Anda di halaman 1dari 59

 SOFtWARE

Friday, 5 October 2012

TERAPI PSIKORELIGIUS

TERAPI PSIKORELIGIUS

A. Pendahuluan

Saat ini di rumah sakit umum dianjurkan melaksanakan suatu program yang

dinamakan program Integrasi Kesehatann Jiwa. Tentu saja ini sudah mulai dijalankan

di sejumlah rumah sakit yang berdasarkan agama atau yang dikelola organisasi sosial

keagamaan melalui pelaksanaan terapi agama. Disamping dokter yang mengobati, ada

juga agamawan yang mendampingi, memberikan dan menuntun do’a. Di RSI, RSHS,

dan RSCM, sudah diterbitkan buku tuntunan do’a. Alangkah baiknya bila rohaniawan

yang membimbing di rumah sakit juga mempunyai pengetahuan kesehatan atau

dokter-dokter yang ada dapat pula memberikan tuntunan agama. Tujuannya agar

pasien yang terbaring itu tidak merasa jenuh dan tidak berontak. Karna dalam

keadaan berbaring pun ia bisa beribadah, berzikir atau mengaji serta sholat dengan

segala kemampuannya.

Dengan demikian pasien tidak merasa ragu karna senantiasa bisa mendapat

pahala. Sebaliknya orang yang tidak memiliki tuntunan agama akan merasa gelisah,

ingin pulang, cemas, dan sebagainya, yang justru akan menurunkan respon

imunitasinya.

Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, ada sekelompok pasien yang

selalu menunda nunda-operasi sehingga jadwal operasi yang sudah dibuat ditunda

lagi, kecuali pada operasi yang darurat. Ada masalah apa dengannya? Padahal dalam

pemeriksaaan semua sudah bagus, tidak ada alasana untuk menunda operasi. Setelah

diselidiki ternyata mereka mengalami ketakutan mengahadpi operasi.


Perasaan takut dioperasi timbul karena takut menghadapi kematian dan tidak

bisa bangun lagi setelah dioperasi. Ada pula orang lain yang tidak bermasalah dalam

operasi, ternyata permasalahannya adalah soal komitmen agama. Pada kelompok yang

lurus-lurus saja, yang komitmen agamanya kuat ada alur pemikiran sebagai berikut :

kami percaya pada Tuhan, kami menjalani operasi dengan harapan sembuh andai kata

kami meninggalpun tetap saja harus menghadap Tuhan karena semua yang bernyawa

pasti akan mati. Kami sudah siap mati karena kami sudah memohon dan berdoa.

Pada orang yang gelisah, langkah awal yang harus dilakukan adalah menjalani

terapi keagamaan. Orang ini harus diterapi jiwa dan komitmen keagamaannya

sehingga siap untuk meghadapi kenyataan. Ini adalah suatu contoh tentang pentingnya

peranan agama.

Pada konfrensi yang diadakan di Canberra pada tahun 1980, dengan tema

”The Role of Religion in The Prevention Of Drug Addiction”. Pada kelompok-kelompok

yang terkena narkotik, alcohol, dan zat adiktif (NAZA) itu sejak dini komitmen

agamanya lemah. Hal ini dibandingkan dalam penelitian dengan orang yang kuat

komitmen agamanya. Kesimpulannya remaja-remaja yang sejak dini komitmen

agamanya lemah memiliki resiko terkena NAPZA 4 kali lebih besar dibandingkan

dengan anak-anak remaja yang sejak dini komitmen agamanya kuat. Inilah salah satu

contoh peranan agama karena agama itu membawa ketenanangan. Agama mencegah

remaja yang mencari ketenangan pada alcohol, narkotik dll.

Contoh tentang peranan agama yang lain adalah di sejumlah rumah sakit

jiwa. Ada uji perbandingan terapi yang diterapkan kepada para pendertia penyakit

jiwa skizofrenia, yakni antara cara konvensional ( dengan obat dan senbagainnya) dan

dengan cara penndekatan keagamaan, hasilnya kelompok skizofrenia yang terapinya

ditambah dengan keagamaan waktu perawatannya lebih pendek dan gejala-gejalanya

cepat hilang.
Terapi terhadap orang sakit seharusnya dilaksanakan secara holistik

(menyeluruh) yang meliputi biologi, psikologis, sosial dan spiritualnya. Menurut

Dadang Hawari, pendekatan spiritual dikalangan rumah sakir memang perlu

dimasayarakatkan dimana harus ada rohaniawan yang datang ke rumah sakit dan

mendoakan penyembuhan.

B. Religius Sebagai Kebuthan Dasar Dan Got Spot Pada Otak Manusia

V.S. Ramachandran, Direktur Center For Brain America, telah mengadakan

serangkaian riset terhadap pasien-pasien pasca epilepsi, yang menyimpulkan bawha

pada klien epilepsi terjadi ledakan aktivitas listrik di luar batas normal yang ditandai

dengan peningkatan lobus temporal. Klien pasca epilepsi tersebut sebagian besar

mengungkapkan pengalaman spiritual berupa keterpesonaan yang mendalam sehingga

semua yang lain menjadi sirna, menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami

pikiran biasa, kecemerlangan dan merasakan persentuhan dengn cahaya illahi (Ian

Marshal, Spiritual Inteligenci, 2000 : 10).

Penelitian peenting selanjutnya membuktikan bahwa elektroda EEG

dihubungkan dengan peelipis orang normal dan klien epilepsi ketika diberi nasihat

yang bersifat spiritual / religius, maka terjadi peningkatan aktivitas listrik pada lobus

temporal seperti yang terjadi pada klien epilepsi. Pengalaman spiritual di bagian

lobus temporal yang berlangsung beberapa detik saja dapat mempengaruhi emosional

yang lama dan kuat sepanjang hidup dan dapat mengubah arah hidup (life

transforming). Sebagian besar pakar neurobiologi berpendapat Titik Tuhan / ”God

Spot” atau Modul Tuhan ”God Module” berkaitan denga pengalaman religius.

Menurut kajian Howard Clinell, yang dikutip Dadang Hawari, menyatakan

bahwa pada dasarnya manusia memiliki 10 kebuutuhan religius :

- Kepercayaan dasar (Basic Trust).


- Makna hidup secara vertikel dan horizontal.

- Komitmen peribadatan ritual dan hubungannya dengan keseharian.

- Kebutuhan pengisian keimanan (Charge) dan kontinuitas hubungan dengan Tuhan.

- Bebas dari rasa salah dan dosa.

- Self acceptance and self esteem.

- Rasa aman, terjamin, dan keselamatan masa depan.

- Tercapainnya derajat dan martabat yang semakin tinggi serta integritas pribadi.

- Terpeliharanya interaksi dengan alam.

- Hidup dalam masayarakat yang religius.

C. Riset Epidemologi, Korelasi antara Kesehatan dan Religiusitas

Serangkaian riset yang dilakukan Sherill dan Larson 1988, yang didukung

riset Dadang Hawari, dilakukan pada klien sebagai berikut :

- Ca. Rahim dan serviks

- Collitis dan enteritis

- Kardiovasce disesase

- Hipertensi, stroke

- AIDS

- NAPZA

- Gerontik disease

- Status kesehatan umum

- Kematian umum

- Kesakitan dan kematian

Kesimpulan akhir bahwa makin kuat komitmen agama klien tersebut di atas,

maka proses penyembuhan makin cepat, lebih mampu mengatasi nyeri, depresi, dan

penderitaan (Presman, et all. 1990, Sherill Larson, 1998).


D. Riset Religiusitas pada Klien Jiwa

Manfaat komitmen agama tidak hanya dalam penyakit fisik, tetapi juga di

bidang kesehatan jiwa. Dua studi epidemologik yang luas telah dilakukan terhadap

penduduk. Untuk mengetahui sejauh mana penduduk menderita psychological

distress. Dari studi tersebut di peroleh kesimpulan bahwa makin religius maka makin

terhindar seseorang dari stress (Linaen 1970, Strak 1971). Kemudian dikemukakan

lebih mendalam komitmen agama seseorang telah menunjukan peningkatan taraf

kesehatan jiwanya.

Terapi keagamaan (Intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata

juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada klien skizofrenia yang

mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila di bandingkan dengan mereka yang

tidak mengikutinya. (Chu dan Klien, 1985). Studi Stark menunjukan bahwa angka

frekuensi kunjungan ke tempat ibadah lebih merupakan indicator dan factor yang

efektif dalam hubungannya dengan penurunan angka bunuh diri. Sedangkan klien yang

tidak diberikan psiko religius terapi pada swicide memiliki risiko 4 kali lebih besar

untuk melakukan bunuh diri (Comstock dan Partridge, 1972).

Selanjutnya dikemukakan bahwa kegiatan keagamaan/ibadah/shalat,

menurunkan gejala psikiatrik (Mahoney 1985, Young 1986, Martin 1989). Riset yang

lain menyebutkan bahwa menurunnya kunjungan ke tempat ibadah, meningkatkan

jumlah bunuh diri di USA (Stack, Rusky, 1983).


Kesimpulan dari berbagai riset menunjukkan bahwa religiusitas mampu

mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan

meningkatkan proses adaptasi dan penyembuhan.

E. Pendapat Para Ahli Ilmu Jiwa.

1. Daniel Freedman:”Di dunia ini ada 2 lembaga besar yang

berkepentingan dalam Kesehatan Manusia, yaitu kedokteran dan agama”.

2. Larson (1990): “In navigating the complexities of human health and

relation ship religious commitmen is a force to consider”.

3. Kaplan Sadock (1991): “Dalam klien jiwa latar belakang kehidupan

agama klien, keluarga dan pendidikan agama merupakan factor yang sangat

penting”.

4. Gery R. (1992): “Komitmen agama mencegah Aids dan homoseksual”.

5. Woodhouse (direktur UNICEF,1997): “Pegang teguh ciri khas indonesia,

yaitu religius, keutuhan keluarga, gotong royong, agar tidak mengidap

penyakit psikososial seperti barat”.

6. Dadang Hawari (1999): “Al-Qur’an adalah teks book kedokteran dan

jiwa”.

7. C.C. Jung : “ semua penyakit kejiwaan berhubungan dengan agama “.

8. Emile Bruto : “ kaum sufi ( orang yang merenungi kehidupan batin

manusia dan selalu mendekatkan diri pada Tuhannya ), mereka adalah para

psikolog-psikolog besar. Mereka memliki kekuatan jiwa yang luar biasa

hebatnya. “ ( Nazar, 2001 : 313 ).


