Anda di halaman 1dari 3

NAMA : AHMAD YUSUF

NIM :1831811003
KELAS :PERBANKAN SYARIAH 1
TEMA : HUBUNGAN ZAKAT DAN PAJAK

Pengertian Zakat dan Pajak


A. Zakat
Zakat (Bahasa Arab: ‫ زك اة‬transliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta
tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Zakat dari
segi bahasa berarti 'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'. Menurut
ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari
rukun Islam. Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur
pokok bagi tegaknya syariat Islam.

Zakat terbagi atas dua jenis yakni:


a.       Zakat fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan
suci Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram)
makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
b.      Zakat maal (harta)
Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan,
pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan
perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

B. Pajak
Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan
digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang
membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena
pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak
merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Ciri-ciri Pajak:
a.  Pajak merupakan kontribusi wajib warga negara.
b.  Pajak bersifat memaksa untuk setiap warga negara.
c.  Warga negara tidak mendapat imbalan langsung.
d. Berdasarkan undang-undang.

C. Hubungan Antara Zakat dan Pajak


Dalam peradaban Islam dikenal dua lembaga yang menjadi pilar kesejahteraan
masyarakat dan kemakmuran negara yaitu lembaga zakat dan lembaga pajak karena
sifatnya adalah wajib. Pada prinsipnya zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang
mempunyai dasar berpijak berlainan. Zakat mengacu pada ketentuan syariat atau
hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan penggunaannya, sedang pajak
berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh Ulil
Amri/pemerintah menyangkut pemungutan maupun penggunaannya.
Ulama Indonesia (MUI) tahun 1990 oleh almarhum Prof. KH Ibrahim
Hosen,LML (Ketua MUI/Ketua Komisi Fatwa MUI).
Menurut Ibrahim Hosen yang menamatkan pendidikan pada Fakultas Syariah
Universitas Al-Azhar Cairo – Mesir itu:
“Islam begitu hadir, di tengah-tengah masyarakat telah hidup bermacam-macam
aturan, budaya, adat istiadat dan lain sebagainya. Dalam menghadapi masalah ini ada
tiga macam sikap Islam; Hal-hal yang bertentangan dengan Islam ditolak secara
tegas. Hal-hal yang bertentangan akan tetapi sudah membudaya dan mengakar di
masyarakat ditolak dengan cara bijaksana, yaitu dibenarkan untuk sementara, tetapi
dicarikan jalan penyelesaian dan pemecahan untuk menuju kepada penghapusan sama
sekali. Yang tidak berlawanan dengan Islam diteruskan, dilestarikan dan
disempurnakan. Contohnya seperti Pajak.
Setelah Islam datang, sistem pajak yang ternyata banyak manfaat dan
maslahatnya ini eksistensinya diakui, dibenarkan dan disempurnakan. Tidak dapat
dijadikan dalil bahwa apabila zakat telah dibayar maka kewajiban pajak gugur, atau
sebaliknya bila pajak telah dibayar maka zakat menjadi gugur. Warga negara
Indonesia yang beragama Islam berkewajiban mengeluarkan zakat sebagai realisasi
pelaksanaan perintah agama dan berkewajiban pula membayar pajak sebagai realisasi
ketaatan kepada Ulil Amri/pemerintah yang juga diwajibkan oleh agama. Islam
memberi wewenang kepada Ulil Amri/pemerintah untuk mengelola zakat dan pajak.

Anda mungkin juga menyukai