Anda di halaman 1dari 58

BUKU AJAR

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Disusun oleh :
dr. Hema Dewi A
dr. Ika Dyah Kurniati
dr. Kanti Ratnaningrum, M.Sc.

Reviewer :
dr. M. Sudiat, Sp.OG(K), M.Kes
dr. M Taufiqy, Sp.OG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2015

http://repository.unimus.ac.id
PENYUSUN
dr. Hema Dewi A
dr. Ika Dyah Kurniati
dr. Kanti Ratnaningrum, M.Sc.

ISBN : 978-602-61093-7-8

REVIEWER
dr. M. Sudiat, Sp.OG(K), M.Kes
dr. M Taufiqy, Sp.OG(K)

PENYUNTING
dr. Kanti Ratnaningrum, M.Sc.

DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK


…….

PENERBIT
Unimus Press
Jl. Kedung Mundu Raya No. 18 Semarang 50273
Telp. 024 76740296

Cetakan Pertama, April 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak karya ini dalam bentuk dan dengan cara apapun
tanpa ijin tertulis dari penerbit

http://repository.unimus.ac.id
VISI & MISI

Visi
Menjadi program studi yang unggul dalam pendidikan kedokteran dengan
pendekatan kedokteran keluarga dan kedokteran okupasi yang islami berbasis
teknologi dan berwawasan internasional pada tahun 2034

Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan kedokteran yang unggul berbasis Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) dan Standar Kompetensi dan
Karakter Dokter Muhammadiyah (SKKDM).
2. Menyelenggarakan penelitian di bidang kedokteran dasar, kedoteran
klinik, kedokteran komunitas, kedokteran okupasi dan kedokteran islam
guna mendukung pengembangan pendidikan kedokteran dan kesehatan
masyarakat.
3. Menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat di bidang kedokteran dan
kesehatan masyarakat.
4. Mengembangkan dan memperkuat manajemen fakultas untuk mencapai
kemandirian.
5. Mengembangkan dan menjalin kerjasama dengan pemangku kepentingan
baik nasional maupun internasional.

http://repository.unimus.ac.id
KATA PENGANTAR

Kompetensi klinis adalah kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusan dokter
sebagai syarat untuk melakukan praktik kedokteran di masyarakat. Pendidikan
Kedokteran di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI), mewajibkan sejumlah kompetensi klinis yang harus dikuasai
oleh lulusan setelah mengikuti pendidikan dokter. Di dalam SKDI tahun 2012,
terdapat 275 ketrampilan klinik dan 736 daftar penyakit yang harus dikuasai oleh
lulusan dokter. Dari 736 daftar penyakit tersebut, terdapat 144 penyakit yang
harus dikuasai penuh oleh lulusan dokter karena diharapkan dokter dapat
mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri
dan tuntas (level kompetensi 4) dan 261 penyakit yang harus dikuasai lulusan
untuk dapat mendiagnosisnya sebelum kemudian merujuknya, apakah merujuk
dalam keadaaan gawat darurat maupun bukan gawat darurat (level kompetensi 3).
Penyusunan buku ajar ini bertujuan untuk membantu mahasiswa mempelajari
penyakit-penyakit yang menjadi kompetensinya, sehingga mahasiswa memiliki
kompetensi yang memadai untuk membuat diagnosis yang tepat, memberi
penanganan awal atau tuntas, dan melakukan rujukan secara tepat dalam rangka
penatalaksanaan pasien. Buku ajar ini ditujukan kepada mahasiswa Fakultas
Kedokteran pada Tahap Pendidikan Profesi, mengingat buku ajar ini berisi
ringkasan penyakit untuk aplikasi praktis di situasi klinis.
Akhirnya penulis tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun buku ajar ini. Mengingat
ketidaksempurnaan buku ajar ini, penulis juga akan berterima kasih atas berbagai
masukan dan kritikan demi kesempurnaan buku ajar ini dimasa datang.

Semarang,

Penulis

http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................


Kata Pengantar ..................................................................................................
Daftar Isi ............................................................................................................
Tinjauan Mata Kuliah .......................................................................................
Bab I Obstetri ....................................................................................................
1.1. Infeksi herpes simpleks virus pada kehamilan ……………………………
1.2. Hepatitis B pada kehamilan ………………………………………………
1.3. Infeksi sitomegalovirus pada kehamilan ………………………………….
1.4. Rubella pada kehamilan …………………………………………………..
1.5. Toxoplasmosis pada kehamilan …………………………………………..
1.6. Malaria pada kehamilan ………………………………………………….
1.7. Korioamnionitis ……………………………………………………………
1.8. Janin tumbuh lambat ………………………………………………………
1.9. Insersio uterus ……………………………………………………………
1.10. Ruptur serviks ……………………………………………………………
1.11. Subinvolusio uterus ………………………………………………………
1.12. Cracked nipple …………………………………………………………
1.13. Inverted nipple …………………………………………………………
Bab II Ginekologi ..............................................................................................
2.1. Vulvitis …………………………………………………………………
2.2. Infertilitas …………………………………………………………………
2.3. Torsi dan ruptur kista ………………………………………………………
2.4. Endometritis ……………………………………………………………
Referensi ………………………………………………………………………

http://repository.unimus.ac.id
TINJAUAN MATA KULIAH

I. Deskripsi Singkat
Buku ajar ini berisi ringkasan gejala, tanda, pemeriksaan fisik dan penunjang
untuk menegakkan diagnosis penyakit dalam Ilmu Obstetri dan Ginekologi,
disertai panduan tata laksana dan edukasi. Buku ajar ini disusun dalam bab-
bab berdasarkan diagnosis penyakit.

II. Relevansi
Buku ajar ini merupakan salah satu buku ajar yang disusun untuk membantu
mahasiswa kedokteran mencapai kompetensi klinisnya. Buku ajar ini berisi
ringkasan penyakit untuk aplikasi praktis di situasi klinis.

III.Kompetensi
Level 3 A : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat
darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Level 3 B : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat
demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
Level 4 : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

http://repository.unimus.ac.id
IV. Petunjuk Belajar
Mahasiswa memiliki dasar pemahaman tentang patofisiologi penyakit bidang
ilmu obstetri dan ginekologi.
Mahasiswa memahami prinsip upaya preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Mahasiswa memiliki dasar pemahaman tentang prinsip farmakoterapi.

http://repository.unimus.ac.id
BAB I
OBSTETRI

1.1 INFEKSI HERPES SIMPLEKS VIRUS PADA KEHAMILAN


Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Herpes genital dapat disebabkan herpes simpleks virus (HSV) tipe 1 atau 2.
Lebih dari 50% infeksi primer genital herpes di UK disebabkan HSV tipe 1.
Infeksi ini ditandai dengan akut erupsi vesikel/ ulcer, biasanya diikuti dengan
lesi yang rekuren.
Herpes simpleks virus menyerang nervus sensori perifer hingga ke ganglion
radiks dorsal, dimana infeksi laten akan berkembang. Virus ini dapat rektivasi
menimbulkan lesi yang rekuren. Hal ini tidak selalu disadari; asimptomatis,
subklinikal. Semua episode reaktif adalah potensial menginfeksi dan sekitar
75% dari infeksi episode pertama adalah didapatkan dari pasangan yang
asimptomatis. Infeksi yang terjadi pada bayi relatif jarang, berupa infeksi
paru, mata, dan kulit.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Gejala yang timbul bervariasi dari iritasi ringan dan lesi sampai sakit sistemik
yang berat disertai ulkus anogenital yang luas.
1. Pada infeksi primer: episode pertama terpapar HSV1 atau 2: nyeri vulva,
disuria
2. Pada infeksi non primer, episode pertama herpes genital: sebelumnya
terinfeksi orolabial HSV 1 lalu mendapat infeksi HSV 2 genital: nyeri
lebih ringan dari infeksi primer. Lebih asimptomatis
3. Herpes Rekuren: asimptomatis (subklinikal). Bila ada gejala sifatnya lebih
ringan dari infeksi primer. Gejala prodromal bisa tidak nyaman, gatal dan
nyeri pada genital

http://repository.unimus.ac.id
Riwayat seksual:
Apakah memiliki partner seksual, sudah berapa lama, sering berhubungan
atau jarang, sering berganti-ganti pasangan seksual, pasangan seksual laki-
laki atau perempuan, penggunaan alat kontrasepsi, apakah partner seksual
memiliki keluhan pada alat kelamin

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


pemeriksaan fisik di dapatkan lesi eritematous, vesikuler, dan ulcus sebelum
penyembuhan

Gambar diambil dari Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
editors. fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7 th ed. Mc Graw Hill Medical. 2008

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Penegakan diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (menyingkirkan diagnosis yang lain). NAAT swab yang diambil
dari lesi adalah diagnostik yang paling sensitif, kultur viral

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


1. Infeksi primer dan infeksi non primer episode pertama:
Asiklovir 200 mg 5 x sehari selama 5 hari
Famsiklovir 250 mg 3 x sehari selama 5 hari
Valasiklovir 500 mg 2 x sehari selam 5 hari
Asiklovir dapat digunakan pada ibu hamil dan menyusui

http://repository.unimus.ac.id
2. Herpes genital rekuren
Biasanya self limiting dan dapat ditangani dengan terapi suportif. Jika
gejala berat terjadi:
Asiklovir 200 mg 5 x sehari selama 5 hari
Famsiklovir 125 mg 2 x sehari selama 5 hari
Valasiklovir 500 mg 2 x sehari selam 5 hari
3. Analgetik dan saline bathing direkomendasikan
4. Untuk mengurangi disuria, pasien dapat mnyiram dengan air hangat saat
BAK
5. Pemeriksaan kemungkinaan penyakit menular seksual yang lain, setelah
ulcus sembuh, agar lebih nyaman menggunakan speculum vagina
6. Hindari kontak seksual selama masa prodromal dan rekuren

Sarana Prasarana
1. stetoskop
2. thermometer
3. penlight
4. tensimeter
5. lup
6. manekin 3B

Prognosis
Infeksi primer selama kehamilan terutama trimester ketiga dapat menginfeksi
janin. Kini terbukti bahwa jika ibu sudah mempunyai infeksi (vesikel yang
nyeri pada vulva secara kronik), kemungkinan infeksi pada bayi hamper tidak
terbukti, jadi diperbolehkan persalinan pervaginam. Tetapi, sebaliknya infeksi
yang baru terjadi pada kehamilan akan mempunyai risiko, sehingga
dianjurkan persalinan dengan seksio sesaria.

10

http://repository.unimus.ac.id
1.2. HEPATITIS B PADA KEHAMILAN
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
Prevalensi pengidap Virus Hepatitis B (VHB) pada ibu hamil di Indonesia
berkisar antara 1-5 % dimana keadaan ini bergantung pada prevalensi VHB di
populasi.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Gejala hepatitis fulminan: demam tinggi, kuning, nyeri perut kanan atas
Faktor risiko:
1. Hubungan seksual
2. Pemakaian alat atau bahan dari penderita hepatitis B
3. Tenaga medis dan paramedis (tertusuk jarum suntuk atau luka lecet)
4. Orang tua atau pasangan mengidap hepatitis B

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Hepatitis fulminan:
Pemeriksaan fisik: kesadaran menurun, sangat ikterik
Pemeriksaan urin: warna seperti teh pekat urobilin dan bilirubin positif
Pemeriksaan serologi: HbsAg (+), viral load
Pemeriksaan darah: urobilin (+), bilirubin (+), SGOT dan SGPT sangat tinggi
biasanya diatas 1000

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda dengan
penanganan persalinan umumnya

11

http://repository.unimus.ac.id
1. Usahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan
spesialis penyakit dalam
2. Pada ibu hamil dengan viral load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian
HBIG atau lamivudin pada 1-2 bulan sebelum persalinan. Beberapa
pendapat mengatakan lamivudin berefek teratogenik
3. Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi (3,5pg/ml) atau HBsAg
positif, lebih baik seksio sesaria. Demikian juga jika persalinan yang lebih
dari 16 jam pada pasien pengidap HBsAg
4. Proses persalinan jangan dibiarkan lama, khususnya bagi ibu dengan
HbsAg positif. Menurut wong < 9 jam atau menurut surya < 16 jam
5. Menyusui bayi tidak masalah
6. Pencegahan penularan pada bayi dengan vaksinasi HB bagi semua bayi di
fasilitas pemerintahan dengan dosis 5 mikrogram pada hari ke 0, umur 1,
dan 6 bulan, tanpa mengetahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan HbsAg
atau tidak.
Selektif imunisasi dilakukan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg
positif, yaitu Hepatitis B Immunoglobulin (HBIG) + vaksin Hepatitis B,
pemberian vaksin dengan dosis dewasa pada hari ke 0, 1 bulan dan 2 bulan

Sarana Prasarana
1. tensimeter
2. thermometer
3. stetoskop
4. sarung tangan
5. manekin 3B
6. penlight

Prognosis
Kehamilan sendiri tidak akan memperberat infeksi virus hepatitis, akan tetapi
jika terjadi infeksi akut pada kehamilan bisa mengakibatkan terjadinya
hepatitis fulminan yang akan menimbulkan mortalitas tinggi pada ibu dan

12

http://repository.unimus.ac.id
bayi. Pada ibu dapat mengakibatkan abortus dan terjadinya perdarahan pasca
persalinan karena ada gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi
hati. Pada bayi masalah yang serius umumnya tidak terjadi pada masa
neonatus, tetapi pada masa dewasa. Jika terjadi penularan vertikal VHB, 60-
90% akan menjadi pengidap kronik VHB dan 30% kemungkinan akan
menderita kanker hati atau sirosis hati sekitar 40 tahun kemudian.

1.3. INFEKSI SITOMEGALOVIRUS PADA KEHAMILAN


Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
CMV termasuk golongan virus herpes DNA. Virus ini menyebabkan
pembengkakan sel yang berkarakteristik sehingga terlihat sel membesar
(sitomegali). Infeksi CMW kongenital umumnya terjadi karena transmisi
transplasenta selama kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan
kerusakan yang serius. Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal
eksogenus ataupun endogenus. Eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi
pada ibu dengan pola imunologik seronegatif dan nonprimer bila ibu hamil
dalam keadaan seropositif
Infeksi endogenus adalah hasil suatu reaktivasi virus yang sebelumnya dalam
keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinik yang
jauh lebih buruk pada janin dibandingkan infeksi rekuren.
Pengaruh CMV pada janin, neonatus dan bayi adalah hepatosplenomegali,
penurunan trombosit, mikrosefali, tuli sensorineural, korioretinitis, hidrop
fetalis, exomphalos, cerebral palsy

13

http://repository.unimus.ac.id
Gambar diambil dari Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
editors. fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7 th ed. Mc Graw Hill Medical. 2008

Hasil Anamnesis (Subjective)


Hampir selalu asimptomatis
Faktor risiko Penularan/transmisi CMV ini berlangsung secara horizontal,
vertikal, dan hubungan seksual. Transmisi horizontal terjadi melalui droplet
infection dan kontak dengan air ludah dan air seni. Sementara itu, transmisi
vertikal adalah penularan proses infeksi maternal ke janin.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Hampir selalu normal

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Infeksi primer pada kehamilan dapat ditegakkan dengan baik dengan metode
serologi maupun virologik.
1. Metode serologic: perubahan seronegarif menjadi seropositif (tampak
adanya IgM dan IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan
interval kira-kira 3 minggu. Adanya Low IgG avidity selama kurang lebih
20 minggu setelah infeksi primer
2. Metode virologik: uji imunofluoresen
3. Diagnosis prenatal dilakukan dengan mengerjakan metode PCR dan isolasi
virus pada cairan ketuban, paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21
-23 minggu.

14

http://repository.unimus.ac.id
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
1. Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada
pengobatan infeksi kongenital.
2. Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karena
pengobatan dengan antivirus gansiklovir tidak member hasil yang efektif
dan memuaskan.
3. Terapi diberikan guna mengobati infeksi CMV yang seriusseperti retinitis,
esofagitis pada penderita AIDS serta tindakan profilaksis untuk mencegak
CMV setelah transplantasi organ.

Sarana Prasarana
1. stetoskop
2. thermometer
3. penlight
4. tensimeter
5. lup
6. manekin 3B wanita

Prognosis
Empat puluh persen (40%) janin terinfeksi, tidak dipengaruhi umur
gestasinya. 90% diantaranya lahir normal ( 20%nya berkembang menjadi late
sequel). 10%nya simptomatis (33% meninggal, sisanya mengalami masalah
sepanjang hidupnya)
Infeksi primer memiliki faktor risiko 10-15%terjadinya abnormalitas berat
pada janin

15

http://repository.unimus.ac.id
1.4. RUBELLA PADA KEHAMILAN
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
Infeksi Rubella atau dikenal sebagai German measles menyerupai campak,
hanya saja bercaknya sedikit lebih kasar. Infeksi rubella pada trimester
pertama memberikan dampak buruk berupa terjadinya kelainan bawaan
(sindroma rubella kongenital). Kelainan bawaan yang banyak ialah defek
pada jantung, katarak, retinitis dan ketulian. Dengan upaya vaksinasi pada
remaja, prevalensi infeksi virus ini menjadi sangat jarang (1:1000)
Efek infeksi rubella pada janin, neonatal dan bayi adalah keguguran IUGR,
penurunan trombosit, hepatosplenomegali, ikterik, ketulian, penyakit jantung
bawaan, retardasi mental, katarak, mikrophtalmia, mikrosefali, serebral palsy.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Asimptomatis atau ditemukan ruam makulopapular ringan

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


dari pemeriksaan fisik di dapatkan hasil adanya ruam makulopapular
ringanatau tanpa kelainan fisik

Gambar diambil dari Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, editors. fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7 th ed.
Mc Graw Hill Medical. 2008

16

http://repository.unimus.ac.id
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Infeksi rubella pada kehamilan ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang
Kepastian infeksi ialah dengan adanya konversi dari IgM negative menjadi
positif dan meningkatnya IgG secara bermakna. Kadar IgM ini dapat pula
dibuktikan dalam darah tali pusat.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Jika kehamilan kurang dari 12 minggu, dipertimbangkan terminasi
kehamilan, vaksinasi ibu pasca melahirkan jika ibu non immune

Sarana Prasarana
1. stetoskop
2. thermometer
3. penlight
4. tensimeter
5. lup
6. manekin 3B

Prognosis
Risiko fetus terinfeksi: < 4 minggu 50%, 5-8 minggu 25%, 9-12 minggu 10%,
>13 minggu 1%

1.5. TOXOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN


Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
Transmisi toxoplasmosis kongenital hanya terjadi bila infeksi toksoplasma
akut terjadi selama kehamilan. Bila infeksi akut dialami ibu selama kehamilan
yang telah memiliki antibodi antitoksoplasma karena sebelumnya telah
terpapar, risiko bayi lahir memperoleh infeksi congenital adalah sebesar 4-

