Anda di halaman 1dari 10

HIGEIA 1 (1) (2017)

HIGEIA: JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

Nur Rizqi Septiana , Evi Widowati

Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Fakultas Ilmu KeolahragaanUniversitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


________________ ____________________________________________________________
Sejarah Artikel: Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) merupakan gangguan berupa penurunan fungsi
Diterima November 2016 indera pendengaran akibat terpapar oleh bising dengan intensitas kebisingan yang berlebih secara
Disetujui Desember 2016 terus menerus dalam waktu lama. Penelitian ini membahas tentang faktor yang berhubungan
Dipublikasikan Januari dengan GPAB di PT. Indonesia Power UBP Semarang. Jenis penelitian ini adalah analitik
2017 observasional dengan pendekatan case control. Jumlah sampelnya adalah 110 terdiri dari 55 kasus
________________ dan 55 kontrol diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan faktor
Keywords: yang berhubungan dengan GPAB adalah intensitas kebisingan (p=0,034, OR=2,779), lama kerja
Hearing disorder, Noise, (p=0,022, OR=2,625), masa kerja (p=0,022, OR=3,656) dan umur (p=0,036, OR=2,429). Variabel
Risk Factor yang tidak berhubungan adalah penggunaan alat pelindung telinga (p=0,775). Simpulan dari
________________ penelitian adalah ada hubungan antara intensitas kebisingan, lama kerja, masa kerja dan umur
dengan GPAB. Tidak ada hubungan antara penggunaan alat pelindung telinga dengan GPAB.

Abstract
___________________________________________________________________
Noise induced hearing loss (NIHL) is a disorder in the form of decreased function of the sense of
hearing as a result of exposure to noise with excessive noise intensity continuously for a long time.
This study discusses the factors related to NIHL at PT. Indonesia Power UBP Semarang. This type
of research is analytic observational with case control approach. The sample size is 110 consisting
of 55 cases and 55 controls taken by purposive sampling technique. The results showed factors
associated with NIHL is intensity of noise (p = 0.034, OR = 2.779), lenght of work (p = 0.022, OR
= 2.625), period of work (p = 0.022, OR = 3.656) and age (p = 0.036 , OR = 2.429). Variables that
are not related is the use of ear protection (p = 0.775). The conclusion from this study is there is a
relationship between the intensity of noise, length of work and age woth NIHL. There is no
relationship between the use of ear protection with NIHL.

© 2017 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
e ISSN 1475-222656
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: nurrizqi.ana@gmail.com

73
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

adalah 49 juta orang atau 9,3% yang disebabkan


karena suara keras yang dihasilkan di tempat
PENDAHULUAN kerja (Taneja, 2014). Menurut Komite Nasional
Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian pada tahun 2014 ganggunan
Kondisi fisik lingkungan tempat kerja di
pendengaran akibat bising di Indonesia
mana para pekerja beraktivitas sehari-hari
termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu
mengandung banyak bahaya langsung maupun
sekitar 36 juta orang atau 16,8% dari total
tidak langsung bagi keselamatan dan kesehatan
populasi.
pekerja (Tambunan, 2005:1). Kebisingan adalah
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
semua suara yang tidak dikehendaki yang
Kerja dan Transmigrasi No. PER
bersumber dari alat-alat proses produksi dan
13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas
atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
faktor fisik dan faktor kimia di tempat kerja, di
dapat menimbulkan gangguan pendengaran
dalamnya ditetapkan Nilai Ambang Batas
(International Labour Organization, 2013:10).
(NAB) kebisingan sebesar 85 dBA sebagai
Gangguan pendengaran akibat bising atau
intensitas tertinggi dan merupakan nilai yang
Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
masih dapat diterima oleh pekerja tanpa
merupakan suatu kelainan atau gangguan
mengakibatkan penyakit atau gangguan
pendengaran berupa penurunan fungsi indera
pendengaran kesehatan dalam pekerjaan sehari-
pendengaran akibat terpapar oleh bising dengan
hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari
intensitas yang berlebih terus menerus dalam
atau 40 jam seminggu.
waktu lama (Maliya, 2010:70).
Komite Nasional Penanggulangan
Berdasarkan data World Health
Gangguan Pendengaran dan Ketulian
Organization (WHO) tahun 2012 terdapat 5,3%
mendefinisikan gangguan pendengaran akibat
atau 360 juta orang di dunia yang mengalami
bising adalah penurunan pendengaran tipe
gangguan pendengaran. Pemerintah Australia
sensorial yang awalnya tidak disadari dan
pada Januari 2012 menyatakan bahwa 37%
umumnya menyerang kedua telinga. Faktor
gangguan pendengaran dikarenakan kebisingan
risiko yang berpengaruh pada derajat keparahan
yang terlalu tinggi. Menurut laporan Komisi
ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama
Gangguan Pendengaran di Inggris pada tahun
pajanan perhari, masa kerja, kepekaan individu,
2013 diperkirakan 18.000 orang menderita
umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh.
NIHL yang disebabkan oleh pekerjaan
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti
(International Longevity Center-United
bahwa jumlah pajanan energi bising yang
Kingdom, 2014:6). Berdasarkan National of
diterima akan sebanding dengan kerusakan yang
Occopational Safety and Health (NOSH)
didapat (Komnas PGPKT, 2014). Tujuan dari
memperoleh data bahwa NIHL menjadi
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor
masalah utama di Amerika Serikat. Pada tahun
yang berhubungan dengan gangguan
2014 National Institute on Deafness and Other
pendengaran akibat bising di PT. Indonesia
Communication Disorders (NIDCD)
Power UBP Semarang.
memperkirakan sekitar 15% atau 26 juta orang
di Amerika Serikat yang berumur 20 sampai 69
tahun menderita gangguan pendengaran akibat METODE
bising di tempat kerja atau dalam kegiatan
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
rekreasi.
survei analitik karena penelitian ini bertujuan
Menurut World Health Organization
untuk mengetahui faktor resiko penyebab
(WHO) pada tahun 2012 prevalensi gangguan
penyakit terhadap suatu kejadian penyakit.
pendengaran di Asia Tenggara adalah 156 juta
Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol.
orang atau 27% dari total populasi sedangkan
Pada studi kasus kontrol ini, studi dimulai
pada orang dewasa di bawah umur 65 tahun

74
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

dengan mengidentifikasi kelompok dengan bekerja ≥ 8 jam sebanyak 57 responden (52,8%).


penyakit atau efek tertentu (kasus) dengan Responden berumur ≤ 40 tahun yaitu sebanyak
kelompok tanpa efek (kontrol) kemudian secara 53 responden (51,8%), sedangkan responden
retrospektif diteliti faktor resiko yang mungkin yang berumur > 40 tahun sebanyak 48,2
dapat menerangkan mengapa kasus terkena responden (48,2%). Sebagian besar responden
efek, sedangkan kontrol tidak (Sastroasmoro, menggunakan APT yaitu sebanyak 96
2011:147). responden (87,3%) dan responden yang tidak
Variabel bebas dalam penelitian ini menggunakan APT sebanyak 14 responden
adalah intensitas kebisingan, lama kerja, masa (12,7%)
kerja, umur dan penggunan alat pelindug Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2
telinga. Variabel terikat dalam peneltian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara
adalah gangguan pendengran akibat bising. intensitas kebisingan dengan gangguan
pendengaran akibat bising pada pekerja yang
HASIL DAN PEMBAHASAN terpapar bising di PT. Indonesia Power UBP
Semarang. Hal ini dibuktikan dalam hasil
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui analisis bivariat diperoleh p value 0,034 atau
bahwa seluruh responden berjenis kelamin laki- kurang dari 0,05. Dari hasil analisis diperoleh
laki atau 110 responden (100%). Dari tingkat nilai OR=2,779, sehingga disimpulkan bahwa
pendidikan diketahui bahwa tidak terdapat orang yang bekerja pada daerah dengan
responden yang berpendidiakn terakhir SD dan intensitas kebisingan > 85 dBA memiliki resiko
SMP, sedangkan responden yang berpendidikan terkena gangguan pendengaran akibat bising
terakhir SMA/SMK sebanyak 69 responden 2,779 kali lebih besar daripada pekerja dengan
(62,7%), diploma sebanyak 25 responden intensitas dibawah 85 dBA untuk mengalami
(22,7%) dan sarjana sebanyak 16 responden gangguan pendengaran akibat bising.
(14,6%). Dari bagian kerja dapat diketahui Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
bahwa tidak terdapat responden yang bekerja di Kerja dan Transmigrasi No. PER
bagian operasi dan bagian keuangan dan 13/MEN/X/2011 mendefinisikan Nilai
administrasi. Responden yang bekerja di bagian Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85
operator sebanyak 53 responden (48,2%), di dBA untuk waktu kerja 8 jam per hari atau 40
bagian pemeliharaan PLTGU sebanyak 15 jam per minggu. Namun tidak semua orang
responden (13,6%), di bagian kimia dan bahan dapat terlindungi dengan NAB tersebut karena
bakar sebanyak 10 responden (9,1%), di bagian kepekaan setiap individu berbeda-beda (Utama,
perencanaan sebanyak 7 responden (6,4%). 2008:358).
Terdapat 5 responden (4,5) yang bekerja di Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
bagian pemeliharaan PLTU dan alat bantu dilakukan oleh Djafri (2012) yang menunjukan
bengkel dan sarana, 4 responden (3,6) yang p value untuk intensitas kebisingan adalah 0,02
bekerja di bagian enginiring dan prokurment; artinya ada pengaruh yang signifikan antara
dan 1 responden (1%) yang bekerja di bagian intensitas kebisingan dengan gangguan
perencanaan dan outage. pendengaran Selain itu menurut Listyaningrum
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa (2011) menyatakan p value untuk telinga kanan
sebagian besar responden bekerja di lingkungan p = 0,019 dan telinga kiri p = 0,02 yang
yang kebisingannya lebih dari NAB atau > 85 menunjukan semakin tinggi intensitas
dBA, yaitu sebanyak 79 orang (71,8%) dan kebisingan semakin tinggi nilai ambang dengar
responden yang bekerja di lingkungan yang artinya ambang dengar semakin menurun
kebisingannya kurang dari sama dengan NAB dari normal.
atau ≤ 85 dBA sebanyak 31 orang (28,2%). Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Responden yang bekerja pada daerah bising < 8 dan Lingkungan (K3L) di PT. Indonesia Power
jam sebanyak 53 responden (48,2%) dan yang

75
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

UBP Semarang telah melakukan pengukuran ap bagian kerja perusahan. Terdapat intesitas
dan pengawasan intensitas kebisingan pada seti-
kebisingan di PT. Indonesia Power UBP dapat terisolasi sekaligus untuk meredam panas.
Semarang yang melebihi nilai ambang batas Intensitas pekerja untuk membuka pintu STG
terutama di bagian STG, GTG blok 1 dan 2 bahkan selalu tebuka mengakibatkan kebisingan
serta PLTU. Banyak mobilitas pekerja yang yang seharusnya hanya terjadi di dalam area
melewati bahkan menempati area tersebut tertutup oleh particle enclose dapat menyebar ke
untuk melakukan pemeliharaan dan servis alat- bagian lain. Selain itu masih terdapat pintu dan
alat yang sedang beroperasi. dinding sebagai penghalang kebisingan (sound
Sumber bising pada STG dan PLTU barrier) belum bisa mengurangi intensitas
diisolasi dengan menggunakan particel encloser kebisingan sehingga tempat istirahat pekerja
terbuat dari besi yang dilapisi peredam berupa (panel) masih terpajan intensitas kebisingan
glass wool serta tembok beton yang dapat yang tinggi.
memantulkan sekaligus penyerap kebisingan Pada tempat istirahat pekerja atau
(sound absorber) agar tidak menyebar ke seluruh panel di STG, GTG dan PLTU dibuatkan
area perusahaan. Pada beberapa mesin dilapisi ruangan dengan dinding penghalang terbuat
dengan besi dan glass wool agar kebisingan dari beton dan kaca. Namun keefektifan dari
Tabel 1. Distribusi berdasarkan Karakteristik Responden
Karakteristik Distribusi Responden Frekuensi Presentase (%)
Jenis kelamin Laki-laki 110 100,0
Perempuan 0 0,0
Tingkat pendidikan SD 0 0,0
SMP 0 0,0
SMA 69 62,7
Diploma 25 22,7
Sarjana 16 14,6
Bagian kerja Operasi 0 0,0
Operator 53 48,2
Kimia dan Bahan Bakar 10 9,1
K3 dan Lingkungan 5 4,5
Pemeliharaan 1 1,0
Perencanaan 7 6,4
Outage 1 1,0
Pemeliharaan PLTU 5 4,5
Pemeliharaan PLTGU 15 13,6
Alat Bantu Bengkel dan
5 4,5
Sarana
Enginiring 4 3,6
Prokurment 4 3,6
Keuangan dan
0 0,0
Administrasi
Intensitas kebisingan ≤ 85 dBA 79 71,8
> 85 dBA 31 28,2
Lama Kerja < 8 jam 57 51,8
≥ 8 jam 53 48,2
Masa kerja ≤ 10 tahun 61 55,5
> 10 tahun 49 44,5
Umur ≤ 40 tahun 57 51,8
> 40 tahun 53 48,2
Penggunaan APT Menggunakan APT 96 87,3
Tidak menggunakan APT 14 12,7
Sumber : Data Primer

76
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

dinding maupun kaca belum di ukur dalam hasil analisis bivariat diperoleh p value
keefektifannya. Pada daerah PLTGU yaitu 0,022 atau kurang dari 0,05. Dari hasil analisis
GTG blok 1 dan 2 terdapat mesin dengan diperoleh nilai OR sebesar 2,625, artinya
intensitas tinggi yang tidak ditutup dengan pekerja yang bekerja ≥ 8 jam dengan intensitas
particle encloser atau peredam suara lainnya kebisingan > 85 dBA memiliki resiko terkena
sehingga kebisingan menyebar ke seluruh area gangguan pendengaran akibat bising 2,625 kali
perusahaan. Pemisahan pekerja dari sumber lebih besar daripada pekerja yang bekerja < 8
kebisingan telah dilakukan pada pekerja bagian jam dengan intensitas kebisingan di bawah 85
operator PLTU dan PLTGU di dalam control dBA untuk mengalami gangguan pendengaran
panel atau sound proof room. Dengan akibat bising.
pengoprasian mesin menggunakan remote Dalam lingkungan kerja kemampuan
control meminimalisir pekerja untuk terpajan pendengaran berkolerasi dengan waktu dan
bising secara langsung dan lama dari mesin. keparahan pemaparan. Apabila waktu paparan
Berdasarkan hasil penelitian melebihi batas yang ditentukan akan
menunjukan bahwa ada hubungan antara lama memperparah terjadinya gangguan pendengaran
kerja dengan gangguan pendengaran akibat (Bashiruddin, 2009). Jika terpapar kebisingan
bising pada pekerja yang bekerja ≥ 8 jam dengan yang berlebih dalam jangka waktu panjang
intensitas kebisingan > 85 dBA di PT. Indonesia dapat merusak telinga bagian dalam sehingga
Power UBP Semarang. Hal ini dibuktikan
Tabel 2. Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran Akibat Bising di PT. Indonesia
Power UBP Semarang
Jumlah
Faktor Risiko Kasus Kontrol p value OR (CI 95%)
n % n %
Intensitas Kebisingan
≤ 85 dBA 10 18,2 21 38,2 0,034 2,779
>85 dBA 45 81,8 34 61,8 (1,159-6,667)
Lama kerja
< 8 jam 36 65,5 34 61,8 0,022 2,625
≥ 8 jam 19 34,5 21 38,2 (1,215-5,669)
Masa kerja
≤ 10 tahun 16 29,1 33 60,0 0,002 3,656
>10 tahun 39 70,9 22 40,0 (1,654-8,084)
Umur
≤ 40 tahun 20 36,4 33 60,0 0,036 2,429
>40 tahun 35 63,6 22 40,0 (1,129-5,225)
Penggunaan Alat Pelindung Telinga
Menggunakan 6 10,9 8 14,5 0,775 -
Tidak menggunakan 49 89,1 47 85,5

kemampuan untuk mendengar suara memiliki resiko 2,333 kali lebih besar untuk
berfrekuensi tinggi hingga berfrekuensi rendah terkena gangguan pendengaran akibat bising
menjadi hilang (Anizar, 2012:160). daripada yang lama kerja < 8 jam.
Penelitian ini sejalan dengan Yavie (2014) Pekerja di PT. Indonesia Power UBP
menunjukan bahwa lama pemaparan Semarang terdapat sekitar 67% yang terpapar
mempunyai hubungan yang signifikan dengan bising setiap harinya. Dari responden yang
gangguan pendengaran (p = 0,027). Penelitian diteliti sebanyak 53 responden (48,2%)
yang dilakukan Azrun (2015) menunjukan responden yang bekerja selama ≥ 8 jam per hari
bahwa lama kerja merupakan faktor resiko pada daerah bising, sedangkan 57 responden
terjadinya gangguan pendengaran dengan OR = (51,8%) responden bekerja < 8 jam per hari
2,333, artinya pekerja yang lama kerja ≥ 8 jam pada daerah bising. Pada beberapa pekerja,

77
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

tempat istirahat atau kantor berada dalam satu Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
gedung dengan sumber kebisingan sehingga bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan
walaupun sedang istirahat tetap terpapar bising. gangguan pendengaran akibat bising pada
Pengendalian secara administratif telah pekerja yang bekerja > 10 tahun di PT.
dilakukan oleh PT. Indonesia Power UBP Indonesia Power UBP Semarang. Dari hasil
Semarang dengan menerapkan job rotation atau analisis diperoleh nilai OR sebesar 3,656,
rotasi kerja. Job rotation di lakukan dengan artinya pekerja yang bekerja > 10 tahun
membagi shift kerja pada bagian operator yaitu memiliki resiko terkena gangguan pendengaran
shift pagi pukul 07.00-15.00, shift sore pukul akibat bising 3,656 kali lebih besar daripada
15.00-22.00 dan shift malam pukul 22.00-07.00. pekerja yang bekerja ≤ 10 tahun untuk
Selain itu operator dibedakan dalam empat mengalami gangguan pendengaran akibat
kelompok yaitu A,B, C dan D. Sistem rotasi bising.
kerja berlaku 2 kali shift kerja dan 2 kali libur Ganggguan pendengaran akibat bising
yaitu pagi-pagi, siang-siang, malam-malam dan timbul secara bertahap dan dalam waktu yang
libur-libur pada setiap kelompok kerja. lama sehingga pekerja tidak menyadari. Bising
Bagi setiap pekerja diberikan handy talky dengan intensitas tinggi dengan masa kerja lebih
(HT) untuk komunikasi jarak jauh antar pekerja, dari 10 tahun akan mengakibatkan robek hingga
terutama untuk pekerja yang mengoperasikan dekstruksi organ corti. Kehilangan pendengaran
mesin dan operator di control panel agar akan menetap dan perkembangannya menjadi
kestabilan tegangan dan frekuensi listrik dapat lebih lambat setelah 10 tahun bekerja pada
tetap terjaga. Hal ini juga agar pekerja dapat daerah bising (Bashiruddin, 2009).
meminimalisir terpajan bising terlalu lama Menurut penelitian Permaningtyas (2014)
namun tidak untuk operator yang bertugas di terdapat hubungan masa kerja dengan gangguan
area sekitar sumber kebisingan. pendengaran akibat bising dengan p = 0,000.
Pengendalian administratif lain seperti Pekerja yang memiliki masa kerja > 10 tahun
penggunaan noise dosimeter belum pernah lebih beresiko 0,557 kali terkena gangguan
dilakukan di PT. Indonesia Power UBP pendengaran akibat bising daripada yang masa
Semarang. Noise dosimeter adalah alat yang kerja < 10 tahun. Penelitian lain juga diteliti
dapat mengukur intensitas kebisingan yang oleh Ulandari (2014) yang menyebutkan bahwa
diterima pekerja selama masa kerjanya yang paparan kebisingan lebih dari 85 dBA selama 8
berpindah-pindah. Pengukuran dosis pajanan jam kerja dapat menyebabkan kehilangan
adalah pencatatan terhadap kegiatan setiap pendengaran permanen selama > 10 tahun
pekerja yaitu besarnya intensitas kebisingan tahun paparan dengan nilai p = 0,002.
yang diterima dan lamanya terpajan untuk Akumulasi dari lama pemaparan per hari
mengetahui nilai ambang batas (Bashiruddin, dan masa kerja pada pekerja di PT. Indonesia
2009). Hal ini mengakibatkan penilaian pekerja Power UBP Semarang dapat memperparah
yang beresiko dan tidak beresiko terkena efek terjadinya gangguan pendengaran akibat bising.
kebisingan belum dapat dibedakan. Responden yang telah memiliki masa kerja > 10
Perlu adanya pembuatan peta kebisingan tahun menganggap telah terbiasa berada pada
(noise mapping) dengan memberi warna di daerah bising sehingga tidak menggunakan alat
daerah yang digambar sesuai dengan intensitas pelindung telinga. Job rotation tahunan
kebisingannya yaitu: hijau < 85 dBA, kuning diberlakukan kepada operasi, pemeliharaan
85-90 dBA dan orange > 95 dBA. Hal ini PLTU, pemeliharaan PLTGU, outage,
memungkinkan pekerja waspada dengan perencanaan, alat bantu gudang dan sarana,
intensitas kebisingan dan lama pajanan yang kemudian pada bagian operator dibagi untuk
dianjurkan pada masing-masing area kerja serta menentukan kelompok kerja yang akan menent-
meningkatkan kepatuhan dalam menggunakan ukan shift kerja harian.
APT.

78
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

Sistem job rotation menggunakan sistem pendengaran secara alami akan menurun. Job
acak pada setiap bagian sesuai dengan keahlian rotation belum diberlakukan kepada pekerja
pekerja. Belum mempertimbangkan masa kerja yang berumur > 40 tahun terutama yang telah
pekerja yang telah terpajan bising setiap harinya bekerja dibagin yang terpapar bising ke bagian
sehingga dapat memperbesar resiko terjadinya administrasi dan keuangan atau bagian yang
gangguan pendengaran dan memperparah intensitas kebisingannya < 85 dBA.
pekerja yang telah mengalami gangguan Menurut Peraturan Pemerintah Tenaga
pendengaran. Kerja dan Transmigrasi No.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan PER.02/MEN/1980 tentang pemeriksaan
bahwa ada hubungan antara umur dengan keehatan tenaga kerja dalam penyelenggaran
gangguan pendengaran akibat bising pada keselamatan kerja menyebutkan bahwa
pekerja yang berumur > 40 tahun di PT. pemeriksaan kesehatan kerja terdiri atas tiga
Indonesia Power UBP Semarang. Hal ini macam yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum
dibuktikan dalam hasil analisis bivariat kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan
diperoleh p value 0,036 atau kurang dari 0,05. pemeriksaan kesehatan khusus.
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR sebesar Pada awal penerimaan pekerja baru di
2,429, artinya pekerja yang berumur > 40 tahun PT. Indonesia Power telah dilakukan
memiliki resiko terkena gangguan pendengaran pemeriksaan kesehatan dan hanya pekerja yang
akibat bising 2,429 kali lebih besar daripada memiliki kesehatan baik yang direkrut.
pekerja yang bekerja ≤ 40 tahun untuk Pemeriksaan kesehatan secara berkala telah
mengalami gangguan pendengaran akibat dilakukan dengan pemeriksaan audiometri
bising. setiap setahun sekali pada seluruh pekerja. Hasil
Dengan bertambahnya umur, seseorang akan yang didapatkan akan dilaporkan ke audit
mengalami perubahan patologi pada organ perusahaan, bagian K3L dan bagian kesehatan.
auditori. Orang yang berumur lebih dari 40 Namum belum ada pemeriksaan kesehatan
tahun akan mengalami penurunan pendengaran khusus terkait kejadian gangguan pendengaran
yang signifikan sehingga lebih mudah terkena yang diderita pekerja selama ini, hanya bagi
gangguan pendengaran akibat bising. Pada pekerja yang meminta alat bantu pendengaran
membran timpani menunjukan adanya atau penanganan lain yang mendapat perhatian.
penipisan dan kekakuan. Sedangkan pada otot- Pekerja lain yang menderita gangguan tetapi
otot pendengaran mengalami artistis sendi. tidak mengadu ke bagian kesehatan tidak
Bagian yang paling rentan adalah organ corti mendapat perhatian khusus atau tindak lanjut
pada koklea yang mentransfer suara berupa untuk pengobatan.
impuls-impuls listrik yang akan diterjemahkan Pemberian penyuluhan, motivasi dan
oleh saraf pendengaran di otak (Suwento 2007; edukasi terhadap seluruh pekerja terutama
Soedirman 2012). kepada pekerja yang terpapar kebisingan tinggi
Menurut penelitian yang dilakukan agar meningkatkan kesadaran tentang
oleh Ubaidilah (2015) tentang hubungan antara pentingnya program pencegahan gangguan
umur dengan gangguan pendengararan pendengaran akibat bising menjadi kebutuhan
menunjukan p = 0,019 yang berarti ada bukan paksaan. Rotasi kerja ke daerah yang
hubungan antara umur dengan gangguan memiliki intensitas kebisingan yang rendah
pendengaran. Selain itu penelitian Silitonga utamanya diberikan kepada pekerja yang
(2010) juga menunjukan ada pengaruh umur bekerja di daerah intensitas kebisingan tinggi (>
dalam terjadinya gangguan pendengaran akibat 85 dBA), telah berusia > 40 tahun dan masa
bising. kerja > 10 tahun karena pada masa itu pekerja
Umur dapat memperparah terjadinya beresiko tinggi mengalami gangguan
gangguan pendengaran pekerja terutama yang pendengaran.
bekerja di daerah bising karena kemampuan

79
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan Pembaharuan APT dilakukan setiap tiga bulan
bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan dan apabila pekerja meminta untuk penggantian
alat pelindung telinga (APT) dengan gangguan karena hilang atau sudah tidak nyaman dipakai.
pendengaran akibat bising pada pekerja di PT. Ear plug yang digunakan oleh pekerja
Indonesia Power UBP Semarang. Hal ini diketahui nilai noise reduction rate (NRR) sebesar
dibuktikan dalam hasil analisis bivariat 25 dBA. Actual NRR dari ear plug dapat
diperoleh p value 0,775 atau lebih dari 0,05, dihitung dengan rumus: (NRR-7)/2 sehingga
artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu tidak tingkat reduksi dari ear plug yang digunakan
ada hubungan antara penggunaan APT dengan pekerja adalah (25-7)/2 maka didapat nilai 9
gangguan pendengaran akibat bising. dBA. Dari nilai tersebut belum dapat mereduksi
Alat pelindung telinga (APT) adalah alat kebisingan yang ada di PT. Indoneisa Power ke
berupa sumbat telinga atau penutup telinga dalam intensitas kebisingan yang aman karena
dengan tujuan mengurangi dan melindungi apabila disesuaikan dengan nilai intensitas
paparan kebisingan yang masuk telinga. tertinggi yaitu 99,2 maka kebisingan yang masih
Penggunaan alat pelindung telinga merupakan dapat didengar pekerja adalah 90,2 dBA.
kewajiban bagi pekerja yang terpapar bising Apabila mengacu pada NAB waktu paparan
dengan intensitas > 85 dBA selama 8 jam per yang disarankan maka hanya 2 jam per hari
hari atau 40 jam per minggu. Ear plug dapat pekerja diizinkan terpapar bising dengan syarat
menurunkan intensitas kebisingan sebesar 25-30 harus selalu memakai ear plug.
dBA sedangkan ear muff dapat mengurangi Peringatan mengenai intensitas kebisingan yang
intensitas kebisingan sekitar 30-40 dBA (Anizar, tinggi dan keharusan untuk menggunakan alat
2012:174). pelindung telinga telah dipasang di beberapa titk
Penelitian ini sejalan dengan penelitian area seperti di depan perusahaan, gerbang
Kusumawati (2012) menyatakan bahwa tidak memasuki daerah tertutup dan di beberapa titik
ada hubungan antara pengggunaan alat di samping sumber kebisingan. Kewajiban
pelindung telinga dengan gangguan untuk menggunakan APT juga telah dilakukan
pendengaran akibat bising dengan nilai p = melalui penyuluhan kepada pekerja saat training
0,756. Penelitian yang dilakukan oleh Leancy dan pengiriman email tentang peraturan kerja,
Ferdiana (2013) diperoleh hasil statistik niali p = namun belum ada monitoring dan evalusai
0,536 yang menunjukan tidak ada hubungan terkait program penggunaan APT serta
yang signifikan antara pengggunaan APT penghargaan dan hukuman terhadap pekerja
dengan peningkatan ambang pendengaran yang patuh dan enggan memakai APT saat
responden. berada di daerah bising.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa
hampir sebagian besar responden menggunakan PENUTUP
APT apabila berada di tempat bising, namun
responden tetap terkena gangguan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian yang
Kesadaran terkait efek dari intensitas kebisingan dilakukan pada faktor yang berhubungan
yang tinggi juga telah diketahui oleh pekerja. dengan gangguan pendengaran akibat bising di
Kurangnya kenyamanan dalam penggunaan PT. Indonesia Power UBP Semarang dapat
APT menyebabkan responden tidak bertahan disimpulkan sebagai berikut: ada hubungan
lama dalam penggunaanya. Selain itu pekerja antara intensitas kebisingan, lama kerja, masa
yang menganggap bahwa tempat kerja tidak kerja dan umur dengan gangguan pendengaran
bising karena sudah terbiasa berada di sana. akibat bising. Tidak ada hubungan antara
PT. Indonesia Power UBP Semarang penggunaan alat pelindung telinga dengan
telah menyediakan alat pelindung telinga berupa gangguan pendengaran akibat bising. Saran
ear plug kepada seluruh pekerja kecuali pekerja untuk peneliti selanjutnya yaitu dengan
pada bagian administrasi dan keuangan. penerapan program konservasi pendengaran

80
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

(PKP) di industri. Dengan demikian dapat Pekerja. Skripsi. Jakarta: Universitas


diukur tingkat keefektifitasan dari program Indonesia
tersebut terhadap pencegahan gangguan Listyaningrum, Andrias Wahyu. 2011. Pengaruh
pendengaran akibat bising dan gangguan lain Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang
yang berkaitan dengan kebisingan. Dengar Pada Tenaga Kerja di PT. Sekar
DAFTAR PUSTAKA Bengawan Kabupaten Karanganyar. Skripsi.
Surakarta: FK UNS
Anizar. 2012. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Maliya, Arina. 2010. Hubungan Antara
Kerja di Industri. Jakarta: EGC Kebisingan dengan Fungsi Pendengaran pada
Asrun, Asriani. 2015. Faktor-faktor Resiko yang Pekerja Penggilingan Padi di Colomadu
Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Karanganyar. Prosiding Seminar Ilmiah
Pendengaran pada Karyawan Tambang. Nasional Kesehatan. ISSN:2338-2694
Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Telinga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1980.
Hidung Tenggorokan Fakultas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Kedokteran Universitas Hasanuddin Transmigrasi No. Per.02/Men/1980 tentang
Bashiruddin, J. 2009. Program Konservasi Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Pendengaran pada Pekerja yang Terpajan Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Bising Industri. Majalah Kedokteran Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan
Indonesia, 59(1) Transmigrasi Indonesia
Buchari. 2008. Kebisingan Industri dan Hearing 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Conservastion Program. Medan: Transmigrasi No. Per.13/Men/X/2011
Universitas Sumatera Utara tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
Djafri, Afriman. 2010. Hubungan Tingkat dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta:
Pajanan Kebisingan Dengan Fungsi Departemen Tenaga Kerja dan
Pendengaran di PT. Sanggar Saran Baja Transmigrasi Indonesia
Tahun 2010. Tesis. Jakarta: Universitas National Institute on Deafness and Other
Indonesia Communication Disorder. 2014. Noise-
Ferdiana, Leacy. 2013. Hubungan Karakteristik Induced Hearing Loss. Amerika Serikat.
dengan Peningkatan Ambang Pendengaran Permaningtyas dkk. 2011. Hubungan Lama
di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta. Masa Keja dengan Kejadian Noice-
Surabaya: FKM Universitas Airlangga Induced Hearing Loss pada pekerja
International Labour Organization. 2013. Home Insdustry Knalpot di Kalurahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana Purbalingga Lor. Jurnal Mandala of Health,
untuk Produktivitas. Jakarta: International 5(3)
Labour Office Rambe, Andrian Yunita M. 2003. Gangguan
Jeyartnam. 2009. Buku Ajar Prakik Kedokteran Pendengaran Akibat Bising. Medan:
Kerja. Jakarta: EGC Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Kirchner, Bruce. 2012. Occupotional Noise- Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan
Induced Hearing Loss. American Collage of Universitas Sumatera Utara.
Occopational and Environment Medicine, Silitonga, Naek. 2014. Hubungan Kebisingan
54(1). dengan Pendengaran Pekerja (Studi Kasus
Komite Nasional Penangggulangan dan Diskotik A, B, C di Kota Medan). Medan:
Ketulian. 2014. Gangguan Pendengaran Departemen Ilmu Kesehatan Telinga dan
Akibat Bising. Jakarta: Komite Nasional Tenggorokan Bedah Kepala Leher
Penangggulangan dan Ketulian Fakultas Kedokteran Universitas
Kusumawati, Indah. 2012. Hubungan Tingkat Sumatera Utara.
Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Soedirman. 2012. Higiene Perusahaan. Jakarta: El
Kejadian Gangguan Pendengaran pada Musa Press.

81
Nur Rizqi S. & Evi W./Gangguan Pendengaran Bising/HIGEIA 1 (1) (2017)

Sostroasmoro S. 2011. Dasar-dasar Metodologi


Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Suwento, Ronny. 2007. Standar Pelayanan
Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas,
Komnas PGPKT.
Taneja, M.K. 2014. Noise-Induced Heraring
Loss. Indian Institute of Ear Diseases, New
Delhi, India, 20(4):151-154
The International Longlivety Center-UK. 2014.
Commission on Hearing Loss: Final Report.
London
Tambunan. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja.
Jakarta: Andi
Ubaidilah, Kholid. 2015. Hubungan Antara Umur
dan Lama Paparan dengan Penurunan Daya
dengar pada Pekerja Terpapar Kebisingan
Impulsif Berulang di Sentra Industri Pande
Besi Desa Padas Karanganom Kabupaten
Klaten. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Ulandari, Andi Anita. 2014. Hubungan
Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran
Pekerja Laundry Rumah Sakit Kota
Makassar. Skripsi. Makassar: FKM
Universitas Hasanuddin
Utama, Hendra. 2008. Higiene Industri. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
World Health Organization. 2012. Situation
Review and Update on Deafnes, Hearing Loss
dan Intervention Program. Geneva:
Regional Office for Geneva
Yavie, M.A. 2014. Hubungan Intensitas
Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran
pada Pekerja Mebel Informal di Kelurahan
Bukir Kecamatan Gadingrejo Kota Pasuruan.
Skripsi. Jember: FKM Universitas
Jember.

82

Anda mungkin juga menyukai