Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

“TONISITAS DAN ISOHIDRIS”

OLEH:

KELOMPOK 3 (Tiga):

Widia Sari (191320013)

Novita Sari (191320014)

Nadya Humaira (191320007)

Elsyahrani Rafika Intan (1911320004)

Shindi Pratiwi (191320010)

DOSEN PEMBIMBING: Apt. ERVIANINGSIH, S.Farm., M.Si

MATA KULIAH TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami memperoleh

kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah Farmakokinetik yang

berjudul “Makalah tonisitas dan isohidris” ini.

Ucapan terima kasih dari kelompok kami, kepada seluruh pihak,

khususnya kepada dosen pembimbing atas kesediaannya dalam memberikan

materi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kelompok kami menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun

dari segi penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua

pihak untuk sempurnanya makalah ini.

Palopo, 05 NOVEMBER 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Metode penentuan tonisitas larutan

3.2 ISOHIDRIS

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembuatan sediaan obat steril dalam bentuk injeksi volume besar, disebut

juga sediaan infus steril. Sediaan infus, merupakan salah satu bentuk sediaan steril

yang cara penggunaannya disuntikkan ke dalam tubuh dengan merobek jaringan

tubuh melalui kulit atau selaput lendir (Syamsuni, 2007). Pembuatan sediaan ini

harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kontaminasi

mikroba ataupun bahan asing. Persyaratan sediaan injeksi antara lain: isotonis,

isohidris, bebas dari endotoksin bakteri dan bebas pirogen (Lachman, 1993).

Menurut hukum fisika, jika dua larutan ditempatkan pada setiap sisi

membran semipermeabel, pelarut akan melewati membrane dari larutan yang

lebih encer menuju larutan yang lebih pekat untuk menyeimbangkan konsentrasi.

Proses ini dikenal sebagai osmosis, dan tekanan yang bertanggung jawab untuk

gerakan pelarut itu disebut tekanan osmosis.

Tekanan osmosis efektif suatu larutan beragam, tergantung pada zat

terlarut yang ada. Jika zat terlarut adalah suatu nonelektrolit, larutannya hanya

mengandung molekul yang tak terionisasi dan tekanan osmosis hanya ditentukan

oleh konsentrasi zat terlarut. Jika zat terlarut adalah suatu elektrolit larutannya

akan mengandung ion dan tekanan osmosis ditentukan tidak hanya oleh

konsentrasi zat terlarut tetapi juga oleh tingkat disosiasinya. Zat terlarut yang

terdisosiasi memiliki jumlah partikel yang relatif lebih besar dalam larutan dan

menghasilkan tekanan osmosis lebih besar daripada molekul-molekul terdisosiasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan tonisitas ?

2. Apa yang dimaksud dengan isohidris ?

3. Bagaimana rumus perhitungan tonisitas?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memahami pengertian tonisitas

2. Untuk memahami pengertian isohidris


3. Untuk memahami bagaimana perhitungan tonisitas .

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian tonisitas.

2. Mengetahui pengertian isohidris

3. Mengetahui perhitungan tonisitas dan isohidris

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Tonisitas adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang

dipisahkan oleh membrane semipermiabel. Suatu larutan dikatakan isotonis

terhadap cairan lainnya bila memiliki tekanan osmosa yang sama. Bila cairan

yang satu tekanan osmosanya lebih tinggi daripada yang lain, maka cairan yang

lebih tinggi dikatakan hipertonis terhadap yang lebih rendah, sebaliknya cairan

yang memiliki tekanan osmosa yang lebih rendah disebut hipotonis terhadap

cairan yang lebih tinggi tekanan osmosanya. Tekanan osmosa cairan tubuh, darah,

air mata, cairan lumbal sama dengan tekanan osmosa larutan Natrium Klorida

0,9%, penyuntikan atau pemasukan larutan yang tidak isotonis kedalam tubuh

dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan (Martin dkk, 1990).

Dalam bidang farmasi sebuah larutan sering dikatakan isotonis, hipotonis,

hipertonis tanpa menyebabkan larutan perbandingannya. Dalam hal ini yang

dimaksud yaitu larutan dibandingkan dengan cairan fisiologis seperti plasma

darah, dan cairan sitoplasma. Cairan ini mempunyai tonisitas setara dengan

larutan NaCl 0,9% atau titik bekunya -0,52°C (Martin, 1993)

Tonisitas merupakan faktor penting dalam perumusan produk yang

ditujukan untuk aplikasi selaput lendir sensitif organ seperti mata, telinga, dan

hidung. Pada partikel ini, dilakukan usaha pertama untuk memperkenalkan

tonisitas sehubungan dengan fisiologis signifikansi, diikuti dengan diskusi tentang

fisika dasar tonisitas dan sifat koligatif (James, 2007).

Bentuk sediaan adalah sistem pengiriman obat yang dirancang untuk

memberikan obat ke sirkulasi sistemik atau ke lokal daerah tubuh manusia.

Bentuk-bentuk sediaan harus idealnya bebas dari efek samping yang tidak

diinginkan dari obat dan dari komponen formulasi.


Risiko yang wajar terkait dengan substansi obat kadang-kadang ditoleransi

dengan tujuan mewujudkan keuntungan terapeutik yang signifikan, seperti dalam

kasus kanker agen kemoterapi. Namun, setiap efek samping yang tidak

diinginkan, bahkan sekecil iritasi, sehingga dari eksipien atau bentuk sediaan jadi

tidak dapat diterima dan tidak boleh ditoleransi. Hal ini dikhawatirkan adalah

sangat penting untuk formulasi parenteral yang melanggar hambatan defensif

normal tubuh manusia untuk memberikan obat. Oleh karena itu, formulasi apapun

yang datang dalam kontak dengan mukosa yang sensitif membran organ seperti

mata tidak harus menghasilkan iritasi jaringan dan nyeri disebabkan formulasi

sendiri. Salah satu cara fisikokimia oleh formulasi yang dapat menyebabkan sakit

dan jaringan iritasi disebabkan oleh konsentrasi non-fisiologis zat terlarut yang

dilarutkan akan menyentuh jaringan yang sensitif (James, 2007).

Larutan isotonis ialah larutan dimana kedua sisi yang dipisahkan membran

sel memiliki konsentrasi yang sama, tidak terjadi migrasi air ke satu arah,

kemungkinan terjadi pertukaran air saja, jumlah air dikedua larutan tetap, bentuk

sel tidak terjadi perubahan, misalkan konsentrasi larutan diluar sel dan di dalam

sel sama.

Larutan Hipertonik ialah konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang satu)

lebih tinggi dibanding didalam sel (larutan lainnya), sehingga air berpindah dari

dalam sel keluar sel secara osmosis, sehingga terjadi penciutan sel (krenasi).

Larutan Hipotonik ialah konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang satu)

lebih rendah dibanding didalam sel (larutan lainnya), sehingga air berpindah dari

luar sel kedalam sel secara osmosis, sehingga terjadi pembengkakan sel bahkan

bisa terjadi lisis/pecah (hemolisis)


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Metode penentuan tonisitas larutan


Tonisitas suatu cairan terhadap cairan tubuh dapat dihitung dengan

menggunakan beberapa cara yaitu (Martin, 1990) :

a. Penurunan Titik Beku

Penurunan titik beku suatu larutan bergantung pada jumlah

bagianbagian yang terlarut dalam larutan.Untuk larutan encer

penurunan titik beku kira-kira sebanding dengan tekanan osmosa. Jadi

penurunan titik beku larutan dapat digunakan untuk mengukur

kepekatan larutan, karena makin pekat larutan maka makin tinggi pula

penurunan titik bekunya. Penurunan titik beku yang dipakai untuk

perhitungan isotonis, berdasarkan anggapan bahwa larutan isotonis

mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku cairan tubuh.

Sedangkan penurunan titik beku darah adalah -0,52°C.

Keterangan :

W = Berat zat yang ditambahkan dalam gram, setiap 100 ml untuk

mendapatkan larutan isotonis.

a = Penurunan titik beku air, yang disebabkan oleh zat terlarut dan

didapat sebagai hasilperkalian penurunan titik beku yang disebabkan

1% zat dan kadarnya dalam larutan, dinyatakan dalam berat per

volume.

b = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% berat/volume

zat yang ditambahkan untuk mencapai isotonis.

b. Metode Liso
Keterangan :

∆Tb = Penurunan titik beku

Liso = harga tetapan; non elektrolit = 1,86; elektrolit lemah = 2;

univalent = 3,4

BM = berat molekul

V = volume

Berat=dalam gram zat terlarut

c. Ekivalen NaCl

Ekivalen dari NaCl (E) adalah gram NaCl yang memberikan

tekanan osmosa yang sama dengan 1 gram dari sesuatu zat terlarut

tertentu. Contohnya bila harga E untuk amfetaminasulfat 0,20 artinya 1

gram amfetamina sulfat dalam larutan memberikan tekanan osmosa

yang sama dengan 0,20 gram NaCl. Tetapan E ini diturunkan oleh

Wells dari angka penurunan titk beku molal. Hal ini berdasarkan

bahwa penurunan titik beku molal sebanding dengan perbandingan

penurunan titik beku zat terlarut dengan kadar molal.

Keterangan :

L = Penurunan titik beku molal

At = Penurunan titik beku yang disebabkan zat terlarut (° C)

C = Kadar molal zat terlarut

Untuk menghitung harga E dipakai rumus berikut :


atau

Keterangan :

E= Ekivalen NaCl dari suatu zat dengan berat molekul = M

l = Penurunan titik beku molal

BM NaCl = 58,45

L NaCl = 3,41

Untuk menghitung tonisitas sediaan dapat digunakan 3 metode yaitu

dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (∆Tf) dan Metode Liso.

Dalam prakteknya masing-masing metode dapat dipakai tergantung data zat aktif

dan eksipien yang tersedia. Jika tidak tersedia data E/∆Tf, data tersebut dapat

dihitung terlebih dahulu menggunakan metode Liso. Perlu diperhatikan bahwa

hanya zat yang terlarut saja yang berkontribusi dalam tonisitas sediaan

(Kemenkes, 2016)

a. Metode Ekivalensi NaCl

Didefinisikan sebagai suatu faktor yang dikonversikan terhadap

sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan

efek osmotik yang sama atau ekivalensi natrium klorida memberikan

jumlah natrium klorida (g) yang menghasilkan tekanan osmotik sama

seperti 1 g bahan obat dengan syarat bahwa baik natrium klorida

maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama. Misalnya

ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam

larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.

Suatu sediaan dikatakan isotonis jika memiliki tonisitas sama dengan

0,9% NaCl. Perlu diingat bahwa tidak semua sediaan bisa dibuat
isotonis dengan menambahkan pengisotonis NaCl. Nilai E dapat

dirujuk pada literatur seperti Farmakope Indonesia V, The

Pharmaceutical Codex dan literature lain. Nilai E pada literatur dapat

bervariasi, tergantung pada konsentrasi bahan, pemilihan E didasarkan

pada konsentrasi yang paling mendekati konsentrasi bahan yang

digunakan dalam formula. Dengan bantuan ekivalensi natrium klorida

(E) dapat dihitung volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan

bahan obat isotonis. Untuk itu berlaku :

Tonisitas total = (m1 . E1) + (m2 . E2) + (mn . En)

Keterangan:

m : Massa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat

E : Ekivalensi natrium klorida

Contoh Perhitugan:

Diketahui:

- 500 mL larutan Etilmorfin klorida 2%

- E Etilmorfin klorida = 0,15 (FI IV, hlm. 1243)

Berapa NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis?

Tonisitas sediaan ¿mx E

¿ 2 % x 0 ,15

¿0,3%

NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis

¿ 0 , 9 %−0 , 3 %

¿0,6%

b. Metode Penurunan Titik Beku

Suatu sediaan dikatakan isotonis jika mengakibatkan penurunan

titik beku (∆Tf) sebanyak 0,520 dari titik beku pelarut murni yang
digunakan. ∆Tf 0,520 ini adalah penurunan titik beku yang diakibatkan

oleh 0,9% NaCl atau 5,5% Dekstrosa dalam air. Dengan ini kita pun

dapat menarik hubungan antara metode ekivalensi NaCl dan metode

penurunan titik beku sehingga dapat menghitung tonisitas sediaan

apabila data zat aktif dan eksipien terlarut ada yang berupa data E dan

∆Tf. Ada 2 cara dalam menghitung tonisitas dengan metode ini yaitu:

Cara 1

Dengan menggunakan persamaan :

W = Jumlah (g) bahan pengisotonis dalam 100 ml larutan

a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan

memperbanyak nilai untuk larutan 1%

b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan

pembantu isotonis. Jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0.

Cara 2

Dengan menggunakan persamaan:

Tb = Turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya

K = Turunnya titik beku pelarut dalam MOLAR (konstanta

Kryoskopik air = 1,86 yang menunjukkan turunnya titik

beku 1 mol zat terlarut dalam 1000 g cairan)

m = zat yang ditimbang (g)

n = jumlah ion

M = berat molekul zat terlarut

L = massa pelarut (g)


Contoh perhitungan :

R/ Ranitidin HCl 27,9 mg

Na₂HPO₄ anhidrat 0,98 mg

KH₂PO₄ 1,5 mg

add Aqua p.i 1m

Berapa NaCl yang perlu ditambahkan agar isotonis?

Data nilai ∆Tf1% (Penurunan titik beku yang diakibatkan oleh

1% zat)

 Isotonis → ∆Tf = 0,52 maka kekurangan ∆Tf agar

isotonis = 0, 0,52 – (0,279+0,0264+0,0375) = 0,1771

 ∆Tf sebesar 0,52 sebanding dengan 0,9% NaCl maka

∆Tf 0,1771 sebanding dengan NaCl sebesar:

maka jumlah NaCl yang perlu ditambahkan ke dalam sediaan

agar isotonis adalah sebesar 0,306 gram/100 mL sediaan atau

3,06 mg/mL sediaan.

c. Metode Liso

Metode ini dipakai jika data E dan ∆Tf tidak diketahui. Dengan

menggunakan Liso dapat dicari harga E atau ∆Tf zat lalu perhitungan

tonisitas dapat dilanjutkan seperti cara di atas.

Hubungan antara Ekivalensi NaCl (E) dengan Liso:


Keterangan:

E = Ekivalensi NaCl

Liso = Nilai tetapan Liso zat (lihat tabel)

M = Massa molekul zat

Hubungan antara ∆Tf dengan Liso :

Keterangan:

∆Tf = Penurunan titik beku

Liso = Nilai tetapan Liso zat (lihat tabel)

m = Bobot zat terlarut (gram)

M = Massa molekul zat

V = Volume larutan (mL)

3.2 ISOHIDRIS

Isohidris merupakan pH larutan sediaan injeksi sama dengan darah dan

cairan-cairan tubuh lain seperti darah, air mata, cairan lumbal (Anief, 2003).
Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan

tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan

tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal (Sulistyaningsih, 2007).

Untuk mendapat ph tertentu yang tetap maka digunakan penambahan

larutan dapar. Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, larutan dapar boraks dan

larutan dapar lain yang kapasitas daparnya rendah. Pengaturan ph dilakukan

dengan penambahan basa, basa, atau dapar (Anief, 2000).

Dengan sendirinya setelah pengisotonisasian dan pendaparan pada injeksi

i.m nyeri masih dapat muncul, dalam kasus nini disarankan memakai anestetika.

Jadi dapat dimengerti bagaimana perlunya suatu pengaturan ph (kira-kira pada

6,8-7,4) agar isohidris (Voight, 1995).

Menurut buku formulasi steril, Isohidris adalah kondisi suatu larutan zat

yang pHnya sesuai dengan pH fisiologis tubuh sekitar 7,4.. dan menurut buku

ilmu resep, Isohidri adalah pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain

adalah 7,4. Contoh: injeksi aminofilin dibuat sangat basa karena pada kondisi

asam akan terurai. Dalam pembuatan ditambahkan etilendiamin untuk menaikkan

kelarutan dari aminofilin.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Tonisitas adalah membandingkan tekanan osmosa antara dua cairan yang

dipisahkan oleh membrane semipermiabel.

2. Untuk menghitung tonisitas sediaan dapat digunakan 3 metode yaitu

dengan metode ekivalensi NaCl (E), Penurunan titik beku (∆Tf) dan

Metode Liso.

3. Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan

tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke

badan tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah:

1. Pembaca sebaiknya menambah referensi berupa buku-buku yang relevan,

jurnal penelitian, gambar, atau referensi lain dari internet.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Cetakan ke Sembilan,

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Anief, M. 2003. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Yogyakarta.: Gadjah

Mada University Press

James, S. 2007. Ensiklopedia Teknologi Farmasi. London : PharmaceuTech, Inc.

Pinehurst, North Carolinia, USA

Kementrian Kesehatan Republik INDONESIA . 2016. Modul Bahan Ajar Cetak

Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta : Kementrian Kesehatan

Republik INDONESIA

Lachman, H.A., Leon, I., 1993. Pharmaceutical Dosage Form. 2nd Edition. New

York: Marcel Dekker, INC, pp: 24.

Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,

Edisi Kedua. Jakarta : UI Press

Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A., 1990, Farmasi Fisik Dasar dan

Kimia Fisik diterjemahkan oleh Yoshita, Edisi Ketiga, Hal 141-142,

Universitas Indonesia Press, Jakarta

Martin, A.1990. Farmasi Fisika I . Jakarta : Penerbit universitas Indonesia

Sulistyaningsih. 2007. Skripsi Pengujian Potensi Sediaan Injeksi Kering

Amoksilin Dalam Aqua Pro Injeksi Pada Variasi Suhu Penyimpanan Dan

Konsentrasi. Bandung : Universitas Padjajaran

Syamsuni, A., H.2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani

N. S., UGM Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai