Anda di halaman 1dari 33

9.1.

Pengertian Koperasi Syariah


Koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Di Indonesia, sebenarnya koperasi berbasis nilai-nilai Islami lahir pertama kali dalam
bentuk paguyuban usaha bernama Sarikat Dagang Islam (SDI). SDI ini didirikan oleh H.
Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggotanya para pedagang muslim dan mayoritas
pedagang batik. Pada perkembangan selanjutnya, SDI berubah menjadi Sarikat Islam
yang lebih bernuansa politik. Koperasi syariah mulai booming seiring dengan
perkembangan dunia industri syariah di Indonesia yang dimulai dari pendirian Bank
Syariah pertama pada tahun 1992. Secara hukum koperasi syariah dinaungi oleh
Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91 tahun
2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Koperasi syariah berpedoman pada:

1. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah;


2. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 14/Per/M.KUKM/XII/2015 tentang
Pedoman Akuntansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi.

9.2. Pengembangan Koperasi Syariah


Tujuan Pengembangan Koperasi Syariah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya dan kesejahteraan masyarakat dan ikut serta dalam membangun
perekonomian Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip islam.

Fungsi dari koperasi syariah yaitu:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada


khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan
sosial ekonominya;
2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah,
professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam
menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi;
4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga
tercapai optimalisasi pemanfaatan harta;
5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama
melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif;
6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja;
7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota

9.3. Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional


Perbedaan Koperasi Syariah dan Koperasi Konvensional

Perbedaan-perbedaan dapat terlihat pada aspek, diantaranya sebagai berikut :

1. Pembiayaan

Koperasi konvensional memberikan bunga pada setiap nasabah sebagai keuntungan


koperasi. Sedangkan pada koperasi syariah, bagi hasil adalah cara yang diambil untuk
melayani para nasabahnya.

2. Aspek Pengawasan

Aspek pengawasan yang diterapkan pada koperasi konvensional adalah pengawasan


kinerja, ini berarti koperasi hanya diawasi kinerja para pengurus dalam mengelola
koperasi. Berbeda dengan koperasi syariah, selain diawasi pada pengawasan kinerjanya,
tetapi juga pengawasan syariah. Prinsip-prinsip syariah sangat dijunjung tinggi, maka
dari itu kejujuran para intern koperasi sangat diperhatikan pada pengawasan ini, bukan
hanya pengurus, tetapi aliran dana serta pembagian hasil tidak luput dari pengawasan.

3. Penyaluran Produk

Koperasi konvensional memberlakukan sostem kredit barang atau uang pada penyaluran
produknya, maksudnya adalah koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah uang
(barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan usaha mengalami rugi atau
tidak, nasabah harus tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah bunga
yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda di koperasi syariah, koperasi ini
tidak mengkreditkan barang-barangnya, melainkan menjualn secara tunai maka transaksi
jual beli atau yang dikenal dengan murabahah terjadi pada koperasi syariah, uang /
baramg yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan bunga, melainkan
bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami kerugian, koperasipun mendapatkan
pengurangan pengembalian uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil
yang diterapkan pada koperasi syariah.

4. Fungsi sebagai Lembaga Zakat


Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat,
sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena kopersai ini
juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf.
9.4. Prinsip Koperasi Syariah
Prinsip koperasi syariah yaitu:

1. Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun
secara mutlak;
2. Manusia diberi kebebasan bermuamalah selama bersama dengan ketentuan
syariah;
3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi;
4. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setisp bentuk riba dan pemusatan
sumber dana ekonomi pada seglintir orang atau sekelompok orang saja;
5. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
6. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen;
7. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional;
8. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil,sesuai dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.

9.5. Produk Koperasi Syariah


Produk Koperasi Syariah

Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya,makan sumber dana yang diperoleh harus
disalurkan kepada anggota maupun calon anggota.dengan menggunakan bagi hasil
(mudharabah atau musyarakah) dan juga dengan jual beli (piutang mudharabaah,
piutang salam, piutang istishna’ dan sejenisnya),bahkan ada juga yang bersifat jasa
umum,misalnya pengalihaan piutang (Hiwalah), sewa menyewa barang (ijarah) atau
pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.

Produk penyaluran dana kopersi syariah diantaranya:

1. Investasi/kerjasama

Dapat dilakukan didalam bentuk mudharabah dan musyaraakah. Dalam penyaluran dana
koperasi syariah berlaku sebagai pemilik dana (shahibul maal) sedangkan pengguna
dana adalah pengusaha (mudharib),kerja sama dapat dilakukan dengan menandai
sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk diberi modal. Contohnya: untuk pendirian
klinik, kantin.

2. Jual Beli (Al Bai’)


Pembiayaan jual beli dalam Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) pada koperasi syariah
memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti:

 Pertama: jual beli secara tangguh antara penjual dan pembeli dimana
kesepakatan harga si penjual menyatakan harga belinya dan si pembeli
mengetahui keuntungan penjual,transaksi ini disebut Bai Al Mudharabah.
 Kedua: jual bei secara paralel yang dilakukan oleh 3 pihak. Jika koperasi
membayarnya di muka disebut Bai’Salam.

3. Jasa-jasa

Disamping itu produk kerjasama dan jual beli koperasi syariah juga dapat melakukan
kegiatan jasa layanan antara lain:

a. Jasa Al Ijarah (sewa)

Adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat barang atau jasa melalui pembayaran
upah sewa tanpa pemindahan hak milik atas barang itu sendiri,contoh:penyewaan
tenda,soundsistem,dan lain-lain

b. Jasa Wadiah (titipan)

Dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan barang dalam Locker
karyawan atau penitipan sepeda motor, mobil dan lain-lain.

c. Hawalah (Anak piutang)

Pembiayaan ini ada karena adanya peralihan kewajiban dari seseorang terhadap pihak
lain dan dialihkan kewajibannya kepada koperasi syariah.

d. Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Dalam koperasi syariah gadai ini tidak menggunakan bunga akan tetapi
mengenakan tarif sewa penyimpanan barang yang digadaikan tersebut, seperti gadai
emas.

e. Wakalah (Perwakilan)

Mewakilkan urusan yang dibutuhkan anggota kepada pihak koperasi seprti pengurusan
SIM,STNK. wakalah juga berarti penyerahan pendelegasian atau pemberian mandat.

f. Kafalah (penjamin)

Kafalah adalah jaminan yang diberikan koperasi (penanggung) pada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban anggotanya. Kafalah ada karena adanya transaksi anggota dengan
pihak lain dan pihak lain tersebut membutuhkan jaminan dari koperasi yang anggotanya
berhubungan.

g. Qardh (pinjaman lunak)

Jasa ini termasuk kategori pinajaman lunak,dimana pinjaman yang harus dikembalikan
sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan.kecuali anggota mengembalikan
lebih tanpa persyaratan dimuka maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima
koperasi dan dikelompokkan dalam Qardh (atau Baitul maal). Umumnya dana ini diambil
dari simpanan pokok.
9.6. Sistem Keuangan Koperasi Syariah
Sumber Dana

Untuk mengembangkan usaha koperasi syariah,maka para pengurus harus memiliki


strategi pencarian dana,sumber dana dapat diperoleh dari anggota,pinjaman atau dana-
dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat
diklasifikasikan sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan sekedar titipan saja.
Secara umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Simpanan Pokok

Merupakan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok
tersebut sama.Akad syariah simpanan pokok tersebut masuk kategori akad musyarakah.
Yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama,masing-masing memberikan
dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dan berpartisipasi dalam
bobot yang sama.

