaan
untuk menurunkan suhu tanah, pengecatan batang pohon dengan warna putih untuk
mencegah pemanasan
- Penutup untuk mencegah hilangnya radiasi pada malam hari
- Irigasi untuk mempengaruhi suhu tanaman, misalnya irigasi semprotanuntuk menurunkan
suhu pada tanaman kacang tanah di India (Balasubramainam 1987)
- Penggunaan radiasi surya untuk pengeringan tanaman atau produk-produk tanaman dan
hewan di lahan atau di tempat penyimpanan
- Pelestarian pepohonan pada tanah pengembalaan untuk memberikan naungan bagi ternak
Memanipulasi aliran panas dan/atau uap lembab
- Pemulsaan untuk mengatur suhu dan kelembaban tanah
- Pemecah angin untuk melindungi tanaman dan hewan
- Perlindungan angin untuk pematangan tanaman
- Mempengaruhi pada aliran udara atau kelembaban dengan mengubah kondisi tanah atau
vegetasi
- Pemberian udara hangat untuk pengeringan lahan dan/atau tempat penyimpanan
- Memanipulasi embun jatuh
- Pembuatan baris-baris hembusan angin untuk memungkinkan pengeringan yang cepat
pada tajuk jika ada resiko serangan penyakit jamur
D. Alat & Bahan
1. Hygrometer
2. Alat tulis
E. Metode
F. Pertanyaan
mikro ?
G. Pustaka
Rusmayadi, Gusti. 2014. Iklim Mikro Teori, Pengukuran dan Analisis. P3AI Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin
Wikipedia, 2015. Microclimate Terdapat pada : https://en.wikipedia.org/wiki/Microclimate.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2018 pukul 18:35 WIB
Annonimus , 2008. Kajian Pertanian Terdapat pada :
https://kajianpertanian.wordpress.com/pengaruh-kelembaban-udara-terhadap-tanaman/.
Diakses pada tanggal 21 Maret 2018 pukul 20:20 WIB
PERTEMUAN 7, 10, 11, 12, 13, 14
Kelompok / Shift :
Jenis Tanaman :
Jumlah Tanaman :
Komposisi Media Tanam :
Waktu Tanam :
Perkiraan Waktu Panen :
Terkendali / Tidak Terkendali (coret salah satu)
A. Latar Belakang
Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan laut dan bumi dalam
bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah
beriklim sedang (Asdak, 2002). Presipitasi ini dapat menimbulkan erosi jika curah hujan terlalu
tinggi karena air yang jatuh mengenai langsung ke dalam tanah, hal ini dapa diminimalisir jika
adanya vegetasi yang menagungi lahan tersebut air dapat di intersep oleh vegetasi atau pohon
yang ada dan air akan secara perlahan menuju kedalam tanah. Vegetasi yang berbeda dapat
mengintersep air hujan yang berbeda juga untuk mengetahui hal tersebut perlu adanya
pengukuran airhasil intersep vegetasi yang mengalir melalu batang. Dari hasil tersebut maka
dapat diketahui banyaknya air yang dapat di intersep.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui luasan tajuk pohon pada suatu wilayah.
2. Mengetahui air yang dapat terintersep oleh vegetasi pada berbagai jenis pohon.
C. Dasar Teori
1. Presipitasi
Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa berupa hujan,
hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan memberikan sumbangan terbesar
sehingga seringkali hujanlah yang dianggap presipitasi (Triatmodjo, 2008). Sedangkan menurut
Sosrodarsono (1976) presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke
tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah selalu dinyatakan dengan
dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan
jika berbentuk padat disebut salju (snow). Atmosfer bumi mengandung uap air, meskipun jumlah
uap air sangat kecil dibanding gas-gas lain di atmosfer, tetapi merupakan sumber air tawar
terpenting bagi kehidupan di bumi. Air berada di udara dalam bentuk gas (uap air), zat cair
(butir-butir air), dan kristal-kristal es. Kumpulan butir-butir air dan kristal-kristal es tersebut
mempunyai ukuran yang sangat halus (diameter 2-40 mikron) membentuk awan yang melayang
di udara, awan terbentuk sebagai hasil pendinginan dari udara basah yang bergerak ke atas.
Proses pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara secara adiabatis dengan bertambahnya
ketinggian. Partikel debu, kristal garam, dan kristal es yang melayang di udara dapat berfungsi
sebagai inti kondensasi yang dapat mempercepat proses pendinginan, dengan demikian ada dua
syarat penting terjadinya hujan yaitu massa udara harus mengandung cukup uap air dan massa
udara harus naik ke atas sedemikian sehingga menjadi dingin (Triatmodjo, 2008).