9. Ford H. : “ kaum sufi dapat masuk dan deteksi penyebab penyakit

kejiwaan seseorang dimana bila dilakukan oleh pakar psikoanalisa akan

memakan waktu bertahun-tahun untuk menganalisanya. ( Nazar, 2001 : 355 )

“.

10. Subhi : ” metode terapi psikoanalisa bertemu dengan metode terapi

sufistik “.

11. Zakiah Darajat : “ saya temukan bahwa penyakit jiwa yang disertai

dengan terapi agama yang dianutnya, berhasil disembuhkan lebih cepat dan

lebih baik dari pada penyakit jiwa yang dilakuka dengan metode modern saja

”. (Zindani, dkk, 1997 : 215).

F. Pandangan Beberapa Ahli Ilmu Jiwa

Seorang dokter ahli pengobatan kejiwaan yang berkaliber internasional,

yaitu C.C. Jung, menyatakan dalam bukunya Modern Man in Search Of Soul

menjelaskan bahwa betapa pentingnya kedudukan agama dalam bidang kedokteran

dan keperawatan jiwa. Selanjutnya beliau mengungkapkan :

Di antara pasien saya yang usianya lebih dari setengah baya ( > 35 Tahun ) tidak

seorangpun yang menglami penyakit kejiwaan tanpa berhubungan dengan aspek

agama.

Menurut H. Aulia dalam bukunya Agama dan Kesehatan Jiwa, “ seorang

dokter yang beragama islam yang dianutnya dengan penuh keyakinan dan mempunyai

pengetahuan tentang ajaran dan hikmah islam yang lebih banyak dari pada yang biasa

dimiliki kebanyakan kaum muslimin. Biasanya terapi dengan pendekatan keagamaan

tersebut dapat berhasil dengan baik. Pengobatan kejiwaan dengan pendekatan agama

tersebut juga akan berhasil dengan baik meskipun penderita beragama lain atau orang
yang tidak beragama sekalipun, asal saja didahului dengan pembicaraan sekedarnya

mengenai agama “.

Menurut J. G. Mackenzie yang dikutip Leslie D. Weatherhead :

“ Hasil-hasil baik ahli pengobatan kejiwaan tidak diperolehnya karena pengetahuan

yang sempurna tentang ilmu kedokteran umum, malahan juga tidak disebabkan

karena ia ahli ilmu penyakit saraf, melainkan karena kecakapannya dalam lapangan

agama “.

Pernyataan lain yang juga menegaskan tentang besarnya faedah agama di

lapangan ilmu kedokteran dan keperawatan jiwa adalah apa yang dikemukakan

olehHafield yang sudah bertahun-tahun melakukan pengibatan kejiwaan, di mana ia

sampai pada kesimpulan :

“Saya telah mencoba menyembuhkan penderita kerusakan keseimbangan saraf

dengan jalan memberikan sugesti ( mengisyaratkan ) ketenangan dan kepercayaan

tetapi usaha ini baru berhasil baik sesudah dihubungkan dengan keyakinan akan

kekuasaan Tuhan “.

Semakin lama lapangan ilmu pengetahuan bertambah sadar bahwa

keberadaan agama untuk ilmu kedokteran dan keperawatan semakin penting. Hal ini

sesuai engan apa-apa yang dikemukakan oleh Elmer Hess ketika pada tahun 1954

terpilih menjadi ketua perhimpunan dokter Amerika ( American Medical Association )

beliau mengemukakan “ seorang dokter yang masuk ruangan pasiennya tidaklah ia

seorang diri. Ia hanya dapat menolong seorang penderita dengan alat kebendaan

kedokteran, keyakinannya akan kekuasaan yang lebih tinggi mengerjakan hal penting

lainnya. Kemukakanlah seorang dokter yang meyangkal adanya zat yang maha tinggi

itu maka saya akan katakan bahwa ia tidak berhak mempraktikkan ilmu

kedokterannya “.
Di kota New York ada 1 klinik yaitu Religion Psychiatric Clinic (Klinik Kejiwaan

Keagamaan) di mana agama memainkan peranan penting. Salah seorang pengarang

buku yang terkenal berjudul “agama dan kesehatan jiwa” yaitu Prof. Dr. H.

Aulia pernah berkunjung ke tempat tersebut dan mengatakan bahwa pengobatan dan

perawatan pasien yang mengalami masalah kejiwaan ditangani secara kolaboratif oleh

ahli-ahli kedokteran dan ahli-ahli penyakit jiwa, yaitu Dr. Smiley Belanton dan Dr.

Norman V. Pelae. Kedua anggota pimpinan ini mengutip dalam buku karangan mereka

berjudul Faith is the answer yang menyatakan bahwa agama besar sekali faedahnya

untuk ilmu-ilmu kedokteran khusunya kedokteran kejiwaan. Selanjutnya Dr. Robert C.

Pelae, seorang dokter ahli bedah menyatakan sebagai berikut “ Berkat kepercayaan

dan keyakinan penderita yang mengalami luka atau pasien , saya sebagai dokter ahli

bedah selalu me;ihat penyembuhan-penyembuhan yang disangka tidak mungkin. Saya

melihat pula hasil-hasil yang tidak menyenangkan karena percobaan dengan

penyembuhan dengan agama saja atau hanya dengan ilmu pengetahuan saja. Oleh

sebab itu saya berkeyakinan bahwa ada hubungan yang pasti dan tetap antar agama

dan ilmu pengetahuan, dan Tuhan telah memberikan kepada kita kedua-duanya

sebagai senjata untuk melawan penyakit dan kesedihan. Bila kedua-duanya dipakai

bersama-sama untuk kepentingan manusia maka kemungkinan-kemungkinan kita akan

mendapatkan hasil yang baik dengan tidak ada batasnya.

Dalam konfrensi-konfrensi internasional dibahas peranan agama terhadap

penyakit-penyakit terminal, seperti AIDS dan kanker, ternyata masalah utamanya

bukan masalah medis lagi. Peranan psikiater dan perawat jiwa menjadi lebih penting

karena pasien sering merasa cemas, depresi, takut, gelisah, menunggu saat-saat

terakhir hidupnya. Untuk itu dibentuklah tim/kelompok-kelompok religius yang

disebut psycho-spiritual atau psycho-religius for AIDS patient, for cancer patient, and

for terminal ill patient.


Kekosongan spiriyual, kerohanian, dan rasa keagamaan inilah yang sering

menimbulkan peramasalahan psikososial di bidang kesehatan jiwa. Para pakar

berpendapat bahwa untuk memahami manusia seutuhnya baik dalam keadaan sehat

maupun dalam keadaan sakit, pendekatannya tidak lagi memandang manusia sebagai

makhluk biopsikososial, tetapi sebagai makhluk biopsikososiospiritual.

Para ahli sekarang sedang meneliti aspek-aspek agama itu secara alamiah dari

segi kesehatan jiwa. Baik pada ikatan dokter ahli jiwa Amerika maupun pada ikatan

ahli jiwa sedunia, di dalam lingkup ilmunya ada bagian yang disebut Religion and

Psychiatry ( agama dan ilmu kedikteran jiwa ). Pertalian antara agama dengan

kesehatan jiwa ini diriset, ternyata pengetahuan agama sangat diperlukan bagi dokter

ahli ilmu jiwa dan secara ilmiah kejiwaan itu dibicarakan dalam forum-forum ilmu

pengetahuan.

Menurut Zakiah Darajat, perasaan berdosa merupakan faktor penyebab

gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit-penyakit psikomatik. Hal ini

diakibatkan karena seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari

perasaan tersebut kemudian menghukum dirinya. Bentuk psikosomatik dapat berupa

matanya tidak dapat melihat, lidahnya menjadi bisu, atau menjadi lumpuh.

G. Pengaruh Do’a terhadap penyakit kejiwaan

Menurut mantan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam dan Psikosomatik pada

Pakultas kedokteran Universitas Indonesia, yaitu Prof. Dr. H. Aulia yang dikutip dari

kitab Zadu’ul Ma’ad oleh Majelis Pertimbangan dan Kesehatan RI dalam buku

fatwanya no. 9 bernama: ” sumpah dokter dan susila kedokteran ditinjau dari segi

hukum islam”. Kutipan itu antara lain, ”Hendaklah dokter itu mempunyai

pengetahuan tentang penyakit pikiran dan jiwa serta obatnya. Itu adalah menjadi

pokok utama dalam mengobati manusia. Di antara obat-obat yang paling baik untuk

penyakit adalah berbuat amal kebajikan, berdzikir, berdo’a serta memohon dan
mendekatkan diri kepada Allah dan bertaubat. Semua ini mempunyai pengaruh yang

lebih besar dari pada obat-obat biasa untuk menolak penyakit dan mendatangkan

kesembuhan tetapi semua menurut kadar kesediaan penerimaan bathin serta

keperacayaannya akan obat kebatinan itu dan manfaatnya”.

Salah satu tindakan keagamaan yang penting adalah berdo’a, yakni

memanjatkan permohonan kepada Allah supaya memeproleh seauatu kehendak yang

diridhoi. Dari masa ke masa pengaruh do;a tersebut ters-menerus mendapat perhatian

penting. Di antaranya oleh A. Carrel pemenang hadaih Nobel tahun 1912 untuk ilmu

kedokteran, karena penemuannya di lapangan ilmu bedah. Bila d’a itu dibiasakan dan

betul-betul bersunggug-sungguh, maka pengaruhnya menjadi sangat jelas, ia

merupakan perubahan kejiawaan dan perubahan somatik. Ketentraman yang

ditimbulkan oleh do’a iti merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan.

Pada akhir tahun 1957 di Amerika Serikat menurut pengumuman James C.

Coleman dalam bukunya Abnormal Psychology and Modern Life, sudah mencapai dua

puluh juta. Dari semua cabang ilmu kedokteran, maka cabang ilmu kedokteran jiwa

(psikitri) dan kesehatan jiwa (mental health) adalah paling dekat dengan agama ;

bahkan dalam mencapai derajat keseahatan yang mengandung arti keadaan

kesejahteraan (well being) pada diri manusia, terdapat titik temu anatara kedokteran

jiwa / kesehatan jiwa di satu pihak dan agama di pihak lain (Dadang, 1997 : 19).

WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu

spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak

hanya sehat dalam arti fisik, psikoloik, dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti

spiritual sehingga dimensi sehat menjadi biopsikososiospiritual. Perhatian ilmuan di

bidang kedokteran dan keperawatan terhadap agama semakin besar. Tindakan

kedokteran tidak selamnya berhasil, seorang ilmuan kedokteran sering berkata ”

dokter yang mengobati tetapi Tuhanlah yang menyembuhkan ”pendapat ilmuan


tersebut sesuai dengan hasis Nabi : ” setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tapat

mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit tersebut akan sembuh”.

Sebagai dampak modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan

takhnologi, agama, dan tradisi lama ditinggalkan karena dianggap usang. Kemakmuran

materi yang diperoleh ternyata tidak selamanya membawa kesejahteraan (well

being). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat negara maju tekah kehilangan aspek

spiritual yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, apakah dia termasuk

orang yang beragama atau yang sekuler sekalipun. Kekosongan spiritual, kerohanian

dan rasa keagmaan inilah yang menimbulkan permasalahan pdikososial di bidang

kesehatan jiwa.

Kehausan spiritual, kerohanian dan keagamaan ini nampak jelas pada awal

tahun 1970 sehingga saat sejak itu mulai muncul berbagai aliran spiritual atau

psuodoagama yang cukup laris merasuk Amerika Serikat yang dikenal dengan

istilahNew Religion Movment (NRM). NRM ternyata banyak menimbulkan msalah

psikososial sehingga APA (Amaerican Psychiatric Association) membentuk

task force untuk melakukan penelitian.

Dalam hubungan antara agama da kesehatan jiwa, Cancellaro,

Larson, danWilson (1982) telah melakukan penelitian terhadap 3 kelompok :

1. Kronik alkoholik

2. Kronik drug addict

3. Skizofrenia

Ketiga kelompok tadi dibandingkan dengan kelompok kontrol dari ketiga

kelompok gangguan jiwa dan kelompok kontrol ini yang hendak diteliti adalah riwayat

keagamaan mereka. Hasil penelitiannya sungguh mengejutkan, bahwa ternyata pada

kelompok kontrol lebih konsisten keyakinan agamanya dan pengalamannya,bila

dibandingkan dengan ketiga kelompok di atas. Temuan ini menunjukkan bahwa agama
dapat berperan sebagai pelindung daripada sebagai penyebab masalah (religion may

have actually been protective rather than problem producing).

Dalam penelitian juga ditemukan bahwa penyalahguna narkotik minatnya

terhadapa agama terhadap agama sangat rendah bahkan boleh dikatakan tidak ada

minat sama sekali, bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Minat agama khusunya

di usia remaja, disebutkan bahwa jika religius di masa remaja tidak ada atau sangat

rendah, maka remmaja ini memiliki resiko lebih tinggi untuk terlibat dalam

penyalahgunaan obat/narkotika dan alkohol. Temuan ini sesuai dengan temuan di

Indonesia (Hawari, 1997 : 14).

Hasil serupa diperoleh dari hasil penelitian Daun dan lavenhar (1980), yang

menunjukkan bahwa mereka yang tidak menganut agama dan dalam riwayat tidak

pernah mennjalankan ibadah keagamaan di usia remaja, mempunyai risiko tinggi dan

tendensi ke arah penyalahgunaan obat/narkotika/alkohol.

Selanjutnya dalam studi tersebut dikemukakan bahwa 89% dari alkoholik telah

kehilangan minat agama pada usia remaja (during tenage years), sementara di pihak

kontrol 48% minat terhadap agama naik. Sedangkan 32% tidak mengalami perubahan.

Hilangnya minat agama pada penderita skizofrenia lebih rendah bila dibandingkan

dengan kedua kelompok lainnya. Dibandingakn dengan kelompok kontrol, kelompok

skizofrenia tidak menjalankan agamanya dan tidak serajin kelompok kontrol. Hasil

temuan ini adalah sebagai akibat dari ketidakharmonisan keluarga. Sebagai contoh

misalnya pengajaran agama pada keluarga-keluarga penderita skizofrenia. Tuhan

dogambarkan sebagai sosok yang suka menghukum dan bertindak kasar (73%).

Sedangkan pada keluarga dari kelompok kontrol Tuhan digambarkan sebagai sosok

yang penuh kasih sayang dan baik hati (70%) (Wilson, Larson, danMeier). Temuan di

atas merupakan tantangan bagi sebagian psikiater yang beranggapan bahwa komitmen

agama bagi kesehatan jiwa. Kelompok kontrol yang merupakan kelompok yang tidak
mengalami gangguan jiwa ternyata lebih konsisten religiusitasnya daripada kelompok

yang menderita gangguan jiwa.

H. Penerapan Psikoreligius Terapi di Rumah Sakit Jiwa

1. Psikiater, psikolog, perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup

tentang agamanya/kolaborasi dengan agamawan atau rahaniawan.

2. Psikoreligius tidak diarahkan untuk merubah agama kliennya tetapi

menggali sumber koping.

3. Memadukukan milleu therapy yang religius ; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas

ibadah, buku-buku, musik, misalnya lagu pujian/rohani untuk nasrani.

4. Dalam terapi aktivitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama

untuk pasien rehabilitasi.

5. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat

kehidupan dunia dan sebagainnya.

6. Sebelum teori Psikoanalisa, para sufi telah mempelopori metoda

pengkajian yang mendalam dalam komunikasi yang menyentuh perasaan,

menguak konflik-konflik alam bawah sadar pasiennya, mendeteksi was-was,

kemarahan, takabbur, kesombongan, ria, dengki, menjadi sabar, wara,

zuhud, tawakkal, ridha, syukur, cinta illahi.

I. Kaitan antara Shalat dengan Ilmu Keperawatan

Mengapa sepanjang rentang kehidupannya Rasulullah jarang sekali mengalami

sakit? Benarkah pelaksanaan shalat menjadi salah satu rahasia kesehatannya? Adakah

hubungan antara shalat dengan kesehatan kita?


Wudlu Sebelum Shalat dan Aspek Personal Hygiene-nya

Beberapa tahun yang lalu di kota Denver Amerika, pernah terjadi wabah diare

yang sangat hebat. Menurut penelitian bdana epidemologi setempat, ternyata

penyebabnya adalah kebiasaan mereka dalam membersihkan diri dan bersuci dari

najis yang kurang sempurna. Mereka biasanya menggunakan tissue untuk

membersihkan BAB. Setelah diadakan peninjauan cara-cara bersucinya umat islam

dengan wudlu sebelum shalat dan thaharah (bersuci dari hadas besar dan kecil)

mereka akhirnya merubah pola kebersihannya dangen menggunakan air.

Melalui wudlu minimal 5 kali sehari sebelum shalat umat islam akan dijaga

kebersihannya dari najis dan kotoran. Dalam wudlu terkandung oral hygiene, vulva

hygiene, dan personal hygiene yang sangat lengkap. Sehingga memungkinkan untuk

mencegah penyakit infeksi yang disebabkan oleh 5 F (Finger, Feaces, Food, Fly and

Fluid). Lebih jauh dengan cara berwudlu akan mencegah terjadinya penyakit tertentu

seperti yang pernah terjadi di daerah pertambangan Amerika Utara. Akibat

terakumulasinya timah hitam (plumbum) dan zat-zat Carsinogenic leinnya

menyebabkan tingginya angka kanker kulit. Sedangkan setelah diperbandingkan

dengan negara yang mayoritas peduduknya agama islam angka tersebut sangat kecil.

Terutama karena dengan wudlu minimal 5 kali sehari kebersihan kita dijaga dari

akumulasi zat-zat toksik pada tubuh kita. Berwudlu menjadi rahasia kesehatan

Rasulullah sepanjang rentang hidupnya, bahkan beliau sangat mewasiatkan untuk

senantiasa tampil besih, memakai wewangian, dan bersiwak (gosok gigi) dengan

sempurna.

Pengaruh Gerakan Shalat pada Sistem Cardiovaskular

Gerakan-gerkan dalam shalat merupakan gerkan-gerakan teratur yang

dilakukan sedikitnya 5 kali dalam satu hari sat malam, sehingga berdampak sebagai

olah raga yang teratur dalam siklus body biorytmic dan irama sirkandian, di dalamnya
terdapat unsur olah raga, relaksasi, latihan konsentrasi, reduksi stress, dan

pencegahan penyakit. Apalagi bila shalat tersebut dilakukan dengan tepat waktu.

Gerkan berdiri, ruku’, duduk, dan sujud akan mempengaruhi kelancaran sistem

sirkulasi darah dan crdiovaskular tubuh. Hal ini berkaitan dengan tekanan hidrostatic

yang berpengaruh terhadap tekanan arteri dan sistem vascular yang lain. Pada saat

berdiri pompa vena tidak bekerja dan pada saat bergerak akan terjadi kontraksi pada

otot, vena tertekan sehingga memompa darah dari vena untuk menjaga kelancaran

sirkulasinya.

Beberapa pakar kesehatan dunia, juga menyoroti masalah shalat ditinjau dari

ilmu kesehatan. Prof. Dr. Vanschreber mengatakan bahwa gerakan shalat yang

merupakan salah satu ibadah rutin dalam agama islam adalah suatu cara untuk

memperoleh kesehatan dalam arti yang seluas-luasnya dan dapat dibuktikan secara

ilmiah.

Aspek Psikoreligius Terapi Pada Shalat

Menurut Ancok (1985 : 1989) dan Suroso (1994) ada beberapa aspek

terapiutik yang terdapat pada shalat, antara lai aspek olahraga, aspek meditasi, aspek

auto-sugesti, dan aspek kebersamaan. Di samping itu shalat unsur relaksasi oto,

relaksasi kesadaran indera, aspek katarsis (Haryanto, 2001).

Aspek Psikologi shalat Berjama’a

Shalat berjamah mempunyai dimensi psikologis tersendiri antara lain ;

rasabdiperhatikan dan berarti, kebersamaan, tidak adanya jarak personal,

penglihatan, perhahatian (terapi lingkungan), dan interdependensi (Haryanto, 2001).

1. rasa diperhatikan dan berarti

seseorang yang merasa tidak diperhatikan atau diacujkan oleh keluarganya,

masyarakat atau lingkungan dimana ia berada sering mengalami gangguan atau

goncangan jiwa. Bahkan yang stres, depresi, dan berakhir dengan bunuh diri. Pada
sholat berjamaah ada unsur-unsur rasa diperhatikan dan berarti bagi diri seorang.