2. Simpanan Wajib

Masuk dalam kategori modal koperasi sebagimana simpanan pokok dimana besar
kewaibannya diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota serta penyetorannya
dilakukan secara kontinu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari
keanggotaan koperasi syariah.

3. Simpanan Sukarela

Bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyimpannya di koperasi syariah. Bentuk simpanan sukarela ini memiliki dua
jenis karakter antara lain:

Bersifat dana titipan yang disebut (Wadi’ah) dan diambil setiap saat. Titipan terbagi atas
dua macam yaitu titipan amanah dan titipan yad dhomamah.
Bersifat investasi yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme
bagi hasil (mudharabah) baik Revenue Sharing, Profit Sharing maupun profit and loss
sharing.

4. Investasi Pihak Lain

Dalam melakukan operasionalnya lembaga koperasi syariah sebagaimana koperasi


konvensional pada umumnya, biasanya selalu membutuhkan suntikan dana segar agar
dapat mengembangkan usahanya secara maksimal,prospek pasar koperasi syariah
teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh
karenanya,diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti bank syariah
maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip Mudharaabah maupun prinsip Musyarakah.

Distribusi Bagi Hasil

Pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang diterima koperasi syariah dibagi
kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau kepada pemilik modal yang
telah memberikan kepada koperasi dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan maka distribusi tersebut termasuk kategori
sisa hasil usaha (SHU) dalam aturan koperasi.

Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan atau pemberi
pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha yang riil yang diterima koperasi pada
saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan berdasarkan nisbah yaitu rasio keuntungan
antara koperasi syariah dan anggota atau pemberi pinjaman terhadap hasil riil usahanya.
Lain halnya dengan konvensional pendapatan dari jasa pinjaman koperasi disebut jasa
pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis
simpanan.maka dengan demikian pendapatan bagi hasil dari koperasi syariah bisa niak
turun sedangkan untuk konvensional bersifat stabil. Apabila koperasi syariah menerima
pinjaman khusus (restricted investment atau Mudharabah Muqayyadah), maka
pendapatan bagi hasil usaha tersebut hanya dibagikan kepada pemberi pinjaman dan
koperasi syariah. Bagi koperasi pendapatan tersebut dianggap pendapatan jasa atas
Mudharabah Muqqayyadah.

Begitu pula dengan pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa seperti Wakalah,
Hawalah, Kaafalah disebut Fee koperasi syariah dan pendapatan sewa (Ijarah) disebut
margin, sedangkan pendapatan hasil investasi ataupun kerjasama (Mudharaabah dan
Musyarakah) disebut pendapatan bagi hasil.

Dalam rangka untuk menjaga likuiditas, koperasi diperbolehkan menempatkan dananya


kepada lembaga keuangan syariah diantaranya Bank Syariah, BPRS maupun koperasi
syariah lainnya. Dalam penempatan dana tersebut umumnya mendapatkan bagi hasil
juga.

Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan koperasi yaitu diputuskan oleh
rapat anggota. Pembagian SHU tersebut telah dikurangi dana cadangan yang
dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10.1. Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min (penanggung disebut mu’ammin,
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min) yang mempunyai arti memberi
perlindungan, ketenangan, rasa aman dari rasa takut dan islamic insurance (bahasa
Inggris). Sedangkan asuransi syariah atau takaful secara bahasa berasal dari kafala-
yakfulu-kafalatan, artinya menanggung. Menurut al-Fanjari asuransi syariah diartikan
dengan tadhamun, takaful, at ta’min dengan pengertian saling menanggung atau
tanggung jawab sosial.

Pengertian Asuransi Syariah lebih spesifik disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang syariah adalah akad yang
tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan) risywah (suap), barang haram dan maksiat.

10.2. Sejarah dan Perkembangan Asuransi Syariah


Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang, sebenarnya tidak dikenal pada masa
awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat
dipandang sebagai praktik yang halal, walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi
ini tidak dikenal di masa Islam, akan tetapi dalam historisitas Islam, terdapat beberapa
aktifitas dari kehidupan pada masa Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip
asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sitem aqilah.

Menurut Muhammad Syakir Sula dalam bukunya, disebutkan bahwa


sistem aqilah menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary of Islam, merupakan
suatu kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu bahwa jika
ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewaris korban
akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari
pembunuh saudara terdekat pembunuh tersebut yang disebut aqilah, harus membayar
uang darah atas nama pembunuh.

Sistem tersebut tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum


lahirnya Rasulullah, SAW., kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau pada masa awal
Islam, sistem tersebut dipraktikkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Sistem aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu
tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk
memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja
dan untuk membebaskan hamba sahaya.

Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan asuransi syariah tidak terlepas adanya
asuransi konvensional yang telah ada sejak lama. Sebelum terwujudnya asuransi syariah
terdapat berbagai macan asuransi konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh non
muslim. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya
haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengadung
unsur gharar, maysir dan riba. Pendapat ini disepakati oleh banyak ulama terkenal
seperti yusuf Qaradhawi (Guru besar Universitas Qatar), Sayyid Sabiq, Abdullah al Qalqili,
Muhammad Bakhil al Muthi’ie (Mufti Mesir 1854-1935), Abdul Wahab Khalaf, dll., namun
demikian karena alasan kemaslahatan atau kepentingan umum sebagian yang lain dari
mereka membolehkan beroperasinya asuransi konvensional.

Di Malaysia pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram


diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972. Hal tersebut disampaikan oleh Jawataan Kuasa
Fatwa Malaysia, begitu juga dengan Jawatan Fatwa Kecil Malaysia dalam kertas kerjanya
yang menyatakan bahwa asuransi masa kini cara pengelolaan barat dan sebagian
operasinya tidak sesuai dengan operasi Islam.

Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka


kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa dihindari dari ketiga
unsur yang diharamkan Islam. Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum atau syariat
Isalam ternyata di dalam ajaran Islam memuat substansi perasuransian. Asuransi yang
termuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat menghindarkan prinsip
operasional asuransi dari unsur gharar, maisir dan riba.

Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang diperoleh
melalui konsep asuransi syariah, lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang
mengendalikan asuransi berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi
syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga berbagai perusahaan bukan
Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi syariah.

Pada dekade 70-an di beberapa negara Islam atau negara Islam atau di negara-
negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip
operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang
diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai
berdirinya perusahaan asuransi syarian islamic insurance Co. Ltd. Di Sudan dan Islamic
Insurance Co. Ltd. Di Arab Saudi. Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diiukuti oleh
berdirinya dar al mal al-islami di Genewa, swiss dan takaful Islami di Luxemburg dll.
Sampai akhirnya di Malaysia berdiri Syariat Takaful Sendirian Berhad tahun 1983. Di
Indonesia sendiri asuransi takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan
diresmikannya PT Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi
Takaful Umum pada tahun 1995.

Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syariah sebenarnya


sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya takaful dan makin kuat setelah
diresmikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991. Dengan beroperasinya bank-bank
syariah dirasakan kebutuhan akan dihadirkannya jasa asuransi yang berdasarkan syariah
pula. Berdasatkan pemikiran tersebut ikataan cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
pada tanggal 27 Juli 1993 melalui yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat
Indonesia (BMI) dan perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian
asuransi takaful dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia
(TEPATI).

TEPATI itulah yang kemudian menjadi perumus dan perealisir dari berdirinya
asuransi takaful Indonesia dengan mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi
Jiwa) dan PT Asuransi Umum (asuransi kerugian). Pendirian dua perusahaan asuransi
tersebut dimaksudkan untuk memenuhi pasal 3 UU Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan
asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah.

