Anda di halaman 1dari 19

TOPIK 9

Pengertian Koperasi Syariah

Koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan menggunakan
prinsip-prinsip syariah.

Nilai tambah utama koperasi syariah terletak pada sistem bagi hasil yang ditawarkan. Sistem bagi hasil,
hubungan antara peminjam dan yang meminjamkan diganti menjadi hubungan kemitraan. Penentuan
jumlah tambahan tidak ditetapkan sejak awal, karena pengembalian bagi hasil didasarkan kepada
untung rugi dengan pola rasio bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau
sesudah ada untung. Dengan demikian, jumlah bagi hasil selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu, sesuai
dengan besar kecil keuntungan yang diraih pengelola dana. Hal ini berbeda dengan bunga yang telah
ditetapkan di awal. Pada sistem bunga jumlah tambahan yang dibebankan harus dibayarkan oleh
peminjam meskipun usaha yang dijalankan mengalami kerugian. Penerapan bagi hasil ini dirasa lebih
adil bagi kedua belah pihak dan diharapkan melalui sistem ini pemerataan pendapatan dan keadilan
sosial dapat diwujudkan. Selain itu, penerapan bagi hasil ini juga semakin mendorong masyarakat untuk
semakin giat melakukan usaha-usaha produktif.

Tujuan Pengembangan Kopersi Syariah

Tujuan dari koperasi syariah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan kesejahteraan
masyarakat dan ikut serta dalam membangun perekonomian Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip
islam.

Fungsi dari koperasi syariah yaitu:

Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat
pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;

Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah),
konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-
prinsip syariah islam;

Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;

Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi
pemanfaatan harta;

Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap


koperasi secara efektif.
Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.

Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.

Perbedaan Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional

Perbedaan-perbedaan dapat terlihat pada aspek, diantaranya sebagai berikut :

Pembiayaan

Koperasi konvensional memberikan bunga pada setiap naabah sebagai keuntungan koperasi. Sedangkan
pada koperasi syariah, bagi hasil adalah cara yang diambil untuk melayani para nasabahnya.

Aspek pengawasan

Aspek pengawasan yang diterapkan pada koperasi konvensional adalah pengawasan kinerja, ini berarti
koperasi hanya diawasi kinerja para pengurus dalam mengelola koperasi. Berbeda dengan koperasi
syariah, selain diawasi pada pengawasan kinerjanya, tetapi juga pengawasan syariah. Prinsip-prinsip
syariah sangat dijunjung tinggi, maka dari itu kejujuran para intern koperasi sangat diperhatikan pada
pengawasan ini, bukan hanya pengurus, tetapi aliran dana serta pembagian hasil tidak luput dari
pengawasan.

Penyaluran produk

Koperasi konvensional memberlakukan sostem kredit barang atau uang pada penyaluran produknya,
maksudnya adalah koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah uang (barang) yang digunakan para
nasabah untuk melakukan usaha mengalami rugi atau tidak, nasabah harus tetap mengembalikan uang
sebesar yang dipinjam ditambah bunga yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda di koperasi
syariah, koperasi ini tidak mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualn secara tunai maka
transaksi jual beli atau yang dikenal dengan murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang / baramg
yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan bunga, melainkan bagi hasil, artinya jika
nasabah mengalami kerugian, koperasipun mendapatkan pengurangan pengembalian uang, dan
sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil yang diterapkan pada koperasi syariah.

Fungsi sebagai lembaga zakat

Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat, sedangkan
koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena kopersai ini juga berfungsi sebagai
institusi Ziswaf .
Produk Koperasi Syariah

Produk penyaluran dana kopersi syariah diantaranya:

Investasi/kerjasama

Dapat dilakukan didalam bentuk mudharabah dan musyaraakah. Dalam penyaluran dana koperasi
syariah berlaku sebagai pemilik dana (shahibul maal) sedangkan pengguna dana adalah pengusaha
(mudharib),kerja sama dapat dilakukan dengan menandai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk
diberi modal. Contohnya: untuk pendirian klinik, kantin.

Jual beli (Al Bai’)

Pembiayaan jual beli dalam UJKS pada koperasi syariah memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan
antara lain seperti:

Pertama: jual beli secara tangguh antara penjual dan pembeli dimana kesepakatan harga si penjual
menyatakan harga belinya dan si pembeli mengetahui keuntungan penjual,transaksi ini disebut Bai Al
Mudharabah.