Beberapa aspek pada dimensi ini antar lain:

a. memilih dan menempati shaf. Dalam sholat siapa saja yang datang terlebih dahulu

”berhak” untuk menempa shaf atau barisan pertama atau terdepan. Dalam agama

islam, shaf terdepan dan sebelah kanan merupakan shaf yang utama, seperti nabi

katakan: ”sesungguhnya allah dan para malaikat-nya bershalawat atas shaf-shaf yang

pertama.” (hadist riwayat Abu Daud, An-nasai dari Al-Bara).

”sesungguhnya allah dan para malaikat-nya bershalawat atas shaf-shaf sebelah

kanan.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari ’Aisyah)

b. setelah duduk maka para jamaah mempunyai kebiasaan untuk bersalaman dengan

jamaah yang ada di kanan dan kiri bahkan dengan sebelah depan dan belakang. Hal ini

menunjukan bahwa ia mempunyai kedudukan yang sama dan berhak untuk menyapa

lingkungannya.

c. Pada saat mengisi shaf dan meluruskan shaf, apabila sholat akan dimulai maka

imam akan memeriksa barisan kemudian akan ”memerintahkan” pada makmum untuk

mengisi shaf yang kosong dan merapatkan barisan. Hal ini juga tidak memperdulikan

”siapa makmum-nya”, jika ada shaf yang kosong harus segera diisi dan juga kalau

kurang rapat harus dirapatkan.

d. Pada saat membaca al-fatihah maka para makmum mengucapkan ”amin” (kabulkan

do’a kami) secara serempak, bersama-sama, dan juga dalam mengikuti gerakan imam.

Tidak boleh saling mendahului karna mungkin merasa mempunyai kedudukan atau

atribut lain yang lebih dari imam.

e. Demikian juga saat akan mengahiri shalat mereka mengucapkan salam ke kanan dan

ke kiri serta saling bersalaman lagi.

2. Rasa kebersamaan
Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan Utsman Najati (1985), aspek kebersamaan

pada shalat berjamaah mempunyai nilai terapeutik, dapat menghindarkan seseorang

dari rasa terisolir, tepencil, tiddak dapat bergabung dalam kelompok, tidak diterima

atau dilupakan.

3. jraak personal

salah satu kesempurnaan shalat berjamaah adalah lurus dan rapatnya barisan (shaf)

para jamaahnya. Ini berarti tidak ada jarak personal antara satu dengan lainnya.

Masing-masing berusaha untuk mengurangi jarak personal, bahkan kepada mereka

yang tidak ia kenal, namun merasa ada satu ikatan yaitu ”ikatan aqidah (keyakinan)”.

4. terapi lingkungan

salah satu kesempurnaan shalat adalah di lakukan berjamaah dan lebih utama lagi

dilakukan di masjid. Masjid dalam islam memepunyai peranan yang cukup besar,

masjid bukan sebagai pusat aktivitas beragama dalam arti sempit namun sebagai

pusat aktivitas kegiatan umat. Sehingga shalat di masjid ini mengandung unsur terapi

lingkungan (haryanto, 2001).

5. pengalihan perhatian

melakukan shalat berjamaah di masjid atau mushola juga diharapkan akan juga

mengalihkan perhatian seseorang dari kesibukan yang sudah menyita segala energi

yang ada dalam diri seseorang dan kadang-kadang sebagai

penyebab stres. Lingkungan masjid atau mushola akan memberikan suasana yang

rileks, tenang, apabila ia bertemu dengan jamaah lain.

6. melatih saling ketergantungan


yang dimaksud dengan shalat berjamaah adalah minimal dua orang. Sehingga jika ia

ingin disebut sebagai shalat berjamaah, maka ia harus membutuhkan, menunggu,

berkongsi dengan sedikitnya satu orang.

7. membantu memecahkan masalah

shalat berjamaah di masjid sekarang ini sudah banyak para takmir masjid

menyelenggarakan pengajian pendek yang lebih dikenal ”kultum (kuliah tujuh menit)”

setiap selesai shalat. Tentunya salah satu pokok pembahasannya adalah mengenai

permasalahan manusia, sehingga hal ini akan membantu pemecahan masalah.

Psychoreligious Therpy Bagi Klien Ketergantungan NAPZA

NAPZA adalah suatu momok menakutkan yang membayang-bayangi dan

menghantui serta siap menghancurkan masa depan terutama generasi muda. Bagi

pecandu, akibat akhir setelah terlibat NAPZA mudah ditebak.pilihannya adalah kantor

polisi, rumah sakit jiwa, kuburan, atau selamat kembali jika ia mau bertobat dan

insyaf.

Masalah NAPZA sebetulnya masalah mental. Jadi focus yang terberat dalam

penangannya sebenarnya pada tahap rehabilitasi mental bukan pada terapi medik, itu

yang dituturkan oleh Prof. Dr. Dadang Hawari. Dalam hal ini pendekatan agamalah

yang lebih tepat.

Psikoreligius Islami untuk Klien Ketergantungan NAPZA

Dalam islami, penanganan masalah NAPZA sudah cukup lengkap baik segi

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara preventif, islami telah melarang dengan

tegas yang tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2); 219 dan Surat al-Imron (3);

90-91 bahwa khamar(arak dan sejenisnya yang merusak fisik danmental manusia)

adalah haram. Dalam khamar terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia, tapi

dosanya lebih besar daripada manfaatnya dan implikasinya selain merusak langsung

pada dirinya juga akan menjerumuskan ke dalam permusuhan dan membenci antar
sesama. Hah ini sudah terbukti secara nyata dalam masyarakat, akibat NAPZA berupa

tindak kriminal, pemerkosaan, anarkis sampai si pemakainya mengalami

psikosis/skizofrenia.

Secara kuratif, dalam islam ada berbagai macam cara, di antaranya;

a. Niat dan Mempunyai Motivasi Bertaubat

Langkah awal yang merupakan kunci untuk keberhasilan terapi, klien harus

mempunyai motivasi dan niat yang ikhlas untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi,

artinya klien melakukan taubatan nasuha (tobat yang sebenar-benarnya) untuk tidak

mengulangi perbuatan dhalim-nya. Sesuai dengan teori motivasi bahwa terjadinya

tingkahlaku disebabkan oleh adanya kebutuhan yang dirasakan oleh individu.

Dorongan/kebutuhan→ motif →rangsangan→ perbuatan→ tujuan

Kuatnya motivasi sangat menentukan keberhsilan tujunnya, hal ini dapat dilihat

dari:

- Kuatnya kemauan untuk berbuat.

- Jumlah waktu yang disediakan.

- Kerelaan meninggalkan pekerjaan yang lain.

- Kerelaan mengeluarkan biaya.

- Ketekunan dalam mengerjakan tugas.

Untuk mencapai tujuan melepaskan diri dari NAPZA, klien harus mempunyai

motivasi terlebih dahulu dan diikuti dengan perbuatan diantara diantaranya mandi,

shalat, djikir, shaum, dan menjalankan syariat islam yang lainnya.

Hubungan Pelaksanaan Shalat dan Defresi pada Lansia

Pada lansia, terjadi penurunan konsentrasi dan aktifitas dopamin,

norepinephrin, serotonin, dan epinephrin. Menurut St. Pierre et al., (1986)

menurunnya konsentrasi kimia ini pada proses penuaan sebagai faktor terjadinya
depresi pada lansia (Mildred,1995). Disebutkan juga defisiensi katekolamin, tidak

berfungsinya endokrin dan hipersekresi kortisol adalah perubahan kimia yang terjadi

di dalam tubuh pada keadaan depresi (Stuart dan Sundeen, 1995).

Penutup

Dari sejumlah peneliti para ahli, ternyata bisa disimpulkan, bahwa komitmen

agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan

kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat pemulihan penyakit yang

dipadukan dengan terapi kedokteran. Agama lebih bersifat protektif daripada problem

producing. Komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif dengan

clinical benefit. Kesimpulan umum adalah seperti apa yang telah dikemukakan

oleh Larson (1990), ”Masyarakat dan bangsa kita adalah bangsa yang religius. Maka

sepatutnyalah pendekatan keagamaan dalam praktik kedokteran dan keperawatan

dapat diamalkan dalam dunia kesehatan. Dengan catatan bukan tujuan untuk

mengubah keimanan seseorang terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan

untuk membangkitkan kekuatan spiritualnya dalam menghadapi penyakit.

Posted
Napza,Terapi Psikoreligius dan ESQ

[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

SELASA, 13 MEI 2008


Terapi Psikoreligius
TERAPI PSIKORELIGIUS
Saat ini perkembangan terapi di dunia kesehatan sudah berkembang ke arah
pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan
ternyata tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya
tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stresor
psikososial. WHO telah menetapkan unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4
unsur kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah sehat fisik, sehat psikik,
sehat sosial, dan sehat spiritual. Pendekatan baru ini telah diadopsi oleh psikiater
Amerika Serikat (the American Psychiatric Association/APA, 1992) yang dikenal
dengan pendekatan “bio-psyco-socio-spiritual”.

Beberapa hasil penelitian mengenai terapi psikoreligius


· Lindenthal (1970) dan Star (1971) melakukan studi epidemiologik yang hasilnya
menunjukkan bahwa penduduk yang religius resiko untuk mengalami stres jauh lebih
kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.
· Comstock dan Partrigde (1972) melakukan penelitian dan dinyatakan bahwa mereka
yang tidak religius resiko bunuh diri 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka
yang tidak religius.
· Comstock, dkk (1972) menyakan bahwa bagi para pasien yang melakukan kegiatan
keagamaan secara teratur disertai doa dan dzikir, ternyata resiko kematian akibat
penyakit jantung koroner lebih rendah 50%, kematian akibat emphysema lebih rendah
56%, kematian akibat cirrhosis hepatis lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh
diri lebih rendah 53%.
· Clinebell (1981) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada setiap diri manusia
terdapat kebutuhan dasar spiritual (basic spiritual needs). Kebutuhan dasar spiritual
ini adalah kebutuhan kerohanian, keagamaan dan ke-Tuhan-an yang karena paham
materialisme dan sekulerisme menyebabkan kebutuhan dasar spiritual terlupakan
tanpa disadari. Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar spiritual maka daya tahan
dan kekebalan seseorang dalam menghadapi stresor psikososial menjadi melemah,
yang kemudian sebagian dari mereka “melarikan diri” (escape reaction) ke NAZA
(Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif).
· Larson, dkk (1992) melakukan studi banding pada pasien lanjut usia dengan pasien
muda usia yang akan menjalani operasi. Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa
pasien-pasien lanjut usia dan religius serta banyak berdoa dan berdzikir kurang
mengalami ketakutan dan kecemasan, tidak takut mati dan tidak menunda-nunda
jadwal operasi, dibandingkan pasien-pasien muda usia yangtidak religius.