Langkah awal yang dilakukan TEPATI dalam membentuk asuransi yang


berdasarkan syariah adalah melakukan studi banding ke syariakat takaful malaysia
sendirian berhad Kuala Lumur pada tanggal 7 sampai dengan 10 September 1993. Hasil
studi banding ini diseminarkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1993 yang
merekomendasikan untuk segera dibentuk Asuransi Takaful Indonesia. Kemudian TEPATI
merumuskan dan menyusun konsep asuransi takaful serta mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan asuransi. Akhirnya
tanggal 23 Agustus 1994, Asuransi Takaful Indonesia berdiri secara resmi. Pendirian ini
dilakukan secara resmi di Puri Agung Room Hotel Syahid, Jakarta. Izin operasionalnya
diperoleh dari Departemen Keuangan melalui surat Keputusan nomor
Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4 Agustus 1994.

Perkembangan asuransi syariah di Indonesia termasuk hitungan terlambat


dibanding dengan perkembangan asurandi syariah di luar negeri. Pada akhir abad ke 20
negara non muslim telah membuka perusahaan asuransi yang bernuansa Islam seperti
Turki dengan berdirinya perusahaan Ihlas Sigarta As (1993),. Asutralia dengan berdirinya
Takaful Australia (1993), Bahamas dengan berdirinya perusahaan asuransi Islam Takaful
& Re-Takaful (1993), Ghana dengan berdirinya Asuransi Metropolitan Insurance Co. Ltd.
(1993), dll.

Saat ini perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai
perusahaan asuransi syariah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful
Umum dan Asuransi Mubarakah. Selain itu ada beberapa perusahaan asuransi
konvensional yang membuka cabang syariah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta,
beringin Life, Bumi Putra, Dharmala dan Jasindo.
10.3. Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful
ditegakkan atas tiga prinsip utama :

1. Saling bertanggung jawab;


2. Saling bekerja sama atau saling membantu;
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain.

Menurut Karnaen A. Perwataatmadja sebagaimana dikutip oleh Gemala Dewi


mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, beliau menambahkan satu
prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari unsur-unsur gharar, maysir,
dan riba. Sehingga terdapat 4 prinsip syariah yakni :

1. Saling bertanggung jawab;


2. Saling bekerja sama atau saling membantu;
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba.

Dalam AM. Hasan Ali, MA, dengan mengutip dari MA. Coudhury dalam
bukunya Contribution to Islamic Ekonomic Theory, prinsip dasar tersebut ditambah 5 lagi,
yaitu :

1. Tauhid (unity);
2. Keadilan (justice);
3. Kerja sama (cooperation);
4. Amanah (trustworthy);
5. Kerelaan (al-Ridha).

10.4. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi


Konvensional
Dalam perkembangannya, asuransi syariah memiliki banyak keunggulan dan kelebihan
jika dibandingkan dengan asuransi konvensional. Hal ini tentu saja membuat adanya
perbedaan mendasar di antara kedua jenis asuransi tersebut. Berikut ini adalah
perbedaan yang terdapat di antara asuransi syariah dan asuransi konvensional :

1. Pengelolaan Risiko

Pada dasarnya, dalam asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan
tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana
hibah (tabarru). Dengan begitu bisa dikatakan bahwa pengelolaan risiko yang dilakukan
di dalam asuransi syariah adalah menggunakan prinsip sharing of risk, di mana risiko
dibebankan/dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.

Sedangkan di dalam asuransi konvensional berlaku sistem transfer of risk, di mana resiko
dipindahkan/ dibebankan oleh tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan
asuransi yang bertindak sebagi penanggung di dalam perjanjian asuransi tersebut.

2. Pengelolaan Dana

Pengelolaan dana yang dilakukan di dalam asuransi syariah bersifat transparan dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang
polis asuransi itu sendiri.

Di dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi akan menentukan jumlah besaran


premi dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu sendiri.

3. Sistem Perjanjian

Di dalam asuransi syariah hanya digunakan akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada
sistem syariah dan dipastikan halal. Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad
yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli.

4. Kepemilikan Dana

Sesuai dengan akad yang digunakan, maka di dalam asuransi syariah dana asuransi
tersebut adalah milik bersama (semua peserta asuransi), di mana perusahaan asuransi
hanya bertindak sebagai pengelola dana saja. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi
konvensional, karena premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik
perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi akan
memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan pengalokasian dana asuransi.

5. Pembagian Keuntungan

Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan terkait
dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta asuransi tersebut. Namun
akan berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional, di mana seluruh keuntungan
yang didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut.

6. Kewajiban Zakat

Perusahaan asuransi syariah mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang


jumlahnya akan disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi konvensional.

7. Klaim dan Layanan


Di dalam asuransi syariah, peserta bisa memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap di
rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Di sini diterapkan sistem penggunaan kartu
(cashless) dan membayar semua tagihan yang timbul.

Satu polis asuransi digunakan untuk semua anggota keluarga, sehingga premi yang
dikenakan oleh asuransi syariah juga akan lebih ringan. Hal ini tidak berlaku dalam
asuransi konvensional, di mana setiap orang akan memiliki polis sendiri dan premi yang
dikenakan tentu akan lebih tinggi.

Asuransi syariah juga memungkinkan kita untuk bisa melakukan double claim, sehingga
kita akan tetap mendapatkan klaim yang kita ajukan meskipun kita telah
mendapatkannya melalui asuransi kita yang lain.

8. Pengawasan

Di dalam asuransi syariah, pengawasan dilakukan secara ketat dan dilaksanakan oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk langsung oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan diberi tugas untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan prinsip ekonomi
syariah di Indonesia, termasuk mengeluarkan fatwa atau hukum yang mengaturnya. Di
setiap lembaga keuangan syariah, wajib ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
bertugas sebagai pengawas. DPS ini merupakan perwakilan dari DSN yang bertugas
memastikan lembaga tersebut telah menerapkan prinsip syariah secara benar.

DSN inilah yang kemudian bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap segala
bentuk operasional yang dijalankan di dalam asuransi syariah, termasuk menimbang
segala sesuatu bentuk harta yang diasuransikan oleh peserta asuransi, di mana hal
tersebut haruslah bersifat halal dan lepas dari unsur haram. Hal ini akan dilihat dari asal
dan sumber harta tersebut serta manfaat yang dihasilkan olehnya.

Berbeda halnya dengan asuransi konvensional, di mana asal dari objek yang
diasuransikan tidaklah menjadi sebuah masalah, karena yang dilihat oleh perusahaan
adalah nilai dan premi yang akan ditetapkan dalam perjanjian asuransi tersebut.

9. Instrumen Investasi

Hal ini juga menjadi sebuah perbedaan yang besar dalam asuransi syariah dan
konvensional. Di dalam asuransi syariah, investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai
kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengandung unsur
haram dalam kegiatannya. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah:

1. Perjudian dan permainan yang tergolong ke dalam judi.;


2. Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain: perdagangan yang
tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa, dan perdagangan dengan
penawaran/permintaan palsu;
3. Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga, dan perusahaan
pembiayaan berbasis bunga;
4. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan / atau judi
(maisir);
5. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
berbagai barang, seperti: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang
atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh
DSN-MUI. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

Ketentuan seperti ini tentu saja tidak berlaku di dalam asuransi konvensional, karena
pada dasarnya di dalam asuransi konvensional perusahaan akan melakukan berbagai
macam investasi dalam berbagai instrumen yang ditujukan untuk mendatangkan
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Hal ini bisa dilakukan tanpa
menggunakan/mempertimbangkan haram atau tidaknya instrumen investasi yang
dipilih, karena pada dasarnya di dalam asuransi konvensional dana yang dikelola adalah
benar-benar dana milik perusahaan dan bukan milik pemegang polis asuransi, dengan
begitu perusahaan memiliki kewenangan penuh dalam penggunaan dana tersebut,
termasuk dalam memilih jenis investasi yang akan digunakan.