17

http://repository.unimus.ac.id
7/1.000 ibu hamil. Risiko meningkat menjadi 50/1000 ibu hamil bila ibu tidak
mempunyai antibodi spesifik.
Efek infeksi toxoplasma pada fetal, neonatal, dan bayi adalah hidrosefalus,
korioretinitis, kalsifikasi intracranial, penurunan trombosit

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Umumnya asimptomatis, dapat terjadi demam, ruam
2. Faktor risiko:
a. Makan daging kurang matang
b. Pekerjaan berhubungan dengan pengolahan daging (jagal, tukang
masak, pedagang daging)
c. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan, setelah memegang
hewan peliharaan (kucing)
d. Makan lalapan/ sayuran/buah yang kurang dicuci bersih, atau kurang
matang
e. Memelihara kucing (tidak diberi makan matang, dan senang berburu
binatang untuk dimakan)
f. Kebersihan makanan (bebas dari hinggapan lalat)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Umumnya normal. Bisa didapatkan limfadenopati
Pemeriksaan serologi: IgM toksoplasma

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Toxoplasmosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
penunjang.
Diagnosis prenatal
Konsep lama hanya bersifat empiris dan berpedoman pada hasil uji serologic
ibu hamil. Pemanfaatan tindakan kordosentesis dan amniosentesis dengan
panduan USG guna mendapat darah janin atau cairan ketuban. Selanjutnya

18

http://repository.unimus.ac.id
segera dilakukan pemeriksaan spesifik dan rumit yang sifatnya biomolekuler
atas komponen janin tersebut.
Diagnosis prenatal umumnya dilakukan pada usia 14-27 minggu (trimester
II). Aktivitas diagnosis prenatal meliputi sebagai berikut:
1. Kordosintesis (pengambilan sampel darah janin melalui tali pusat) atau
amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan ultrasonografi
2. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel fibroblast,
ataupun diinokulasi. Pemeriksaan dengan teknik P.C.R guna mendeteksi
DNA T. gondii pada darah janin atau cairan ketuban. Pemeriksaan dengan
teknik ELISA guna mendeteksi antibody IgM janin spesifik
(antitoksoplasma)
3. Pemeriksaan tambahan berupa enzim liver, trombosit, leukosit (monosit
dan eosinofil) dan limfosit khususnya rasio CD4 dan CD8
4. Diagnosis ditegakkan berdasar hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
IgM janin spesifik (antitoksoplasma) dari darah janin. Ditemukan parasit
pada kultur ataupun inokulasi tikus dan DNA dari T. gondii dengan PCR
darah janin ataupun cairan ketuban

Sebelum dilakukan diagnosis prenatal, beberapa factor perlu diperhatikan:


1. Skrining serologic maternal/ibu hamil, hasilnya harus memenuhi criteria
tertentu sebelum dilanjutkan diagnostic prenatal. Jika satu dari 4 syarat di
bawah ini terpenuhi
Antibody IgM+
Serokonversi dengan interval waktu 2 sampai 3 minggu, perubahan dari
seronegatif menjadi seropositif IgM dan IgG
Titer IgG yang tinggi >= 1/1024 (ELISA)
Aviditas IgG <= 200
2. Ketrampilan klinisi dalam melakukan kordosintesis atau amniosintesis
dengan tuntunan USG
3. Kecermatan dan ketrampilan di laboratorium

19

http://repository.unimus.ac.id
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
Kehamilan dengan infeksi akut
a. spiramisin 2-4 g/hari per oral dibagi dalam 4 dosis untuk 3 minggu,
diulangi setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm
b. Piremetamin 1mg/kg/hari diberikan setiap 3-4 hari (karena waktu paruh
plasma 100 jam), kombinasi sulfadiazine 50-100mg/kg/hari/oral dibagi 2
dosis serta asam folinik (menghindari efek depresi sumsum tulang) 2 kali
5 mg injeksi IM selama pemakaian piremitamin. Diberikan selama 21 hari
dimulai trimester II setelah umur kehamilan 14 minggu guna menghindari
efek teratogenik.
Efek samping sulfadiazine adalah reaksi hematuria dan hipersensitif.
Pirimetamin menyebabkan depresi sumsum tulang. Lakukan pemeriksaan
sel darah tepid an platelet 2 kali seminggu.

Toksoplasma congenital
Sulfadiazine dengan dosis 50-100 mg/kg/hari dan piremitamin 0,5-1 mg/kg
diberikan setiap 2-4 hari selama 20 hari. Injeksi IM asam folinik 5 mg setiap
2-4 hari. Dihentikan setelah anak berusisa 1 tahun. pada penderita
imunodefisiensi pengobatan sama dengan toksoplasma congenital

Sarana Prasarana
1. stetoskop
2. thermometer
3. tensimeter
4. handskoon
5. lup
Prognosis
Risiko janin terinfeksi adalah:
jika <12 minggu transmisi ke janin 10-12% dimana 75%nya terinfeksi berat,
12-28 minggu transmisi ke janin 54% dimana 25%nya terinfeksi berat
>28 minggu transmisi ke janin 65%-90% dimana 10%nya terinfeksi berat.

20

http://repository.unimus.ac.id
1.6. MALARIA PADA KEHAMILAN
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
Malaria merupakan salah satu penyakit re-emerging yang masih menjadi
ancaman dan sering menimbulkan wabah. Angka kejadian malaria masih
tinggi terutama di daerah kawasan timur Indonesia seperti Papua, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Utara.
Terdapat 4 jenis spesies Plasmodium pada manusia; P. Falsiparum, P. Vivaks,
P. Ovale, dan P. Malariae. Yang banyak ditemukan di Indonesia ialah P.
Falsiparum dan P. Vivaks.
Infeksi akan lebih berat jika disebabkan P. falsiparum dan P. Vivaks.
Ibu yang non-immune kemungkinan mengalami komplikasi yang besar.
Sementara itu, untuk ibu yang semi-immune komplikasi yang terjadi adalah
terjadinya anemia dan parasitemia pada plasenta, tetapi tidak sampai
mengenai janin (angka kejadian malaria neonatorum adalah 0,03%), tertapi
dapat menyebabkan BBLR.
Masalah infeksi malaria pada kehamilan:
1. Infeksi malaria lebih mudah terjadi pada kehamilan jika dibandingkan
dengan populasi umum
2. Infeksi malaria pada kehamilan ada tendensi atipik terutama pada
trimester II
3. Jumlah parasit 10 kali lebih tinggi sehingga komplikasi p. falsiparum
lebih sering pada ibu hamil dibandingkan yang tidak hamil
4. Malaria p. falsiparum pada kehamilan lebih serius dan mortalitas dua kali
lipat
5. Beberapa obat malaria kontraindikasi pada ibu hamil dan bisa
mengakibatkan komplikasi hebat
6. Penanganan komplikasi menjadi lebih sulit karena perubahan fisiologis.

21

http://repository.unimus.ac.id
Hasil Anamnesis (Subjective)
1. Demam, menggigil (dapat disertai mual, muntah diare, nyeri otot dan
pegal)
2. Riwayat sakit malaria, tinggal di endemic malaria, minum obat malaria 1
bulan terakhir, transfuse darah
3. Untuk tersangka malaria berat, dapat disertai satu gejala di bawah;
gangguan kesadaran, kelemahan umum, kejang, panas sangat tinggi,
mata dan tubuh kuning, perdarahan hidung,, gusi, saluran cerna, muntah,
warna urin seperti teh tua, oliguria, pucat
Gejala yang tidak umum sering terjadi pada kehamilan terutama trimester 2:
1. panas: umumnya tinggi sampai menggigil
2. anemia akan menjadi parah pada kehamilan karena hemolisis dengan
akibat asam folat menurun
3. pembesaran lien
4. pada infeksi berat bisa terjadi: ikterus, kejang, kesadaran menurun, koma,
muntah, dan diare

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


1. Pemeriksaan fisik ibu: keasadaran, tensi, nadi, Suhu tinggi, pucat,
konjungtiva pucat, kuning,splenomegali, hepatomegali
2. Perhatikan komplikasi yang timbul: hipoglikemia, edema paru
3. Pemeriksaan janin: DJJ, pertumbuhan janin,
4. Pemeriksaan mikroskopis: sediaan darah (tetes tebal/tipis) untuk
menentukan ada tidaknya malaria, spesies dan kepadatan parasit.
5. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, fungsi hepar, fungsi ginjal,
kadar gula.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis malaria pada kehamilan didasarkan anamnesis dan hasil
pemeriksaan darah tepi dengan hasil ditemukannya plasmodium.