DOA DAN DZIKIR MENURUT AGAMA ISLAM

Doa adalah permohonan penyembuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan Dzikir
adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya.

Dari sudut ilmu kedokteran jiwa/kesehatan jiwa doa dan dzikir (psikoreligius terapi)
merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa.

Hal ini dikarenakan doa dan dzikir mengandung unsur spiritual yang dapat
membangkitkan harapan (hope), rasa percaya diri (self confidence) pada diri
seseorang yang sedang sakit, sehingga kekebalan tubuh meningkat dan akhirnya
mempercepat proses penyembuhan.

Beberapa ayat dan hadis yang dapat diamalkan sebagai doa bagi mereka yang sedang
menderita stres, cemas dan atau depresi atau penyakit fisik lainnya, terjemahannya
dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

“(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedangkan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Q.S.
2:112)
“ (Yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi

tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenang”. (Q.S. 13:28)

“Dan janganlah kamu bersikap lemah dan jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman”. (Q.S. 3:139)

“Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa, apabila mereka berdoa kepada-
Ku”. (Q.S. 2:186)

“Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan”. (Q.S. 26:80)

CONTOH KASUS

KASUS PANIK
Pasien seorang wanita berusia 30 tahun beragama islam sudah menikah 5 tahun dan
dikaruniai 1 orang anak perempuan berumur 2 tahun. Dalam kehidupan berumah
tangga selama 5 tahun dirasakannya lebih banyak duka daripada suka. Pasien merasa
tertekan oleh sikap suami yang mau menang sendiri, keras dan kasar.
Pada suatu hari ayah tercinta yang selama ini merupakan figur idola mendadak
meninggal karena serangan jantung dalam usia 55 tahun. Rasa kaget dan duka baru
beberapa hari berlalu pasien mendengar bahwa pamannya juga meninggal mendadak
karena kecelakaan lalu lintas. Kematian orang terdekat secara tidak terduga membuat
hati pasien terguncang. Sejak saat itu pasien sering mengeluh sesak nafas, jantung
berdebar-debar, nyeri di dad, pusing, badan merasa dingin, perasaan melayang mau
pingsan dan perasaan takut mati.

Karena keluhan-keluhan tersebut pasien menjalankan pemeriksaan kesehatan umum


(General Check Up) dan hasilnya dinyatakan sehat.
Keluhan-keluhan tadi ternyata hilang timbul, dan kalau keluhan itu muncul sifatnya
mendadak yang membuat pasien ketakutan dan panik kalau akan mati mendadak.
Pada pemeriksaan kedokteran jiwa (psikiatrik) pasien dinyakan menderita serangan
panik (panic attack) karena keluhan-keluhan yang disamoaikan pasien memenuhi
kriteria diagnostik sebagai gangguan panik.

Pada pasien diberikan terapi psikofarmaka berupa obat anti cemas dan anti depresi;
psikoterapi (suportif, psikodinamik) untuk memulihkan kepercayaan diri dan
meyakinkan bahwa sebenarnya tidak ditemukan kelainan organ tubuh yang dapat
menyebabkan kematian mendadak. Terapi psikososial diberikan dalam bentuk terapi
keluarga khususnya terhadap suami agar dapat memberikan perhatian, toleransi,
menghilangkan sifat egoisme, keras dan kasar, agar demikian pasien dapat merasakan
rasa aman dan terlindungi dari suaminya. Khususnya terapi psikoreligius selain sholat,
doa dan dzikir, beberapa ayat dan hadis berikut ini dapat diamalkan, yaitu:

1. “(Yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang”
(Q.S. 13:28)

2. “Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan ‘’. (Q.S. 26 :80)

3. ‘’Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah Tuhannya
manusia, hilangkanlah derita, sembuhkanlah penyakit, Engkaulah Dzat Maha
Penyembuh kecuali Engkau. Ya Allah, hamba mohon kepada-Mu agar aku sehat ‘’.
(H.R. Ahmad, Nasai dari Muhammad bin Khatib)

Resep Doa dan Dzikir


Suatu kesimpulan dari penelitian Snyderman (1996) menyebutkan bahwa terapi medis
saja tanpa disertai dengan doa dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir
saja tanpa disertai dengan terapi medis, tidaklah efektif. Sementara itu Matthews
(1996) menyatakan bahwa suatu saat para dokter selain menuliskan resep obat, juga
akan menuliskan doa dan dzikir pada kertas resep sebagai pelengkap.

Sehubungan dengan dua pernyataan tersebut, Hawari D (1997) telah menyusun buku
berjudul “Doa dan Dzikir Sebagai Pelengkap Terapi Medis” untuk para pasien yang
beragama Islam. Buku tersebut diberikan kepada para pasien selain resep obat.
Sedangkan kepada para pasien yang tidak beragama Islam dianjurkan berdoa dan
berdzikir sesuai kepercayaanya masing-masing.
Dari pengalaman praktik sehari-hari, berupa integral medik-psikiatrik dengan agama,
membawa hasil klinis yang bermakna sesuai dengan temuan hasil penelitian pakar
lainnya. Berikut diuraikan contoh bahwa orang yang menderita sakit hendaknya
berobat dan berdoa disamping tetap meminum obat yang telah dianjurkan.

Doa Ampunan
Orang yang sedang sakit seringkali disertai dengan perasan bersalah dan berdosa
karena pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan di masa lalu. Untuk itu pintu
taubat dan ampunan Tuhan tetap terbuka lebar.
Usaha Berobat
Bagi mereka yang menderita sakit hendaknya berusaha berobat disertai doa dan
dzikir.
Tuhan Yang Menyembuhkan
Sesungguhnya pasien yang berobat kepada dokter, dokter hanyalah mengobati
penyakit yang diderita pasien, namun sesungguhnya Tuhan-lah yang menyembuhkan.
Penyakit adalah Cobaan Yang Penuh Kesabaran
Dalam pandangan agama Islam, orang yang sedang sakit itu dianggap sebagai ujian
keimanan, dana untuk mengatasinya diperlukan kesabaran.
Doa Sebelum Minum Obat
Seseorang yang sedang menderita sakit sebelum minum obat yang diresepkan oleh
dokter sebaiknya berdoa terlebih dahulu
Doa sesudah Minum Obat
Setelah minum obat disertai berdoa, sesuai dengan anjuran Nabi (dalam agama Islam)
hendaknya yang bersangkutan sesudah minum obat membaca doa.
Jangan Cemas Dan Sedih
Biasanya orang yang sedang menderita sakit diliputi kecemasan dan kesedihan. Kedua
hal ini dapat memperberat penyakit yang dideritanya; oleh karena itu selain obat anti
depresi yang diberikan, pasien hendaknya berdoa sesuai kepercayaan.
Ketenangan Jiwa
Orang yang sedang sakit berkepanjangan seringkali diliputi rasa wasa-was, bimbang
dan rau terhadap terapi medik psikiatrik yang diberikan psikiater. Dalam kondisi yang
demikian ia mudah tersugesti anjuran oranglain untuk berobat ke dukun, paranormal,
”orang pintar”, dan sejenisnya; yang pada gilirannnya dapat memperparah
penyakitnya. Untuk menghindari hal tersebut perlu dipulihkan rasa percaya diri.
Jangan Was-was, Bimbang dan Ragu
Orang bisa sakit secara fisik maupun psikis akibat difitnah orang lain. Sehubungan
dengan hal itu selain berobat pada ahlinya, kesabaran dan doa diperlukan untuk
meningkatkan kekebalan fisik maupun mental.
Ridha dan Penghapuan Dosa
Bila aseseorang yan menderita sakit, sebagai seorang yang beriman hendaknya
menerima sakitnya itu sebagai cobaan dengan hati yang ridha; karena sesengguhnya
apa yang sedang dideritanya itu sebagai akibat dari penghapusan dosa yang sadar atau
tidak sadar pernah dilakukannya di masa lalu.
Jangan Putus Asa
Dalam menghadapi penyakit berat dan kronis, seringkali seseorang diliputi rasa putus
asa padahal sudah berobat, nemun belum juga mendapat kesembuhan. Sebagai orang
yang beragama dan beriman, rasa putus asa hendaknya dihindari dengan berpegang
teguh pada kepercayaan masing-masing..
Jangan Berburuk Sangka
Kebanyakan seseorang yang menderita sakit akan berkeluh kesah, tidak sabar dan
seringkali berburuk sangka terhadap Tuhan; antara lain dengan mengatakan bahwa
Tuhan tidak adil dan sebagainya. Oleh karena ituselain berusaha berobat pada ahlinya
hendaknya hindari pikiran berburuk sangka kepada Tuhan, karena Tuhan Maha Kuasa
dan Maha Penyembuh.
Beserta Kesukaran Ada Kemudahan
Orang yang sedang sakit seringkali kurang sabar berobat kesana kemari berpindah-
pindah karena kurang percaya diri. Meskipun tampaknya penyakinya sukar untuk
disembuhkan, sesungguhnya tidak demikian. Orang itu hendaknya berobat pada
ahlinya dan senantiasa berdoa kepada Tuhan.
Doa Kesabaran Menghadapi Fitnah
Orang biasa menderita sakit secara fisik maupun psikis akibat difitnah oleh orang lain.
Sehubungan dengan hal ini selain berobat kepada ahlinya, kesabaran dan doa
diperlukan untuk meningkatkan kekebalan fisik dan mental; ayat Al-Quran berikut ini
dapat diamalkan yang artinya :
”Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan dan jauhilah mereka dengan
cara yang baik” (Q. S. Al Muzzammil, 73:10).
Doa Menghindari Dari Fitnah
Sebagaimana halnya pada butir 14, seseorang dapat sakit akibat fitnah dari orang lain.
Oleh karena itu guna menghindarinya doa sebagaimana ayat Al-Quran berikut ini
dapat diamalkan yang artinya :
”Ya Tuhan kami, janganlah engkau fitnah kami bagi orang-orang kafir, dan ampunilah
kami, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q. S. Al Mumtahanah,
60:5).
Doa Menghindari Orang Yang Zalim
Seseorang dapat jatuh sakit akibat dizalimi orang lain, sementara ia sendiri tak
berdaya. Selain dengan berobat, yang bersangkutan dapat memanjatkan doa kepada
Yang Maha Kuasa dan Maha Adil sebagaimana ayat Al-Quran berikut ini dapat
diamalkan yang artinya :
“Ya Tuhanku ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan
beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah
Engkau tambahkan kepada orang-orang zalim melankan kebinasaan” (Q. S. Nuuh, 71:
28).