10. Dana Hangus

Di dalam beberapa jenis asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi


konvensional, kita mengenal istilah “dana hangus” yang mana hal ini terjadi pada
asuransi yang tidak diklaim (misalnya asuransi jiwa yang pemegang polisnya tidak
meninggal dunia hingga masa pertanggungan berakhir). Namun hal seperti ini tidak
berlaku di dalam asuransi syariah, karena dana tetap bisa diambil meskipun ada
sebagian kecil yang diikhlaskan.
10.5. Landasan Hukum Asuransi Syariah
Hukum asuransi syariah merupakan panduan boleh tidaknya praktik asuransi syariah di
Indonesia. Dalam penerapannya, perusahaan asuransi berdiri dan beraktivitas sesuai
dengan hukum Islam yang telah disyariatkan dan disepakati oleh pemerintah. Meski
begitu, pertimbangan dalam berbagai sisi hukum dibagi menjadi beberapa sumber.

a. Hukum Asuransi Syariah dalam Agama Islam dan Sesuai Al Quran

Dalam Al Quran dan Hadits, hukum asuransi berbasis syariah dan penerapannya terdapat
dalam beberapa ayat, yaitu:

1. Al Maidah 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
2. An Nisaa 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir
terhadap mereka.”
3. HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim
suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari
kiamat.”

b. Hukum Asuransi Syariah Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Awalnya, hukum asuransi konvensional bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini
membuat Majelis Ulama Indonesia pada 2001 mengeluarkan fatwa yang menyatakan
bahwa asuransi berbasis syariah diperbolehkan dalam ajaran Islam. Adapun fatwa
MUI yang menegaskan kehalalan asuransi syariah antara lain :

1. Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah;


2. Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada
Asuransi Syariah;
3. Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi
Syariah dan Reasuransi Syariah;
4. Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

10.6. Jenis-jenis Asuransi Syariah


Jenis-jenis asuransi syariah sebagai berikut:

1. Takaful Individu

Takaful Individu adalah produk yang memberikan perlindungan dan perencanaan yang
bersifat pribadi. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa pilihan yaitu:

1. Takaful Dana Investasi Syariah: produk ini menjamin dan memberikan


perlindungan hari tua atau menjadi jaminan dana bagi ahli waris jika nasabah
meninggal dunia lebih awal; produk ini juga mencakup perlindungan untuk
keluarga;
2. Takaful Dana Haji: produk ini memberikan perlindungan dana perorangan yang
berencana untuk menunaikan ibadah haji;
3. Takaful Dana Siswa: produk ini menjamin dana pendidikan mulai dari sekolah
dasar hingga sarjana;
4. Takaful Dana Jabatan: produk ini menjamin santunan bagi ahli waris dari nasabah
yang menduduki jabatan penting jika nasabah meninggal dunia lebih awal.

2. Takaful Kelompok

Takaful Kelompok adalah produk yang memberikan perlindungan dan perencanaan yang
bersifat kelompok dalam perusahaan. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa pilihan
yaitu:
1. Takaful al-Khairat dan Tabungan Haji: memberi perlindungan bagi karyawan yang
ingin menunaikan ibadah haji dengan pendanaan melalui iuran bersama dengan
keberangkatan bergilir;
2. Takaful Kecelakaan Siswa: proteksi pelajar dari risiko kecelakaan berakibat cacat
bahkan meninggal dunia;
3. Takaful Wisata dan Perjalanan: proteksi peserta wisata dari risiko kecelakaan yang
mengakibatkan cacat atau meninggal dunia;
4. Takaful Kecelakaan Group: proteksi santunan karyawan dalam perusahaan atau
organisasi;
5. Takaful Pembiayaan: proteksi pelunasan hutang bagi nasabah yang meninggal
dunia dalam masa perjanjian.

3. Takaful Umum

Takaful Umum adalah asuransi berbasis syariah yang memberikan perlindungan dan
perencanaan yang bersifat umum. Jenis ini pun dibagi lagi menjadi beberapa yaitu:

1. Takaful Kebakaran: perlindungan dari kerugian yang disebabkan api;


2. Takaful Kendaraan Bermotor: perlindungan terhadap kerugian pada kendaraan
bermotor;
3. Takaful Rekayasa: pelindungan terhadap kerugian pada pekerjaan pembangunan;
4. Takaful Pengangkutan: pelindungan kerugian pada semua barang setelah
diangkut melalui darat, laut, maupun udara;
5. Takaful Rangka Kapal: perlindungan pada kerusakan mesin kapal dan rangka
kapal yang disebabkan oleh kecelakaan atau musibah.

10.7. Kesehatan Keuangan Asuransi Syariah


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.010/211, perusahaan asuransi
syariah harus menjaga kesehatan keuangan dari dana tabarru yang dikumpulkan peserta
program asuransi dan sekaligus juga menjaga tingkat kesehatan keuangan dari dana
perusahaannya. Dana tersebut secara terpisah dihitung dan dilaporkan kesehatan
keuangannya karena sebagaimana di jelaskan sebelumnya, dana tabarru' merupakan
kumpulan kontribusi peserta yang mekanisme penggunaannya harus dijalankan sesuai
dengan akad yang disepakati di awal. Sementara, dana perusahaan berasal dari
pemegang saham dan asset perusahaan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan
usahanya.

Kesehatan Keuangan Dana Peserta

1. Kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk investasi;


2. Kekayaan yang diperkenankan dalam bentuk bukan investasi;
3. Liabilitas dana tabarru;
4. Reasuransi;
5. Retensi sendiri.

