Anda di halaman 1dari 11

Kesehatan Mental Pada Populasi Khusus

Universitas Mercu Buana Yogyakarta


Kesehatan Mental Pada Pengungsi
(Refugee) dan Pencari Suaka

• Pengungsi adalah mereka yang melarikan diri dari peperangan, atau persekusi
yang dilakukan oleh Pemerintah, baik atas dasar agama, politik, atau aktivitas
sosial. Pengungsi dan pencari suaka rentan mengalami permasalahan-
permasalahan kesehatan mental.
• Tingkat somatisasi pada pengungsi tergolong tinggi (Tribe, 1999). Pencari
suaka mengalami kecemasan dan rasa takut terkait ditolaknya proposal suaka
mereka sehingga mereka harus dideportasi (Tribe, 2002) dan berisiko
mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder) (Fazel et al., 2005; Shawyer
et al., 2017).
Kesehatan Mental Pada Pengungsi
(Refugee) dan Pencari Suaka

• Isu-isu yang berdampak pada kesehatan mental pada pengungsi mencakup:


- Perubahan yang harus dihadapi di negara tempat mengungsi
- Penyesuaian psikologis
- Ketidakpastian akan masa depan
- Pengalaman hidup yang traumatis
- Kesulitan-kesulitan hidup
- Rasisme
- Stereotipe
Kesehatan Mental Pada Pengungsi
(Refugee) dan Pencari Suaka

• Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan intervensi pada pengungsi:


- Ketika pengungsi memiliki bahasa dan budaya yang berbeda, gunakan
penerjemah. Akan lebih baik jika penerjemah memiliki kesamaan agama,
gender, atau usia dengan pengungsi.
- Mungkin akan terdapat banyak perbedaan interpretasi dalam
berkomunikasi; beberapa kata mungkin tidak dapat diterjemahkan secara
tepat.
Kesehatan Mental pada LGBT
• Secara umum, remaja LGBT menunjukkan kualitas
kesehatan mental yang lebih rendah daripada remaja
heteroseksual karena adanya distres psikologis yang
tinggi akibat isu-isu yang dihadapi (Russel & Fish,
2016).
• Di Amerika, tritmen bagi LGBT berfokus pada
penurunan simtom-simtom masalah kesehatan
mental yang dialami LGBT. Beberapa intervensi yang
dapat diberikan yakni CBT, expressive writing, dan
terapi keluarga (family therapy) (Russel & Fish, 2016).
Kesehatan Mental pada LGBT
Isu-isu terkait kesehatan mental yang dihadapi oleh LGBT
(disarikan dari Russel & Fish, 2016; Fredriksen-Goldsen et al.,
2015; Joanna et al., 2009):
• Penerimaan dan pengucilan sosial
• Homofobia
• Kualitas hidup yang rendah
• Bullying dan diskriminasi
• Depresi dan gangguan mood
• Kecemasan
• PTSD (post-traumatic stress disorder)
• Penyalahgunaan zat
• Self-harm
• Ide bunuh diri (suicide ideation) dan tindakan bunuh diri
(suicidal behavior)
Kesehatan Mental pada LGBT
• Berbeda dengan beberapa negara di Eropa dan
Amerika, di Indonesia LGBT masih dikategorikan
sebagai gangguan jiwa. Orientasi seksual yang berbeda
dari mayoritas penduduk membuat LGBT di Indonesia
rentan mengalami kecemasan sosial. Kecemasan sosial
yang dialami oleh lesbian lebih besar daripada
kecemasan sosial yang dialami gay (Rakhmahappin &
Prabowo, 2014).
• Posisi sebagai wanita yang terikat erat dengan norma
sosial menjadi faktor yang mempengaruhi lesbian sulit
membuka diri karena takut ditolak, sehingga akhirnya
mereka mencari rasa aman dan penerimaan dalam
komunitas mereka (Adelina, Binahayati, & Budiarti,
2016).
Kesehatan Mental Narapidana

• Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Gonzalez dan Connell (2014),


gangguan mental yang paling banyak terjadi pada narapidana adalah
depresi; diikuti dengan mania, skizofrenia, PTSD (post-traumatic stress
disorder, kecemasan, dan gangguan kepribadian.
• Intervensi yang diberikan mencakup farmakoterapi, terapi komunitas,
terapi kelompok, terapi keluarga, dan CBT (Cognitive Behavioral Therapy).
• Pertanyaan: Bagaimana dengan populasi di Indonesia?
Kesehatan Mental Pada Pekerja
Seks Komersial (PSK)
• PSK mengalami permasalahan menyangkut konsep
diri. Mereka mengalami pertentangan moral terkait
status mereka sebagai PSK dan konstruksi diri
sebelum mereka menjadi PSK (Susetyo & Sudiantara,
2015).
• Selain itu, mereka juga rentang mengalami
permasalahan dengan keluarga, teman, dan
lingkungan yang menimbulkan konflik batin. Konflik
batin tersebut ditandai dengan perasaan cemas,
takut, rendah diri, agresif, pesimis, dan menarik diri
dari lingkungan sosial (Izzati, 2014).
Kesehatan Mental Pada Pekerja
Seks Komersial (PSK)
• Mereka yang bekerja sebagai PSK lebih rentan
terhadap permasalahan jiwa seperti depresi, PTSD,
dan bunuh diri (Krumrei-Mancuso, 2012).
• Terkait pekerjaan mereka yang berisiko, PSK juga
kerap mendapatkan stigma (Benoit, 2015), kekerasan
(Deering dkk., 2014), dan eksploitasi (Kiss dkk., 2015).
Stigma merupakan faktor kuat yang berhubungan
dengan buruknya kondisi kesehatan mental mereka
karena adanya rasa malu dan takut dalam meminta
bantuan layanan atau dukungan yang diperlukan
(Scorgue dkk., 2013).
• Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai