Anda di halaman 1dari 6

Baitul Mal Wa Tamwil

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih LKS

Disusun oleh :
Alfani Rizqy Ramadhan

Dosen Pengampu :
Dr. Ahmad Faizal Adha, M.Ag.

STAI SILIWANGI BANDUNG


FAKULTAS SYARI’AH
PRODI PERBANKAN SYARI’AH
2020
Pendahuluan

Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah tentunya


memberi hikmah yang akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan keselamatan
hidup didunia maupun di akhirat. Namun demikian, Islam tidak melarang begitu saja
kecuali di sisi lain ada alternatif konsepsional maupun operasional yang diberikannya.
Misalnya saja larangan terhadap riba, alternatif yang diberikan Islam dalam rangka
rrienghapus riba dalam praktek mu’amalah yang dilakukan manusia melalui dua jalan.
Jalan yang pertama, berbentuk shadaqah ataupun qardhul hasan (pinjaman tanpa adanya
kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat pelunasan) yang rnerupakan solusi bagi
siapa saja yang melakukan aktivitas riba untuk keperluan biaya hidup (konsumtif)
ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan yang kedua adalah melalui sistem
perbankan Islam yang didalamnya menyangkut perighimpunan dana melalui tabungan
mudharubah, deposito musyawarah dan giro wadiah yang kemudian disalurkan melalui
pinjaman dengan prinsip tiga hasil (seperti mudharabah, musyarakah), prinsip jual beli
(bai’ bithaman ajil, mudarabah dan sebagainya) serta prinsip sewa/fee (Ijarah, bai’at
takjiri dan lain-lain). Dari kedua jalan di atas, secara sistematik diatur dan dikelola
melalui kelembagaan yang dalam istilah Islam disebut Baitul Maal wat Tamwil

Pembahasan

A. Sejarah dan perkembangan BMT


Keberadaan baitul maal wa tamwil (BMT) sebagai salah satu perintis lembaga
keuangan dengan prinsip syariah di Indonesia, dimulai dari ide para aktivis Masjid
Salman ITB Bandung yang mendirikan Koperasi Jasa Keahlian Teknosa pada 1980.
Koperasi inilah yang menjadi cikal bakal BMT yang berdiri pada tahun 1984.

Perkembangan BMT di Indonesia berawal dari berdirinya Bank Muamalat


Indonesia (BMI) pada tahun 1992, yang mana pada prakteknya BMI dalam kegiatan
operasionalnya berlandaskan nilai-nilai syariah. Setelah berdirinya BMI timbul
peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah, namun operasionalisasi
BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah. Maka muncul usaha
mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi
di daerah (Sudarsono, 2012 : 108). Kondisi tersebut menjadi latar belakang
munculnya BMT agar dapat menjangkau masyarakat daerah hingga ke pelosok
pedesaan.

Pengembangan BMT sendiri merupakan hasil prakarsa dari Pusat Inkubasi


Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK), yang merupakan badan pekerja yang
dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Usaha Kecil dan Menengah (YINBUK). YINBUK
sendiri dibentuk oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum
Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan Direktur Utama Bank
Muamalat Indonesia (BMI).

B. Dasar Hukum BMT


Ada beberapa dasar hukum yang dapat dijadikan landasan hukum untuk BMT
yang akan menjadi koperasi seperti :

 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.


 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengesahan Akte Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh
Pemerintah.
 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam Koperasi.
 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
104.1/Kep/M.KUKM/X/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan,
Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi.
 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 14/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pedoman Akuntansi Usaha Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 10/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Kelembagaan Koperasi.
 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemupukan Modal
Penyertaan Pada Koperasi.
C. Produk-produk BMT
BMT sebagai lembaga non perbankan memiliki berbagai macam produk yang
dapat memberikann manfaat kepada anggota atau nasabah. Berikut ini produk –
produk yang ada di Baitul Maal wa Tamwil (BMT)menurut Khaerul Ummam Produk
Baitul Mal wa Tamwil sebagai berikut:

1. Produk penghimpunan dana (funding). Produk penghimpunan dana yang ada di


Baitul Maal wa Tamwil (BMT) pada umumnya berupa simpanan atau tabungan.
2. Produk simpanan terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
 Simpanan wadiah
adalah simpanan atau titipan yang sewaktu waktu nasabah atau
anggota dapat menariknya dengan mengeluarkan surat berharga pemindahan
buku/transfer dan untuk membayar lainnya. Simpanan wadi’ah terbagi
menjadi 2 (dua) yaitu wadhi’ah amanah (titipan dana seperti zakat, infaq, dan
shodaqoh) danwadhi’ah yadhomanah ( titipan yang akan mendapat bonus dari
bank apabila bank mengalami keuntungan dari pemanfaatan pemutaran dana
nasabah).
 Simpanan mudharabah
adalah simpanan pemilik dana yang penyetorannya atau penarikannya
dapat dilakukan sesuai dengan akad atau perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya. Jenis – jenis produk simpanan yang menggunakan akad
mudharabah antara lain : simpanan Idul Fitri, simpanan Idul Qurban, simpanan
Haji, simpanan Pendidikan, simpanan Kesehatan, dan lain-lain.
3. Produk penyaluran dana (lending) adalah transaksi penyedia dana atau barang
kepada nasabah sesuai dengan syariat islam dan standar akuntansi yang memiliki
fungsi untuk meningkatkan daya guna dan peredaran uang/barang serta
pemerataan pendapatan. Jenis penyaluran dana yang disediakan oleh Baitul Maal
wa Tamwil (BMT) didasarkan pada akad yang digunakan.

Berikut macam-macam akad yang digunakan oleh BMT :

1. Akad Jual- beli, jenis-jenis produk berdasarkan akad jual-beli yaitu:


 Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah
dengan margin keuntungan yang telah disepakati bersama.
 Salam, adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat
tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
 Istishna, adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan
barangdengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan
pembayaran sesuaidengan kesepakatan.
2. Akad Bagi Hasil.
Dalam akad menggunakan bagi hasil pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT),
dapat digunakan pada penghimpunan dana (funding) dan penyaluran dana
(lending).
3. Akad Sewa-Menyewa
Pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) akad sewa-menyewa diterapkan dalam
produk penyaluran dana berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan ijarah
muntahiah bit tamlik (IMBT).
4. Pinjam-meminjam yang Bersifat Sosial.
Pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) transaksi pinjam-meminjam dikenal
dengan nama pembiayaan qardh, yaitu pinjam meminjam dana tanpa imbalan
dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman sekaligu
cicilan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Adapun qardh al-hasan
(pinjaman kebajikan), bila nasabah tidak mampu mengembalikan, maka pihak
pemberi pinjaman bisa merelakan atau ikhlas kalau memang benar - benar
nasabah tidak sanggup membayarnya.
5. Produk jasa.
6. Produk tabarru: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah).
Penutup

A. Kesimpulan
Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga yang dalam aktifitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil
BMT adalah aktor-aktor daerah yang sangat berperan penting dalam pengembangan
Dalam era otonomi daerah,. Sebab bagaimanapun juga, untuk memfasilitasi pengembangan
keuangan mikro syariah tersebut, diperlukan suasana yang kondusif, misalnya dukungan
peraturan-peraturan yang memfasilitasi pengembangannya maupun melindungi keuangan
mikro itu sendiri, bukan malahan menghambat atau mematikannya. Tentu aturan merupakan
satu faktor untuk pengembangan keuangan mikro, faktor lain adalah para pelaku maupun
stakeholders yang terlibat di daerah.

Daftar Pustaka
 https://id.wikipedia.org/wiki/Baitul_Maal_wa_Tamwil#:~:text=Keberadaan%20baitul
%20maal%20wa%20tamwil,yang%20berdiri%20pada%20tahun%201984.
 https://www.hestanto.web.id/sejarah-dan-badan-hukum-baitul-mal-wat-tanwil/
#:~:text=Perkembangan%20BMT%20di%20Indonesia%20berawal,operasionalnya
%20berlandaskan%20nilai%2Dnilai%20syariah.&text=Kondisi%20tersebut
%20menjadi%20latar%20belakang,daerah%20hingga%20ke%20pelosok
%20pedesaan.
 https://edu.shallman.co/2019/05/03/berkenalan-dengan-produk-produk-bmt/
 Mira Agustin.2016. Lembaga Keuangan Syariah (BMT). makalah

Anda mungkin juga menyukai