Kesehatan Keuangan Dana Pengelola

1. Kekayaan yang tersedia untuk pinjaman (Qardh);


2. Tingkat solvabilitas dana perusahaan;
3. Kebutuhan atas dana jaminan;
4. Pelaporan.

Rencana Penyehatan Keuangan

1. Rencana peningkatan tarif kontribusi;


2. Rencana restrukturisasi kekayaan, dan/atau liabilitas;
3. Rencana penambahan modal di setor atau modal kerja;
4. Rencana pemberian pinjaman (qardh) oleh pemegang saham;
5. Rencana pengalihan sebagian atau seluruh kepesertaan;
6. Rencana melakukan penggabungan badan usaha atau unit usaha.
7. 11.1. Latar Belakang Akuntansi Perbankan Syariah
8. Perkembangan perbankan syariah yang demikian cepatnya ini tentunya sangat
membutuhkan sumber daya insani yang memadai dan mempunyai kompetensi
dalam bidang perbankan syariah. Agar pengembangan tersebut dapat dilakukan
secara efektif dan optimal, maka sumber daya insani terutama para petugas
bidang pemasaran yang merupakan pelaku yang paling depan dalam operasional
bank syariah, untuk memahami dengan benar konsep perbankan syariah.
9. Dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan serta dikeluarkannya
Fatwa Bunga Bank Haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2003 banyak
bank-bank yang menjalankan prinsip syariah, ada yang melakukan konversi dari
konsep konvensional menjadi syariah. Ada bank konvensional membuka cabang
syariah dan berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah, karena bank syariah telah
membuktikan memiliki berbagai keunggulan dalam mengatasi dampak krisis
ekonomi yang baru lalu serta mempunyai potensi pasar yang cukup besar,
mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dan masih banyak di
kalangan umat Islam yang enggan berhubungan dengan pihak bank yang
menggunakan sistem ribawi.
10. Akuntansi Perbankan syariah adalah sebuah seni mencatat, mengklasifikasi,
meringkas, melaporkan dan menganalisa dengan cara tertentu dan dalam ukuran
moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan
berdasarkan nilai-nilai syariah yang bertujuan memberikan informasi kuantitatif
yang bersifat finansial mengenai suatu bisnis keuangan perbankan syariah
sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pemakainya.
11. Definisi akuntansi perbankan syariah tidak jauh bebeda dengan definisi akuntansi
syariah dan akuntansi konvensional, hanya menambah kata perbankan yang
menjadi obyek pembicaraan. Bisnis perbankan syariah adalah merupakan bisnis
jasa keuangan, bukan bisnis perusahaan barang. Perusahaan perbankan syariah
sangat unik dan berbeda dengan perusahaan barang lainnya, karena dunia
perbankan, baik itu perbankan syariah dan selain syariah diatur peraturan yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral yang dinyatakan dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI).
12. Pada perbankan syariah diatur oleh 2 (dua) kepatuhan, yaitu kepatuhan syariah
yang dituangkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), dan kepatuhan oprasional
yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indosesia. Dua kepatuhan ini harus
seiring dan selaras dalam menjalankan bisnis perbankan.
13. 11.2. Dasar Hukum Perbankan Syariah
14. Dasar Hukum Islam (Al-Qur’an & Hadist)
15. 1. QS Al-Baqarah Ayat 275
16. “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beliitu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (darimengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datanglarangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
17. 2. QS Ar-Rum Ayat 39
18. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia,maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang ber
buat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
19.
20. Dasar Hukum Perundang-Undangan
21. Pada tahun 1998,dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang memberikan landasan
hukum lebih kuat untuk perbankan syariah.Melaui UU No. 23 Tahun 1999 hingga
disahkannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perkembangan
perbankan syariah meningkat tajam terutama dilihat dari peningkatan jumlah
bank/kantor yang menggunakan prinsip syariah dan peningkatan jumlah asset
yang dikelola. Untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat,sebelum 1992,telah
didirikan beberapa lembaga keuangan nonbank yang kegiatannya menerapkan
sistem syariah .Selanjutnya melalui UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan
dan dijabarkan dalam PP No. 72 tahun 1992, pemerintahtelah memberikan
kesempatan untuk pelaksanaan bank syariah. Peraturan pemerintah nomor 72
tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan pemerintah
nomor 72 tahun 1992 telah secara spesifik mengatur mengenai bank berdasarkan
prinsip bagi hasil sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) dan (2)
sebagai berikut :
(1). Bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah bank umum atau bank perkreditan
rakyat yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi
hasil.
(2). Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha
bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah nomor 70 tahun 1992
tentang bank umum dan peraturan pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang
bank perkreditan rakyat serta peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank umum dan bank perkreditan rakyat.
11.3. Karakteristik Bank Syariah Di Indonesia
Seperti Dilansir oleh Direktorat Perbankan Syariah BI menguraikan ada tujuh karakteristik
utama yang menjadi prinsip Sistem Perbankan Syariah di Indonesia yang menjadi
landasan pertimbangan bagi calon nasabah dan landasan kepercayaan bagi
nasabah yang telah loyal.

Ketujuh karakteristik tersebut adalah :

1. Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang


tanpamemandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
2. Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan
sesuatusesuai dengan posisinya dan melaran adanya
unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan),
haram, dan riba.
3. Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh
lapisanmasyarakat.
4. Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah
yangmencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil,
danMenengah)
5. Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan
6. Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum,
giro,deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan sewa, sampai
kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card,
syariah charge).
7. Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan
(qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi
antar bank syariah.

11.4. Fungsi & Tujuan Bank Syariah


Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank
konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiba
n moral yang disandangnya. Selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya
bank konvensional pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut :

1. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan


kualitaskehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pengumpulan modal dari
masyarakat dan pemanfaatannya kepada masyarakat diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan sosial guna tercipta peningkatan pembangunan
nasional yang semakin mantap. Metode bagi hasil ini akan memunculkan usaha-
usaha baru dan pengembangan usaha yang telah ada sehingga dapat
mengurangi pengangguran.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan karena
keengganan sebagian masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang
disebabkan oleh sikap menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah.
Metode perbankan yang efisien dan adil akan menggalakkan usaha ekonomi
kerakyatan.
3. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis
untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
4. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh
dan berkembang melebihi bank-bank dengan metode lain.

Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang


dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi
hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank;
2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/shahibul mal
sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana;
3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
4. Sebagai pengelola fungsi sosial, konsep perbankan syariah mengharuskan bank-
bank syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui Qardh (pinjaman
kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

11.5. Prinsip - Prinsip Perbankan Syariah


Dalam operasionalnya, perbankan syariah harus selalu dalam koridor-koridor/prinsip-
prinsip sebagai berikut:

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak;
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Prinsip – Prinsip syariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah
kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Maisir: Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut


istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja
keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian
seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,
seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.Judi dilarang dalam praktik
keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah sebagai
berikut:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan,
maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS
Al-Maaidah : 90)

Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika
melakukan perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi
secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan
keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan
ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar.
Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga
diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
2. Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut
istilah gharar berarti seduatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau
perjudian. Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada
dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya
membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih
dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar.
Pelarangan ghararkarena memberikan efek negative dalam kehidupan
karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara bathil. Ayat
dan hadits yang melarang gharar diantaranya :"Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 188).
3. Riba: Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan,
pertumbuhan atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama
sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba
secara berlipat ganda. Sangatlah penting bagi kita sejak awal pembahasan bahwa
tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat Muslim mengenai
pengharaman Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat keterlibatan
dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan
sumber utama syariah, yaitu Al-Qur'an dan Sunah benar-benar mengutuk riba.
Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna dari riba atau apa saja yang
merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas
perekonomian dengan ajaran Syariah.

11.6. Konsep Operasional Perbankan Syariah


a. Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.
Prinsip operasional syi'ariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat
adalah prinsip Wadi'ah dan Mudharabah.

1.) Prinsip wadi'ah

Prinsip wadi'ah yang diterapkan adalah wadi'ah yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadiah dhamananh berbeda dengan wadia'ah amanah.
Dalam wadia'ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh
yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi'ah yad dhamanah, pihak yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta
titipan tersebut.

2.) Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan atau deposan bertindak


sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang telah
dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk
melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah
yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk
melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian
yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi semua (ada mudharib-ada pemilik dana, ada
usaha yang dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada ijab Kabul). Prinsip mudharabah ini
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dari deposito berjangka.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,


prinsip mudharabah terbagi dua yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah

b. Penyaluran dana

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli,


2. Pembiayaan dengan prinsip sewa,
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil,
4. Pembiayaan dengan akad pelengkap.

c. Produk Jasa Perbankan Lainnya

Produk jasa perbankan lainnya yaitu layanan perbankan dimana bank syariah menerima
imbalan atas jasa perbankan diluar fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi
keuangan, seperti :

1. Wakalah
2. Kafalah
3. Sharf
4. Qardh
5. Rahn
6. Hiwalah
7. Ijarah
8. Al-Wadiah

11.7. Unsur Laporan Keuangan Bank Syariah


Unsur Neraca

Aktiva = Kewajiban + Investasi Tidak Terikat + Ekuitas

Dana investasi tidak terikat dengan kriteria bahwa bank:

 punya hak menggunakan, menginvestasikan, dan mencampur dana;


 keuntungan atau kerugian sesuai nisbah; dan
 tidak berkewajiban mengembalikan dana jika rugi.
Unsur Laporan Laba Rugi

Pada dasarnya sama dengan yang berlaku umum, ditambah

 alokasi keuntungan/kerugian kepada pemilik investasi tidak terikat (hak


bagi hasil untuk pemilik dana investasi tidak terikat).
 tidak dapat diperlakukan sebagai beban atau pendapatan.

Komponen Laporan Keuangan Syariah

1. Neraca + Off Balance Sheet Laporan Laba Rugi


2. Laporan Arus Kas
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
5. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan
7. Catatan Laporan Keuangan

12.1. Pengertian Obligasi Syariah


Obligasi syariah atau sukuk pada dasarnya adalah efek syariah berupa sertifikat atau
bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak
terpisahkan atau tidak terbagi atas; aset berwujud tertentu, manfaat atas aset berwujud
tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada, jasa yang sudah ada maupun yang
akan ada, aset proyek tertentu atau kegiatan investasi yang telah ditentukan).

12.2. Sejarah dan Latar Belakang Obligasi Syariah


SEJARAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110: Akuntansi Transaksi Asuransi


Syariah (PSAK 110) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) pada 26 Oktober 2011.

Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24 Februari 2015
terutama terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu pada revisi atas International
Financial Reporting Standards 9: Financial Instruments.

PSAK 110 mengatur mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan


transaksi sukuk ijarah dan sukuk mudharabah.
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan sukuk
mudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.

LATAR BELAKANG

Kemunculan sukuk pada saat ini dilatar belakangi oleh upaya untuk menghindari praktik
riba yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari alternatif instrumen
pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai dengan syariah. Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 32/DSN-MUI/IX/2002 dan kebutuhan
investasi jangka panjang, maka para ahli dan praktisi ekonomi Islam berijtihad untuk
menciptakan sebuah produk atau instrumen keuangan baru yang bernama obligasi
syariah atau sukuk.

Sukuk semakin disukai karena upaya para investor, terutama di wilayah Timur Tengah,
untuk menarik modal dari lembaga perbankan Barat kembali ke lembaga keuangan
Islam. Dukungan solidaritas bagi kegiatan pasar modal syariah dilandasi oleh kesamaan
ideologi dan semangat negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar modal Islam
diterima secara luas karena investor non-Muslim memasuki pasar sukuk. Sukuk
dipandang sebagai target baru yang lebih menguntungkan. Popularitas sukuk ini tidak
lepas dari terbukanya akses permodalan dalam skala global, sehingga terjadi
pengelolaan likuiditas lintas batas.

Tetapi berbeda halnya dengan di Indonesia. Dimana dimasa sekarang banyak orang
yang belum familiar atas keberadaan sukuk itu sendiri. Di indonesia sendiri masih
beberapa perusahaan yang menerbitkan surat berharga syariah (sukuk) ini. Dan bahwa
tidak semua surat berharga berprinsip konvensional ada juga perhitungan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yaitu Akuntansi Sukuk seperti yang terdapat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110.

Berbeda dengan PSAK 110 yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110
(revisi 2015) memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan
investor. Investasi sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus kas
kontraktual.

Pada sisi investor, investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan
jika:

1. Investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk
memperoleh arus kas kontraktual; dan
2. Persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya.
12.3. Tujuan Diterbitkannya Obligasi Syariah
Tujuan diterbitkannya obligasi syariah atau sukuk adalah

untuk memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara atau perusahaan,


mendorong pengembangan pasar keuangan
syariah, menciptakan brenchmark di pasar keuangan syariah, diversifikasi basis investor,
mengembangkan alternatif instrumen investasi, mengoptimalkan pemanfaatan,
dan memanfaatkan dana-dana masyarakat yang berlum terjaring oleh sistem obligasi
dan perbankan konvensional.

12.4. Karakteristik Obligasi Syariah


Menurut Fatah (2011) terdapat beberapa karakteristik obligasi syariah atau sukuk,
diantaranya :

1. Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (beneficial
title);
2. Imbal hasil yang diberikan berupa upah/sewa (ujrah), selisih harga lebih (margin),
dan bagi hasil, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan. Ada
beberapa jenis akad yaitu ijarah, mudharabah, wakalah, istishna, musyarakah dan
kafalah;
3. Terbebas dari unsur riba, ketidakpastian (gharar) dan/ atau judi (maisir);
4. Penerbitan melalui special purpose vehicle (SPV);
5. Memerlukan underlying asset;
6. Penggunaan proceeds harus sesuai dengan prinsip syariah.

Sukuk yang diterbitkan wajib disertai dengan pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan
Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli Syariah (TAS) yang memiliki lisensi Ahli Syariah
Pasar Modal.
12.5. Jenis-jenis Obligasi Syariah
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional pada tahun 2002, obligasi
syariah merupakan surat-surat berharga jangka panjang yang memiliki prinsip syariah di
dalamnya. Jenis-jenis obligasi berdasarkan syariah ini di antaranya adalah sukuk
mudharabah dan sukuk ijarah.

 Obligasi syariah atau sukuk mudharabah

Obligasi syariah atau sukuk mudharabah merupakan jenis-jenis obligasi yang


menerapkan akad mudharabah dalam persetujuannya. Akad mudharabah adalah
bentuk kerja sama antara investor dan penerbit obligasi, di mana investor
memberikan modal penuh untuk pihak penerbit obligasi kelola demi
meningkatkan pendapatan atas investasi tersebut. Nantinya, pihak investor akan
mendapatkan keuntungan dari modal yang diberikan setelah mengetahui
pendapatan dari pihak penerbit obligasi sesuai dengan tempo yang ditentukan.

 Obligasi syariah atau sukuk ijarah

Sedangkan obligasi atau syariah sukuk ijarah menggunakan akad ijarah yang
berarti akad sewa. Jenis obligasi syariah ini cukup identik dengan obligasi
berbasis kupon. Nantinya investor akan mendapatkan keuntungan
berdasarkan ijarah yang bisa disepakati pada awal penerbitan obligasi.
Nantinya ijarah atau keuntungan tersebut memiliki sifat yang tetap setelah
disetujui oleh pihak investor maupun pihak penerbit obligasi syariah.

12.6. Keuntungan, Resiko dan Rating Obligasi Syariah


Keuntungan Memiliki Obligasi Syariah

1. Imbal hasil: Imbal hasil yang diberikan oleh penerbit sukuk kepada investor, bisa
berupa bagi hasil, fee atau margin.
2. Capital Gain: keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual.
3. Ketenangan hati: berinvestasi di instrumen yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.

Risiko Memiliki Obligasi Syariah

1. Risiko gagal bayar / default: ketidakmampuan penerbit obligasi membayar


imbal hasil maupun melunasi sukuk pada saat jatuh tempo.
2. Risiko suku bunga: pergerakan harga obligasi ditentukan oleh tingkat suku
bunga acuan dengan hubungan berbanding terbalik. Jika investor memperkirakan
suku bunga acuan akan turun maka investor umumnya memilih untuk memegang
obligasi atau membeli obligasi dan sebaliknya.
3. Risiko pasar: potensi kerugian (capital loss) bagi investor ketika harga sukuk di
pasar sekunder turun akibat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
keseluruhan dari pasar keuangan, antara lain perubahan suku bunga, perubahan
ekonomi dan kondisi politik yang tidak stabil.
4. Risiko Likuditas: risiko dimana obligasi tidak dapat dijual kembali di pasar
sekunder karena berbagai hal dan harus menunggu sampai jatuh tempo.

