Anda di halaman 1dari 14

Produk Penghimpunan dan Penyaluran Dana pada LKMS

( makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Mikro Syariah )

Disusun oleh :

Uswatun Hasanah

Tsarwatul Jannah

Mustaki

JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010
1

BAB I

PENDAHULUAN

BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil

(syari’ah), BMT menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat

derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT

memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) -

melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung

dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) –

menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai

dengan peraturan dan amanahnya.

BMT berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya

penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling

mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam hal

penghimpunan maupun penyaluran dana. Sampai sejauh ini, kebanyakan BMT berupaya

menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara profesional dan patuh kepada syariah.1

Terdapat banyak produk yang secara teknis finansial dapat dikembangkan BMT untuk

dapat menjalankan fungsinya, seperti penghimpunan dana wadi’ah, penghimpunan dan

penyaluran dana mudharabah, penyaluran dana musyarakah, serta penyaluran dana murabahah

dan lain-lain.

1
Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), hlm.86.
2

BAB II

PRODUK PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA PADA LKMS

BMT dalam operasional usahanya hampir mirip dengan perbankan yaitu melakukan

kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana dalam bentuk

pembiayaan, serta memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat

diklasifikasikan menajdi empat hal, yaitu :

1. Produk penghimpunan dana (funding)

2. Produk penyaluran dana (lending)

3. Produk jasa

4. Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah)2

Dengan demikian sebagaimana namanya, BMT menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi sosial

(tabarru’) dan fungsi untuk mendapatkan profit (tamwil). Keduanya hendaknya mampu

dilaksanakan oleh BMT secara proporsional.

Penjelasan mengenai produk BMT khususnya mengenai Produk Penghimpunan dan

Penyaluran Dana dengan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) dapat dikemukakan sebagai berikut :

2
Khaerul, Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro, artikel diakses pada tanggal 29
Oktober 2010 dari http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-
penggerak-sektor-usaha-mikro/
3

A. Produk Penghimpunan Dana

Aktivitas utama lembaga keuangan adalah mengoptimalkan penghimpunan dana dari

masyarakat. Disamping sebagai polling likuiditas, penghimpunan dana masyarakat ini juga

mempunyai misi untuk mendidik atau menumbuhkan budaya menabung pada masyarakat,

teutama bagi kalangan informal dan mikro. Dengan tersedianya dana wadi’ah dan mudharabah

yang cukup dan stabil akan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi BMT untuk melakukan

penyaluran dana.3

1. Penghimpunan Dana Prinsip Wadi’ah Yad Dhamanah

Wadi’ah Yad Dhamanah dapat diartikan sebagai titipan murni dimana dana yang dititipkan

boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip. Penyimpan mempunyai kewajiban untuk

bertanggung jawab terhadap kehilangan dana tersebut. Semua keuntungan yang diperoleh dari

titipan tersebut menjadi hak penerima titipan. Sebagai imbalan kepada pemilik dana dapat

diberikan semacam insentif berupa bonus yang tidak disyaratkan sebelumnya.4

Jadi prinsip dasar wadi’ah menyebutkan bahwa seorang penitip barang/dana wajib

membayar seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pihak yang dititipi. Demikian juga dalam hal

pengerahan dana wadi’ah, pada prinsipnya BMT boleh memungut biaya administrasi kepada

nasabah, karena ini menjadi haknya, dan nasabah wajib memenuhinya sebagai imbalan jasa yang

diberikan BMT dalam memelihara keamanan harta (dana) yang dititipkan nasabah kepadanya.

Adapun mengenai besaran biaya administrasi tersebut kadarnya ditentukan berdasarkan

parameter yang wajar dalam dunia perbankan.

3
Duniamaman, Kuliah Informal UI – Ekonomi Syariah/BMT, artikel diakses pada 29 Oktober 2010 dari
http://duniamaman.wordpress.com/2009/11/25/kuliah-informal-ui-ekomi-syariah-bmt/
4
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2005), hlm.22-23.
4

Dalam kerangka pengerahan dana wad’iah ini, atas seizin penitip (nasabah) BMT dapat

mengelolanya untuk tujuan komersial, sehingga bila kemudian diperoleh keuntungan BMT dapat

memberikan bonus yang besarnya tidak boleh ditetapkan secara pasti dimuka dengan kalkulasi

angka-angka rupiah atau persentase atas nilai pokok dana wadi’ah, misalnya sekian atau sekian.

Sebaliknya jika kerugian yang didapat, maka BMT menanggung kerugian tersebut.5

Hal yang harus diperhatikan oleh BMT dalam mengelola dana ini adalah kemampuan

menjaga likuiditas untuk mengantisipasi penarikan mendadak, apalagi dalam jumlah besar dari

nasabah.

BMT juga diperbolehkan membebankan biaya administrasi sewajarnya atas pemeliharaan

rekening wadi’ah ini. Produk yang biasa digunakan atau diaplikasikan oleh BMT atas aqad

wadi’ah ini adalah Simpanan/Tabungan.

2. Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah

Mudharabah adalah salah satu akad kerjasama kemitraan berdasarkan prinsip berbagi

untung dan rugi, dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua pihak, dimana pihak pertama memiliki

dan menyediakan modal, disebut shahibul mal, sedang yang kedua memiliki keahlian (skill) dan

bertanggung jawab atas pengelolaan dana/manajemen usaha (proyek) tertentu, disebut mudharib.

Dalam kerangka penghimpunan dana mudharabah, nasabah bertindak sebagai shahibul

mal dan BMT sebagai mudharib. BMT dapat menawarkan produk penghimpunan dana

mudharabah ini kepada masyarakat dengan menunjukkan cara-cara penentuan dan perhitungan

porsi bagi hasilnya, dan perlu dicatat, BMT tidak diperkenankan menjanjikan pemberian

keuntungan tetap perbulan dalam jumlah tertentu dengan sistem persentase sebagaimana lazim
5
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah (Yogyakarta : UII Press, 2002), hlm.30.
5

berlaku dalam tatanan perbankan konvensional, atau dalam jumlah tertentu atas dasar kalkulasi

angka-angka rupiah.

Dalam Penghimpunan Dana beprinsip Mudharabah ini akad yang digunakan, yaitu:

a. Mudharabah Mutlaqah (Investasi Tidak Terikat)

Tujuan utama shahibul mal menempatkan dana di Lembaga Keuangan adalah untuk

mendapatkan hasil/keuntungan (Profit Oriented), artinya nasabah menempatkan dana di BMT

dengan konsep investasi. Konsekuensinya, nasabah harus bisa mengikuti aturan atau ketentuan

atau batasan yang sudah ditetapkan oleh BMT sebagai pengelola dana (Mudharib) agar dana

mereka bisa menghasilkan atau produktif.6

Bentuk Investasi ini disebut juga sebagai Investasi Tidak Terikat, dimana nasabah

mempercayai BMT sebagai Lembaga Keuangan yang kompeten, bisa dipercaya serta bisa

memproduktifkan dana mereka, tanpa harus mengetahui secara detail pengelolaan/penggunaan

dananya atau dengan kata lain memberikan keleluasaan dan kebebasan kepada mudharib dalam

pengelolaan investasinya. Dana Investasi Tidak Terikat ini diaplikasikan dalam bentuk produk

Simpanan/Tabungan dan Deposito (Simpanan Berjangka).

Keuntungan atau pembagian hasil yang bisa diberikan kepada Shahibul Maal didapat dari

hasil penyaluran/pengelolaan Dana ITT, dihitung berdasarkan porsi/nisbah yang sudah disepakati

serta saldo rata-rata pengendapan dana. Artinya, selagi ada dana ITT yang mengendap di BMT

6
Duniamaman, Kuliah Informal UI – Ekonomi Syariah/BMT, artikel diakses pada 29 Oktober 2010 dari
http://duniamaman.wordpress.com/2009/11/25/kuliah-informal-ui-ekomi-syariah-bmt/
6

dan masih ada hasil dari penyaluran/pengelolaan dana ITT, maka dana ITT tersebut berhak

mendapatkan bagi hasil.7

B. Produk Penyaluran Dana

Produk penyaluran dana yang disediakan oleh BMT bisa mendasarkan pada akad-akad

tradisional Islam, yakni akad jual beli, akad sewa menyewa, akad bagi hasil dan akad pinjam

meminjam.

1. Jual Beli

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang

atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan keuntungan ditentukan di depan dan

menjadi bagian harga atas barang yang dijual.8 Transaksi jual beli diaplikasikan oleh BMT dalam

bentuk pembiayaan Murabahah, Salam dan Ishtisna’

Implementasi akad murabahah, salam dan ishtisna’, khususnya dalam praktik BMT secara

teknis dapat dilihat dalam fatwa DSN-MUI No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Fatwa

DSN-MUI No.5/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual beli Salam, fatwa DSN-MUI No.6/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Ishtisna’.9

2. Bagi Hasil
7
Duniamaman, Kuliah Informal UI – Ekonomi Syariah/BMT, artikel diakses pada 29 Oktober 2010 dari
http://duniamaman.wordpress.com/2009/11/25/kuliah-informal-ui-ekomi-syariah-bmt/
8
Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hlm.98.
9
Khaerul, Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro, artikel diakses pada tanggal 29
Oktober 2010 dari http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-
penggerak-sektor-usaha-mikro/
7

Penerapan akad bagi hasil dalam transaksi LKMS inilah yang lebih dikenal masyarakat

karena memang fungsinya sebagai pengganti bunga. Produk-produk penyaluran berprinsip bagi

hasil tersebut ialah :

a. Produk Pembiayaan Mudharabah

Mengenai penerapan akad dalam bentuk pembiayaan Mudharabah secara teknis dapat

dilihat dalam fatwa DSN-MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah

(qiradh).

Dalam rangka penyaluran dana mudharabah, BMT bertindak sebagai shahibul mal dan

nasabah bertindak sebagai mudharib. BMT memberikan kepercayaan penuh kepada nasabah

untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan berbagi hasil ini sebagai modal mengelola proyek

atau usaha halal tertentu yang dianggap feasible. Karena landasan mudharabah murni

kepercayaan dari shahibul mal, BMT dituntut ekstra hati-hati dan selektif terhadap

pembiayaan yang diajukan nasabah. Kendati demikian, guna meminimalkan risiko kerugian

yang bisa timbul, BMT dapat memberikan batasan-batasan tertentu mengenai jenis usaha,

alokasi dana, waktu dan tempat dimulainya usaha dan sebagainya, sepanjang tidak menyalahi

prinsip dasar perjanjian mudharabah itu sendiri.10

b. Produk Pembiayaan Musyarakah

Pada prinsipnya produk ini tidak banyak berbeda dengan mudharabah, karena keduanya

merupakan bagian dari kemitraan antara dua pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha

halal tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama

10
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah (Yogyakarta : UII Press, 2002), hlm. 35.
8

di awal perjanjian. Yang membedakan antara mudharabah dan musyarakah salah satunya

terdapat dalam sistem penyertaan modal.

untuk penerapan akad musyarakah dalam produk pembiayaan dapat dilihat dalam Fatwa

DSN-MUI No.8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.

3. Sewa Menyewa

Sewa menyewa merupakan perjanjian yang obyeknya adalah manfaat dari atas suatu barang

atau pelayanan, sehingga bagi pihak yang menerima manfaat berkewajiban untuk membayar

uang sewa/upah (ujrah). Dalam praktik BMT akad sewa menyewa ini diterapkan dalam produk

penyaluran dana berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan IMBT.11

4. pinjam meminjam yang bersifat sosial

Dalam sistem konvensional produk penyaluran dana berupa kredit merupakan perjanjian

pinjam-meminjam dengan ketentuan bahwa nasabah debitur wajib membayar bunga berdasarkan

persentase tertentu terhadap pokok pinjaman. Ini merupakan riba, yang jelas-jelas dilarang dalam

Islam. Dalam Islam akad pinjam-meminjam juga disediakan tetapi hanya pada keadaan

emergency, artinya bahwa pinjaman akan diberikan hanya kepada nasabah yang benar-benar

membutuhkan uang. Pihak BMT selaku pemberi pinjaman dilarang meminta imbalan betapapun

kecilnya, karena itu termasuk riba.12

11
Khaerul, Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro, artikel diakses pada tanggal 29
Oktober 2010 dari http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-
penggerak-sektor-usaha-mikro/
12
Khaerul, Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro, artikel diakses pada tanggal 29
Oktober 2010 dari http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-
penggerak-sektor-usaha-mikro/
9

Dalam operasional BMT transaksi pinjam-meminjam ini dikenal dengan nama pembiayaan

qardh, yaitu pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam

mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.

C. Prinsip Pemberian Pembiayaan pada BMT

Prinsip pemberian pembiayaaan BMT dikenal dengan Prinsip 5 C,yaitu:

1. Character, yaitu Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam untuk

memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat memenuhi kewajibannya.

2. Capacity, yaitu Penilaian tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran.

Kemampuan diukur dengan catatan prestasi peminjam di masa lalu yang didukung

dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti karyawan, mesin, sarana

produksi, cara usahanya, dan lain sebagainya.

3. Capital adalah Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam,

diukur dengan posisi usaha/perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio

keuangan dan penekanan pada komposisi modalnya.

4. Colateral, adalah Jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini untuk lebih

meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka

jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.

5. Conditions, dimana pihak BMT harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di

masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang

dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan karena kondisi eksternal memiliki

pengaruh yang cukup besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam dalam

jangka panjang. Proses pemberian pembiayaan BMT.


10

D. Proses Pemberian Pembiayaan BMT.

Secara garis besar, proses pemberian pembiayaan dalam lima tahapan, yaitu:

1. Pengajuan pembiayaan. Nasabah mengajukan permohonan/proposal secara tertulis

kepada BMT. Proses ini dilakukan oleh petugas BMT melalui account officer

(AO)/account manager (AM). Ini dilakukan setelah semua persyaratan formal dipenuhi,

seperti yang menyangkut legalitas calon peminjam (SIUP, NPWP, akta pendirian,

laporan keuangan, data diri, dsb).

2. Analisis usulan pembiayaan. Sementara usulan pembiayaan diproses oleh AO/AM

(merupakan tugas dan wewenangnya), AO/AM mengajukan permohonan analisis kredit,

seperti penilaian kelayakan usaha, penilaian jaminan, permohonan informasi calon

peminjam, dan analisis yuridis ke bagian administrasi pembiayaan dan hukum. Analisis

informasi yang berkaitan dengan calon peminjam juga dapat dilakukan melalui

wawancara informal dengan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan

usaha/calon peminjam seperti tetangga, supplier bahan baku, rekanan usaha, karyawan,

dsb. Hal ini dilakukan untuk memastikan capacity (kemampuan) calon peminjam untuk

mengembalikan pinjamannya, dan menentukan nilai pinjaman yang harus diberikan oleh

BMT. Proses ini merupakan proses yang paling penting bagi pihak pemberi dana (BMT),

untuk memastikan keamanan dana yang diberikan serta mengurangi risiko yang mungkin

terjadi di masa datang.

3. Persetujuan komite pembiayaan BMT. Bila seluruh proses oleh AO/AM telah selesai

dilakukan, dokumen yang berisi usulan pembiayaan tersebut diserahkan ke bagian

administrasi pembiayaan untuk diperiksa kelengkapannya. Selanjutnya dimintakan

persetujuan komite pembiayaan. Umumnya, komite pembiayaan terdiri dari AO/AM,


11

manajer BMT dan pengurus koperasi BMT (KBMT). Persetujuan dilakukan secara

berjenjang tergantung nilai usulan pembiayaan yang diajukan oleh calon peminjam.

4. Pengikatan pembiayaan. Setelah usulan pembiayaan tersebut mendapat persetujuan dari

komite pembiayaan, tahap selanjutnya adalah mempersiapkan pengikatan pembiayaan

(akad pembiayaan). Sebelum dilakukan pengikatan, semua dokumen asli dan dokumen

jaminan harus telah diterima.

5. Pencairan dana. Setelah dilakukan pengikatan pembiayaan, proses pencairan dana dapat

dilakukan, dengan terlebih dahulu dilakukan verifikasi tanda tangan calon peminjam.13

BAB III

KESIMPULAN

BMT sebagai lembaga keungan mikro syariah berperan sebagai lembaga yang menghimpun

dana dari masyarakat yang mempunyai dana lebih dan menyalurkannya kepada masyarakat yang

membutuhkan dana. Dalam rangka optimalisasi peranan BMT untuk pengenbangan sektor

ekonomi riil, maka fungsi BMT di bidang penyaluran dana khususnya dalam bentuk

13
Adnil, Baitul Maal wa Tamwil, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2010 dari
http://adnilvol.blogspot.com/2009/04/baitul-maal-wa-tamwil.html
12

pembiayaan produktif perlu lebih ditingkatkan. Adapun salah satu caranya selain peningkatan

kapabilitas dan profesionalitas para pengelolanya, juga diperlukan pemahaman terhadap kondisi

setempat dimana sebuah BMT berada.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Pebguatan Peran LKM dan UKM di
Indonesia, ed. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Ilmi, Makhalul. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah. Yogyakarta: UII Press.
2002.
Karim, Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada. 2008.
Tim Penulis Fakkultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi , ed. Djawahir
Hejazziey, cet . 1. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007.
13

Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia. 2005.

http://duniamaman.wordpress.com/2009/11/25/kuliah-informal-ui-ekomi-syariah-bmt/

http://adnilvol.blogspot.com/2009/04/baitul-maal-wa-tamwil.html

http://khaerul21.wordpress.com/2009/10/15/strategi-optimalisasi-peran-bmt-sebagai-penggerak-
sektor-usaha-mikro/

Anda mungkin juga menyukai