Doa Sesudah Sembuh


Bila seseorang telah sembuh dari penyakitnya, setelah menjalani pengobatan secara
medik psikiatrik disertai dengan doa dan dzikir; patutlah ia bersyukur kepada Tuhan.
Rasa syukur kepada Allah swt dapat dilakukan berdasar ayat Al-Quran berikut ini yang
artinya :
“ Segala Puji kepunyaan Allah, Tuhan yang memelihara segala alam, pujian yang
menyamai nikmat-Nya dan menandingi keutamaan-Nya”
(H. R. Bukhari).
Doa Pasrah
Orang yang sedeang sakit selain berobat, berdoa dan berdzikir hendaknya pasrah agar
tidak terbebani secara mental karena keterbatasan manusia dan TUhanlah yang
menentukan hidup atau mati hamba-Nya.hal ini sesuai dengan salah satu ayat Al-
Quran yang bunyinya :
“Kepunyaan-Nya-lah kekuasaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah dikembalikan
segala urusan” (Q. S. Al Hadiid, 57:5).
Tuntutan Sholat Bagi Penderita
Sholat wajib hukumnya walaupun seseorang itu sedang sakit (kecuali sakit
ingatan/psikosis). Bila seseorang sedang sakit maka pelaksanaan ibadah ini
disesuaikan dengan kemampuan yang bersangkutan, Allah swt memberikan
kemudahan-kemudahan bagi hamba-Nya dalam menjalankan kewajiban terhadap-Nya.
Kewajiban sholat ini tidak akan gugur selagi akal seseorang masih sehat (normal).
Sesuain dengan keadaan penderita maka pengambilan air wudlu dapat digantikan
dengan tayamum, sedangkan sholat itu sendiri dapat dilakukan dengan berdiri
ataupun duduk.
Doa Menghadapi Kematian
Bila seseorang dalam keadaan menghadapi kematian (dying), maka menjadi kewajiban
anggota keluarganya untuk menuntunnya mengucapkan kalimat :
“Laa Ilaaha Illallaah” (Tiada Tuhan selain Allah).
Zikir Yang Dianjurkan
Selain contoh doa sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka akan lebih lengkap
bila disertai dengan zikir. Zikir adalah ucapan yang selalu mengingatkan kita kepada
Allah swt. Perihal zikir, ayat berikut menjelaskan, yang artinya :
“Dan berzikirlah (ingat Tuhanmu) dalam hatimu dengan kerendahan hati dan rasa
takut, dengan suara perlahan-lahan di waktu pagi dan petang hari, dan janganlah
kamu menjadi orang-orang yang lalai” (Q. S. Al A’Raaf, 7: 205).
Terapi psikoreligius dalam bentuk berdoa dan berzikir selain solat lima waktu,
sebagaimana diuraikan sebelumnya memunyai nilai psikoterapeutik lebih tinggi
daripada psikoterapi psikiatrik konvensional. Seseorang yang sedang menderita sakit
selain berobat secara medik psikiatrik bila disertai dengan berdoa dan berzikir akan
meningkatkan kekebalan yang bersangkutan terhadap penyakitnya; menimbulkan
optimisme dan pemulihan rasa percaya diri serta kemampuan mengatasi penderitaan;
yang pada gilirannya akan mempercepat proses penyembuhan. Dan, apabila yang
bersangkutan ditakdirkan meaninggal, ia dalam keadaan beriman dan tenang kembali
menghadap kepada Pencipta.

PROSES KEPERAWATAN PADA TERAPI PSIKORELIGIUS


PENGKAJIAN
Pada dasarnya informasi yang perlu digali secara umum adalah :
Afiliasi Agama
a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak
aktif.
b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.
Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi :
a. Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara
kegamaan.
b. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.
c. Strategi koping.
Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi :
a. Tujuan dan arti hidup
b. Tujuan dan arti kematian
c. Kesehatan dan pemeliharannnya
d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
Pengkajian Data Subjektif
Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven &Hirnle (1996).
Pengkajian mencakup 4 area, yaitu :
a. Konsep Tentang Tuhan atau Ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan
c. Praktik agama dan ritual
d. Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan
Pengkajian Data Objektif
Meliputi :
a. Pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan
lingkungan
b. Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi.
Pada umumnya karakteristik klien yang potensial mengalami distress spiritual adalah
sebagai berikut :
1) Klien tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2) Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas
3) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sisstem kepercayaan atau agama
4) Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian
5) Klien yang akan dioperasi
6) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
7) Mengubah gaya hidup
8) Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan
9) Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama
10) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
11) Memverbalisasikan bahwwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari
Tuhan
12) Mengekspresikan kemarahannya kepada Tuhan
13) Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakiann agama
14) Sedang menghadapi sakaratul maut (dying)

DIAGNOSA
Distress spiritual mengkin memengaruhi fungsi manusia lainnya. Berikut ini adalah
diagnosis keperawatan, distress spiritual sebagai etiologi atau penyebab masalah lain
:
1) Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual
2) Koping individual tidak efektif yang berhubungan dengan kehilangan agama sebagai
dukungan utama (merasa ditinggalkan oleh Tuhan)
3) Takut yang berhubungan belum siap untuk menghadapi kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian
4) Berduka yang disfungsional : keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan
bahwa agama tidak mempunyai arti
5) Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang peduli
termasuk Tuhan .
6) Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan menjadi korban
7) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan untuk hidup sesuai
denngan ajaran agama
8) Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai
9) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distress spiritual
10) Risiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan perasaan bahwa
hidup ini tidak berarti

PERENCANAAN
1) Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk memperoleh
arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan
2) Menggunakan kekuatan, keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika menghadapi
tantangan berupa penyakit, cedera atau krisis kehidupan lain.
3) Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri sendiri,
dengan Tuhan dan dengan dunia luar.
4) Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan
kehidupan sehari-hari

IMPLEMENTASI
1) Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
2) Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya
3) Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
4) Mengetahui pesan nonverbal tentang kebutuhan spiritual
5) Beri respon secara singkat, spesifik dan faktual
6) Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati
masalah klien
7) Menerapkan teknik komunikasi terapetik dengan teknik mendukunng, menerima,
bertanya, memberi informasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki
klien
8) Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien
9) Bersikap empati yang berarti memahami perasaan klien
10) Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak tentu menyetujui
klien
11) Menentukan arti dari situasi klien bagaimana klien berespon terhadap penyakit
12) Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman,
cobaan, atau anugerah dari Tuhan
13) Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama
14) Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit

EVALUASI
1) Mampu beristirahat dengan tenang
2) Menyatakan penerimaan keputusan moral/etika
3) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
4) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
5) Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan ansietas
6) Menunjukkan perilaku lebih positif
7) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.