Rating Obligasi Syariah

Obligasi syariah atau sukuk juga diperingkat oleh lembaga pemeringkat atau biasa
disebut sebagai rating agency. Biasanya di belakang peringkat diberikan kode (sy) untuk
menandakan bahwa obligasi tersebut adalah obligasi syariah. Misalnya idAAA(sy).
Semakin baik peringkatnya maka semakin credible penerbit obligasi atau issuer. Sukuk
yang dianggap baik adalah yang masuk kategori layak investasi atau investment grade.
Investor perlu mempertimbangkan peringkat terutama untuk meminimalkan risiko.

13.1. Pengertian Fee Based Income


Salah satu kegiatan perbankan selain menghimpun dan dan menyalurkan dana adalah
memberikan jasa-jasa lainnya. Tujuannya adalah mendukung dan memperlancar kedua
kegiatan tersebut. Semakin lengkap jasa yang ditawarkan, maka semakin baik. Hal ini
disebabkan jika nasabah hendak melakukan suatu transaksi perbankan cukup dilakukan
pada satu bank saja. Pengelolahan bank dalam melakukan kegiatan juga selalu dituntut
senantiasa menjaga keseimbangan pemeliharaan likuiditas dengan kebutuhan
profitabilitas yang wajar serta modal yang sesuai dengan penanamannya. Hal ini perlu
dilakukan karena bank dalam usahanya selain menanamkan dana dala aktiva produktif
juga memberikan komitmen jasa-jasa lainnya yang menghasilakn fee based
income (pendapatan non bunga).

Fee Based Income adalah keuntungan yang di dapat dari transaksi yang diberikan
dalam jasa-jasa bank lainnya. Istilah fee based income menurut perbankan syariah adalah
ujrah (upah). Ujrah terkait dengan keuntungan dari jasa-jasa perbankan yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat (nasabah) guna memperlancar dan mengefisiensikan
aktifitas ekonomi masyarakat. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan adanya ketentuan-
ketentuan yang berkaitan fee based income menurut peraturan Bank Indonesia.

Menurut (Kasmir, 2012), Fee Based Income adalah keuntungan yang didapat dari
transaksi yang diberikan dalam jasa-jasa bank lainnya.

13.2. Keuntungan Fee Based Income


Menurut (Kasmir, 2012) keuntungan yang diperoleh dari jasa-jasa bank lainnya ini antara
lain diperoleh dari:

1. Biaya administrasi yaitu biaya yang dikenakan untuk jasa-jasa yang memerlukan
administrasi tertentu. Pembebanan biaya administrasi biasanya dikenakan untuk
pengelolaan suatu fasilitas tertentu. Sepeti biaya administrasi simpanan, kredit,
dan biaya administrasi lainnya.
2. Biaya kirim yaitu biaya yang diperoleh dari jasa pengiriman uang (trasfer), baik itu
jasa transfer dalam negeri maupun transfer ke luar negeri.
3. Biaya tagih yaitu jasa yang dikenakan untuk menagihkan dokumendokumen milik
nasabahnya seprti jasa kliring (penagihan dokumen dalam kota) dan jasa inkaso
(penagihan dokumen ke luar kota). Biaya tagih ini dilakukan untuk tagihan
dokumen dalam maupun luar negeri.
4. Biaya provisi dan komisi yaitu biaya yang biasanya di bebankan kepada jasa kredit
dan jasa transfer serta jasa-jasa atas bantuan bank terhadap suatu fasilitas
perbankan. Besarnya jasa provisi dan komisi tergantung dari jasa yang diberikan
serta status nasabah yang bersangkutan.
5. Biaya sewa yaitu biaya yang dikenakan kepada nasabah yang menggukan
jasa safe deposit box. Besarnya biaya sewa tergantung dari ukuran box dan jangka
waktu yang digunakan.
6. Biaya iuran yaitu biaya yang diperoleh dari jasa pelayanan bank card atau kartu
kredit, dimana kepada setiap pemegang kartu dikenakan biaya iuran. Biasanya
biaya iuran ini dikenakan per tahun.
7. Biaya lainnya.

Besar kecilnya penetapan biaya-biaya di atas terhadap nasabahnya tergantung dari bank
nya. Masing-masing bank dapat menggunakan metode tertentu, misalnya jangkauan
wilayah untuk biaya kirim dan biaya tagih, jangka waktu untuk sewa dan iuran serta
jumlah uang untuk biaya administrasi serta biaya provisi dan komisi.
13.3. Ketentuan Mengenai Fee Based Income
 Berikut adalah ketentuan mengenai fee based income yang telah diatur DSN-
MUI :

a. Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia: 44/DSN-


MUI/VII/2004 tentang penbiayaan multi jasa. Adapun ketentuan yang terkait
dengan fee based income adalah:

1. Pembiayaan multi jasa hukumnya boleh dengan menggunakan akad ijarah atau
kafalah.
2. Dalam hal LKS (Lembaga Keuangan Syariah) menggunakan akad ijarah, maka
harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah.
3. Dalam hal LKS (Lembaga keuangan Syariah) menggunakan akad kafalah, maka
harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa kafalah.
4. Dalam pembiayaan multi jasa tersebut, LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dapat
memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee. Besarnya ujrah atau fee harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
persentase.

b. Fatwa Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSM-


MUI/IV/2000, tentang pembiayaan ijarah.

 Berikut adalah ketentuan mengenai fee based income yang telah diatur Bank
Indonesia adalah :

1. Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/14 November 2005, tentang akad


penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah. Yaitu pada pasal 17 yang isinya : Bank dapat menggunakan
akad ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk
pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan kepariwisataan. Dalam
pembiayaan kepada nasabah yang menggunaka akad ijarah untuk transaksi multijasa,
bank dapat memperoleh imbalan jasa atau fee. Besarnya jasa atau fee harus disepakati
diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan bentuk persentase.

2. Dalam PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia), pendapatan


oprasional lainnya antara lain terdiri dari :

1. Pendapatan penyelenggaraan jasa perbankan berbasis imbalan.


2. Pendapatan bonus giro pada bank syariah lainnya.
3. Pendapatan atau keuntungan transaksi valuta asing.

13.4. Unsur - Unsur Fee Based Income


Unsur - unsur Fee Based Income :

a. Pendapatan Provisi Dan Komisi

Komisi adalah imbalan yang diperhitungkan atau diterima atas pemberian jasa tertentu
dalam pelaksanaan transaksi, sedangkan provisi adalah imbalan yang diperhitungkan
bank sehubungan dengan jasa yang diberikan untuk pelaksanaan suatu transaksi.

b. Pendapatan Atas Transaksi Valuta Asing

Pendapatan yang timbul dari transaksi valas lazimnya berasal dari selisih kurs. Selisih
kurs ini akan dimasukan kedalam pos pendapatan dalam laporan laba rugi. Laba atau
rugi yang timbul dari transaksi valas harus diakui sebagai pendapatan atau beban dalam
perhitungan laba rugi tahun berjalan.

c. Pendapatan Operasional Lainnya

Pendapatan operasional lainnya pada prakteknya dalam penyaluran


pembiayaan fee administrasi yang besarnya disepakati antara bank dan pemilik dana.
Pendapatan fee administrasi menjadi milik bank syariah, karena pendapatan tersebut
merupakan upah administrasi yang dilakukan bank syariah sehingga pendapatan
tersebut bukan unsur distribusi bagi hasil. Pendapatan operasional lainya juga diperoleh
bank syariah dari kegiatan memberikan layanan jasa keuangan dan kegiatan lainnya
yang berbasis imbalan seperti pendapatan inkaso, transfer, L/C dan fee lainnya yang
berbasis imbalan.

13.5.1. Sumber - Sumber Penghasilan Fee Based Income


Menurut (Kasmir, 2012), mengenai jenis jasa-jasa yang
menghasilkan fee based income:
A. Jasa Pengiriman Uang (Transfer)

Transfer merupakan jasa pengiriman uang atau pemindahan uang lewat bank baik
pengiriman uang dalam kota, luar kota atau ke luar negeri. Lama pengiriman dan
besarnya biaya kirim sangat tergantung dari sarana yang digunakan. Pemilihan sarana
yang akan digunakan dalam jasa transfer ini tergantung pada kemauan nasabah apakah
itu lewat Telex, Telepon, atau On Line Komputer. Sarana yang dipilih akan
mempengaruhi kecepatan pengiriman dan besar kecilnya biaya pengiriman.

B. Jasa Kliring (Clearing)

Kliring adalah penagihan warkat bank yang berasal dari dalam kota melalui lembaga
kliring. Pengertian lainnya kliring merupakan jasa penyelesaian utang piutang antar bank
dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang dikliringkan di lembaga kliring.
Lembaga kliring dibentuk dan dikoordinir oleh Bank Indonesia setiap hari kerja.

C. Jasa Inkaso

Inkaso adalah warkat-warkat bank yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Warkat-
warkat yang dapat diinkasokan atau ditagihkan adalah warkat-warkat yang berasal dari
luar kota atau luar negeri seperti: Cek, Bilyet Giro, Wesel, Dividen, Kupon, dan surat
berharga lainnya. Lama penagihan warkat dan besarnya biaya tagih yang dibebankan
kepada nasabah tergantung bank yang bersangkutan. Biasanya lama penagihan berkisar
antara 1 - 4 minggu. Proses penyelesaian inkaso yang dilakukan oleh bank dibagi ke
dalam dua bagian yaitu: inkaso berdokumen dan inkaso tidak berdokumen.

D. Jasa Penyimpanan Dokumen (Safe Deposit Box)

Safe Deposit Boxmerupakan jasa-jasa persewaan kotak untuk menyimpan dokumen atau
surat-surat berharga. Jasa ini dikenal juga dengan nama safe loket. SDB berbentuk kotak
dengan ukuran tertentu dan disewakan kepada nasabah yang berkepentingan untuk
menyimpan dokumen-dokumen atau benda-benda berharga miliknya. Pembukuan SDB
dilakukan dengan dua buah anak kunci, dimana satu dipegang bank dan satu lagi
dipegang oleh nasabah.

E. Jasa Kartu Kredit (Bank Card)

Bank card merupakan “Uang Plastik” yang dikeluarkan oleh oleh bank. Kegunaannya
adalah sebagai alat pembayaran ditempat-tempat tertentu seperti supermarket, pasar
swalayan, hotel, restoran, tempat hiburan dan tempat lainnya. Disamping itu, dengan
kartu ini juga dapat diuangkan di berbagai tempat seperti di ATM (Automated Teller
Machine).
Jenis-jenis bank card yang sudah dikenal luar dimayarakat dewasa ini adalah sebagai
berikut:

1. Credit card adalah suatu sistem dimana pemegang kartu dapat melunasi
penagihan yang terjadi atas dirinya secara angsuran dengan minimal pembayaran
tertentu.
2. Debet card adalah pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebetan atas
rekening yang ada di bank dimana pada saat membuka kartu.

13.5.2. (Lanjutan) Sumber - Sumber Penghasilan Fee


Based Income
F. Jasa Valuta Asing (Bank Notes)

Merupakan uang kartal asing yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar
negeri. Bank notes dikenal juga dengan istilah “devisa tunai” yang mempunyai sifat-sifat
seperti uang tunai. Tidak semua bank notes yang diperjual belikan, hal ini tergantung
peraturan devisa di negara asal bank notes diterbitkan. Dalam transaksi jual beli bank
notes, bank mengelompokkan bank notes kedalam dua klasifikasi, yaitu bank notes yang
lemah dan bank notes yang kuat. Penjualan bank notes juga dilakukan antar bank dan
juga diperjual belikan di travel, authorized money changer (perdagangan valuta asing)
dan tempat lainnya.

G. Jasa Cek Wisata (Travellers Cheque)

Travellers Cheque adalah cek wisata atau cek perjalanan yang biasanya digunkan oleh
mereka yang hendak bepergian atau sering dibawa oleh wisatawan. Travellers
Cheque diterbirkan dalam nominal tertentu seperti halnya uang kartal dan diterbitkan
dalam mata uang rupiah dan mata uang asing. Jenis-jenis Travellers Cheque yang
beredar dapat dilihat dari segi mata uang antara lain: Travellers Cheque mata uang
rupiah dan Travellers Cheque dalam valuta asing.

H. Jasa Letter of Credit (L/C)

Letter of credit merupakan salah satu jasa bank yang diberikan kepada masyarakat untuk
memperlancar arus barang (ekspor-impor) termasuk barang dalam negeri (antar pulau).
Kegunaan letter of credit untuk menampung dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan dari
pihak pembeli (importir) maupun penjual (eksportir) dalam transaksi dagangnya.

Pengertian secara umum L/C merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan
nasabah (biasanya importir) untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu
untuk kepentingan pihak ketiga (penerima L/C atau eksportir). L/C sering disebut dengan
kredit berdokumen atau documentary credit. Pembukuan L/C oleh importir dilakukan
nasabah melalui bank yang disebut opening bank atau issuing bank, sedangkan bank
eksportir merupakan bank pembayar terhadap barang yang diperdagangkan.

I. Jasa Bank Garansi

Bank Garansi yaitu jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada suatu pihak,
baik perorangan, perusahaan atau badan/lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan.
Pemberian jaminan dengan maksud bank menjamin akan memenuhi (membayar)
kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijaminkan kepada pihak yang menerima jaminan,
apabila yang dijamin kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak
lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cedera janji.

Di dalam pemberian fasilitas bank garansi ada tiga pihak terlibat yaitu: pihak penjamin
(bank), pihak terjamin (nasabah), dan pihak penerima jaminan (pihak ketiga). Adapun
bentuk jaminan lawan yang diberikan antara lain seperti: uang tunai, giro yang
dibekukan, sertifikat deposito, saham, obligasi, sertifikat tanah, dan jaminan lainnya.

J. Jasa-jasa di Pasar Modal

Di dalam pasar modal pihak perbankan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
rangka memajukan perkembangan pasar modal. Perbankan mendukung setiap kegiatan
yang ada demi kelancaran transaksi pasar modal di bursa efek.

Jasa-jasa bank yang diberikan dalam rangka mendukung kelancaran transaksi di pasar
modal antara lain sebagai berikut:

1. Penjamin emisi (underwriter), yaitu bank sebagai penjamin terjualnya efek (saham
dan obligasi) sampai batas waktu tertentu.
2. Wali amanat (trustee), yaitu bank menjadi amanat dalam emisi obligasi.
3. Perantara perdagangan efek/pialang (broker), yaitu bank perantar jual beli efek.
4. Pedagang efek (dealer), yaitu bank berfungsi sebagai pedagang atau perantar jual
beli efek.
5. Perusahaan pengelola dana (investment company), yaitu bank sebagai pengelola
dana nasabah di bursa efek.

K. Jasa Penyetoran Dana

Jasa diutamakan untuk membantu nasabahnya dalam mengumpulkan setoran atau


pembayaran lewat bank. Setoran atau pembayaran yang biasa diterima oleh bank antara
lain: pembayaran listrik, telepon, pajak, uang kuliah, rekening air, setoran ONH, dan
setoran lainnya.
Jasa Pembayaran Dana Dalam hal ini bank dapat pula memberikan pelayanan berupa
jasa pembayaran seperti: membayar gaji, pensiun, bonus, hadiah, dividen, dan
pembayaran lainnya.

Anda mungkin juga menyukai