Anda di halaman 1dari 6

Artikel Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Oleh: Tias Khalifah Ruliandini, Kartika Ayu Vianti, Vilda Valdian


Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) adalah lembaga keuangan yang memberikan
jasa pengembangan usaha dan juga pemberdayaan masyarakat, dengan menerapkan prinsip
ekonomi syariah dalam kegiatan operasionalnya. Pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat dilakukan dengan cara memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada masyarakat
yang memiliki usaha berskala mikro, mengelola simpanan, dan memberikan jasa konsultasi
pengembangan usaha yang tidak fokus pada keuntungan. Karena lembaga keuangan mikro
syariah menawarkan layanan yang lebih menguntungkan, ia bisa menjadi solusi bagi
masyarakat miskin, berpenghasilan renda, ataupun bagi pemilik usaha mikro, kecil, menengah
(UMKM). Sebagai contoh, dalam hal simpanan, masyarakat dapat menabung atau membuka
deposito tanpa harus pergi ke Bank. Sementara untuk pinjaman dan pembiayaan, persyaratan
pengajuan lebih mudah dan jangka waktu pembiayaan mulai dari harian hingga tahunan bisa
didapatkan jika mengajukan di LKMS. Satu fasilitas LKMS yang tidak dapat diberikan
lembaga keuangan lainnya ialah jasa konsultasi dengan para ahli di bidangnya yang tidak
semata mencari untung. Adapun untuk transaksi yang terkait dengan lalu lintas pembayaran,
LKMS tidak diberikan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut.
Khusus untuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), kegiatan yang dilakukannya
dalam bentuk pembiayaan, bukan simpanan. Pembiayaan di sini diartikan sebagai penyediaan
dana kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan menurut
prinsip syariah (lihat Pasal 1 (4) UU-LKM). LKMS dalam menjalankan usahanya harus
merujuk kepada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI). Di samping itu, LKMS juga wajib membentuk Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang bertugas memberi nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus, dan
mengawasi kegiatan LKM sesuai dengan prinsip syariah (lihat Pasal 12 & 13 UU-LKM).
Lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) merupakan bentuk yang sama dengan LKM
pada umumnya yang membedakannya ialah prinsip syariah yang teraplikasi pada produk, akad
dan operasionalnya. LKMS melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan sistem
pembiayaan bagi semua sektor mikro.dalam praktik ekonomi islam, baik perbankan maupun
LKMS harus terhindar dari Magrib, sebuah akronim dari masyir, gharar dan riba.Dalam
melakukan kegiatan operasionalnya, LKMS yang salah satu didalamnya termasuk Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Koperasi Syariah,
melakukan upaya-upaya agar produk-produknya menjadi produk yang unggul. Sehingga
LKMS mampu untuk mendapatkan modal yang cukup untuk melakukan kegiatan operasional
yang gunanya untuk menyalurkan dana-dana dari pihak ketiga ke masyarakat, mendapat
perhatian yang lebih di kalangan masyarakat, dan lain sebagainya.
Fungsi Lembaga Keuangan Mikro Syariah
1. Membantu peingkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat
miskin atau berpenghasilan rendah
2. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat
3. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat.
Bentuk-Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah Di Indonesia
Di Indonesia ada 3 bentuk lembaga keuangan mikro syariah yaitu:
1. BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah)
BPRS adalah bank yang menjadi jembatan para pengusaha mikro untuk memenuhi
kebutuhannya dengan konsep syariah. Kegiatan BPRS ini berfokus pada pembiayaan
pengusaha mikro saja sehingga tidak melayani kegiatan perbankan lainnya. Karakteristik
lembaga keuangan mikro ini adalah tidak menyediakan layanan simpanan giro, deposito,
penukaran uang asing, dan asuransi. Jadi hanya fokus pada pembiayaan usaha saja.
a. Jenis Simpanan dan Tabungan BPRS
1) Simpanan Amanah:Titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat.
2) Tabungan Wadiah: Tabungan badan usaha atau pribadi. Tabungan ini bersifat
tabungan bebas.
3) Deposito wadiah/deposito mudharabah: Deposito berdasarkan nisbah bagi hasil
keuntungan lebih kecil dari mudharabah.
b. Jenis Penyaluran Dana BPRS
1) Mudharabah: Pembagian hasil antara dana pengusaha dan bank untuk tujuan usaha si
pengusaha.
2) Musyarakah: Penggabungan modal antara dana pengusaha dan bank kemudian
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan awal.
3) Bai bitsaman ajil: Proses jual beli antara bank dan nasabah, bank akan membayar
barang, kemudian nasabah akan membayar kepada bank sesuai harga dasar barang
dan keuntungan yang disepakati.
4) Murabahah: Perjanjian antara bank dan nasabah, bank menyediakan modal atau
pembelian bahan baku, kemudian dibayar nasabah sesuai harga jual bank (harga beli
bank plus margin keuntungan).
5) Qardhul Hasan: Perjanjian antara bank dan nasabah bagi yang layak menerima dana
(dianjurkan untuk kepentingan ZIS).
6) Istishna’: Pembiayaan dengan prinsip jual beli, bank membelikan barang lalu nasabah
mengikuti mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan
kemampuan/keuangan nasabah.
7) Al-Hiwalah: Penggambilalihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh
tempo oleh BPRS berdasarkan kesepakatan awal kedua belah pihak.
2. Koperasi Syariah
Koperasi syariah merupakan aktivitas usaha yang bergerak pada bidang simpanan,
pembiayaan, dan investasi berdasarkan penerapan sistem bagi hasil (syariah). Koperasi
syariah memiliki tujuan pada umumnya, yaitu untuk memajukan kesejahteraan para
anggotanya dan masyarakat luas serta membantu membentuk perekonomian Indonesia
berdasarkan penerapan dari nilai-nilai yang diajarkan Islam.
a. Penghimpunan Dana
1) Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupakan modal awal anggota yang disetorkan ke koperasi
dengan besaran yang sama semua anggota. Kakak yang digunakan masuk kategori
musyarakah (syirkah muwafadlah), sehingga semua anggota berpartisipasi dalam
kerja juga sama.
2) Simpanan Wajib
Modal koperasi di mana besarnya diputuskan berdasarkan hasil musyawarah
anggota dan disetorkan secara rutin setiap bulannya sampai anggota dinyatakan keluar
dari keanggotaan koperasi.
3) Simpanan Sukarela
Modal koperasi di mana anggota yang memiliki kelebihan hartanya secara
sukarela disimpan di koperasi. Simpanan ini menjadi investasi dari anggota tersebut.
Bentuk simpanan sukarela memiliki dua jenis karakter:
a) Bersifat dana titipan
• Wadiah Amanah, titipan yang tidak boleh dipergunakan baik untuk kepentingan
koperasi maupun investasi usaha. Koperasi sifatnya hanya menjaga titipan ini
sampai diambil pemiliknya biasanya berupa dana ZIS
• Wadiah yad dhamanah, titipan yang dapat dikelola oleh koperasi untuk usaha
riil. Mengingat titipan tersebut dikelola untuk usaha riil maka semestinya
koperasi memberikan bonus (laba) kepada yang menitipkannya apabila
mendapatkan keuntungan.
b) Bersifat Investasi
• Mudharabah mutlaqah, bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan koperasi
selaku pengelola yang cakupan yang sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah usaha.
• Mudharabah muqayyadah, bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan
koperasi selaku pengelola yang cakupannya usaha dibatasi oleh pemilik dana.
4) Investasi Pihak Lain
Koperasi dapat bekerjasama dengan pihak lain (bank syariah ataupun program
dari pemerintah) dalam rangka mengembangkan usaha koperasi secara maksimal
dikarenakan dana anggota yang masih terbatas. Investasi ini bentuknya dapat
menggunakan akad mudharabah maupun musyarakah
b. Penyaluran Dana
1) Akad bagi hasil. Kerjasama dilakukan dalam bentuk akad mudharabah musyarakah,
di mana dalam penyaluran dana ini (koperasi bertindak selaku pemilik dana),
sedangkan yang menjadi mitra kerja bertindak selaku 'pengusaha' untuk mendanai
usaha yang 'Capable' untuk didanai. Contohnya: Pendirian klinik, kantin, toserba, dan