22

http://repository.unimus.ac.id
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
1. Pengobatan pada malaria
a. pasien dengan dugaan malaria P. falsiparum sebaiknya dirawat
b. pilih obat berdasarkan: berat ringanya penyakit, hindari obat yang
merupakan kontraindikasi (primakuin, tetrasiklin, doksisiklin,
halofantrin), pilih dosis yang adekuat, beri cairan yang adekuat,
perhatikan nutrisi yang cukup kalori
c. kondisi ibu dan janin diawasi ketat dengan alat bantu. Panas ibu harus
dikontrol dan diturunkan dengan obat dan kompres.
d. obat malaria lini pertama:
Artemisin parenteral (+ amodiakuin + primakuin)
- Artesunat injeksi untuk di RS atau puskesmas perawatan.
Sediaan 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik
dilarutkan dalam 0,6 ml natrium bikarbonat 5% diencerkan dalam
3-5 ml dekstrose 5%. Pemberian bolus intravena selama 2 menit.
Loading dose: 2,4 mg/kgBB IV setiap hari sampai hari ke-7. Bila
pasien sudah minum obat, ganti dengan artesunat oral
- Artemeter untuk penggunaan lapangan atau di puskesmas.
Sediaan 1 ampul berisi 80 mg artemeter. Pemberian secara IM
selama 5 hari. Dosis dewasa 160 mg (2 ampul) IM pada hari ke-1,
diikuti 80 mg (1 ampul) IM pada hari ke-2 sampai ke-5.
e. Obat malaria lini kedua:
Kina parenteral (+ primakuin + doksisiklin/tetrasiklin)
Per infuse (drip): kina 25% dosis 10mg/kgBB atau 1 ampul (2 ml =
500mg) dilarutkan dalam 500 ml dekstrose 5% atau dekstrose dalam
NaCl dalam 8 jam, diulang setiap 8 jam dengan dosis yang sama
sampai penderita bisa minum obat, atau dengan dosis yang sama
diberikan selama 4 jam kemudian, infuse tanpa obat 4 jam, diulang
obat selama 4jam, kemudian tanpa obat selama 4 jam. Demikian 3 kali
dalam 24 jam, sampai penderita dapat minum obat.

23

http://repository.unimus.ac.id
Obat kina maksimum diberikan per infuse selama 3 hari. Kalau belum
bisa minum dilanjutkan dengan personde (NGT) sampai 7 hari. Dosis
maksimum per hari 2000 mg. bila sudah dapat minum dilanjutkan
dengan kina tablet dengan dosis 10 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari

2. Pengobatan pencegahan
a. klorokuin : untuk P. Vivaks dosis 5 mg/kgBB/minggu habis makan,
diminum 1 minggu sebelum datang ke daerah endemic malaria,
sampai 4 minggu setelah kembali. diulang kalau kembali ke daerah
endemic, sampai 4 minggu setelah kembali. diulang jika kembali ke
daerah endemic setelah 3-6 bulan.
b. Doksiklin: dipakai pada daerah P. Falsiparum yang resisten terhadap
klorokuin. Dosis 1,5 mg/kgBB/hari selama tidak lebih dari 4-6
minggu. Namun obat ini kontraindikasi diberikan pada ibu hamil dan
anak-anak

Sarana Prasarana
1. tensimeter
2. thermometer
3. stetoskop
4. handskoon
5. laenec
6. manekin 3B
7. infuse set
8. cairan infuse dextrose 5 %, RL, NaCL
9. tabung oksigen
10 . Nasal kanul/ sungkup
11. spuit injeksi 3 cc
12. ampul bertuliskan artesunat, artemeter
Prognosis
Pada keadaan tertentu perlu dilakukan induksi persalinan atau seksio sesaria

24

http://repository.unimus.ac.id
1.7. KORIOAMNIONITIS
Tingkat Kemampuan: 3A

Masalah Kesehatan
Infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organisme
vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput
ketuban lebih dari 24 jam dan persalinan lama. Bakteri yang paling mungkin
bertanggungjawab meliputi Escheria coli, streptokokus aerob dan anaerob,
Proteus, Stafilokokus dan Bakteroides.
Preterm pre-labour rupture of the membrane (PPROM) salah satu penyebab
korioamninonitis. Infeksi dapat terjadi setelah pecah ketuban dan lebih sering
terjadi setelah dilakukan “vaginal toucher”. Sehingga” vaginal toucher”
adalah dikontraindikasikan kecuali ada bukti kuat adanya tanda persalinan.
Gunakan speculum steril untuk pemeriksaan dalam, singkirkan kemungkinan
prolaps tali pusat.
Bila selaput ketuban utuh, maka korioamnionitis mungkin berkembang dari
infeksi asenderen; dari penyebaran hematogen virus, bakteri, jamur, atau
protozoa (sifilis, toksoplasmosis, rubella, herpes, cytomegalovirus); atau
sebagai akibat amniosentesis diagnostic.
Korioamnionitis adalah masalah serius untuk ibu dan janin. Dapat
mengakibatkan septicemia berat.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Demam, kedinginan, dan nyeri uterus menjadi gejala paling khas. Hampir
selalu ada riwayat pecahnya selaput ketuban, gejala persalinan seperti keluar
lender darah dan kenceng kenceng

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan umum: suhu dan nadi cenderung meningkat
Pemeriksaan abdomen: uterus bisa nyeri tekan dan tegang pada palpasi.
Takikardia janin persisten bisa menunjukkan infeksi amnion atau respon janin

25

http://repository.unimus.ac.id
terhadap demam ibu. Karena kematian intrauterine dapat akibat infeksi, maka
penghentian denyut jantung janin mendadak seharusnya menyiagakan dokter
akan kemungkinan korioamnionitis.
Pemeriksaan pelvis: pemeriksaan spekulum dapat memperlihatkan cairan
amnion berbau busuk atau purulen.
Tes Laboratorium:
Hitung Sel Darah lengkap dan Apusan Darah: hitung leukosit cenderung
meningkat; ada peningkatan jumlah sel-sel imatur pada hitung jenis, C-
reactive protein meningkat.
Mikroskopis urin

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Penegakan diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang
Data diagnostik tambahan:
amniosentesis dapat membantu. Adanya bakteri dan leukosit dalam cairan
amnion membantu memastikan diagnosis infeksi intrauterine
Pemeriksaan bakteriologi meliputi pewarnaan gram, biakan serviks aerob,
dan biakan darah dan cairan amnion aerob dan anaerob. Biakan juga harus
diambil dari plasenta pada saat kelahiran.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Terapi antibiotic bisa didasarkan pada pewarnaan gram atau pada data
empiris. Panduan terpilih yang tersering meliputi ampisilin atau klindamisin
dengan aminoglikosida
Kelahiran: kelahiran per vaginam biasanya lebih disenangi. Tanpa
kontraindikasi janin atau ibu, maka kelahiran dapat diinduksi atau dipercepat
dengan oksitosin. Seksio sesarea mungkin diperlukan pada kasus persalinan
disfungsional, malpresentasi atau gawat janin. Pada pembedahan, biakan
aerob dan anaerob diambil dari kavum uteri.

26

http://repository.unimus.ac.id
Sarana Prasarana
1. tensimeter
2. penlight
3. thermometer
4. manekin Leopold
5. laenec
6. stetoskop
7. manekin 3B wanita
8. handskoon

Prognosis
setelah amnionitis timbul, maka kehidupan ibu maupun janin dalam bahaya.
Komplikasi untuk diantisipasi meliputi endometritis, septikemia, syok septik,
gagal ginjal, perdarahan adrenal, emboli paru septik, koagulasi intravaskuler
diseminata, infeksi neonatus, serta kematian ibu dan perinatal.

1.8. JANIN TUMBUH LAMBAT


Tingkat Kemampuan: 3A

Masalah Kesehatan
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) ditentukan bila berat janin kurang dari 10
% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya
perkembangan yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada
pertumbuhan. Dahulu PJT disebut sebagai intrauterine growth retardation
(IUGR), tetapi istilah retardation kiranya tidak tepat. Tidak semua PJT adalah
hipoksik atau patologik . Pada kehamilan 16-20 minggu sebaiknya dapat
ditentukan apakah ada kelainan/ cacat janin.
Pertumbuhan janin tumbuh lambat (PJT) kini merupakan suatu entitas
penyakit yang membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, mengingat
dampak yang ditimbulkan jangka pendek berupa risiko kematian 6-10 kali
lebih tinggi jika dibandingkan dengan bayi normal. Dalam jangka panjang

27

http://repository.unimus.ac.id
terdapat dampak berupa hipertensi, arteriosklerosis, stroke, diabetes, obesitas,
resistensi insulin, kanker, dan sebagainya. Hal tersebut terkenal dengan
Barker Hipotesis yaitu penyakit pada orang dewasa telah terprogram sejak
dalam uterus.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Hipertensi dalam kehamilan, gemeli, anomaly janin/trisomi, sindrom
antifosfolipid, SLE, infeksi (rubella, sifilis, CMV), penyakit jantung, asma,
gaya hidup (merokok, narkoba), kekurangan gizi-ekonimi rendah.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Taksiran berat janin tidak sesuai dengan usia gestasi (TFU lebih rendah 3 cm)
dan diperkuat dengan hasil yang serupa pada pemeriksaan USG

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Secara klinis awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28
minggu. Namun secara USG mungkin sudah dapat diduga lebih awal dengan
adanya biometri dan taksiran berat janin (TBJ) yang tidak sesuai dengan usia
gestasi. Secara klinis pemeriksaan tinggi fundus umumnya dalam sentimeter
akan sesuai dengan usia kehamilan. Bila lebih rendah dari 3 cm, patut
dicurigai adannya PJT.
Kepastian PJT dapat dibuat apabila terdapat data USG sebelum 20 minggu
sehingga pada kehamilan 32-34 minggu dapat ditentukan secara lebih tepat.
Biometri yang menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak
bertambah merupakan petanda awal PJT; terlebih diameter biparietal yang
juga tidak bertambah setelah lebih dari 2 minggu.
Pemeriksaan secara Doppler arus darah: a. umbilicalis, a. uterine dan a.
spiralis mungkin dapat mencurigai secara awal adanya arus darah yang
abnormal atau PJT