Kedua: jual bei secara paralel yang dilakukan oleh 3 pihak. Jika koperasi membayarnya di muka disebut
Bai’Salam.

Jasa-jasa

Disamping itu produk kerjasama dan jual beli koperasi syariah juga dapat melakukan kegiatan jasa
layanan antara lain:

a. Jasa Al Ijarah (sewa)

Adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa
pemindahan hak milik atas barang itu sendiri,contoh:penyewaan tenda,soundsistem,dan lain-lain

b. Jasa Wadiah (titipan)


Dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan barang dalam Locker karyawan atau
penitipan sepeda motor, mobil dan lain-lain.

c. Hawalah (Anak piutang)

Pembiayaan ini ada karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang terhadap pihak lain dan dialihkan
kewajibannya kepada koperasi syariah.

d. Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Dalam koperasi syariah gadai ini tidak menggunakan bunga akan tetapi mengenakan tarif sewa
penyimpanan barang yang digadaikan tersebut, seperti gadai emas.

e. Wakalah (Perwakilan)

Mewakilkan urusan yang dibutuhkan anggota kepada pihak koperasi seprti pengurusan SIM,STNK.
wakalah juga berarti penyerahan pendelegasian atau pemberian mandat.

f. Kafalah (penjamin)

Kafalah adalah jaminan yang diberikan koperasi (penanggung) pada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban anggotanya. Kafalah ada karena adanya transaksi anggota dengan pihak lain dan pihak lain
tersebut membutuhkan jaminan dari koperasi yang anggotanya berhubungan.

g. Qardh (pinjaman lunak)

Jasa ini termasuk kategori pinajaman lunak,dimana pinjaman yang harus dikembalikan sejumlah dana
yang diterima tanpa adanya tambahan.kecuali anggota mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka
maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima koperasi dan dikelompokkan dalam Qardh (atau
Baitul maal). Umumnya dana ini diambil dari simpanan pokok.
Topik 10

Pengertian Asuransi Syariah

Pengertian Asuransi syariah adalah asuransi berdasarkan prinsip saling melindungi (takaful) dan tolong
menolong (ta‟awun) diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syariah yaitu yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Tujuan Asuransi Syariah

Tujuan Asuransi Syariah:

1. Pengalihan Risiko Asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil
alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan
mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya yaitu dengan membayar sejumlah
premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), kemudian risiko akan beralih kepada penanggung.

2. Pembayaran Ganti Rugi Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan
kerugian, maka tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan
jumlah asuransinya. Kerugian itu dapat berupa kerugian sebagian (partial loss) atau berupa kerugian
total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk
memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.

3. Pembayaran Santunan Apabila tertanggung mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya,


maka mereka atau ahli warisnya akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung.

4. Kesejahteraan Anggota Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi
anggota (tertanggung), anggota akan membayar sejumlah uang kepada anggota yang bersangkutan
yang bertujuan untuk membantu sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan anggota.

Fatwa MUI tentang Asuransi Syariah

Fatwa MUI tentang Asuransi Syariah Berikut pandangan MUI terhadap asuransi syariah:

1. Bentuk Perilindungan Dalam kehidupan,


Kita memerlukan adanya dana perlindungan atas hal-hal buruk yang akan terjadi. Hal ini ditegaskan oleh
fatwa MUI NO: 21/DSNMUI/X/2001 menyatakan, “Dalam menyongsong masa depan dan upaya
mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu
dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini”. Salah satu upaya solusi yang bisa dilakukan adalah
memiliki asuransi yang dikelola dengan prinsip-prinsip syariah.

2. Tolong Menolong

Semua ajaran agama yang ada pasti mengajarkan sikap tolong-menolong terhadap sesama. Dalam
kehidupan sosial tolong-menolong dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara finansial maupun
kebaikan. Fatwa MUI menyebutkan bahwa didalam asuransi syariah terdapat unsur tolongmenolong
diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru‟ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
syariah.

3. Unsur Kebaikan Setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau istilahnya memiliki
akad tabarru‟.

Secara harfiah, tabarru‟ dapat diartikan sebagai kebaikan. Aturannya, jumlah dana kontribusi/premi
yang terkumpul disebut hibah bissyarthi (pemberian dengan persyaratan) yang nantinya akan digunakan
untuk kebaikan, yakni klaim yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
Perlu ditegaskan bahwa akad hibah dalam asuransi syariah adalah hibah bissyarthi, bukan hibah mutlaq
(hibah/pemberian yang diberikan kepada orang lain tidak boleh diambil kembali).

4. Berbagi Risiko dan Keuntungan Asuransi yang dikelola secara prinsip syariah, risiko dan keuntungan
dibagi rata ke orang-orang yang terlibat dalam investasi.

Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi pada salah satu peserta asuransi yang terkena musibah,
maka ganti rugi (klaim) yang didapat dari peserta asuransi yang lain. Dengan kata lain, saat seorang
peserta mendapat musibah peserta lain juga ikut merasakannya. Begitu juga dengan keuntungan yang
didapat. Dalam asuransi syariah keuntungan/surplus underwriting yang didapat dari hasil investasi
kontribusi/premi dalam akad mudharabah dapat dibagi-bagikan kepada peserta asuransi dan tentu saja
disisihkan juga untuk perusahaan yang mengelola investasi.

5. Bagian dari Bermuamalah


Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antar manusia. Contoh
hubungan yang diatur dalam Islam adalah jual beli dan perdagangan. Hal tersebut juga menjadi landasan
dari asuransi syariah.

Karakteristik Asuransi Syariah

Karakteristik Asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau
seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa,
badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain.

Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi
syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan
menginvestasikan dana peserta.

Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung
(takafuli) antara sesama peserta asuransi.

Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’
digunakan di antara para peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas
asuransi syariah.

Pembayaran dari peserta dapat meliputi kontribusi; atau kontribusi dan investasi.

Dana tabarru’ dibentuk dari akumulasi dari surplus underwriting dana tabarru’ yang merupakan milik
peserta secara kolektif yang dikelola oleh entitas asuransi syariah.

Pembayaran manfaat asuransi/klaim berasal dari dana peserta kolektif (dana tabarru’) dimana risiko
ditanggung secara bersama antara peserta asuransi.

Topik 11

Latar belakang

Perbankan syariah muncul di Indonesia tahun 1992 yang merupakan hal baru dalam kerangka
mekanisme sistem perbankan pada umumnya. Krisis moneter yang mengguncang Indonesia tahun 1997
membuat perbankan konvensional lumpuh yang disebabkan oleh kredit. Kredit yang semulanya lancar
akhirnya menjadi macet sedangkan perbankan syariah yang tertuang dalam “UU No 10/98” yang
mengakuan adanya dua sistem perbankan yaitu konvensional dan sisten syariah. Semakin
berkembangnya perbankan syariah di Indonesia dirasakan semakin perlunya sosialisasi atas apa dan
bagaimana operasional Bank Syariah, karena operasional perbankan syariah sangat berbeda dengan
perbankan konvensional. Hal ini sangat mendasar pada Bank Syariah adalah penerapan konsep bagi
hasil, tata cara perhitungan bagi hasil serta pengaruhnya prinsip bagi hasil terhadap laporan keuangan.

Dari hasil analisa, Bank Syariah yang merupakan prinsip revenue sharing dalam distribusi
pendapatannya, yang dinilai leboh cocok diterapkan pada saat ini dibandingkan prinsip profit sharing
yang dinilai kurang kompetitif. Prinsi revenue sharing, distribusi pendapatan kepada nasabah jumlahnya
lebih besar dibandingkan prinsip profit sharing. Tetapi dilihat dari kemaslahatannya prinsip profit
sharing merupakan yang paling sesuai dengan prinsip syariah Islam.

Dalam membantu proses perkembangan perbankan syariah di Indonesia kami mencoba membantu para
praktisi dibidang perbankan dan para akademisi dengan menerbitkan buku dengan judul “AKUNTANSI
PERBANKAN SYARIAH”, yang berisikan tentang gambaran umum Bank Syariah di Indonesia, operasional
perbankan syariah serta pencatatan atas akuntansi dan Laporan Keuangan Perbankan Syariah. Lembaga
keuangan bank syariah masih menggunakan PSAK 59

Prinsip dasar perbankan syariah

Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam,
menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan
dengan yariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)

Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun
badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio,
2001).

Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:

a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)

b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana
dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Al-Mudharabah

b. Al-Musyarakah

3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)


Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, imana bank akan membeli
terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan
pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).

4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa,
tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua
jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli,
dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.

5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.

Asumsi Dasar Perbankan Syariah

Sesuai dengan PSAK no.59 tentang akuntansi bank syariah, asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah
adalah konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual, perhitungan pendapatan untuk
tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas.

Sistem Operasional Bank Syariah

Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif
mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut
kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian
pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.

Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi
teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum
pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut
aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.

Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada tabel
berikut:

Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional


Bank Syariah

• Melakukan investasi-investasi yang halal saja.

• Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.

• Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat

• Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.

• Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

Bank Konvensional

• Investasi yang halal dan haram.

• Memakai perangkat bunga.

• Profit oriented

• Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.

• Tidak terdapat dewan sejenis.

Karakteristik Bank Syariah

Azas utama : kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal

• Pelarangan riba

• Tidak mengenai konsep time-value of money

• Konsep uang sebagai alat tukar bukan komoditas

• Kegiatan tidak boleh spekulatif

• Tidak boleh menggunakan dua harga untuk satu barang

• Tidak boleh dua transaksi dalam satu akad

• Konsep bagi hasil

• Tidak membedakan secara tegas antara sector moneter dan riil

• Dapat memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tak bertentangan dengan prinsip syariah

• Syarat transaksi sesuai dengan prinsip syariah :

 Tak mengandung unsur kedzoliman

 Bukan riba
 Tidak membahayakan pihak sendiri dan pihak orang lain

 Tidak ada penipuan

 Tidak mengandung materi yang diharamkan

 Tidak mengandung unsur judi.

• Kegiatan bank syariah, antara lain sebagai :

 Manajer investasi

 Investor

 Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran

 Pengemban fungsi social

• Pemakaian dan kebutuhan informasi

 Pemilik dana investasi

 Pembayar zakat, infaq dan sodaqah

 Dewan pengawas syariah

Unsur Laporan Keuangan Bank Syariah

Unsur Neraca

1) Aktiva = kewajiban + Investasi tidak terikat + ekuitas

 Dana investasi tidak terikat dengan criteria bahwa bank :

• Punya hak menggunakan, menginvestasikan dan mencampur dana

• Keuntungan atau kerugian sesuai nisbah

• Tidak berkewajiban mengembalikan dana jika rugi

Unsur Laporan Laba Rugi

 Pada dasarnya sama dengan yang berlaku umum, ditambah

• Alokasi keuntungan atau kerugian kepada pemilik investasi tidak terikat

• Tidak dapat diperlakukan sebagai beban atau pendapatan.

PSAK Akuntansi Perbankan Syariah


Tujuan : mengatur pelakuan akuntansi ( pengakuan, pengukuran, penyajian, pengungkapan ) transaksi
khusus bank syariah.

Ruang lingkup :

 Bank umum syariah

 BPR syariah

 Kantor cabang syariah bank konvensional

Topik 12

Pengertian Obligasi Syariah

Saat ini obligasi menjadi salah satu instrumen investasi yang cukup diperhitungkan oleh kalangan
milenial. Modal dan resiko investasi tak begitu besar dan cocok bagi yang masih pemula. Obligasi adalah
surat pinjaman tertentu yang berasal dari pemerintah dan bisa diperjualbelikan. Jadi dapat dikatakan
jika obligasi merupakan surat hutang piutang pada jangka waktu tertentu dan memiliki bunga. Di
Indonesia sendiri, ada dua jenis obligasi yaitu obligasi syariah dan konvensional. Dan pada kali ini akan
dijelaskan mengenai obligasi berbasis syariah di Indonesia.

Dalam Islam, istilah Obligasi dikenal sebagai sukuk atau sertifikat. Sehingga dapat disimpulkan
pengertian obligasi syariah merupakan alat investasi atau transaksi dengan menerapkan sistem
pembiayaan dan pendanaannya sesuai dengan hukum syariat Islam yang berlaku.

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) di tahun 2002 menyatakan jika pengertian obligasi syariah adalah
surat-surat berharga jangka panjang yang berprinsip syariah dan dikeluarkan emiten kepada pemegang
surat obligasi berbentuk bagi hasil dan pembayaran kembali dana obligasi pada jatuh tempo tertentu.
Dapat disimpulkan, dalam pelaksanaan obligasi berbasis syariah ini menggunakan proses akad, mulai
dari Ijarah, Istisna, Salam, Murabahah, Mudarabah, serta Musyarakah.

Latar Belakang

Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan
yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas;
aset berwujud tertentu, manfaat atas aset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan
ada, jasa yang sudah ada maupun yang akan ada, aset proyek tertentu atau kegiatan investasi yang telah
ditentukan). Kemunculan sukuk pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya untuk menghindari praktik
riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari alternatif instrumen pembiayaan bagi
pengusaha atau negara yang sesuai dengan syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No. 32/DSN-MUI/IX/2002 dan kebutuhan investasi jangka panjang, maka para ahli dan praktisi
ekonomi Islam berijtihad untuk menciptakan sebuah produk atau instrumen keuangan baru yang
bernama obligasi syariah atau sukuk

Fokus dan Tujuan

Sukuk belum banyak dikupas sehingga belum familier di masyarakat dan baru akhir-akhir ini mulai
digaungkan oleh KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah). Di indonesia sendiri masih
beberapa perusahaan yang menerbitkan surat berharga syariah (sukuk) ini. Dan bahwa tidak semua
surat berharga berprinsip konvensional seperti obligasi, ada juga perhitungan surat berharga
berdasarkan prinsip syariah yaitu dikenal dengan Akuntansi Sukuk seperti yang terdapat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 110.

Kita lihat bahwa setiap orang akan pasti membutuhkan pencatatan sampai dengan pembuatan laporan
keuangan dalam hal berbisnis terutama dalam akuntansi, karena itu adalah sumber informasi utama
bagi manager untuk mengelola perusahaan dan memberikan informasi bagi investor untuk memilih
investasi. berbeda halnya dengan akuntansi syariah yang mulai berkembang pesat di dunia bisnis
sekarang ini. Karena akuntansi syariah lebih berprinsip pada syariah atau lebih menyaratkan bahwa
setiap kegiatan keuangan harus sejalan dengan etika dan tanggung jawab sosial. Setiap orang yang
mencatat dan menyusun laporan keuangan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.

Banyak orang yang belum mengenal akan sukuk. Sukuk sendiri dapat didefinisikan sebagai surat
berharga syariah sebagai bukti kepemilikan aset tetap, manfaat atau jasa atau beberapa kegiatan
investasi yang mengikuti penerimaan dana dari sukuk. Dan dana yang diterima digunakan sesuai dengan
ketentuan. Sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan obligasi konvensional
karena strukturnya yang didasarkan pada aset tetap. Hal ini diperkecil kemungkinan fasilitas-fasilitas
pendanaan yang melebihi nilai yang mendasari transaksi sukuk. Pemegang sukuk berhak atas bagian
pendapatan yang dihasilkan dari aset sukuk disamping hak atas penjualan aset sukuk.

Jenis-jenis Obligasi

Obligasi Mudharabah

Merupakan jenis obligasi syariah yang dalam penerapannya menggunakan akad Mudharabah. Akad
Mudharabah adalah akad kerjasama antara investor dan peminjam. Dalam proses akan ini, investor
hanya perlu untuk menyediakan modal dana penuh. Dan untuk pihak emiten mengelola dana tersebut
dengan jujur dan mandiri. Jika nantinya pihak emiten melakukan kelalaian dalam mengelola dana, maka
emiten diwajibkan menjamin seluruh kerugian yang ada dan membuat surat pengakuan hutang.

Obligasi Ijarah
Sesuai dengan namanya, obligasi syariah ini menggunakan akad Ijarah, yang mana proses akad ini
mengambil manfaat melalui jalan penggantian. Sehingga dapat dikatakan jika pemilik dana akan
memberikan kebebasan kepada eminten dalam menggunakan dana tersebut melalui persyaratan
pemberian imbalan untuk pemilik dana.. Dalam obligasi Ijarah ini pihak investor bertindak sebagai
musta’jir atau penyewa sekaligus mu’jir atau pemberi sewa.