2. Aliran Batang (Steam Flow)
Menurut Arsyad (2006), aliran batang merupakan air hujan yang jatuh di permukaan daun,
cabang, dan batang, kemudian mengalir melalui batang menuju permukaan tanah. Selanjutnya
Seyhan (1990) mendefinisikan aliran batang sebagai bagian presipitasi yang mencapai tanah
dengan mengalir ke bawah melalui batang. Kemudian, Seyhan (1990) menyatakan bahwa, aliran
batang secara ekologi dianggap penting sebab aliran ini diserap oleh tanah dari zona perakaran
primer pada dasar pohon, selain itu volume aliran batang dapat dinyatakan sebagai suatu
persentase presipitasi musiman atau tahunan untuk pembanding-pembanding hutan yang tumbuh
pada iklim-iklim yang berlainan. Besar kecilnya aliran batang sangat dipengaruhi oleh struktur
batang dan kekasaran kulit batang pohon (Suryatmojo, 2006). Sebagaimana dikemukakan oleh
Lee (1990), aliran batang secara konsisten lebih besar untuk pohon-pohon yang mempunyai kulit
yang lebih rata (bertekstur halus). Hal ini juga dinyatakan oleh Rushayati (1999), aliran batang
adalah air yang mengalir lolos ke bawah melalui batang, untuk batang yang licin aliran batang
cepat. Sedangkan pada kulit batang yang kasar dan merekah aliran batang lambat.
Sebagian dari hujan yang jatuh di hutan akan melekat pada dahan dan dedaunan (pohon) dan
batang pohon. Selanjutnya, sebagian darinya akan menguap dari cabang-cabang dan batang dan
batang ke atmosfer tanpa mengalir ke tanah. Fenomena ini disebut evaporasi blok. Diketahui
bahwa jumlah penguapan oleh evaporasi setinggi 10 hingga 30% dari curah hujan, dan penting
untuk mengevaluasi dengan benar fungsi budidaya sumber air hutan. Umumnya, ketika
kelembaban rendah dan sinar matahari kuat, air menguap secara menyeluruh. Namun, mengingat
kelembaban yang tinggi selama hujan dan setelah hujan dan sinar matahari tidak mudah
mencapai hutan, itu iri dalam misteri berapa banyak penguapan blokade terjadi. Untuk
menjelaskan misteri ini, kami mengukur jumlah air yang diblokir (jumlah kelembaban yang
menempel di pohon) setiap jam untuk hutan Sugi yang berusia (foto). Selain itu, kami telah
mengukur selama 3 tahun untuk menutupi hujan berbagai kekuatan. Akibatnya, menjadi jelas
bahwa jumlah cutoff tinggi segera setelah awal hujan tetapi menurun dengan kelanjutan curah
hujan. Selanjutnya, meskipun tidak banyak perbedaan curah hujan di babak pertama dan babak
hujan kedua, juga menemukan bahwa sebagian besar dari jumlah intersepsi penguapan terputus
dari babak pertama (Gambar). Berikutnya, daun dan kulit kayu aras juga mencapai 7.2 mm
dikonversi curah hujan untuk menentukan jumlah deposisi tersedia dengan perendaman dalam
air air, dekat dengan jumlah cutoff penguapan 6.7mm maksimum yang dihasilkan dalam hujan
tunggal Nilai-nilai ditampilkan. Dari fakta-fakta ini, menjadi jelas bahwa air hujan yang jatuh di
hutan tidak langsung menguap, tetapi setelah air itu menempel ke pohon aras dan disimpan,
secara berangsur-angsur menguap.
Hasil ini dikembangkan untuk menjelaskan mekanisme pemblokiran penguapan, jumlah
curah hujan akumulasi dari mahkota dan batang cedar telah menyarankan bahwa penting untuk
memperkirakan model cutoff penguapan untuk mengevaluasi jumlah sumber daya air ini adalah
temuan penting yang harus dilakukan.
Foto: Pengukuran blokade di hutan usia Sugi di lokasi uji coba Tsukuba.
Pengumpulan air hujan (aliran batang) yang mengalir di permukaan batang dengan matte biru
dan mengukur jumlahnya. Jumlah sisa dikurangi dari jumlah curah hujan melalui curah hujan
bagian mahkota dan laju aliran batang adalah jumlah penguapan blok.
3. Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi ialah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara
bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah
bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi
diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari
penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983 dalam
Heriyanto, 2009).
Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk
mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan:
1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya.
2) Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis
vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang
rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dari segi floristis ekologis pengambilan sampling dengan cara “random sampling” hanya
mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan
hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai
“systematic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan
tertentu. Luas daerah contoh vegetasi yang akan diambil datanya sangat bervariasi untuk setiap
bentuk vegetasi mulai dari 1 dm2 sampai 100 m2. Suatu syarat untuk daerah pengambilan contoh
haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan ini dapat dikembalikan
kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh
populasi-populasi. Jadi peranan individu suatu jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas
akan ditentukan oleh keadaan individu-individu tadi, dengan demikian untuk melihat suatu
komunitas sama dengan memperhatikan individu-individu atau populasinya dari seluruh jenis
tumbuhan yang ada secara keseluruhan. Ini berarti bahwa daerah pengambilan contoh itu
representatif bila didalamnya terdapat semua atau sebagian besar dari jenis tumbuhan
pembentuk komunitas tersebut (Setiadi, 1984 dalam Heriyanto 2009).
E. Metode
Metode steamflow yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Memasang pompa air
3. Menyiram tanaman dengan selang dan dibuat menyerupai hujan selama 5 menit.
4. Memasang ombrometer tempat yang tidak ternaungi pohon.
5. Mengamati stemflow pada tiap masing-masing pohon dan ombrometer.
6. Membandingkannya.
Metode Praktikum kerapatan vegetasi
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Menggambar bagian daun dan bagian yang tidak tertutup daun pada kertas mika.
3. Menumpuk kertas mika terhadap kertas millimeter blok.
4. Menghitung bagian yang tertutup daun dan tidak tertutup daun.
F. Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan Steam Flow.?
2. Bagaimana cara mengukur air yang terintersep melalui aliran batang.?
3. Sebutkan alat ukur yang digunakan pada praktikum kali ini dan kegunaannya.?
4. Bagai mana cara mengukur kerapatan tajuk.?
G. Sumber
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Bambang Triatmodjo, 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Rushayati, S. B. 1999. Pengaruh Hutan Terhadap Tanah dan Tata Air. Perum Perhutani dan
Fakultas Kehutanan IPB. Jakarta.
Suryatmojo. H. 2006. Konsep Dasar Hidrologi Hutan.Website:
http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=117. Diakses pada Tanggal
10-04-2018 jam 21.37 WIB.
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
PERTEMUAN 9
A. Latar Belakang
Daun merupakan organ fotosintesis utama dalam tubuh tanaman, yang merupakan tempat
terjadinya proses perubahan energi cahaya menjadi energy kimia dan tempat produksi
karbohidrat (glukosa) yang diwujudkan dalam bentuk bahan kering. Dalam analisis pertumbuhan
tanaman, perkembangan daun menjadi perhatian utama. Berbagai ukuran dapat digunakan,
seperti pengukuran indeks luas daun (ILD), nisbah luas daun (NLD) dan nisbah berat daun
(NBD) pada waktu tertentu. Perubahan-perubahan selama pertumbuhan mencerminkan
perubahan bagian yang aktif berfotosintesis.
Secara umum pertumbuhan meliputi pertambahan jumlah (pembelahan sel), pertambahan
ukuran (pembentangan sel), dan diferensiasi, tetapi bagi peminat agronomi pertumbuhan dapat
berarti pertambahan berat kering. Berat kering merupakan tolak ukur yang penting karena
mempunyai arti ekonomis. Berat basah biasanya tidak dijadikan tolak ukur kecuali untuk
tanaman hortikultura, karena nilainya tidak tetap tergantung kepada status air tanaman. Selain
pertambahan berat kering, pertambahan tinggi, volume dan luas daun dapat juga dijadikan tolak
ukur pertumbuhan.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pratikum mengenai indeks luas daun untuk
mengetahui panjang daun, lebar daun, tebal daun, berat kering daun, dan berat basah daun serta
metode yang digunakan dalam mengukur luas daun.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Dapat mengambil sampel daun pada berbagai jenis tanaman dengan baik dan dapat
menghitung Indeks Luas Daun (ILD).
