Anda di halaman 1dari 18

OM SWASTIASTU

Nama : Ni Nengah Ariani


Nim : 181092
Kelas : VI B
INFUSA
INFUSA

Sediaan infus merupakan salah satu bentuk sediaan steril yang cara
penggunaannya disuntikkan ke dalam tubuh dengan merobek jaringan tubuh melalui kulit
atau selaput lendir (Syamsuni, 2007). Infus adalah sediaan steril, dapat berupa larutan atau
emulsi, bebas pirogen, sedapat mungkin isotonis dengan darah, disuntikkan langsung ke
dalam vena dalam volume yang relatif besar. Infus intravena harus jernih dan praktis bebas
partikel (The Departement of Health, Social Service and Public Safety, 2002 – British
Pharmacope 2009). Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak boleh mengandung
bakterisida atau dapar (Lachman, 1993).
SYARAT-SYARAT PEMBUATAN INFUS

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan infus intravena, yaitu:


1. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi (Departemen Kesehatan RI, 1995)
2. Bebas pirogen (Departemen Kesehatan RI, 1995)
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis dan isohidris terhadap darah.
4. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar.
5. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel.
6. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai yang ada pada etiket sediaan.
7. Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi. Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi:
Keseragaman volume, Keseragaman bobot, Pirogenitas, Sterilitas, Penyimpanan dalam wadah dosis
tunggal, Penandaan: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan mosmol/L (Departemen
Kesehatan RI, 1995).
TUJUAN PEMBERIAN INFUS INTRAVENA

• Mengganti cairan tubuh dan mengimbangi jumlah elektrolit dalam tubuh, misalnya Sol. Glukosa isotonis,
Sol. Physiologica Ringeri, Sol. Ringeri Lactat (RL), Sol. Nacl 0,9% b/v.
• Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti darah manusia, misalnya larutan koloid PVP 3,5%
(Polivinilpirolidon/Povidon)
• Dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan kalori, misalnya Aminovel-600, 1000 (produksi Otsuka,
tiap liter mengandung asam amino 5%, sorbitol 10%, vitamin dan elektrolit), Aminofusin-600, 850, 1000
(produksi Pfrimer, tiap infus intravena mengandung asam amino 3%, sorbitol 10%, vitamin, dan elektrolit).
• Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus menerus jika tidak dapat disuntikkn secara biasa,
misalnya obat antikanker, antibiotik, anestetik, hormon yang larut dalam air, vitamin.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN

1. Keuntungan
• Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
• Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
• Bioavalaibilitas sempurna atau hampir sempurna.
• Kerusakan obat dalam saluran pencernaan dapat dihindarkan.
• Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam
keadaan koma.
CONT…..

2. Kerugian
• Obat hanya diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat praktik dokter dan
perawat yang kompeten.
• Rasa nyeri pada saat disuntik, apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
• Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
• Lebih mahal dari sediaan non steril dikarenakan persyaratan yang harus dipenuhi (steril,
bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel)
• Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah
pemberian intravena.
Dalam sediaan injeksi dan infus umumnya bisa ada 2 – 4 macam perhitungan yaitu:
• Tonisitas sediaan
- Metode ekivalensi (E)
- Penurunan titik beku (∆Tf)
- Metode Liso
• Osmolaritas sediaan
CONT…….

A. TONISITAS
Untuk menghitung tonisitas sediaan dapat digunakan 3 metode yaitu
dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (∆Tf) dan Metode
Liso.
METODE EKIVALENSI NACL

Metode Ekivalensi NaCl Adalah sebagai suatu faktor yang Dengan bantuan ekivalensi natrium
dikonversikan terhadap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah klorida (E) dapat dihitung volume air yang
NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama atau ekivalensi dibutuhkan untuk membuat larutan bahan
natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g) yang obat isotonis. Untuk itu berlaku :
menghasilkan tekanan osmotik sama seperti 1 g bahan obat dengan
syarat bahwa baik natrium klorida maupun bahan obat berada dalam
larutan bervolume sama
Suatu sediaan dikatakan isotonis jika memiliki tonisitas sama
dengan 0,9% NaCl. Perlu diingat bahwa tidak semua sediaan bisa dibuat
isotonis dengan menambahkan pengisotonis NaCl. Nilai E dapat dirujuk Tonisitas total = (m1 . E1) + (m2 . E2) + (mn . En)
pada literatur seperti Farmakope Indonesia V, The Pharmaceutical
Codex dan literature lain. Nilai E pada literatur dapat bervariasi, Keterangan:
tergantung pada konsentrasi bahan, pemilihan E didasarkan pada m : Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
konsentrasi yang paling mendekati konsentrasi bahan yang digunakan E : Ekivalensi natrium klorida
dalam formula
METODE PENURUNAN TITIK BEKU

Cara 1
0,52−𝛼
Dengan menggunakan persamaan : w = 𝑏
w = Jumlah (g) bahan pengisotonis dalam 100 ml larutan
Α =Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak
Suatu sediaan dikatakan nilai untuk larutan 1%
isotonis jika mengakibatkan b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu
penurunan titik beku (∆Tf) isotonis.Jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0.
sebanyak 0,520 dari titik beku Cara 2
pelarut murni yang digunakan. K.m.n.1000
Dengan menggunakan persamaan: Tb =
∆Tf 0,520 ini adalah penurunan M.L
Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya
titik beku yang diakibatkan oleh K = turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air = 1,86
0,9% NaCl atau 5,5% Dekstrosa yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g
dalam air. Ada 2 cara dalam cairan)
menghitung tonisitas dengan m = zat yang ditimbang (g)
metode ini yaitu: n = jumlah ion
M = berat molekul zat terlarut
L = massa pelarut (g)
METODE LISO

Metode ini dipakai jika data E dan ∆Tf tidak diketahui. Dengan menggunakan Liso dapat
dicari harga E atau ∆Tf zat lalu perhitungan tonisitas dapat dilanjutkan seperti cara di atas.
Hubungan antara ∆Tf dengan
Liso :
Hubungan antara Ekivalensi
NaCl (E) dengan Liso:

𝐿𝑖𝑠𝑜
E=17 𝑀 Keterangan:
Keterangan: ∆Tf = Penurunan titik beku Liso
E = Ekivalensi NaCl = Nilai tetapan Liso zat
Liso = Nilai tetapan Liso zat (lihat tabel)
(lihat tabel) m =Bobot zat terlarut (gram)
M = Massa molekul za M = Massa molekul zat
V = Volume larutan (mL)
• Tabel Liso (Lachman Parenteral, vol. 1, 2nd ed., 1992, 211; Physical Pharmacy, 1993, Ed.
4th, 181)

Tipe zat Liso Contoh


Non elektrolit 1,9 Sucrose, glycerin, urea, camphor
Weak elektrolit 2,0 Phenobarbital, cocaine, boric acid
Divalent elektrolit 2,0 Zink sulfat, magnesium sulfat
Univalent elektrolit 3,4 NaCl, cocaine hydrochloride, sodium Phenobarbital

Uni-Divalen elektrolit 4,3 Na sulfat, atropin sulfat


Di-Univalen elektrolit 4,8 Kalsium klorida, kalsium bromida, zink klorida

Uni-trivalen elektrolit 5,2 Na-fosfat, sodium citrate


Tri-univalen elektrolit 6,0 Alumunium klorida, ferric iodide
Tetraborate elektrolit 7,6 Sodium borate, potassium borate
B. OSMOLARITAS(FI ED. IV HLM. 1020)

Etiket pada larutan yang diberikan secara intravena untuk melengkapi cairan, makanan
bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika osmotik disyaratkan untuk
mencantumkan kadar osmolarnya. Keterangan kadar osmolar pada etiket suatu larutan parenteral
membantu untuk memberikan informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-
osmotik, atau hiper-osmotic
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mOsm) = zat terlarut per liter larutan.
Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus :

(Lachman, leon, et all, 1993, 2nd edition, hlm. 561)


HUBUNGAN ANTARA OSMOLARITAS DAN
TONISITAS

Osmolaritas (mOsmol / liter) Tonisitas


> 350 Hipertonis
329-350 Sedikit hipertonis
270-328 Isotonis
250-269 Sedikit Hipotonis
0-249 Hipotonis
DAFTAR PUSTAKA

Anggreni, A. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. KemenKes RI.


OM SANTIH SANTIH SANTIH OM

Anda mungkin juga menyukai