Sumber :
Hamid,S Achiryani.1999.Aspek Spiritual dalam Keperawatan.Jakarta: Widya Medika
Hawari,Dadang. 2006.Aborsi Dimensi Psikoreligi.Jakarta: FKUI
__________.2005.Dimensi Religi dalam Praktik Psikiatrik dan Psikologi.Jakarta: FKUI
__________.2004.Penyakit Jantung Koroner Dimensi Psikoreligi.Jakarta: FKUI
I. JUDUL PENELITIAN
PENGARUH TERAPI PSIKORELIGIUS TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI DI RUANG
BEDAH RS ISLAM FAISAL MAKASSAR.
II. RUANG LINGKUP PENELITIAN
KEPERAWATAN JIWA
III. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mendapatkan kesehatan mental yang prima, tidaklah mungkin terjadi begitu saja. Selain
menyediakan lingkungan yang baik untuk pengembangan potensi, dari individu sendiri dituntut untuk
melakukan berbagai usaha menggunakan berbagai kesempatan yang ada untuk mengembangkan
dirinya. Individu perlu merefleksikan kembali penyebab dari berbagai perilakunya, mengevaluasi
kembali kehidupan beragamanya, menggunakan berbagai sarana yang selama ini telah tersedia, yaitu
berbagai macam teknik konseling dan psikoterapi, serta mengembangkan kebiasaan pribadi, dalam hal
ini mencoba berlatih dan mendeskripsikan emosi yang dialami.
Secara teori, tidak ada batasan sejauh mana derajat kesehatan, baik mental maupun fisik dapat dicapai.
Banyak yang sudah puas bila tidak ada gejala-gejala yang menunjukkan gangguan baik berupa gangguan
kebutuhan, mental maupun spiritual. Ini menjadi kriteria kesehatan umum. Gerakan-gerakan untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal inilah yang saat ini sedang muncul, tumbuh dan berkembang
di mana-mana terutama di kota-kota besar di dunia. Ada banyak cara untuk mendapatkan derajat
kesehatan yang memuaskan, sejalan dengan teraktualnya potensi-potensi dalam diri yang belum tergali.
Terapi merupakan salah satu cara untuk semakin mengenal dan menemukan keunikan diri. Sekarang ini
terapi banyak digunakan bukan hanya bagi mereka yang merasa memiliki masalah, namun baik juga
digunakan sebagai alat pemahaman dan pengenalan diri. Hasilnya mereka akan menemukan mutiara-
mutiara lain dalam diri mereka yang selama ini mungkin tidak mereka sadari (Siswanto, 2007)
Di awal abad ke-20, ditandai dengan kemajuan yang pesat dalam ilmu kedokteran modern dengan
adanya spesialisasi sebagai respon atas munculnya penyakit-penyakit baru yang mencemaskan. Namun
persoalannya ternyata tidak berhenti dipenanganan medis belaka. Penyakit-penyakit psikis ternyata
tidak sepenuhnya mampu ditanggulangi oleh bidang medis. Itulah antara lain yang menjadi alasan
mengapa banyak orang sekarang ini yang mencari alternatif penyehatan dan penyembuhan terhadap
terapi-terapi spiritual. Oleh karena itu, guna memperoleh kesehatan yang holistik, hendaknya kita harus
memahami aspek-aspek jasmani, mental dan spiritual sehingga secara terpadu dapat mengetahui cara
yang benar untuk menyeimbangkan dan mengobati setiap bidang tersebut. Prinsip keseimbangan ini
yang diajarkan Tuhan kepada kita di setiap aspek kehidupan. Tanpa keseimbangan maka tidak akan
pernah ada kehidupan yang tertib, aman dan sehat. Demikian juga hanya dengan tubuh manusia yang
melakukan keseimbangan aktivitas bioelektrik dan biokimianya sendiri sehingga tetap hidup dan sehat
dalam menjalankan aktivitasnya. Penelitian psikiatrik membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat
menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi penderitaan penyakitnya
sehingga proses penyembuhan penyakitnyapun lebih cepat (Zainul Z, 2007).
Saat ini perkembangan terapi di dunia kesehatan sudah berkembang ke arah pendekatan keagamaan
(psikoreligius). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
merupakan stresor psikososial. World Health Organization (WHO) telah menetapkan unsur spiritual
(agama) sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah sehat
fisik, sehat psikis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Pendekatan baru ini telah diadopsi oleh psikiater
Amerika Serikat (The American Psychiatric Association atau APA, 1992) yang dikenal dengan pendekatan
“bio-psyco-socio-spiritual” (Ilham A, 2008).
Pada tahun 1946, WHO mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan lengkap dari kesejahteraan fisik,
mental, sosial dan bukan semata-mata katiadaan penyakit atau kesakitan. Definisi kesehatan ini
merupakan pemicu dan pemacu penelitian dan praktik di bidang psikoreligi kesehatan. Psikoreligi
kesehatan mulai berkembang pesat sejak saat itu, jika dikaitkan dengan faktor-faktor psikologis yang
mempengaruhi kesehatan seseorang yang bertujuan untuk memperoleh kesehatan dalam arti yang
sesuai dengan pengertian WHO di atas (Hasan P, 2008).
Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, ada sekelompok pasien yang selalu menunda-nunda
operasi sehingga jadwal operasi yang sudah dibuat ditunda lagi, kecuali pada operasi yang darurat. Ada
masalah apa dengannya? Padahal dalam pemeriksaan semua sudah bagus, tidak ada alasan untuk
menunda operasi. Setelah diselidiki ternyata mereka mengalami ketakutan menghadapi operasi (Yosep
I, 2009).
Lindenthal (1970) dan Star (1971) melakukan studi epidemiologi yang hasilnya menunjukkan bahwa
penduduk yang religius resiko untuk mengalami stres jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak
religius dalam kehidupan sehari-harinya. Clinebell (1981) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada
setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual (Basic Spiritual Needs). Kebutuhan dasar spiritual
ini adalah kebutuhan kerohanian, keagamaan, dan ke-Tuhan-an yang kerena paham materialisme dan
sekularisme menyebabkan kebutuhan dasar spiritual terlupakan tanpa disadari. Dengan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar spiritual maka daya tahan dan kekebalan seseorang dalam menghadapi
stressor psikososial menjadi melemah, yang kemudian sebagian dari mereka melarikan diri kepada hal-
hal yang negatif (Ilham A, 2008).
Saat ini di rumah sakit umum dianjurkan melaksanakan suatu program yang dinamakan Program
Integrasi Kesehatan Jiwa. Tentu saja ini telah mulai dijalankan di sejumlah rumah sakit yang berdasarkan
agama atau yang dikelola organisasi sosial keagamaan melalui pelaksanaan terapi agama. Di samping
dokter yang mengobati, ada juga agamawan yang mendampingi, memberikan dan menuntun doa.
Alangkah baiknya bila rohaniawan yang membimbing di rumah sakit juga mempunyai pengetahuan
kesehatan atau dokter-dokter yang ada dapat pula memberikan tuntunan agama. Tujuannya agar pasien
yang terbaring itu tidak merasa jenuh dan tidak berontak. Karena dalam keadaan berbaring pun ia bisa
beribadah, berdzikir atau mengaji serta sholat dengan segala kemampuannya. Dengan demikian pasien
tidak merasa ragu karena senantiasa dapat mendapat pahala. Sebaliknya orang yang tidak memiliki
tuntunan agama akan merasa gelisah, ingin pulang, cemas, dan sebagainya, yang justru akan
menurunkan respon imunitasnya.
Perasaan takut dioperasi timbul karena takut menghadapi kematian dan tidak bisa bangun lagi setelah
dioperasi. Ada pula orang lain yang tidak bermasalah dalam menghadapi operasi, ternyata
permasalahannya adalah komitmen agama. Pada kelompok yang lurus-lurus saja, yang komitmen
agamanya kuat dan alur pemikiran sebagai berikut : kami percaya pada Tuhan, kami menjalani operasi
dengan harapan sembuh, andai kata kami meninggal pun tetap saja harus menghadap Tuhan nantinya
karena semua yang bernyawa pasti akan mati. Kami sudah siap mati karena kami sudah memohon dan
berdoa (Yosep I, 2009).
Dalam mengembangkan psikologi kesehatan, para ilmuan kemudian melihat bahwa kaitan antara jiwa
dan tubuh merupakan hal yang sebetulnya telah lama dikaji. Para filosofi dan tokoh agama, dengan
berbagai latar belakang, telah sejak lama membahas hal ini, tak terkecuali ulama Islam. Banyak tokoh
Islam yang terkenal yang telah mengembangkan hal ini, baik secara konsep maupun praktik, seperti Nabi
Muhammad SAW, kemudian Al Razi (841-926 M), Ibnu Sina (980-1037 M), dan lain-lain. Pendekatan
Islam telah lama sejak awal bahkan telah mencakup dimensi biologis, mental dan spiritual serta sosial
(Hasan P, 2008).
Masyarakat Indonesia telah mengalami pergeseran dari masyarakat agraris ke masyarakat indutri. Hal ini
berakibat pergeseran pola kependudukan yang berdampak pada pergeseran pola penyakit. Pola hidup
penduduk di kota-kota besar (urban) berbeda dengan di pedesaan (rural). Penduduk di kota-kota besar
banyak yang menderita ketegangan jiwa (stres mental atau kecemasan) berubahnya kebiasaanya hidup
seperti kurang gerak, berubahnya pola makan ke arah konsumsi tinggi lemak, kebiasaan merokok,
minum alkohol dan lain sebagainya. Adanya pergeseran masyarakat ke industri dan ditambah pola hidup
masyarakat urban telah mampu menciptakan dimensi baru penyakit, paling tidak dimensi psikoreligi.
Pada dimensi psikoreligi, terjadinya penyakit dilihat dari sudut pandang gejolak emosi dan ketenangan
beribadah. Dimensi psikoreligi memandang kepribadianlah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya
penyakit (Ilham A, 2008).
Apabila faktor psikologi dapat teridentifikasi sebagai faktor pendukung pemunculan atau perburukan
kondisi fisik, maka dapat digunakan diagnosis faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.
Sebuah penilaian dibuat tentang komponen emosional yang mempengaruhi kondisi kesehatan fisik
seseorang. Sering kali faktor psikologis dapat mengganggu penatalaksanaan masalah medis dan dapat
menambah resiko kesehatan klien. Faktor psikologis yang mempengaruhi masalah medis dapat
didiagnosis sebagai gangguan mental. Ansietas dan depresi dapat memperburuk berbagai penyakit dan
dapat memperpanjang periode penyembuhan. Sering kali, sifat kepribadian atau gaya koping tertentu
dapat mengganggu kesehatan atau menimbulkan faktor resiko pada klien untuk terkena penakit
tertentu seperti penyakit jantung. Respon fisiologis yang berhubungan dengan kecemasan dapat
mencetuskan beberapa masalah seperti nyeri dada dan serangan asma. Pada beberapa klien, faktor-
faktor psikologis yang tidak tergolongkan seperti pertimbagan budaya, pertimbangan agama, dapat
mempengaruhi rangkaian atau hasil terapi. Para ilmuan telah mengikuti sejak lama bahwa orang
berespon terhadap kecemasan baik pada tingkat fisiologis maupun psikologis. Riset selanjutnya
menunjukkan bagaimana sistem imun berinteraksi dengan proses neurobiologis. Ketika seseorang
mengalami kecemasan dan stres yang berkepanjangan, kadar epinefrin, norepinefrin dan kortisol
meningkat. Pelepasan hormon stres yang terus-menerus dapat merusak mekanisme neurobiologis dan
pola fisiologis normal yang memfasilitasi adaptasi tubuh. Sebagian besar klien yang memiliki faktor-
faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis berada pada kondisi medikal-bedah karena mereka
memeriksakan kesehatan yang berhubungan dengan kondisi fisiologis mereka. Ketika seseorang klien
melaksanakan anjuran untuk terus mengikuti terapi, fokusnya ada pada bagaimana faktor-faktor
psikologis seperti ansietas dan depresi mempengaruhi berbagai terapi atau hasilnya (Akemat, 2007).
Dari sejumlah penelitian para ahli, ternyata bisa disimpulkan bahwa komitmen agama dapat mencegah
dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penyakit dan
mempercepat pemulihan penyakit yang dipadukan dengan terapi kedokteran. Agama lebih bersifat
protektif daripada problem producing. Komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan positif
dengan clinical benefit. Kesimpulan umum adalah masyarakat dan bangsa kita merupakan bangsa yang
religius, maka sepatutnyalah pendekatan keagamaan dalam praktek kedokteran dan keperawatan dapat
diamalkan dalam dunia kesehatan, dengan catatan bukan untuk mengubah keimanan seseorang
terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan untuk membangkitkan kekuatan spiritualnya dalam
menghadapi penyakit (Yosep I, 2009).
Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan
antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting
sehingga pasien akan selalu membutuhkan bantuan religius atau spiritual (Alimul A, 2006).
Berdasarkan data rekam medik di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar periode Januari sampai dengan
Desember 2010, data kegiatan atau tindakan pembedahan yang telah dilakukan adalah sebanyak 1127
kali tindakan. Data tersebut antara lain bedah umum atau tumor sebanyak 270 kali, bedah KB atau
Sectio sebanyak 247 kali, bedah saraf sebanyak 27 kali, bedah THT sebanyak 8 kali, bedah urologi
sebanyak 159 kali, bedah mata sebanyak 11 kali, bedah ortopedi sebanyak 208 kali, bedah gigi sebanyak
14 kali, bedah plastik sebanyak 8 kali, bedah thoraks sebanyak 24 kali, dan bedah digestif sebanyak 130
kali tindakan.
Sedangkan pada periode Januari sampai dengan Maret 2011, kegiatan atau tindakan pembedahan yang
telah dilakukan sebanyak 312 kali tindakan. Data tersebut antara lain bedah umum atau tumor sebanyak
51 kali, bedah KB atau sectio sebanyak 66 kali, bedah saraf sebanyak 2 kali, bedah THT sebanyak 4 kali,
bedah urologi sebanyak 60 kali, bedah mata sebanyak 2 kali, bedah ortopedi sebanyak 47 kali, bedah
gigi sebanyak 3 kali, bedah thoraks sebanyak 12 kali dan bedah digestif sebanyak 65 kali.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Pengaruh
terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien praoperasi di ruang bedah Rumah Sakit Islam
Faisal Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah ada pengaruh terapi
psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien praoperasi di ruang bedah Rumah Sakit Islam Faisal
Makassar.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien praoperasi di ruang
bedah Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kecemasan pasien sebelum pemberian terapi psikoreligius pada masa pra bedah.
b. Untuk mengetahui kecemasan pasien setelah pemberian terapi psikoreligius pada masa pra bedah.
c. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah pemberian terapi
psikoreligius.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan yang bermakna dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien yang
mengalami kecemasan pada masa praoperasi.
2. Bagi Pendidikan
Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang
pengaruh terapi psikoreligius terhadap pasien yang mengalami kecemasan pada masa praoperasi, serta
dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Keluarga
Sebagai bahan informasi, utamanya bagi keluarga tentang pentingnya terapi psikoreligius untuk
mengurangi kecemasan pada pasien praoperasi.
4. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman serta mengembangkan diri khususnya dalam bidang penelitian.
5. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai pengembangan ilmu khususnya dalam keperawatan jiwa, yang selanjutnya dapat meningkatkan
pemahaman terhadap pentingnya memasyarakatkan terapi psikoreligius kepada pasien yang mengalami
kecemasan pada masa praoperasi.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Terapi Psikoreligius
1. Defenisi
Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan dalam praktek keperawatan khususnya keperawatan
jiwa yang menggunakan pendekatan keagamaan antara lain doa-doa, dzikir, ceramah keagamaan, dan
lain-lain untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa (Ilham A,
2008).
Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan alternatif dengan cara pendekatan keagamaan
melalui doa dan dzikir yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang
mendalam, bertujuan untuk membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain
obat dan tindakan medis (Rozalino R, 2009).
Pendekatan keagamaan dalam praktek kedokteran dan keperawatan dalam dunia kesehatan, bukan
untuk tujuan mengubah keimanan seseorang terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan untuk
membangkitkan kekuatan spiritual dalam menghadapi penyakit merupakan terapi psikoreligius (Yosep I,
2009).
Yang dimaksud dengan terapi spiritual kurang lebih adalah terapi dengan memakai upaya-upaya untuk
mendekatkan diri pada Tuhan. Ini sama dengan terapi keagamaan, religius, atau psikoreligius, yang
berarti terapi dengan menggunakan faktor agama, kegiatan ritual keagamaan, seperti sembahyang,
berdoa, memanjatkan puji-pujian, ceramah keagamaan, kajian kitab suci, dan sebagainya. Hanya saja
terapi spiritual lebih umum sifatnya dan tidak selalu dengan agama formal masing-masing individu
(Wicaksana I, 2008).
Pengertian terapi spiritual atau terapi religius adalah sebuah terapi dengan pendekatan terhadap
kepercayaan yang dianut oleh klien, pendekatan ini dilakukan oleh seorang pemuka agama dengan cara
memberikan pencerahan, kegiatan ini dilakukan minimal 1 kali seminggu untuk semua klien dan setiap
hari untuk pasien. Terapi spiritual berbeda dengan berdoa, doa tersebut ditiupkan disebuah gelas berisi
air minum kemudian meminta klien meminum air tersebut, meskipun sama - sama menggunakan
sebuah perilaku dalam sebuah agama atau kepercayaan tetapi akan sangat berbeda dengan terapi
spiritual (Rosyidi I, 2009).
2. Unsur-Unsur Psikoreligi
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam terapi psikoreligius adalah sebagai berikut (Ilham A, 2008) :
a. Doa – doa
Dalam dimensi psikoreligius, doa berarti permohonan penyembuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Dzikir
Dzikir adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya, mengucapkan baik secara lisan maupun
dalam hati segala kuasa-Nya.
Dari sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa dan dzikir
(psikoreligius terapi) merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa (Ilham
A, 2008)
3. Proses Keperawatan pada Terapi Psikoreligius
Adapun proses keperawatan dalam terapi psikoreligius (Ilham A, 2008) antara lain :
a. Pengkajian
Pada dasarnya informasi yang perlu digali secara umum adalah
1) Afiliasi Agama
a) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak aktif.
b) Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
2) Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi
a) Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara kegamaan.
b) Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.
c) Strategi koping.
3) Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi
a) Tujuan dan arti hidup
b) Tujuan dan arti kematian
c) Kesehatan dan pemeliharannnya
d) Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
4) Pengkajian Data Subjektif
Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle. Pengkajian mencakup 4
area, yaitu :
a) Konsep tentang Tuhan atau ke-Tuhan-an
b) Sumber harapan dan kekuatan
c) Praktik agama dan ritual
d) Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan
5) Pengkajian Data Objektif
Meliputi :
a) Pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan
b) Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi.
Pada umumnya karakteristik klien yang potensial mengalami distres spiritual adalah sebagai berikut :
a) Klien tampak kesepian dan sedikit pengunjung
b) Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas
c) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan atau agama
d) Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian
e) Klien yang akan dioperasi
f) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
g) Mengubah gaya hidup
h) Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan
i) Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama
j) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
k) Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan
l) Mengekspresikan kemarahannya kepada Tuhan
m) Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakiann agama
n) Sedang menghadapi sakaratul maut (dying)
b. Diagnosa
Distres spiritual mungkin memengaruhi fungsi manusia lainnya. Berikut ini adalah diagnosis
keperawatan, distres spiritual sebagai etiologi atau penyebab masalah lain :
1) Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
2) Koping individual tidak efektif yang berhubungan dengan kehilangan agama sebagai dukungan utama
(merasa ditinggalkan oleh Tuhan).
3) Takut yang berhubungan belum siap untuk menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah
kematian.
4) Berduka yang disfungsional : keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa agama tidak
mempunyai arti.
5) Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk Tuhan .
6) Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan menjadi korban.
7) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan untuk hidup sesuai dengan ajaran agama.
8) Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai.
9) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distres spiritual.
10) Risiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan perasaan bahwa hidup ini tidak
berarti.