2. Dapat mengamati profil akar pada berbagai jenis tanaman.
C. Dasar Teori
1. Indeks Luas Daun
Menurut Gardner et al (1991), Luas daun adalah hasil kali antara panjang daun, lebar
daun dan konstanta daun. Indeks luas daun dapat digunakan untuk menggambarkan tentang
kandungan total klorofil daun tiap individu tanaman. Permukaan daun yang semakin luas
diharapkan mengandung klorofil lebih banyak. Indeks luas daun merupakan hasil bersih
asimilasi persatuan luas daun dan waktu. Luas daun tidak konstan terhadap waktu, tetapi
mengalami penurunan denga bertambahnya umur tanaman
Indeks luas daun merupakan gambaran tentang rasio permukaan daun terhadap luas tanah
yang ditempati tumbuh oleh tanaman. Laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh laju asimilasi
bersih dan indeks luas daun. Laju asimilasi bersih yang tinggi dan indek s luas daun daun yang
optimum meningkatkan pertumbuhan tanaman (Gardner et al, 1991).
Menurut Setyanti (2013), terdapat beberapa cara untuk menentukan luas daun yaitu :
a. Metode Kertas Milimeter
Metode ini menggunakan kertas milimeter dan peralatan menggambar untuk mengukur
luas daun. Metode ini dapat diterapkan cukup efektif pada daun dengan bentuk daun relatif
sederhana dan teratur. Pada dasarnya, daun digambar pada kertas milimeter yang dapat
dengan mudah dikerjakan dengan meletakkan daun diatas kertas milimeter dan pola daun
diikuti. Luas daun ditaksir berdasarkan jumlah kotak yang terdapat dalam pola daun.
Sekalipun metode ini cukup sederhana, waktu yang dibutuhkan untuk mengukur suatu luasan
daun relatif lama, sehingga ini tidak cukup praktis diterapkan apabila jumlah sampel banyak.
b. Gravimetri
Metode ini menggunakan timbangan dan alat pengering daun (oven). Pada prinsipnya
luas daun ditaksir melalui perbandingan berat (gravimetri). Ini dapat dilakukan pertama
dengan menggambar daun yang akan ditaksir luasnya pada sehelai kertas, yang menghasilkan
replika (tiruan) daun. Replika daun kemudian digunting dari kertas yang berat dan luasnya
sudah diketahui. Luas daun kemudian ditaksir berdasarkan perbandingan berat replika daun
dengan berat total kertas.
c. Planimeter
Planimeter merupakan suatu alat yang sering digunakan untuk mengukur suatu luasan
dengan bentuk yang tidak teratur dan berukuran besar seperti peta. Alat ini dapat digunakan
untuk mengukur luas daun apabila bentuk daun tidak terlalu rumit. Jika daun banyak dan
berukuran kecil, metode ini kurang praktis karena membutuhkan banyak waktu. Suatu hal
yang perlu diingat dalam penggunaan planimeter adalah bahwa pergeseran alat yang searah
dengan jarum jam merupakan faktor yang menentukan tingkat ketelitian pengukuran. Ini
sering menjadi masalah pada pengukuran daun secara langsung karena pinggiran daun yang
tidak dapat dibuat rata dengan tempat pengukuran sekalipun permukaan tempat pengukuran
telah dibuat rata dan halus.
d. Metode Panjang Kali Lebar
Metode yang dipakai untuk daun yang bentuknya teratur, luas daun dapat ditaksir dengan
mengukur panjang dan lebar daun.
e. Metode Fotografi
Metode ini sangat jarang digunakan. Dengan metode ini, daun-daun tanaman ditempatkan
pada suatu bidang datar yang berwarna terang (putih) dipotret bersama-sama dengan suatu
penampang atau lempengan (segi empat) yang telah diketahui luasnya. Luas hasil foto daun
dan lempengan acuan dapat kemudian diukur dengan salah satu metode yang sesuai
sebagaimana diuraikan diatas seperti planimeter. Luas daun kemudian dapat ditaksir
kemudian berdasarkan perbandingan luas hasil foto seluruh daun dengan luas lempengan
acuan tersebut.
Pengukuran luas daun dapat dilakukan dengan memetik daun maupun tanpa memetik daun.
Bilamana pengukuran harus dilakukan dengan cara memetik daun bersangkutan, maka tanaman
mengalami kerusakan daun. Daun-daun tersebut kemudian diukur dengan
menggunakan alat Leaf Area Meter (LAM) ataupun Metode Timbang. Sebaliknya pengukuran
dengan tanpa memetik daun, maka tanaman akan tetap tumbuh baik karena daun-daun tidak
berkurang atau bahkan habis terpetik. Pengukuran daun dengan tidak memetik daun dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan atau rumus.