sebagainya.
2) Akad jual beli. Jual beli yang pembayaran antara kedua pihak setelah harga dan
keuntungan diketahui, baik secara tunai ataupun angsuran (piutang murabahah),
membayar biaya pesan kepada pihak III di depan (piutang salam), membayar biaya
pesan pihak III setelah barang jadi (piutang istishna), dan sejenisnya.
3) Akad jasa umum. Koperasi menggunakan jasa layanan seperti:
a) Pengalihan piutang (Hawalah)
b) Sewa (Ijarah) seperti penyewaan tenda, sound system penggantian
c) Titipan (Wadiah), seperti penyediaan parkir dan loker
d) Gadai (Rahn), seperti gadai perhiasan, alat elektronik dan sebagainya
e) Pendelegasian mengurus sesuatu kepada koperasi (wakalah), seperti pengurusan
SIM, STNK, membeli barang di suatu tempat
f) Penjaminan anggota oleh koperasi kepada pihak III untuk memenuhi kewajibannya
(Kafalah), seperti anggota yang mengajukan kepemilikan rumah ke bank
g) Pinjaman lunak (Qard), biasanya diambilkan dari simpanan pokok anggota.
Biasanya untuk keperluan yang sifatnya kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan,
dan sebagainya)
3. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan syariah yang beroperasi
menggunakan gabungan konsep “Baitul Tamwil dan Baitul Maal” dengan target
operasionalnya fokus kepada sektor Usaha Kecil Menengah. Baitulmaal merupakan istilah
untuk organisasi yang berperan dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana non profit,
seperti zakat, infak dan sedekah. Baitultamwil merupakan istilah untuk organisasi yang
mengumpulkan dan menyalurkan dana komersial.
a. Pengumpulan Dana BMT
1) Simpanan Wadiah, adalah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemilik atau
anggota dengan mengeluarkan semacam surat berharga pemindahbukuan atau
transfer dan perintah membayar lainnya. Simpanan yang berakad wadiah ada dua
macam, yakni : wadiah amanah yaitu titipan dana zakat, infak dan shadaqah. Wadiah
yadhomanah, yaitu titipan yang akan mendapat bonus dari pihak bank syariah jika
bank syariah mengalami keuntungan.
2) Simpanan mudharabah, adalah simpanan pemilik dana yang penyetoran dan
penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya. Pengkongsian antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan
dana, dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.6 Simpanan
mudharabah tidak memberikan bunga tetapi diberikan bagi hasil.
b. Penyaluran Dana BMT
1) Akad tijarah (jual beli), yakni suatu perjanjian pembayaan yang disepakati antara
BMT dengan anggota dimana BMT enyediakan dananya untuk sebuah investasi dan
atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses
pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran atau pengembalian
dibayarkan pada saat jatuh tempo pengembaliannya
2) Akad syirkah (penyertaan dan bagi hasil)
a) Musyarakah: penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang
mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara seimbang dengan
porsi penyertaan.
b) Mudharabah: suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggota dimana
BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam
berupaya mengelola dna tersebut untuk pengembangan usahanya.

DAFTAR PUSTAKA

https://universalbpr.co.id/blog/bprs-bpr-pengertian-dan-
perbedaannya/#:~:text=Berikut%20ini%20kegiatan%20usaha%20BPRS,dalam
%20berdasarkan%20semua%20akad%20syariah
https://slideplayer.info/slide/13151791/
tps://wakalahmu.com/artikel/literasi-keuangan/fungsi-lembaga-keuangan-
mikro-
syariah#:~:text=Lembaga%20Keuangan%20Mikro%20Syariah%20(LKMS,eko
nomi%20syariah%20dalam%20kegiatan%20operasionalnya.
https://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/sekilas-tentang-lembaga-keuangan-
mikro-syariah-di-indonesia/
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16479/05.2%20bab%202.p
df?sequence=6&isAllowed=y#:~:text=Lembaga%20keuangan%20mikro%20sy
ariah%20(LKMS)%20merupakan%20bentuk%20yang%20sama%20dengan,pe
mbiayaan%20bagi%20semua%20sektro%20mikro

Anda mungkin juga menyukai