Anda di halaman 1dari 6

A.

Hukum zakat dan pajak


1. Hukum Zakat
Zakat merupakan rukun Islam ketiga dan menurut mayoritas ulama diwajibkan
pada tahun kedua hijriah. Sedangkan Ayat-ayat tentang zakat, sedekah, dan infaq
yang diturunkan di Makkah baru berupa anjuran, barang siapa melakukannya
maka mendapat pahala dan teguran bagi yang meninggalkannya. Dalil tentang
kewajiban membayar zakat dapat kita temukan di al-Qur’an dan Hadis.
Dalil dari al-Qur’an yang menjelaskan kewajiban zakat diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Q.S al-Baqarah ayat 43 yang artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.”1
b. Q.S at-Taubah ayat 103 yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”2
Dalil dari hadis tentang kewajiban zakat diantaranya adalah sebagai berikut3:
a. sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar: “Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan
kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan sholat, membayar
zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan.” (HR. Bikhari Muslim)
b. hadis yang diriwayatkan dari ath-Thabrani dari Ali; “Sesungguhnya Allah
mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka
dengan batas sesuai kecukupan oarng fakir diantara mereka. Orang-orang fakir
tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena
ulah orang-orang kaya diantara mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab
mereka dengan keras dan mengazab mereka dengan pedih.” (HR. Ath-Thabrani)
2. Hukum pajak

1
Al-Qur’an
2
Al-Qur’an
3
Murtadho Ridwan, Zakat vs Pajak: Studi Perbandingan di Beberapa Negara Muslim,
Ziswaf, 1 (Juni:2014) hlm.128
Dasar kewajiban membayar pajak (dharibah) terdapat pada QS At-Taubah
ayat 29, yang artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah
dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi al- Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar ‘Jizyah’ dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan
tunduk.” (QS. At-Taubah: 29)4
Menurut pendapat ulama pembebanan pajak tidak dapat dilakukan
sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah
fiqh Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat, di
antaranya adalah:5
a. Harta itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain. Maksudnya, pajak
boleh dipungut apabila negara memang benar-benar membutuhkan dana,
sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf
Qardhawi dan didukung oleh beberapa ulama dan mereka mensyaratkan bahwa
pajak boleh dipungut jika benar-benar kas Negara kosong.
b. Pajak dipungut secara adil. Maksudnya, jika pajak itu benar-benar dibutuhkan
dan tidak ada sumber lain, maka pengutipan harus adil dan tidak memberatkan.
Jangan sampai menimbulkan keluhan masyrakat. Keadilan dalam pemungutan
pajak didasarkan pada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang
diperlukan rakyat dan pembangunan.
c. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan
untuk maksiat dan hawa nafsu.
d. Persetujuan para ahli yang berakhlak. Maksudnya pemerintah tidak boleh
bertindak sendiri untuk mewajibkan dan menentukan besaran pajak, kecuali
setelah bermusyawarah dan mendapat persetujuan dari para ahli.
Hukum membayar zakat menurut para ulama adalah wajib dan barang
siapa mengingkari kewajiban zakat, berarti telah keluar dari Islam. Meskipun
zakat dan pajak sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta, tetapi
4
Al-Qur’an
5
Murtadho Ridwan, Zakat vs Pajak: Studi Perbandingan di Beberapa Negara Muslim,
Ziswaf, 1 (Juni:2014) hlm.129
keduanya mempunyai falsafah yang khusus, dan keduanya berbeda sifat dan
asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta kadarnya, disamping berbeda
pula mengenai prinsip, tujuan dan jaminannya. Sesungguhnya ummat Islam dapat
melihat bahwa zakat tetap menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan
hasil pemikiran keuangan dan perpajakan zaman modern, baik dari sisi prinsip
maupun hukum-hukumnya.6

B. Persamaan dan Perbedaan zakat dan pajak


Persamaan antara zakat dan pajak adalah sebagai berikut:7
1. Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila
melalaikannya terkena sanksi.
2. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai
efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya.
3. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara.
4. Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu di dunia.
5. Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan
problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.
Meskipun ada beberapa persamaan antar zakat dan pajak tetapi tidak bisa
disamakan begitu saja, karena antara keduanya ada perbedaan penting, yaitu:8
1. Zakat itu adalah ibadah, dan pajak adalah kewajiban kepada negara. Pajak
berhubungan antara warga dan negara. zakat adalah hubungan manusia dengan
Tuhannya. Seorang muzakki akan membayar zakatnya, meskipun tidak ada yang
menagihnya.
2. Dari aspek kewajiban. Zakat hanya diwajibkan bagi umat Islam,
sedangkan umat yang beragama lain tidak terkena kewajiban zakat. Sedangkan
pajak, wajib bagi setiap warganegara, baik yang beragama Islam maupun lainnya.
3. Subyek zakat adalah orang kaya. Hal ini dibuktikan bahwa yang harus
membayar zakat adalah orang yang hartanya telah mencapai nishab. Sedangkan
6
Murtadho Ridwan, Zakat vs Pajak: Studi Perbandingan di Beberapa Negara Muslim,
Ziswaf, 1 (Juni:2014) hlm.129-130
7
Murtadho Ridwan, Zakat vs... hlm.130
8
Nurul Ichsan, Tinjauan Penerapan Pungutan Pajak dan Zakat Menurut Konsep Ekonomi
Islam di Indonesia, Islamadina, 2, (September:2018)
pajak tidak pandang bulu, semua warga negara baik kaya maupun miskin harus
bayar pajak.
4. Zakat hanya diperuntukkan bagi delapan golongan mustahik, yaitu fakir,
miskin, amil zakat, muallaf, riqob, gharimin, ibnu sabil, dan fi sabilillah (QS. At-
Taubah: 60). Adapun peruntukan pajak adalah sangat tergantung situasi dan
kondisi negara pada saat itu. Suatu saat digunakan untuk membangun
infrastruktur, lain waktu untuk program pendidikan, atau untuk membayar pokok
dan bunga pinjaman.
5. Zakat harus disalurkan secara langsung kepada yang berhak (yaitu delapan
asnaf mustahik), tidak boleh ditahan-tahan terlalu lama. Sedangkan pajak, secara
konsep dan praktek, pemanfaatannya adalah secara tidak langsung. Jadi pembayar
pajak tidak bisa menuntut pemerintah untuk segera menggunakannya untuk
kepentingan rakyat, tetapi tergantung pada mekanisme yang ada di pemerintahan
(pemerintah dan DPR).
6. Tarif zakat sudah baku, tidak bisa diubah-ubah. Sedangkan tarif pajak bisa
diubah disesuaikan dengan kondisi.
7. Zakat ada ketentuannya, sedangkan pajak tidak ada ketentuan yang jelas
kecuali ditentukan oleh penguasa di suatu tempat.
8. Zakat adalah salah satu bentuk sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW Sedangkan pajak asal-usulnya pungutan oleh para raja Arab atau non Arab,
dan diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak sepersepuluh dari barang
dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasannya.
9. Pajak terbatas sasarannya, hanya pada target materi sedangkan zakat
memiliki sasaran ruhiyah, akhlak, dan insaniyah (kemanusiaan). Zakat adalah
ibadah yang sekaligus pungutan

C. Hubungan pajak dan zakat


Pada dasarnya tujuan utama pajak dan zakat adalah sebagai sumber dana
untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata dan
berkesinambungan antara kebutuhan material dan spiritual. Hubungan antara
pajak dan zakat dihubungkan dengan empat norma perpajakan:9
1. Norma Persamaan
sistem modern perpajakan yang mana pemungutan pajak ditentukan berdasarkan
penghasilan seseorang. Dan setiap warga negara sebisa mungkin harus
menyumbang untuk menyokong pemerintah, sesuai dengan penghasilan mereka.
Untuk pemungutan zakat ditentukan atas harta yang tersimpan dengan tarif
seragam, yang menjamin pengorbanan yang sama.
2. Norma Kepastian
Penetapan pembayaran pajak harus pasti dan tidak dapat ditetapkan secara
sewenang-wenang. Pembayar pajak harus mengetahui waktu pembayaran dan
jumlah yang harus dibayar. Mengenai kepastian zakat, ketentuan-ketentuan
pokoknya ditetapkan secara pasti dan tidak berubah-ubah berdasarkan ketentuan
dari Allah Ta’ala.
3. Norma Kemudahan
Setiap pajak harus direncanakan sedemikian rupa sehingga hanya mengambil dan
menyingkirkan dari kantor rakyat sesedikit mungkin, di samping yang
dimasukkannya ke dalam perbendaharaan negara. Ketentuan tentang pemungutan
zakat pun harus dibuat sesederhana mungkin sehingga tidak diperlukan
pengetahuan khusus untuk mengetahuinya, dan karena itu biayanya pasti menjadi
ekonomis.
4. Norma produktivitas
zakat sangat konsisten dengan norma produktivitas, karena dikenakannya pada
harta yang tersimpan dan menganggur yang dengan sendirinya dikeluarkan ke
bidang produksi sehingga dapat menambah kekayaan Nasional suatu negara,
memang benar bahwa tampaknya zakat tidak elastis dalam arti istilah negara
tetapi masalah elastisitas kehilangan kekuatannya, karena dalam rangka
masyarakat Islami kepala negara membuat dan menetapkan pajak baru menurut
perubahan keadaan.

9
Muhammad Turmudi, Pajak dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Al-‘Adl, 1,
(Januari:2015), hlm. 140
Baik dan buruknya sistem perpajakan tergantung akibatnya pada masyarakat.
Sistem perpajakan terbaik adalah sistem yang menjamin keuntungan sosial
terbanyak dimana sistem kesejahteraan ekonomi suatu masyarakat dapat
ditingkatkan, yakni dengan cara perbaikan dalam hal produksi serta distribusi
yang dihasilkan. Zakat dapat memperbaiki pola konsumsi, produksi dan distribusi
dalam masyarakat Islam, karena zakat adalah musuh bagi penimbun dan
penguasaan serta pemilikan sumber daya produksi oleh orang-orang tertentu
saja.10

10
Muhammad Turmudi, Pajak dalam... hlm.140-141

Anda mungkin juga menyukai