28

http://repository.unimus.ac.id
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
MANAJEMEN
Setelah ditetapkan tidak ada kelainan janin, perlu dipertimbangkan bila janin
akan dilahirkan, di Indonesia, saat yang tepat ialah bergantung pada arus
darah arteri umbilikalis dan usia gestasi. Arteri umbilikalis yang tidak
memiliki arus diastolik bahkan adanya arus terbalik akan mempunyai
prognosis buruk berupa kematian janin dalam < 1 minggu. Usia optimal
untuk melahirkan bayi ialah 33-34 minggu dengan pertimbangan sudah
dilakukan pematangan paru. Pemeriksaan kardiotokografi akan membantu
diagnosis adanya hipoksia janin lanjut berupa deselerasi lambat denyut
jantung. Skor fungsi dinamik janin plasenta yaitu upaya mengukur peran PJT
pada profil biofisik akan membantu menentukan saatnya melakukan terminasi
kehamilan
Skor fungsi dinamik janin plasenta
Keterangan Skor 2 0
Hasil NST Reaktif Nonreaktif
NST + stimulasi akustik Akselerasi Tanpa akselerasi
Gerak nafas + (-)
SD a. umbilicus <=3 >3
Indeks cairan amnion >=10 <10

Keterangan:
Jika skor <6, maka dicurigai asidosis, sehingga dipilih melahirkan dengan
seksio sesaria.
Jika nila > sama dengan 6, maka perlu dipertimbangkan melahirkan bayi
dengan induksi.
Sarana Prasarana
1. stestoskop
2. thermometer
3. medline
4. manekin Leopold
5. laenec

29

http://repository.unimus.ac.id
Prognosis
Sekalipun tidak ditemukan kelainan mayor pada USG, ternyata msaih
mungkin ditemukan kelainan bawaan sebanyak 20%.
Ada 25-60% PJT yang berkaitan dengan konstitusi etnik dan besar orang tua.
Akibat oligohidramnion, bisa terjadi kompresi tali pusat atau insufisiensi
plasenta, hal ini dapat membahayakan janin, segera dilakukan seksio sesaria.

1.9. INVERSIO UTERUS


Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
Inversio Uterus adalah kelainan putaran uterus dari dalam ke luar, dengan
permukaan dalam korpus uteri ada di dalam atau di luar vagina. Inversio uteri
merupakan kegawatan medic obstetric yang jarang terjadi (I per 2000-12.000
kelahiran) yang timbul sewaktu atau segera kala tiga persalinan. Banyak
suplai vagal ke daerah servix, sehingga inversion uteris mengakibatkan syok
vasovagal, dan ini diperparah dengan pendarahan postpartum sekunder yang
hebat. Inversion uterine dapat menyebabkan kematian ibu dengan cepat
macam-macam insersio uteri:
1. Inversio inkomplit – fundus uteri tidak terbalik di luar serviks
2. Inversion komplit - seluruh uterus terbalik keluar, menonjol melalui
cincin serviks.
3. Inversio paksa – inversion uteri yang ditimbulkan dengan mendorong
korda atau dengan menekan paksa plasenta secara manual ketika uterus
atoni
4. Inversion spontan – inversion uteri setelah tindakan spontan dari pasien
seperti mengejan, mengkontraksikan otot abdomen dengan tiba-tiba,
batuk atau peningkatan tekanan intraabdomen
Faktor predisposisi:
Ini meliputi tekanan fundus, riwayat inversion uterus sebelumnya, traksi tali
pusat sebelum adanya kontraksi uterus, atonia uteri, insersio fundus plasenta,

30

http://repository.unimus.ac.id
dinding uterus yang tipis atau kendor, dan tekanan abdomen yang meningkat
secara tiba-tiba berkaitan dengan atonia uteri.

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Perdarahan vaginam dapat hebat, terjadi segera setelah bayi dilahirkan
2. Nyeri uterus dapat menghebat secara tiba-tiba
3. Pasien biasanya muda dan para 1 atau para 2

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan umum: hipotensi dan takikardi menunjukkan adanya syok
postpartum
Pemeriksaan abdomen: palpasi: fundus uterus teraba abnormal
Pemeriksaan vaginal:
1. Inversio komplit : uteri berwarna biru keabuan menonjol melalui
orificium vagina. Pada 50% kasus, plasenta masih menempel.
2. inversion inkomplit : tanda satu satunya yang tampak adalah syok hebat
akibat kehilangan darah

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis ditegakkan berdasar pemeriksaan fisik
Diagnosis banding meliputi penyebab-penyebab lain syok postpartum. Pada
inversion uteri, penemuan yang didapat biasanya berbeda.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


1. Reposisi uterus secepat mungkin untuk menghindari syok akibat
vasovagal reflek tanpa upaya untuk mengangkat plasenta dari fundus
yang inverse, kecuali jika sebagian kecil plasenta telah terlepas atau bila
diperlukan untuk mengurangi besarnya massa yang inverse diletakkan di
telapak tangan dan didorong ke atas. Tekanan diberikan pada ujung jari
pada taut serviks dan korpus untuk mendorong ke atas melalui kanalis
servikalis.

31

http://repository.unimus.ac.id
Gambar diambil dari Taber, B. Kapita Selekta kedaruratan obstetri dan
Ginekologi. Johanes gunawan editor, teddy supriadi. Alih bahasa.
Jakarta: EKG; 1994

Anestesi umum mungkin diperlukan, khususnya bila serviks telah


ditutupi korpus uteri yang inverse. Segera setelah inverse dikoreksi,
plasenta diangkat dan uterus dieksplorasi secara manual. Kontraksi uterus
distimulasi dengan oksitosin dan ergonovin intravena. Kompresi
bimanual membantu mengontrol perdarahan lebih lanjut sampai tonus
uteri membaik
2. Resusitasi segera diperlukan. Aktifkan sistem emergensi. Terapi suportif
untuk syok dan perdarahan penting. Oksigen dan cairan intravena segera
diberikan, diikuti dengan pemberian darah untuk memperbaiki volume
cairan intravaskuler. Zat-zat oksitoksik dihindari sampai uterus
ditempatkan kembali dan plasenta diangkat.
3. Laparotomi mungkin diperlukan bila reposisi vagina gagal. Setelah
abdomen dibuka dan dapat dikenali uterus yang inverse, fundus secara
bersamaan didorong ke atas dari bawah dan ditarik ke arah atas dari atas.
Cincin kontraksi yang mencegah reposisi harus diinsisi melalui dinding
posterior uterus

32

http://repository.unimus.ac.id
Sarana Prasarana
1. sarung tangan
2. manekin partus manual tanpa bayi
3. infuse
4. tabung oksigen
5. nasal kanul
6. stetoskop
7. tensimeter
8. thermometer

Prognosis
Walaupun tingkat rekurensi tinggi telah dilaporkan, ada banyak contoh
kelahiran tanpa komplikasi pada kehamilan berikutnya.
Komplikasi yang harus diantisipasi meliputi syok hipovolemik, plasenta
akreta, dan rupture uteri

1.10.RUPTUR SERVIKS
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan
Ruptur serviks salah satu penyebab pendarahan postpartum primer. Robekan
serviks dapat terjadi pada satu tempat atau lebih. Laserasi pada jalan lahir
lebih sering terjadi akibat penggunaan instrument ke dalam jalan lahir
daripada karena proses persalinan normal. Setiap selesai melakukan
persalinan operatif pervaginam, letak sungsang, partus presipitatus, plasenta
manual, harus dilakukan pemeriksaan keadaan jalan lahir dengan speculum
vagina.
Etiologi robekan serviks dapat terjadi pada:
1. partus presipitatus
2. trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum
ekstraktor)

33

http://repository.unimus.ac.id
3. melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa padahal
pembukaan serviks uteri belum lengkap.
4. partus lama, dimana telah terjadi serviks edema, sehingga jaringan
serviks sudah menjadi rapuh dan mudah robek
Komplikasi yang segera terjadi adalah perdarahan. Kadang-kadang
perdarahan ini sangat banyak sehingga dapat menimbulkan syok bahkan
kematian.

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Riwayat partus presipitatus
2. Riwayat penggunaan alat bantu saat persalinan (forsep, vakum)
3. Riwayat bayi letak sungsang
4. Riwayat partus lama
5. Riwayat plasenta tidak lahir lengkap

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


1. Pendarahan hebat
2. kolap kardiovaskuler (pucat,nadi lemah, akral dingin, kesadaran
menurun, tekanan darah menurun)
3. palpasi abdomen: kontraksi uterus (menyingkirkan atonia), TFU
(menyingkirkan retensio plasenta)
4. Pemeriksaan dalam vagina: tampak robekan serviks, cek apakah
plasenta lahir lengkap (kotiledon tidak lengkap)
5. pemeriksaan darah: Hb, Ht, trombosit, faktor pembekuan darah,
golongan darah
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan berdasar pemeriksaan fisik
Differential diagnosis: penyebab pendarahan postpartum primer lainnya:
1. Atonia = Atonia uteri, plasenta restan, retensio plasenta
2. Trauma = rupture vagina, rupture uteri
3. Masalah koagulasi = DIC

34

http://repository.unimus.ac.id
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
1. akses intravena dua jalur. Masukkan kristaloid dan atau koloid.
2. memasang cateter urin untuk monitoring cairan
3. pemberian oksitosin 10 IU IV untuk memacu kontraksi uterus, diikuti
dengan oksitosin infus
4. jika perdarahan terus berlangsung, kemungkinan atonia dan retensio
plasenta sudah disingkirkan, pertimbangkan anestesi umum untuk
memperbaiki robekan pada jalan lahir.

Teknik menjahit robekan serviks (dengan anestesi umum):


1. pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan
klem, sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
2. kemudian serviks ditarik sedikit, sehingga lebih jelas kelihatan dari luar
3. jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum dijahit, pinggir
tersebut diratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang
bergerigi tersebut.
4. setelah itu robekan dijahit dengan catgut khromik nomor 00 atau 000.
Jahitan dimulai dari ujung robekan dengan cara jahitan terputus-putus
atau jahitan angka delapan.
5. pada robekan yang dalam, jahitan harus dilakukan lapis demi lapis. Ini
dilakukan untuk menghindarkan terjadinya hematoma dalam rongga di
bawah jahitan

35

http://repository.unimus.ac.id
Gambar diambil dari 1. Prawirohardjo, S. Ilmu bedah kebidanan.
Yayasan bina pustaka sarwono. Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo. 2005

Sarana Prasarana
1. sarung tangan
2. stetoskop
3. thermometer
4. tensimeter
5. manekin ginekologi
6. spekulum cocor bebek
7. infus set
8. cairan infuse Nacl. Koloid, RL
9. tabung O2
10 nasal kanul, masker
11. kasa
12. lampu periksa
13. klem ovarium

Prognosis
Pada keadaan di mana robekan serviks ini tidak ditangani dengan baik,
dalam jangka panjang dapat terjadi inkompetensi serviks (cervical
incompetence) pun infertilitas sekunder

36

http://repository.unimus.ac.id
1.11. SUBINVOLUSIO UTERUS
Tingkat kemampuan: 3B

Masalah kesehatan
Subinvolusio uterus menggambarkan keadaan menetapnya retardasi
involusi ditandai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan perdarahan
uterus yang berlebihan selama proses nifas.

Hasil anamnesis (Subjective)


Seorang perempuan usia 23 tahun datang ke dokter dengan keluhan keluar
darah terus menerus setelah melahirkan. Pasien melahirkan 2 minggu yang
lalu. Keluarnya darah terus menerus dan banyak sampai berganti pembalut
lebih dari 5 kali dalam sehari. Pasien tampak pucat dan konjungtiva
anemis
Gejala perdarahan uterus yang berkepanjangan dan berlebihan, kadang
disertai perdarahan hebat. Tidak adanyan lapisan endotel dan pembuluh
yang terisi thrombus. Trofoblas periaurikular tampak pada dinding
pembuluh darah uterus. Subinvolusio mungkin menggambarkan interaksi
aberan antara sel uterus dan trofoblas.
Penyebab kondisi involusio ini biasanya disebabkan penyebab local seperti
retensi potongan plasenta atau infeksi panggul seperti infeksi Clamidia
trakomatis.

Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan bimanual dengan hasil uterus teraba lebih besar dan lunak
disbanding periode nifas uterus normal. Pemeriksaan darah kadar
hemoglobin juga dibutuhkan untuk mengetahui nilai Hb dan tingkatan
anemia.

37

http://repository.unimus.ac.id
Penegakan diagnosis (Assessment)
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang rinci tentang gejala dan
riwayat penyakit sekarang dan pemeriksaan bimanual.

Penatalaksanaan komprehensif ( Plan)


Pemberian ergonovin atau metilergonovin 0,2 mg tiap 3-4 jam selama 24-
48 jam direkomendasikan beberapa ahli. Namun efektivitasnya
dipertanyakan. Pengobatan menggunakan antibiotik oral memberikan
respon yang baik jika dicurigai adanya infeksi. Infeksi yang sering adalah
Clamidia trakomatis, maka pemberian tetrasiklin menjadi efektif.

Prognosis
Prognosisnya dubia ad bonam jika dapat di diagnosis secara dini dan
dilakukan penatalaksanaan yang adekuat. Prognosis cepat memburuk jika
tidak segera ditangani

1.12. CRACKED NIPPLE


No. ICD X O92.1 Cracked Nipple Associated With Childbirth
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan
Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat
menyusui, selain itu dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah.
Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
Penyebabnya:
1. Tehnik menyusui yang kurang tepat.
2. Pembengkakan payudara
3. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain
saat ibu membersihkan puting susu.
4. Moniliasis (infeksi jamur) pada mulut bayi yang menular pada
puting susu ibu.
5. Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue).

38

http://repository.unimus.ac.id
Hasil Anamnesis (Subjective)
Rasa sakit saat bayi melekat ke payudara dan biasanya akan berkurang
seiring bayi menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa sakit dapat
berlangsung terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang
baik/mengisap tidak efektif. Rasa sakit akibat infeksi jamur biasanya akan
berlangsung terus selama proses menyusui dan bahkan setelahnya. Rasa
sakit akibat infeksi jamur seringkali digambarkan seperti rasa terbakar.
Jika rasa sakit pada puting terjadi padahal sebelumnya tidak pernah
merasakannya, maka rasa sakit tersebut mungkin disebabkan oleh infeksi
Candida, meskipun infeksi tersebut dapat pula merupakan lanjutan dari
penyebab lain sakit pada puting, sehingga periode tanpa sakit hampir tidak
pernah terjadi. Retak pada puting dapat terjadi karena infeksi jamur.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


(Objective)
Pemeriksaan Fisik ditemukan lesi kulit/ fissura tunggal atau beberapa
dengan kedalaman yang berbeda pada salah satu atau kedua puting.
Fissura dapat dangkal ataupun dalam sampai lapisan subkutan. Jika rusak,
kapiler jaringan subkutan yang retak dapat berdarah. Adanya infeksi
menyebabkan peradangan puting yang ditandai dengan: infiltrasi jaringan,
hiperemia , pembentukan erosi dan ulserasi , discharge purulen . infeksi
pada fissura ( terutama jamur ) dapat menyebabkan mastitis.

Penegakan Diagnosis (Assesment)


Diagnosis Klinis : Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis Banding :
Mastitits, Abses payudara, abses subareola, fistula subareola
Komplikasi : Mastitis

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan

39

http://repository.unimus.ac.id
Penanganan terbaik untuk puting lecet adalah pencegahan. Pencegahan
terbaik adalah dengan memastikan pelekatan bayi ke payudara dengan
benar sejak hari pertama. Kontak kulit antara ibu dan bayi sesegera
mungkin setelah kelahiran bayi, setidaknya dalam satu atau dua jam
pertama, akan memudahkan bayi untuk melekat sendiri dengan baik.
1. Cari penyebab puting susu lecet.
2. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit
(ibuprofen, acetaminofen)
3. Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.
4. Pemberian salep vitamin A dan D atau Hydrous lanolin

Konseling dan Edukasi


1. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke bagian areola
dan susukan secara bergantian diantara kedua payudara.
2. Bayi disusukan lebih dulu pada putting susu yang normal atau
lecetnya sedikit.
3. Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat
membersihkan payudara.
4. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam).
5. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan
kering.
6. Pergunakan BH yang menyangga.
7. Bila perlu dapat memakai nipple shields selama menyusui
Kriteria Rujukan : bila terjadi abses pada payudara

Prognosis
Infeksi lokal disekitar area fissura dapat menyebabkan mastitis

40

http://repository.unimus.ac.id
1.13. INVERTED NIPPLE/ RETRAKSI PUTTING
No. ICD X N64.5 Other Sign and Symptoms in Breast
Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa
kasus, puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus-
kasus lain, retraksi ini menetap.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Bayi kesulitan untuk menyusu.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


(Objective)
Pemeriksaan Fisik : Puting tampak datar atau masuk ke dalam

Penegakan Diagnosis (Assesment)


Diagnosis
Grade 1
1. Puting tampak datar atau masuk ke dalam
2. Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau
sekitar areola.
3. Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi
4. Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.

Grade 2
1. Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk
saat tekanan dilepas
2. Terdapat kesulitan menyusui.
3. Terdapat fibrosis derajat sedang.

41

http://repository.unimus.ac.id
4. Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak
diperlukan.
5. Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen
dan otot polos.
Grade 3
1. Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan
membutuhkan pembedahan untuk dikeluarkan.
2. Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
3. Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan
4. Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan
fibrosis yang parah

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Jka retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan
pompa payudara. Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus
dilakukan untuk mengeluarkan puting dengan jari pada beberapa bulan
sebelum melahirkan.

42

http://repository.unimus.ac.id
Dengan pengurutan putting susu, posisi putting susu ini akan menonjol
keluar seperti keadaan normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak
menonjol, usaha selanjutnya adalah dengan memakai Breast Shield atau
dengan pompa payudara (Breast Pump). Jika dengan cara-cara tersebut
diatas tidka berhasil (ini merupakan True Inverted Nipple) maka usaha
koreksi selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).

Konseling dan Edukasi


Yang perlu di perhatikan untuk payudara dengan puting datar dan
terbenam adalah:
1. Selama hamil tidak perlu menarik-narik puting, menggunakan
tempurung puting (breast shells), terutama pada trimester terakhir
karena dapat memicu kontraksi dini (bayi dapat lahir premature).
2. Pada awal menyusui bisa sulit, tetapi posisi dan pelekatan yang benar
akan sangat membantu. Untuk itu diperlukan bantuan dari
konselor/konsultan laktasi untuk membantu ibu dengan teknik posisi
dan pelekatan pada saat bayi menyusu.
3. Perlu diingat, bahwa bayi menyusu dari payudara (areola/bagian
lingkaran hitam pada payudara) BUKAN dari puting.
4. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan biarkan bayi melekat
sendiri pada payudara.
5. Hindari penggunaan penyambung puting (nipple shield) pada saat
menyusui, karena akan menyakiti puting ibu, serta membuat bayi
tidak belajar untuk melekat (latch-on) dengan benar pada payudara.
6. Coba beberapa posisi mendekap bayi. Contoh: cross-cradle dan
football/clutch
7. Menegakkan puting sebelum menyusui / merangsang puting dengan
menggunakan pompa payudara tangan, tabung suntik, atau menarik
puting keluar akan membantu puting untuk keluar dengan maksimal.

43

http://repository.unimus.ac.id
8. Membentuk payudara, dengan menopang payudara dari bagian bawah
dengan jari-jari, dan menekan bagian atas payudara dengan ibu jari.
Tidak memegang payudara terlalu dekat ke putting (C hold, U hold)
Sebenarnya bentuk puting itu tidak menentukan apakah bisa atau tidak
untuk menyusui, karena pelekatan yang benar pada proses menyusui
adalah bukan menghisap puting tetapi memerah pabrik ASI yang terdapat
disekitar areola. Yang harus diingat pada posisi pelekatan yang benar saat
menyusui adalah:
1. CHIN: pastikan bahwa dagu bayi menempel pada payudara ibu
2. AREOLA: pastikan bahwa yang masuk kedalam mulut bayi adalah
puting dan sebagian besar areola, bukan puting saja, dan areola yang
berada di bagian bawah mulut bayi lebih sedikit dibandingkan dengan
areola yang berada diatas mulut bayi
3. LIPS: pastikan bahwa baik bibir atas maupun bibir bawah bayi
terputar keluar (memble) dan tidak terlipat kedalam ataupun berbentuk
monyong
4. MOUTH: pastikan bahwa mulut bayi terbuka lebar dan menempelkan
pada payudara ibu
Kriteria Rujukan : True Inverted Nipple
Prognosis
prognosis kasus di atas adalah ad bonam

44

http://repository.unimus.ac.id
BAB II
GINEKOLOGI

1.1. VULVITIS
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan
Infeksi pada vulva yang lazim disebut vulvitis sebagian besar dengan gejala
keputihan atau lekorea dan tanda infeksi local.
Sebab-sebab: Gonokokus, Candida albican, Trichomonas, Oxyuris, Pediculi
pubis, Diabetes, Vulvitis dapat juga terjadi sekunder, terhadap leukore dan
fistel tractus genital
Bentuk-bentuk yang jarang terjadi
1. Dipheri: hanya terjadi pada anak-anak dan terbentuk. Pseudomembran
putih
2. Pada beberapa macam infeksi kadang-kadang terjadi juga gambaran yang
menyerupai diphteri seperti pada sepsis, thyphus
3. Vulvitis aphtosa
4. Gangrene vulva
5. Herpes genital: menyebabkan nyeri
Ulcus pada vulva
1. Ulkus tuberkulosum
2. Ulkus vulva acutum
3. Ulkus lueticum
4. Ulcus molle
5. Ulcus varicosum

Penyulit vulvitis:
1. Bartholinitis: Biasanya oleh gonokokus tapi dapat juga disebabkan oleh
kuman biasa.

45

http://repository.unimus.ac.id
2. Kondiloma akuminata: Tumor-tumor bersifat kulit yang runcing. Biasanya
akibat fluor

Hasil Anamnesis (Subjective)


Gejala-gejala:
1. Perasaan panas dan nyeri terutama waktu kencing
2. Leokorea yang sering disertai perasaan gatal hingga terjadi irritasi oleh
garukan
3. Gangguan coitus
4. Introitus dan labia menjadi merah dan bengkak dan sering tertutup oleh
sekret.
5. Hygiene yang kurang seperti pada wanita yang gemuk dan tua
6. Infeksi vulva yang merupakan bagian terluar genital wanita dapat dalam
bentuk:
a. infeksi kulit berambutnya : menimbulkan kesukaran bergerak
b. infeksi kelenjar bartholini : terletak dibagian bawah vulva, penderita
sukar jalan dan duduk karena sakit

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Infeksi kulit berambut: terjadi perubahan warna, membengkak, terasa nyeri,
kadang-kadang tampak bernanah.
Infeksi kelenjar bartholini: warna kulitnya berubah, membengkak, terjadi
timbunan nanah di dalam kelenjar.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang swab sekret
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
1. Terapi yang paling baik adalah terapi causal. Misalnya infeksi oleh
kuman-kuman dapat diberikan salep yang mengandung antibiotika,
atimycotika sering dengan cortisone

46

http://repository.unimus.ac.id
2. Trichomonas dapat diobati dengan derivat imidasol, oxyuriasis dengan
piperazin, pediculi dengan DDT
3. Pada anak-anak kita harus ingat akan vulvitis gonorrhoica, pada orang
dewasa kemungkinan diabetes selalu harus dipertimbangkan.
4. Secara umum dapat diberikan zitbad
5. Bartholini abses harus diinsisi dan diberikan antibiotika
6. Condylomata acuminate dapat dihilangkan dengan elektrokoagulasi

Sarana Prasarana
1. tensimeter
2. thermometer
3. handskoon
4. kapas sublimat
5. cawan
6. manekin gynecologi
7. stetoskop

Prognosis
Dubia ad bonam

2.2. INFERTILITAS
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan
Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami
kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama
satu tahun. Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan
suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan
hubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun
dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun

47

http://repository.unimus.ac.id
Disebut infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun
bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan 12 bulan.
Disebut infertilitas sekunder kalau istri pernah hamil akan tetapi kemudian
tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan 12 bulan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Pasien biasanya datang dengan keluhan belum mendapatkan keturunan
dalam perkawinannya. Tiga faktor utama yang paling berperan dalam
infertilitas yaitu umur perempuan, lama infertilitas dan jenis infertilitas
(primer atau sekunder). Umur perempuan merupakan parameter terpenting
yang berbanding terbalik dengan fekunditas, terutama disebabkan oleh
penurunan kualitas dan kuantitas oosit. Faktor lain yang perlu diketahui
adalah adanya riwayat laparotomi yang dapat berperan dalam perlengketan
pelvik (risiko relatif 4.4 ; CI = 3.4-‐6.5). Kebiasaan merokok juga dapat
menurunkan fekunditas dan keberhasilan program teknologi reproduksi
berbantu (TRB). Anamnesis yang lengkap dapat menyingkirkan
kemungkinan faktor etiologi infertilitas yaitu gangguan ovulasi (lama dan
keteraturan siklus haid), oklusi tuba fallopii (riwayat operasi sebelumnya)
dan endometriosis (dismenorea dan dispareunia).
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Syarat-syarat pemeriksaan:
Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu
berarti, kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka
pasangan itu tidak diperiksa.
Adapun syarat-syarat pasangan infertil adalah sebagai berikut:
1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah
berusaha untuk mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat
dilakukan lebih dini apabila:
a. Pernah mengalami keguguran berulang

48

http://repository.unimus.ac.id
b. Diketahui mengalami kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah gynekologi
2. Istri yang berumur antara 31 – 35 tahun dapat diperiksa pada
kesempatan pertama pasangan itu datang ke dokter
3. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36 – 40 tahun hanya
dilakukan pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak pada
perkawinan ini.
4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang
salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat
membahayakan kesehatan istri atau anaknya.

Pemeriksaan Fisik
Pria : Pemeriksaan lengkap (fisik, seksual, psikologik), pemeriksaan
klinik genitalia untuk ukuran testis, varikokel dll.
Wanita : Pemeriksaan lengkap (fisik, seksual, psikologik), pemeriksaan
pelvis untuk kelainan traktus genitalis.

Pemeriksaan Penunjang
Pria : analisis semen termasuk volume semen (> 2 ml dengan > 20 juta
spermatozoa/ml), motilitas (lebih dari 40%, 4 jam setelah semen
dikeluarkan), dan morfologi ( 60% spermatozoa harus mempunyai
morfologi normal)
Wanita : tes ovulasi (pengukuran temperatur basal tubuh dll, insuflasi tuba,
histerosalphingografi, laparoskopi, pemeriksaan endokrin, pemeriksaan
getah serviks, biopsi endometrium).

Penegakan Diagnosis (Assesment)


Diagnosis Klinis: Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding:

49

http://repository.unimus.ac.id
1. Infertilitas primer
2. Infertilitas sekunder

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan:
Penanganan infertilitas pada prinsipnya didasarkan atas 2 hal yaitu:
1. Mengatasi faktor penyebab / etiologi
2. Meningkatkan peluang untuk hamil

Penatalaksanaan tergantung pada penyebab infertilitas.


1. Air mani yang abnormal : nasehat untuk melakukan senggama
berencana pada saat-saat subur istri.
2. Varikokel : varikokelektomi
3. Sumbatan va deferens : vasoepididimostomi
4. Infeksi traktus genitalis : antibiotika
5. Defisiensi gonadotropin :terapi hormon
6. Stimulasi ovulasi

Konseling dan Edukasi:


1. Pemeriksaan pasangan infertilitas sangat komples dan memerlukan
waktu yang tidak dapat dipastikan lamanya, biaya yang banyak, dan
,menimbulkan tekanan psikologis yang berat. Wawancara yang intensif
tentang berbagai masalah yang dapat dihubungkan dengan
kemungkinan penyebab infertilitas. Dalam melakukan pemeriksaan
secara sistematis dan terarah diperlukan kepercayaan kedua belah
pihak. Umtuk dapat membangun kepercayaan ini, diperlukan
kesabaran dan kemauan dokter untuk mendengarkan berbagai
keluhannya sehingga kemungkinan penyebab infertilitasdapat
diketahui dari wawancara tersebut.