2. Jenis-Jenis Akar pada Tumbuhan
Akar merupakan bagian tumbuhan yang berada di bagian paling bawah dari tumbuhan
dan tumbuh menuju inti bumi. Akar mempunyai beberapa sifat, diantaranya yaitu:
• Biasanya tumbuh di dalam tanah dan pertumbuhannya mengarah ke inti bumi (geotrop)
atau menuju ke arah air (hidrotop), menjauh dari udara dan cahaya;
• Umumnya tidak berbuku dan beruas;
• Berwarna putih atau kekuning-kuningan;
• Bagian ujungnya tumbuh terus-menerus, namun pertumbuhannya lebih lambat daripada
bagian atas tanaman;
• Ujung akar berbentuk meruncing yang berguna untuk memudahkan dalam menembus
partikel tanah.
Bentuk-bentuk perakaran pada tumbuhan menjadi salah satu faktor pembeda dalam
mengklasifikasikan tumbuhan tingkat tinggi. Pada saat biji berkecambah, bakal akar (radikula)
berkembang menjadi akar lembaga. Berdasarkan sistem perakarannya ini, akar dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu akar tunggang dan akar serabut.
E. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:
1. Mengambil daun yang utuh
2. Membagi daun menjadi 3 bagian dari pangkal, tengah dan ujung serta memberi tanda pada
setiap bagian tersebut
3. Mengukur panjang dan lebar daun pada masing-masing bagian daun kemudia memberi
label/tanda untuk daun pertama, kedua dan ketiga.
4. Memilih daun yang memiliki nilai luas daun paling besar kemudian catat data
pengukurannya.
5. Menggambar replika daun yang memiliki nilai luas daun paling besar dan
mengguntingnya sesuai gambar.
6. Menimbang berat kertas replika daun tersebut
7. Gunting kertas yang sama dengan ukuran 10 cm x 10 cm kemudian Menimbang berat
kertas tersebut.
8. Mengukur luas daun dengan metode Gravimetri dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
LD = (Wr/Wt) x LK
Wr : Berat kering replika
Wt : Berat kertas
Lk : Luas kertas total
9. Format tabel data untuk point nomor 2 yang diperoleh sebagai berikut: (contoh)
No. Jenis Pengukuran Daun ke-1 Daun ke-2 Daun ke-3
Daun (cm) 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Tanaman
1 ............. Panjang
Lebar
Luas daun
(PxL)
Total
2 ............. Panjang
Lebar
Luas Daun
(PxL)
Total
3 ............. Panjang
Lebar
Luas Daun
(PxL)
Total
10. Membuat tabel perbandingan indeks luas daun pada jenis daun tanaman sebagai
berikut: (contoh)
No. Jenis Daun Luas Berat Berat Indeks
Daun Ke- Kertas kering kertas Luas
Tanaman Standar replika total Daun
(cm2) (gr) (gr)
1. ............. 1
2
3
2. ............. 1
2
3
3. ............. 1
2
3
11. Mencari dan menjelaskan kharakteristik jenis akar pada masing-masing 3 jenis tanaman
yang dijadikan tempat pengambilan sampel daun, kemudian mencari kharakteristik jenis
akar lainnya.
F. Pertanyaan
5. Metode apa yang digunakan pada praktikum kali ini dalam menghitung indeks luas daun?
(10) Sebutkan metode perhitungan indeks luas daun? (minimal 3) (15)
6. Apa yang dimaksud dengan indeks luas daun? (15) Dan apa judul praktikum kali ini?
(10)
7. Jelaskan prosedur menentukan nilai indeks luas pada metode yang digunakan dalam
praktikum kali ini. (25)
8. Sebutkan tujuan praktikum kali ini (10) dan sebutkan minimal 3 alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum kali ini (15)
G. Sumber :
Bambang Marhijanto, Drs & Setiyo Wibowo. 2007. Bertanam Mangga. Arkola. Surabaya.
Suryo. 2009. Morfologi tanaman jambu biji. Bogor. Jurnal Morfologi tanaman jambu biji.
Junaidi, Nur. 2011. Tanaman Nangka. Jurnal Pertanian. Materi morfologi tanaman nangka.
Guswanto. 2009. Teknik Pengukuran Luas Daun. Materi Teknik Pengukuran Luas Daun.
Pujisiswanto, H., & Pangaribuan, D. 2008. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan Tanaman.
Press : Bandung.
Suyitno. 2010. Pengaruh Luas Daun terhadap kecepatan Absorsi. Jurnal Pertanian. Materi
Pengaruh Luas Daun terhadap kecepatan Absorsi.