Obligasi Istisna

Obligasi syariah ini menerapkan akad Istishna dalam prosesnya. Akad Istishna adalah perjanjian yang
mana kedua pihak telah menyetujui jual beli termasuk pembiayaan barang atau jasa.

Karakteristik Obligasi Syariah

Meskipun sangat berbeda dengan obligasi konvensional, namun sayangnya masih banyak masyarakat
Indonesia yang belum memahami bagaimana penerapan obligasi syariah, Karena itulah pengertian
mengenai obligasi syariah, terutama pada karakteristiknya penting untuk dipahami. Adapun beberapa
karakteristik yang dimiliki oleh jenis obligasi berprinsip syariah ini antara lain adalah:

Obligasi syariah lebih menekankan pendapatan investasi tidak berdasarkan tingkatan bunga yang sudah
ditentukan sebelumnya. Untuk tingkat pendapatan di dalam obligasi syariah ini lebih menekankan pada
tingkat rasio bagi hasil atau nisbal. Yang mana besarannya sudah disepakati pihak investor dan emiten.

Mekanisme obligasi syariah berada dalam pengawasan pihak wakil amanat serta Dewan Pengawas
Syariah yang keduanya berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia sejak dri tanggal penerbitan
obligasi hingga akhir masa penerbitan obligasi.

Jenis industri yang dilakukan oleh emiten dan hasil pendapatan perusahaan yang menerbitkan obligasi
tersebut harus tidak mengandung unsur-unsur non halal.

Selain itu dalam obligasi syariah tidak diberlakukan istilah bunga. Pengembalian dana yang berkaitan
dengan aset, akad, serta tujuan pendanaan umumnya berbentuk imbalan yang didapatkan dari uang
sewa atau ujrah, fee margin, hingga bagi hasil/sumber lainnya yang sesuai akad yang telah disepakati.
Dalam konsep obligasi syariah (sukuk), perdagangan bukan dinilai dalam bentuk surat hutan. Namun
sebagai penjualan terhadap kepemilikan aset yang mana menjadi dasar penerbitan. Sukuk juga
mempunyai investor-investor dengan basis yang cukup luas, yaitu mencakup investor syariah hingga
investor konvensional.

Topik 13

Pengertian Fee Based Income


Menurut Kasmir dalam bukunya berjudul “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan Fee Based Income adalah keuntungan yang didapat dari hasil transaski atau jasa
bank lainnya spread based.

Dari pengertian yang diungkapkan Kasmir tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa Fee Based
Income adalah bagian dari kegiatan lain perbankan selain menghimpun dan menyalurkan dana.
Tujuannya adalah untuk mendukung dan memperlancar kedua kegiatan utama tersebut.

Widjanarto dalam bukunya yang berjudul “Hukum dan Ketentuan Perbankan” menjelaskan bahwa
pendapatan utama bank-bank yang ada di Indonesia masih cenderung dari pendapatan hasil bunga
kredit. Padahal bank juga bisa meningkatkan pendapatannya diluar pendapatan bunga kredit misalnya
dengan jalan pemberian jasa-jasa perbankan yang dapat ditawarkan kepada nasabahnya, kegiatan inilah
yang dimaksud dengan Fee Based Income.

Jadi secara singkat Fee Based Income adalah usaha sebuah bank dalam mencari pendapatan lain diluar
pendapatan bunga kredit, salah satunya jalanya adalah dari pendapatan pemberiaan jasa-jasa kepada
nasabahnya.

Unsur-Unsur Fee Based Income

Fee Based Income merupakan salah satu jenis pendapatan operasional bank non bunga. Ada beberapa
unsur-unsur untuk pendapatan bank bisa dikategorikan sebagai pendapatan Fee Based Income:

Pendapatan yang didapat Komisi dan Provisi

Pendapatan hasil transaski valuta asing atau devisa

Pendapatan Operasional Lainnya.

Sumber-sumber Penghasilan Fee Based Income

Ada beberapa produk atau jasa yang menjadi sumber penghasil Fee Based Income yang banyak dilirik
oleh pihak perbankan. Beberapa sumber penghasil Fee Based Income yang dimaksud yakni:

1. INKASO
Inkaso adalah sebuah kegiatan bank berupa jasa untuk melakukan amanat yang diberikan oleh suatu
pihak ketiga. Jasa yang dilakukan berupa penagihan sejumlah uang kepada seseorang atau lembaga dan
badan tertentu yang telah ditunjuk oleh pihak ketiga pemberi amanat.

Sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan biasanya bank akan menerapkan tarif atau fee tertentu kepada
nasabah atau pemberi amanat, tarif yang didapat itulah yang dalam dunia perbankan disebut dengan
Inkaso.

Pendapatan yang didapat bank ini tentunya bukan merupakan pendapatan dari bunga kredit, melainkan
pendapatan non bunga yang didapat dari sebuah jasa yang dilakukan bank.

2. Transfer

Transfer adalah kegiatan untuk memindahkan sejumlah uang atau dana dalam jumlah tertentu sesuai
dengan perintah yang diberikan oleh pemberi transfer yang nantinya akan diberikan kepada pihak
penerima transfer yang juga sudah ditunjuk oleh pihak pemberi tadi.

Menurut Djumhana dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perbankan di Indonesia” transfer atau
pengiriman uang dari dan keluar negeri terbagi menjadi dua macam yakni

Kiriman uang keluar, yang artinya bank mendapatkan amanat dari nasabah di dalam negeri;

Kiriman uang masuk, yang artinya bank mendapatkan amanat dari pihak luar negeri untuk
membayarkan sejumlah uang kepada pihak didalam negeri.

Demi menunjang Fee Based Income suatu bank, barulah bank tersebut menetapkan suatu tarif atau fee
atas pelaksanaan jasa transfer yang dilakukan.

3. Safe Deposit Box

Safe Deposit Box adalah jasa jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau benda lainnya. Kotak
penyimpan ini dirancang khusus dari bahan baja yang ditempatkan dalam ruang yang kokoh dan
keamanan ketat. Pelayanan ini ditujukan demi memberikan rasa aman kepada pelanggan yang
menggunakan jasa ini.
Secara singkat kegunaan dari Safe Deposit Box adalah untuk mengamankan barang-barang yang
dianggap bernilai dan berharga oleh pemilik misalnya seperti surat-surat tanah, berlian, emas dan
barang lainnya. Layanan yang diberikan berupa jaminan barang yang didepositkan pasti aman apapun
yang terjadi.

Dari jasa yang diberikan inilah bank mendapatkan Fee Based Income dengan menetapakan fee atau tarif
atas jasa yang dberikan.

4. Letter of Credit

Letter of Credit atau dalam bahasa Indonesia yakni Surat Kredit Berdokumen, merupakan kegiatan
berupa jasa yang ditawarkan oleh pihak bank kepada nasabahnya dalam rangka pembelian barang,
berupa penangguhan pembayaran pembelian oleh pembeli sesuai jangka waktu yang sudah disepakati
antar pihak bank dan pelanggan.

Dari pengertian itu dapat diketahui bahwa fasilitas yang diberikan hanya terbatas pada perjanjian jual-
beli dan penangguhan pembayaran. Dan tuijuan dari jasa ini adalah untuk mempermudah dan
memperlancar transaksi jual beli barang terutama yang berkaitan dengan transaksi internasional.

5. Credit Card

Credit card adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek yang dikeluarkan oleh pihak
perbankan. Kartu ini memberikan fasilitas penggunaan uang sampai dengan batas tertentu yang
didasarkan pada pertimbangan yang ditetapkan oleh pihak bank. Biasanya penetapan tersebut dilihat
dari tingkat pendapatan dan reputasi nasabah.

Keuntungan Fee Based Income

Perbankan melakukan berbagai aktivitas peningkatan Fee Based Income bertujuan untuk menjaga
kemampuan bank dalam mencetak laba. Cara paling ampuh yakni melalui penigkatan pendapatan dari
fee based income, sementara cara lainnya seperti menaikan suku bunga terlalu beresiko.

