Anda di halaman 1dari 10

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh

Anak Agung Monny Aryadi Djlantik ( NIM : 2061101037 )


Time value of money atau nilai waktu uang secara konvensional adalah
sebuah konsep yang menyebutkan bahwa uang sebesar satu rupiah yang
dapat diterima saat ini adalah lebih bernilai dibanding satu rupiah yang
baru akan diterima pada waktu yang akan datang. Karena uang tersebut
akan memperoleh hasil yang lebih besar bila di investasikan, dibanding
uang yang baru dapat diterima pada masa yang akan datang.

Konsep nilai waktu uang (time value of money) dalam Islam berbeda
dengan sistem konvensional, meskipun kedua-duanya menghasilkan
tambahan ke atas harga barang yang dikontrakkan. Tambahan yang
dihasilkan melalui pemakaian konsep nilai waktu uang dalam Islam tidak
dianggap sebagai riba yang diharamkan dimana kebalikannya, tambahan
yang didapatkan dari nilai waktu uang dalam sistem konvensional dianggap
sebagai riba hakiki.

Konsep nilai waktu uang mempunyai dalam Islam dan sistem konvensional
mempunyai ciri yang membedakan dimana perbedaannya yang paling
menonjol adalah dalam Islam bahwa uang bukanlah komoditas, sedangkan
nilai waktu uang dalam sistem konvensional membolehkan riba yang jelas
diharamkan dalam Islam.

Time value of money sangat erat kaitannya dengan riba, karena waktu


diberikan nilai harga secara tersendiri bisa menyebabkan terjadinya
riba. Aplikasi nilai waktu uang yang seperti ini dapat dilihat dalam kontrak
pinjam-meminjam atau sewa menyewa yang mengenakan bunga sebagai
keuntungan karena nilai bunga yang dikenakan adalah semata-mata
imbalan yang dilarang oleh Islam.

Nilai waktu uang tidak dianggap riba jika waktu tersebut diberikan imbalan
uang secara bersama-sama atau secara tidak langsung seperti dalam jual
beli kredit dan kontrak murabahah. Dalam jual beli ini, dimensi
waktu diberikan imbalan uang secara bersama dengan harga barang yang
dijual secara kredit. Kewujudan harga barang tersebut menyebabkan
dimensi waktu tidak diberikan imbalan uang secara tersendiri atau
sebaliknya imbalan uang diberikan secara tidak langsung. Situasi ini
ternyata bebas dari unsur riba yang dapat membawa kepada unsur negatif.

Riba dikenal sebagai istilah yang sangat terkait dengan kegiatan ekonomi.

Pelarangan riba merupakan salah satu pilar utama ekonomi Islam, di


samping implementasi zakat dan pelarangan maisir, gharar dan hal-hal
yang bathil. Secara ekonomi, pelarangan riba akan menjamin aliran
investasi menjadi optimal, implementasi zakat akan meningkatkan
permintaan agregat dan mendorong harta mengalir ke investasi, sementara
pelarangan maisir, gharar dan hal-hal yang bathil akan memastikan
investasi mengalir ke sektor riil untuk tujuan produktif, yang akhirnya akan
meningkatkan penawaran agregat.

Dampak adanya riba di tengah-tengah masyarakat tidak saja berpengaruh


dalam kehidupan ekonomi, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan
manusia :

1). Riba dapat menimbulkan permusuhhan antara pribadi dan mengurangi


semangat kerjasama/saling menolong dengan sesama manusia. Dengan
mengenakan tambahan kepada peminjam akan menimbulkan perasaan
bahwa peminjam tidak tahu kesulitan dan tidak mau tahu kesulitan orang
lain.

2). Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas. Dengan


membungakan uang, kreditur bisa mendapatkan tambahan penghasilan
dari waktu kewaktu. Keadaan ini menimbulkan anggapan bahwa dalam
jangka waktu yang tidak terbatas ia mendapatkan tambahan pendapatan
rutin, sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas dalam
bekerja.

3). Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kreditur yang


meminjamkan modal dengan menuntut pembayaran lebih kepada
peminjam dengan nilai yang telah disepakati bersama.

4). Menjadikan kreditur mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakan-


tindakan yang tidak baik untuk menuntut kesepakatan tersebut karena
dalam kesepakatan, kreditur telah memperhitungkan keuntungan yang
diperoleh dari kelebihan bunga yang akan diperoleh, dan itu sebenarnya
hanya berupa pengharapan dan belum terwujud.

Lebih lanjut berbicara mengenai Riba, tentu tidak lepas dari bunga. Kita
mengenal yang dinamakan Simple Interest, Compound Interest dan
Annuity.

Simple Interest ( bunga sederhana ) adalah bunga yang dihitung hanya


atas jumlah pokoknya saja, Compound Interest ( bunga majemuk ) adalah
bunga yang dihitung atas jumlah pokok ditambah bunga yang diperoleh
sebelumnya sedangkan Annuity adalah merupakan suatu rangkaian
pembayaran atau penerimaan secara cicilan yang pada umumnya sama
besarnya serta dibayarkan setiap masa tertentu dan masing-masing
jumlahnya terdiri dari bagian pokok pinjaman serta bunganya.

Terkait Annuity dapat kita bagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

1.Ordinary Annuity atau Anuitas Sederhana. Dalam anuitas ini,


pembayaran atau penerimaan dilakukan pada akhir periode

2.Due Annuity atau Anuitas Jatuh Tempo. Berlawanan dengan anuitas


biasa, dalam anuitas jatuh tempo pembayaran berkala dilakukan pada awal
periode

3. Immediate Annuity atau Anuitas Langsung. Mirip dengan anuitas biasa,


nilai penerimaan atau pembayaran diberikan langsung tanpa penangguhan

4.Deferred Annuity atau Anuitas Tertunda/Tangguhan. Penerimaan dan


pembayaran dalam anuitas tangguhan dilakukan pada masa tertentu atau
sesuai periode berjalan.

Berikut adalah contoh mengenai perhitungan dari ketiga jenis bunga


tersebut :

1. Simple Interest

- seseorang nasabah menginvestasikan uangnya sebesar Rp 100 juta


dengan bunga 10% per tahun selama 5 tahun.

Berdasarkan cara perhitungan Simple Interest, Nasabah akan


mendapatkan bunga sebesar Rp 10 juta setiap tahunnya karena bunga
sederhana hanya menghitung bunga dari jumlah pokok yaitu Rp 100 juta.
Oleh karena itu, Nasabah akan mendapatkan total pengembalian sebesar
Rp 150 juta yang terdiri dari Rp 100 juta pokok atau investasi awal dan
total bunga sebesar Rp 50 juta di akhir tahun ke 5.
2. Compound Interest

- seseorang nasabah menginvestasikan uangnya sebesar Rp 100 juta


dengan bunga 10% per tahun selama 5 tahun

Berdasarkan perhitungan Compound Interest, bunga yang akan didapat di


tahun pertama adalah Rp 10 juta. Namun, di tahun kedua bunga 10% akan
dihitung atas pokok ditambah bunga sebelumnya yaitu Rp 110 juta. Maka
dari itu di tahun kedua, bunga yang didapat adalah sebesar Rp 11 juta dan
seterusnya. Dengan metode perhitungan bunga majemuk, di akhir periode
Nasabah akan mendapatkan total pengembalian sebesar Rp 161.051.000
yang terdiri dari pokok atau investasi awal sebesar Rp 100 juta dan total
bunga sebesar Rp 61,051 juta.

3. Annuity

- Contoh anuitas langsung. Salah satu contoh anuitas langsung adalah


ketika kita membeli mobil dengan cara kredit. Karena pembayaran dan
penerimaannya tetap, kita bisa melakukannya tanpa ada penundaan
periode

- Contoh anuitas sederhana. Contoh anuitas sederhana digunakan dalam


pembayaran hipotek

- Contoh anuitas tertangguh. Anuitas tertangguh biasanya digunakan


dalam pembayaran bunga pinjaman atau penerimaan bunga deposito

- Anuitas jatuh tempo. Contoh paling umum dari anuitas jatuh tempo
adalah ketika kita membeli produk asuransi.,kita akan diminta untuk
membayar premi di awal periode sebelum bisa mendapatkan manfaat
klaim dari produk asuransi yang kita beli. Selain asuransi, pembayaran
sewa juga biasanya menggunakan anuitas jatuh tempo.

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi


Islam menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) ketika pemilik
modal bekerja sama dengan pengusaha (deficit spending unit) untuk
melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menghasilkan,
keuntungan dibagi bersama dan apabila kegiatan usaha menderita
kerugian, kerugian juga ditanggung bersama. Sistem bagi hasil ini dapat
berbentuk mudharabah atau musyarakah dengan berbagai variasinya.
Dalam mudharabah terdapat kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak (shahibul mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya
sebagai mudharib (pengelola). Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian mudharib. Namun, seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kelalaian mudharib, maka mudharib juga harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.

Alternatif pengganti bunga yang lain adalah partisipasi modal (equity


participation) melalui ekspektasi rate of return yang disebut sebagai
musyarakah. Sektor riil merupakan sektor yang paling penting disorot
dalam ekonomi Islam karena berkaitan langsung dengan peningkatan
output dan akhirnya kesejahteraan masyarakat. Segala komponen
perekonomian diarahkan untuk mendorong sektor riil ini, baik dalam
memotivasi pelaku bisnis maupun dalam hal pembiayaannya

1. Mudharabah
Adalah akad kerja sama antara shahibul maal (pemilik modal)
dan mudharib (pengelola dana) yang pembagian keuntungannya
berdasarkan bagi hasil menurut kesepakatan awal.

Apabila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, seluruh kerugian


ditanggung shahibul maal, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau
kesalahan yang diperbuat mudharib, seperti penyelewengan, kecurangan,
dan penyalahgunaan dana. Prinsip mudharabah dibagi menjadi dua,
yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.

2. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua atau lebih shahibul


maal untuk mendirikan usaha bersama dan bersama-sama mengelolanya.
Perihal keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugiannya
ditanggung menurut kontribusi modal masing-masing. Jenis-jenisnya ada
empat, yakni Syirkah Mufawadhah, Syirkah ‘inan, Syirkah a’mal,
dan Syirkah Wujuh.

3. Wadiah

Adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain.


Prinsip wadiah digolongkan menjadi dua macam, yakni Wadiah Yad
Amanah dan Wadiah Yad dhamanah. Keduanya berbeda: Wadiah Yad
Amanah bisa diartikan si penerima wadiah tidak bertanggung jawab jika
ada kehilangan dan kerusakan pada wadiah yang bukan disebabkan
kelalaian atau kecerobohan penerima wadiah.

Sementara dalam Wadiah Yad dhamanah, si penerima wadiah boleh


menggunakan wadiah atas seizin pemiliknya dengan syarat dapat
mengembalikan wadiah secara utuh kepada pemiliknya.
4. Murabahah

Murabahah berarti akad jual beli yang melibatkan bank dengan nasabah
yang disepakati kedua belah pihak.

5. Salam

Adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan
pembeli dengan harga yang terdiri atas harga pokok barang dan
keuntungan yang ditambahkannya telah disepakati bersama.

6. Istishna

Bisa diartikan sebagai transaksi jual beli yang hampir sama dengan prinsip
salam, yakni jual beli dan penyerahan yang dilakukan kemudian,
sedangkan penyerahan uangnya bisa dicicil atau ditangguhkan.

7. Ijarah

Prinsip ijarah merupakan akad pemindahan hak guna barang atau jasa


dengan pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan.

8. Qardh

Prinsip yang satu ini merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang atau


barang yang dilakukan tanpa ada orientasi keuntungan. Namun, pihak
bank sebagai pemberi pinjaman boleh meminta ganti biaya yang
diperlukan dalam kontrak Qardh.

9. Hawalah/Hiwalah

Prinsip hawalah diartikan sebagai pengalihan utang dari orang yang


berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
10. Wakalah

Prinsip wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu objek
perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai
meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain

Daftar Pustaka

(Sudarsono, 2001)

(Ascarya, 2007: 8)

(Antonio, 2001: 95).

(Masyhuri, 2005: 108-109).

Anda mungkin juga menyukai