Anda di halaman 1dari 5

Nama : Hernanta Dava Marizki

NIM : B.241.20.0026
Matkul : Akuntansi Syariah

UAS ( UJIAN AKHIR SEMESTER )

Soal :

1. Jelaskan pengertian dan perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvesional


dilihat dari perbedaan konsep jaminan dan dana yang diserahkan ?
2. Jelaskan Perbedaan Obligasi Syariah dengan Obligasi Konvensional? Berikan contoh
keduanya?
3. Jelaskan Perbedaan zakat dengan Pajak ? Berikan Contohnya ?
4. Bagaimana akad Al – Wakalah dijelaskan? Apa saja yang tidak boleh dijadikan akad Al –
Wakalah ?
5. Jelaskan Perbedaan Akad Salam dengan Akad Istishna ?

Jawaban :

1. Perbedaan dana yang diserahkan atau digunakan

Dana yang digunakan untuk menjalankan akuntansi syariah dan konvensional pun
berbeda. Dana akuntansi konvensional terbagi menjadi dua macam, yakni modal tetap
atau aktiva tetap dan modal yang beredar atau aktiva lancar. Sedangkan, Dana yang
digunakan akuntansi syariah berupa barang-barang pokok yang dibagi menjadi harta
berupa uang dan harta berupa barang. Kemudian barang-barang pokok ini dibagi
menjadi barang milik dan barang dagang.

Perbedaan konsep jaminan

Konsep akuntansi syariah dan konvensional pun berbeda. Akuntansi konvensional


mempraktekkan teori pencadangan dan ketelitian, dari menanggung semua kerugian
dalam perhitungan dan menyampaikan kemungkinan laba yang diperoleh. Sedangkan,
akuntansi syariah memperhatian hal itu dengan menentukan nilai atau harga berdasarkan
nilai tukar yang berlaku dan membentuk cadangan bila terjadi bahaya atau resiko
tertentu.

2. Perbedaan Obligasi Syariah dengan Konvensional :


• Pengertiannya
Obligasi dengan prinsip syariah dikenal dengan sebutan sukuk yang merupakan
alternatif investasi bagi kaum muslim mempergunakan syariat Islam dalam
pengelolaannya. Sukuk pada umumnya lebih aman karena rendahnya tingkat risiko
yang dimiliki. Sementara itu pengertian dari obligasi konvensional adalah surat
berharga yang menyatakan bahwa penerbit atau emiten memiliki utang kepada
pemegang obligasi. Pemegang surat berharga atau obligasi disebut sebagai investor
dimana nantinya akan mendapatkan pengembalian pinjaman pokok dan juga bunga
sesuai perhitungan yang ada.
• Penggunaan Dananya
Karena menggunakan prinsip syariah dalam pengelolaannya maka dana yang
diperoleh dari sukuk hanya boleh dipergunakan untuk hal-hal yang sifatnya membawa
manfaat atau kemaslahatan umat. Artinya dana yang berasal dari sukuk tidak boleh
digunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan syariat agama Islam dan harus
halal. Sementara itu penggunaan dana obligasi konvensional tidak terdapat batasan-
batasan tertentu. Pemerintah maupun korporasi swasta boleh menerbitkan obligasi
untuk kepentingan tertentu tanpa adanya batasan syariat Islam.
• Jenis Obligasinya :
a. Obligasi Syariah/Sukuk :
− Sukuk ijarah yang diterbitkan berdasarkan kepada perjanjian sewa hak atas aset
tertentu kepada pihak lain.
− Sukuk mudharabah yaitu perjanjian dimana pihak yang satu akan menyediakan
modal dan pihak lainnya memberikan keahliannya.
− Sukuk musyarakah yaitu obligasi syariah yang berisi penggabungan modal antara
dua pihak untuk menjalankan proyek tertentu.
− Sukuk istishna merupakan surat berharga syariah yang diterbitkan berdasarkan pada
kesepakatan jual beli dalam rangka untuk membiayai suatu proyek tertentu.
b. Obligasi Konvensional :
− Goverment bond yang diterbitkan secara khusus oleh pemerintah.
− Municipal bond yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
− Corporate bond merupakan obligasi yang diterbitkan oleh korporasi atau
perusahaan.
• Imbal Hasilnya
Seperti yang sudah diketahui bahwa dalam hukum syariah tidak mengenal adanya
bunga begitu juga dalam sukuk. Imbal hasil yang diberikan kepada investor sukuk
tidak diberikan berupa bunga namun disebut dengan fee atau imbalan. Besarnya
imbalan berdasarkan margin fee sesuai akad dan kesepakatan di awal oleh kedua
pihak. Imbalan tersebut diperoleh dari uang sewa atau ujrah. Sedangkan investor pada
obligasi konvensional akan mendapatkan bunga berupa kupon dan capital gain.

3. Perbedaan zakat dan pajak :

• Perbedaan Zakat dan Pajak Terletak Pada Tujuannya :


Tujuan awal zakat dan pajak sangat berbeda. Umat muslim diwajibkan menunaikan
ibadah zakat, dengan tujuan untuk menyucikan jiwa dan membersihkan harta. Karena
dalam setiap harta yang kita upayakan, terdapat hak orang-orang yang membutuhkan.
Ibadah zakat adalah perintahkan langsung oleh Allah. Perintahnya sama pentingnya
dengan ibadah sholat. Dirikan sholat dan tunaikan zakat. Sedangkan pajak merupakan
kesepakatan dalam undang-undang yang harus dipenuhi oleh rakyat.
Tujuan pajak adalah agar masyarakat dalam suatu negara, dapat memperoleh fasilitas
sosial secara adil dan merata. Tidak hanya yang berasal dari ekonomi menengah
bawah, penduduk yang berasal dari ekonomi menengah atas juga merasakan dampak
positif, dari pajak yang telah dibayar. Contoh pembangunan fasilitas sosial seperti
jalan raya, jalan tol, BPJS, subsidi pendidikan, dan lain sebagainya.
• Pengelola Zakat dan Pajak Berbeda
Perbedaan zakat dan pajak juga terdapat pada pengelolanya. Pengelola zakat disebut
amil, yakni mereka yang dapat dipercaya untuk mengelola zakat. Bila kepengurusan
masjid sehat, biasanya terdapat kepanitiaan zakat. Selain di masjid, amil zakat juga
dapat ditemui dari lembaga sosial yang terpercaya, salah satu contohnya adalah
Dompet Dhuafa. Pengelola pajak adalah negara. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
telah diseleksi dan dipilih oleh negara, dalam lembaga Direktorat Jenderal Pajak
(DJP). Masyarakat tidak boleh membuat kepengurusan pajak negara sendiri.
Pengelola pajak telah diatur di dalam undang-undang.

• Golongan yang Menerima Penyaluran


Zakat dan pajak memiliki dua penyaluran yang berbeda. Zakat secara spesifik
disalurkan untuk delapan asnaf, yang telah ditentukan dalam surat At-Taubah ayat 60.
Delapat asnaf tersebut adalah fakir, miskin, gharim, riqab, mualaf, fisabilillah, ibnu
sabil, dan amil zakat. Bentuk penyalurannya bisa dalam bentuk dana, makanan, atau
program pemberdayaan. Penyaluran pajak tidak hanya untuk membantu rakyat kecil.
Pajak disalurkan ke setiap sektor masyarakat dalam cakupan yang luas. Seperti
pendidikan, ekonomi, infrastruktur daerah, yang dapat dinikmati manfaatnya oleh
seluruh penduduk negara.

• Syarat yang Dikenakan Untuk Membayar


Selain berbeda di ujung muara, perbedaan zakat dan pajak juga terlihat dari syarat
orang yang membayar. Syarat seseorang dapat membayar zakat adalah beragama
Islam, berakal sehat, baligh, harta yang dimiliki telah mencapai nisab dan haul. Nisab
zakat telah ditentukan dalam hadits serta ijtima’ para ulama. Di sisi lain, syarat pajak
dilihat dari minimal pendapatan yang diperoleh oleh seorang penduduk. Nominalnya
telah ditentukan oleh masing-masing negara. Pajak dikenakan kepada penduduk yang
beragama apapun, selama pendapatan per bulannya telah memenuhi syarat. Di
Indonesia, wajib pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/
PMK.010/ 2016 yang diterbitkan tanggal 27 Juni 2016. Penduduk dikenakan pajak
adalah mereka yang memiliki pendapatan sebesar 54 juta, dalam satu tahun. Artinya,
penduduk yang memiliki pendapatan minimal 4,5 juta sebulan, wajib membayar pajak
kepada negara.

• Alat dan Nominal Pembayaran yang Digunakan


Zakat dan pajak memiliki alat pembayaran yang berbeda. Pembayaran pajak
ditunaikan dengan nominal uang. Sedangkan untuk pembayaran zakat dapat berupa
makanan pokok, hasil pertanian, hewan ternak, atau uang tunai. Nominal pajak yang
dikenakan pun berbeda-beda. Untuk pendapatan 4,5-50 juta dikenakan biaya pajak
5%. Pendapatan per bulan 50-250 juta, dikenakan pajak 15%. Pendapatan 250-500
juta, dikenakan pajak 25%. Pendapatan per bulan di atas 500 juta, dikenakan pajak
sebesar 30%. Sedangkan untuk zakat, bila sudah mencapai nisab, sebesar apapun nilai
uang tunai yang dimiliki, tetap dikenakan 2,5%. Nilainya jauh lebih kecil daripada
pajak. Hal ini wajar berbeda. Zakat difokuskan untuk membantu ke sesama umat
muslim. Sedangkan pajak ditujukan untuk membangun negara, yang membutuhkan
nominal lebih besar. Jika zakat yang dibayarkan adalah hasil pertanian dan
peternakan, nilainya tidak dihitung dari 2,5%. Setiap hasil panen dan ternak memiliki
nisab masing-masing, yang telah ditetapkan dalam hadits Rasulullah serta ijtima’ para
ulama. Untuk mengetahui nisab dan kadar zakat, kamu bisa membaca
artikel Pengertian Zakat, Syarat, dan Jenisnya Lengkap Menurut
Islam dan Artikel Simak Cara Menghitung Zakat yang Benar Sesuai Islam (insert
link).

• Waktu Pembayaran
Perbedaan zakat dan pajak yang terakhir adalah waktu pembayaran. Waktu untuk
menunaikan zakat ada dua. Pertama adalah waktu bulan Ramadhan, sebelum bulan
Syawal. Waktu yang ditetapkan untuk membayar zakat fitrah. Kedua adalah waktu di
mana harta yang dimiliki sudah mencapai nisab dan haul. Nisab adalah batas minimal
harta yang dikenakan wajib zakat. Jika harta tersebut telah mencapai usia satu tahun
dimiliki, maka disebut telah mencapai haul. Jika sudah tiba waktunya, maka wajib
membayar zakat mal. Pembayaran pajak di Indonesia dibayarkan setiap tanggal 10
pada bulan berikutnya. Pembayaran pajak dikenakan setiap bulan. Jika terlambat
membayar pajak, maka akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan. Dihitung dari
tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

4. Al Wakalah adalah suatu tindakan menyerahkan atau mewakilkan kuasa dirinya (al-
muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) untuk melaksanakan sesuatu atau melakukan
tindakan-tindakan yang merupakan haknya dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan
(an-naqbalu anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup. Istilah wakalah
berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan
urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Al-wakalah dalam pengertian lain
yaitu pelimpahan kekuasaan oleh seseorang yang disebut sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak ke dua dalam melakukan sesuatu berdasarkan kuasa
atau wewenang yang di berikan oleh pihak pertama, akan tetapi apabila kuasa itu telah
di laksanakan sesuai yang di syaratkan atau yang telah di tentukan maka semua risiko
dan tanggung jawab atas perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau
pemberi kuasa.

Hal yang tidak boleh dijadikan akad Al – Wakalah :


• Ketika salah satu pihak yang berwakalah itu wafat atau gila.
• Apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selesai pelaksanaannya
atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.
• Diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang menerima kuasa dan
berakhir karena hilangnya kekuasaannya atau hak pemberi kuasa atas sesuatu obyek
yang dikuasakan.
• Dihentikannya aktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.
• Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang diketahui
oleh penerima kuasa. Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan
pemberi kuasa. Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa

5. Perbedaan akad salam dan istishna yaitu akad istishna adalah akad jual beli yang
dalam prosesnya memerlukan pembuatan barang terlebih dahulu untuk memenuhi
pesanan pembeli. Sementara akad salam adalah istilah transaksi yang tidak
membutuhkan proses produksi barang dulu sebelum diserahkan.

Anda mungkin juga menyukai