50

http://repository.unimus.ac.id
2. Konseling tentang variasi dan dalam hubungan seksual yang benar,
cara menghitung masa subur, makanan yang dapat meningkatkan
kesuburan suami atau isteri
3. Gaya hidup dapat menyebabkan penurunan kualitas sperma, sebagai
contoh : kecanduan alkohol, penggunaan anabolic steroids, extreme
sport, dan peningkatan suhu skrotum. Beberapa obat-obatan juga dapat
mempengaruhi spermatogenesis.
4. Mencari ketenangan psikologi, mengurangi stres.

Kriteria Rujukan:
Pemeriksaan pada pihak suami sebaiknya memerlukan konsultasi urologi
dan androlog, sedangkan wanitadi konsulkan dengan ginekolog untuk
pengobatan lebih lanjut.

Prognosis
Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, istri dan
lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama
dan lamanya perkawinan)

1.3. TORSI DAN RUPTUR KISTA/ TUMOR ADNEKSA (KISTA


OVARIUM)
Tingkat Kemampuan : 3B

Masalah Kesehatan
Kista ovarium adalah tumor kistik pada ovarium (asal dan jenis bermacam-
macam). Dapat menyebabkan nyeri perut akut karena terpuntir atau ruptur,
terutama pada kehamilan trimester pertama.

Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Nyeri abdomen dapat berkembang secara bertahap atau tiba-tiba,
tergantung pada jenis kelainan perdarahan bertahap atau torsi

51

http://repository.unimus.ac.id
intermitten, perdarahan akut, ruptur mendadak atau torsi. Nyeri dapat
terlokalisir pada salah satu kuadran bagian bawah atau menyeluruh
pada abdomen bagian bawah.
2. Nausea atau vomitus dapat terjdi segera setelah nyeri tiba-tiba yang
menyiksa atau dapat berkembang setelah nyeri timbul beberapa jam.
3. Riwayat menstruasi
4. Sinkope atau syok

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


(Objective)
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Umum
1. Suhu normal atau sedikit meningkat
2. Tekanan darah dan pernafasan dalam batas normal, kecuali terdapat
gejala syok hipovolemik

Pemeriksaan Abdomen
1. Nyeri tekan unilateral pada kuadran bagian bawah dengan atau tanpa
nyeri lepas, rigiditas dan pengerasan.
2. Bising usus biasanya normal
Pemeriksaan Pelvis
1. Ukuran uterus biasanya normal kecuali pasien hamil
2. Apabila servis digerakkan sering terasa nyeri
3. Suatu masa yang terpalpasi biasanya tampil dalam bentuk hematom
disekeliling tempat perdarahan, torsi tumor kistik atau solid atau
perdarahan kedalam suatu kista ovarium.

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan
2. Foto abdomen
3. USG

52

http://repository.unimus.ac.id
4. Hitung darah lengkap : kadar Hb, Hmt, Jumlah lekosit
5. Tes koagulasi
6. Kuldosentesis

Penegakan Diagnosis (Assesment)


Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan penunjang
Diagnosis Banding :
1. Kehamilan ektopik
2. Infeksi pelvis
3. Appendicitis akut
4. Divertikulitis
5. Perforasi usus
6. Obstruksi usus
Komplikasi : perdarahan, infeksi, obstruksi usus karena perlengketan,
nekrosis.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


1. Tatalaksana Umum
Apabila dicurigai adanya perdarahan intraperitonium, segera rujuk ibu ke
rumah sakit.
2. Tatalaksana Khusus
Pada kista ovarium terpuntir disertai nyeri perut dilakukan laparotomi.
Pada kista ovarium asimptomatik:
a. Bila kista berukuran > 10 cm, dilakukan laparatomi pada trimester
kedua kehamilan.
b. Bila kista berukuran < 5 cm, tidak perlu dioperasi.
c. Bila kista berukuran 5 – 10 cm, lakukan observasi: jika menetap atau
membesar, lakukan laparotomi pada trimester kedua kehamilan.

Kriteria Rujukan :
Rujukan dilakukan jika dicurigai keganasan

53

http://repository.unimus.ac.id
Prognosis
prognosis kasus ini tergantung penanganan

1.4. ENDOMETRITIS
Tingkat kemampuan: 3B

Masalah kesehatan
Endometritis adalah peradangan atau iritasi pada lapisan rahim
(endometrium). Hal ini berbeda dengan endometriosis. Keterlambatan terapi
dapat menyebabkan syok. Endometritis dapat terjadi pada saat yang sama
dengan infeksi panggul lainnya

Hasil anamnesis (Subjective)


Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke dokter dengan keluhan
perdarahan pervaginam. Pasien juga demam, nyeri perut bawah. Gejala ini
mulai timbul setelah pemasangan IUD beberapa hari yang lalu. Dari
pemeriksan fisik di dapat lokia berbau dan purulen.
Gajala yang timbul pada endometritis meliputi
1. Demam >380C dapat disertai menggigil
2. Nyeri perut bawah
3. Lokia berbau dan purulen
4. Nyeri tekan pada uterus
5. Uterus subinvolusi
6. Kadang susah BAB
7. Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok
Endometritis disebabkan oleh infeksi pada rahim. Hal ini dapat disebabkan
Klamidia Trakomatis, Gonore, TBC, atau campuran bakteri yang normal
vagina. Hal ini lebih mungkin terjadi setelah keguguran atau melahirkan.
Hal ini juga lebih umum setelah persalinan lama atau sectio secaria.
Faktor predisposisi meliputi kurangnya tindakan aseptik saat melakukan
tindakan, kurangnya higien pasien, dan kurangnya nutrisi. Risiko

54

http://repository.unimus.ac.id
endometritis lebih tinggi setelah prosedur panggul yang dilakukan melalui
leher rahim seperti biopsi endometrium, histeroskopi, penempatan alat
kontrasepsi dalam rahim (IUD)

Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan fisik meliputi nyeri tekan perut bawah/ nyeri uterus, lokia
berbau, purulen, perdarahan dari uterus dalam jumlah banyak. Hati-hati
tanda-tanda syok.
Pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
2. Golongan darah ABO dan jenis Rh
3. Gula Darah Sewaktu (GDS)
4. Analisis urin
5. Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
6. Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa
plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik

Penegakan diagnosis (Assessment)


Penegkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis yang akurat dan
pemeriksaan fisik sehingga diagnosis segera ditemukan. Jangan lupa
menanyakan RPS untuk mengetahui penyebab gejala dan perdarahan
vaginam yang timbul. Hati-hati dengan tanda-tanda syok.

Penatalaksanaan komprehensif ( Plan)


Tata Laksana Umum meliputi berikan
1. Antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:
a. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
d. Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan
tatalaksana

55

http://repository.unimus.ac.id
2. Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
3. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai
terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam
vaginanya).
4. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovarium atau kuret tumpul
besar bila perlu
5. Pasien harus dilakukan rawat inap untuk monitoring terapi yang
dilakukan

Evaluasi kondisi meliputi:


1. Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
2. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan
pervaginam setiap 4 jam.
3. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit setiap
48 jam.
4. Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur.

Pasien diperbolehkan pulang jika suhu < 37,50 C selama minimal 48 jam
dan hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3.

Lakukan rujukan jika :


1. tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan nyeri
abdomen).
2. jika terdapat pus, lakukan tindakan laparotomi dan drainase abdomen
3. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.

56

http://repository.unimus.ac.id
Prognosis
Prognosis dubia ad bonam jika segera di diagnosis dan diketaui
penyebabnya sehingga pengobatan dilakukan dengan adekuat. Biasanya
membaik setelah pemberian antibiotik.
Keterlambatan terapi dapat menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis
vena, emboli paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, dan infertilitas.

57

http://repository.unimus.ac.id
REFERENSI

1. Ben-zion Taber, M.D. Kapita Selekta Kedaduratan Obstetri dan


Ginekologi. Jakarta: EGC;1994

2. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Haunth JC,
Wenstrom KD. Obstetric Williams vol 1 edisi 21. EGC, Jakarta. 2006,
444-445.

3. Kapita Selekta Kedokteran Klinik.Edisi Terbaru. Tangerang :Binarupa


Aksara. 2009

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Pedoman Bagi
Tenaga Kesehatan. Edisi Pertama. 2013.

5. Lange Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &b Gynecology 11th


edition Internatiional Edition . Alan H.Decherney, Lauren Nathan, Neri
Laufer, Ashley S.Roma. Mc Graw Hill Medical

6. Magowan B, Owen P, Drife J, Editors. Clinical Obstetrics &


Gynaecology. 2nd ed. United Kingdom: Saunders Elsevier; 2009

7. Manuaba, IBG. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga


berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC 1998.

8. Medical Encyclopedia. Endometritis. US national library of medicine.


Diakses tanggal 27 Agustus 2015.
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/medlineplus.html

9. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: P.T Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.

10. Sarwono, P. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo; 2008

11. Taber, B. Kapita Selekta kedaruratan obstetri dan Ginekologi. Johanes


gunawan editor, teddy supriadi. Alih bahasa. Jakarta: EKG; 1994

58

http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai