Print Out
Print Out
BAHAN DISKUSI
Fenomena LGBT
Fenomena Bullyng
Kajian terkait masalah kejiwaan
Peran perawat
DEFINISI KESEHATAN
UU.KES. No 36 Tahun 2009
ADALAH KEADAAN SEHAT BAIK SECARA FISIK, MENTAL, SPIRITUAL MAUPUN
SOSIAL YANG MEMUNGKINKAN SETIAP ORANG UNTUK HIDUP PRODUKTIF
SECARA SOSIAL DAN EKONOMIS.
ASUMSI DASAR KESEHATAN DALAM ISLAM
Manusia diciptakan dalam kondisi fitri, yang berarti suci, bersih dan sehat
Kriteria fitri adalah sesuai dengan ‘sunnah’ atau ‘hukum’ Allah SWT, seperti hukum
berpasangan, kausalitas, berproses, memiliki ukuran, berevolusi kepada kesempurnaan,
dan tunduk pada titah-Nya
Ketidaktundukan pada sunah/hukum Allah berarti terjadi ‘penyimpangan’
LGBT
Apa itu LGBT?
L= Lesbian
G= Gay
B= Biseksual
T= Transgender
Homoseksual
Homoseksual memiliki rasa ketertarikan perasaan (kasih sayang, hubungan emosional dan atau
secara erotik) baik secara eksklusif terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan
atau tanpa hubungan fisik
BISEKSUAL
Individu yang dapat terlibat dan menikmati aktivitas seksual dengan kedua jenis kelamin, yaitu
yang sama dan jenis kelamin yang berbeda atau mengetahui bahwa dirinya tertarik untuk
melakukan hal tersebut (MacDonald dalam Crooks dan Baur, 2005)
Transgender/Transseksual
Perasaan yang menetap dalam diri seseorang tentang ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin
(biologis) mereka (Kaplan, Sadock & Grebb, 2004)
Penyebab
Kaplan, Sadock dan Grebb (1994), Dancey (1990) Kinsey (dalam Nugraha, 2002), Nugraha
(2008)
1. Faktor Biologis: (kromosom, hormon, struktur otak, genetik) kontradiktif
2. Faktor Psikososial Keluarga
3. Lingkungan
4. Trauma
Adanya unsur genetika yang membawa “gay gen” pada seseorang tidak otomatis membuatnya
menjadi seorang homoseksual.Faktor terpenting adalah pola asuh pada keluarga dan
lingkungannya.
LGBT apakah sebuah Gangguan Jiwa?
Acuan penggolongan gangguan jiwa
- DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) dan
- PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa)
Transgender
PPDGJ III dan DSM III-IV : Gangguan Jiwa (gangguan identitas Gender)
DSM V : Gender dysphoria
Homoseksual dan biseksual
-Gaya hidup alternatif
-Homoseksualitas dianggap gangguan mental bila yang bersangkutan mengalami ketidakpuasan
terhadap keadaannya tersebut
PPDGJ III terjemahan dari International classification of diseases edisi 10 (ICD-10) yang
diterbitkan badan dunia WHO. Gejala kejiwaan dan perilaku yang berhubungan dengan
perkembangan dan orientasi seksual bukan sebagai gangguan jiwa.Gejala gagal dalam
mengarungi tugas-tugas perkembangannya, terutama dalam perkembangan
seksual.Perkembangan seksual ‘Inversi’: objek seksual dari jenis kelamin yang sama, lawan jenis
cenderung diacuhkan, karena merasa jijik.Pria inverter cenderung merasa dirinya sebagai wanita
dan mencari seorang pria, sehingga membuat merasa jijik dengan lawan jenisnya. Demikian juga
sebaliknya.
PERAN PERAWAT
Membantu LGBT mempertahankan mekanisme pertahanan hidup yang sehat, melalui
sikap positif.
Membantu LGBT menghadapi perasaan bersalah, penyangkalan, panik, dan putus asa.
Bekerja bersama LGBT menciptakan perasaan self-respect (menghormati diri sendiri)
dan menyelesaikan konflik mereka jika ada (misalnya homoseksualitas, penggunaan
obat-obat terlarang).
Membantu mengatasi krisis kesehatan maupun sosioekonomi
Membantu pasien ke arah coping (mekanisme pertahanan) yang positif
Dukungan sosial meliputi:
Emotional support: perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan
Cognitive support: memberi informasi, pengetahuan dan nasehat
Materials support: bantuan finansial dalam mengatasi suatu masalah
TERAPI HATI
Baca al-Qur’an dengan maknanya
Shalat Malam
Berkumpul orang shaleh
Puasa
Memperbanyak Zikir
Terapi Religi-Spiritual Islami
Referensi
Crooks, & Baur. (2005). Our Sexuality. (9th ed). California: Thomson
Wadsworth
Davison, Gerald C., Neale, John M. (2001). Sbnormal psychology. 8th edition.
Newtork: John Wiley & Sons
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., Grebb, J. A. (1994). Kaplan & Sadock’s synopsis
of psychiatry: behavioral science clinical psychiatry. 7th ed. Baltimore:
Williams & Wilkins
Nugraha, B. D. (2002). Perlukah pendidikan seks dibicarakan sejak dini?
Makalah Seminar Plus. Yogyakarta