Menurut Kasmir dalam bukunya berjudul “Bank dan lembaga Keuangan Lainnya” beberapa keuntungan
yang didapat bank dari aktivitas Fee Based Income seperti:
Perolehan yang didapat mengandung kepastian

Memperlancar transaksi simpanan yang ada di dunia perbankan

Ragam penghasilan lebih banyak

Pengertian Akuntansi Zakat

Akuntansi sering diartikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, perlaporan dan
menganalisa data keuangan dalam suatu perusahaan atau organisasi. Atau sering juga di artikan sebagai
bahasa bisnis yang bisa memberikan suatu informasi tentang kondisi keuangan yang ada dalam suatu
perusahaan sebagai hasil usaha pada periode dan waktu tertentu.

Sedangkan, pengertian dari zakat itu sendiri terdiri dari beberapa arti yaitu al-barakatuh (keberkahan),
al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), al-thaharatu (kesucian) dan ash-shalahu (keberesan).
Kemudian dari segi istilah pemberian sebagian harta untuk diberikan kepada golongan tertentu,
menurut sifat-sifat tertentu sebagaimana firman allah SWT. Dalam surah At Taubah ayat 103 yang
artinya "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan allah
maha mendengar lagi maha mengetahui".

Jadi, akuntansi zakat adalah salah satu cabang ilmu akuntasi yang dikhususkan untuk mentukan dan
menilai aset wajib zakat, menimbangnya (volume) dan mendistribusikannya kepada para mustahiq
dengan berdasarkan kepada kaedah syariat islam(Husein Sahatah 1997)

Tujuan Akuntansi Zakat

Dari pengertian diatas dapat dilihat beberapa tujuan akuntansi zakat yaitu sebagai berikut;

1. sebagai pertanggungjawaban atas fungsi menejemen (planning, controlling, organizing, actuanting)

2. sebagai pengawasan atas sarana dalam pengambian keputusan

3. sebagai penyajian informasi atas ketentuan syaraiat islam dalam organisasi

4. sebagai informasi penerimaan dan pengeluaran yang tidak diperbolehkan syariat islam, bila terjadi
serta bagaimana proses penyalurannya.
Fungsi Akuntansi Zakat

Beberapa orang beranggapan bahwa fungsi akuntasi Islam hanya sebatas akuntansi zakat saja akan
tetapi, menurut Sofyan Safri sendiri beranggapan bahwa akuntasi Islam tidak hanya sebatas mengitung
zakat dan melaporkan zakat akan tetapi juga merupakan bagian dari sistem sosial umat sehingga
akuntasi Islam harus bisa menciptakan kehidupan islami sesuai norma dan syariat Islam.

Pengertian Infaq

Infak berasal dari bahasa Arab anfaqa yang artinya mengeluarkan atau membelanjakan harta. Dari akar
kata tersebut, istilah infak secara umum yaitu setiap mengeluarkan harta, untuk tujuan kebaikan
dikatakan infak. Secara terminologi syariah infak yaitu mengeluarkan sebagian dari harta untuk suatu
kepentingan yang sesuai dengan ajaran islam (Nurhayati et al. 2019, 157).

Pengertian Sedekah

Sedekah memiliki dimensi yang sangat luas, tidak hanya berdimensi memberikan sesuatu dalam bentuk
harta saja, tetapi dapat berupa berbuat kebajikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Untuk kepentingan akuntansi, shadaqah dianggap sama dengan infak, baik yang ditentukan
penggunannya maupun yang tidak.

Sehingga menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 Infak/sedekah adalah harta
yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik yang peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun
tidak dibatasi. Sifat dari zakat adalah wajib bagi seseorang atau badan hukum (entitas) yang beragama
Islam yang telah terakumulasi sampai memenuhi nisab dan haul (batas).

Tujuan Infaq dan Sedekah

Infak/sedekah dapat diartikan sebagai suatu proses akuntansi atas transaksi-transaksi infak/ sedekah
berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam yang dapat menghasilkan informasi keuangan berupa laporan
keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan pihak-pihak yang berkepentingan seperti
Munfiq (orang yang berinfaq) dan calon Munfiq, pemerintah, masyarakat/umat, mustahik (orang yang
berhak menerima infaq) dan pihak lain. Tujuan dari akuntansi infaq sedekah, menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 adalah untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah. Akuntansi infaq dan sedekah dapat diaplikasikan atau
digunakan untuk membantu para pelaku yang menerima dan menyalurkan infaq dan sedekah atau
entitas yang kegiatan utamanya menerima dan menyalurkan infaq dan sedekah.

Anda mungkin juga menyukai