c. Perencanaan
1) Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk memperoleh arti dan tujuan,
mencintai dan keterikatan serta pengampunan
2) Menggunakan kekuatan, keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika menghadapi tantangan berupa
penyakit, cedera atau krisis kehidupan lain.
3) Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri sendiri, dengan Tuhan dan
dengan dunia luar.
4) Kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan sehari-hari
d. Implementasi
1) Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
2) Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya.
3) Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
4) Mengetahui pesan nonverbal tentang kebutuhan spiritual.
5) Beri respon secara singkat, spesifik dan faktual.
6) Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah klien.
7) Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung, menerima, bertanya, memberi
informasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien.
8) Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal klien.
9) Bersikap empati yang berarti memahami perasaan klien.
10) Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak tentu menyetujui klien.
11) Menentukan arti dari situasi klien bagaimana klien berespon terhadap penyakit
12) Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan, atau anugerah
dari Tuhan
13) Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama
14) Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit
e. Evaluasi
1) Mampu beristirahat dengan tenang
2) Menyatakan penerimaan keputusan moral atau etika
3) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
4) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama
5) Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan ansietas
6) Menunjukkan perilaku lebih positif
7) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.
B. Tinjauan Umum tentang Kecemasan
1. Defenisi
Kecemasan (anxiety) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai kekuatiran, kegelisahan,
ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi. Itu juga berarti suatu perasaan takut, kuatir bahwa akan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan (Salam N, 2009).
Dalam Kamus Konseling (Sudarsono, 2001), kecemasan (anxiety) didefinisikan sebagai keadaan emosi
yang kronis dan kompleks dengan keterperangkapan dan rasa takut yang menonjol. Dalam Kamus
Konseling Sudarsono, dikenal 3 (tiga) jenis kecemasan yang senantiasa ada dalam diri kita. Ketiga
kecemasan itu adalah :
a. Kecemasan Alamiah (natural anxiety)
Kecemasan alamiah (natural anxiety) merupakan kekuatiran yang spesifik, relaistik, masuk akal, dan
berperan membawa pertolongan. Ia berkaitan dengan ketidakpastian alamiah di tengah kehidupan,
ketidakpastian tentang bagaimana sesuatu bakal terjadi. Ia juga merangkum konflik antara diri sendiri
dengan dunia kehidupan.

b. Kecemasan Melumpuhkan (toxic anxiety)


Kecemasan melumpuhkan (toxic anxiety) merupakan kekuatiran bersifat kabur, non-realistik, tak masuk
akal, repetitif namun tak efektif. Ia merangkum konflik diri sendiri dengan diri sendiri. Ia bersumber dari
afeksi bawah sadar yaitu keinginan, pikiran dan memori yang disupresikan. Ia pula bisa bersumber dari
kecemasan alamiah dan luhur yang ditekan dan tidak diekspresikan. Kecemasan ini dapat meracuni dan
melumpuhkan diri kita sehingga ia di sebut kecemasan toksik.
c. Kecemasan Luhur (sacred anxiety)
Kecemasan luhur (sacred anxiety) merupakan keprihatinan-keprihatinan atau kegelisahan-kegelisahan
akhirat tentang kematian dan makna serta tujuan kehidupan. Ia adalah hasil interaksi rasionalitas sadar,
afeksi bawah sadar dan rahmat Tuhan. Ia lahir dari ketidaktahuan eksistensial yang direpresentasikan
oleh pertanyaan seperti: apa makna dan tujuan kehidupan, apa nasibku setelah kematian dan apakah
ada Tuhan. Kecemasan ini merangkum konflik diri sendiri terhadap kehidupan. Ia bersifat terus menerus
tapi hanya sekali waktu hadir dalam kehidupan.
Menurut Ramlah (2003) kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan
kehidupan seseorang. Sedangkan kecemasan menurut (Stuart G, 2006) adalah kekhawatiran yang tidak
jelas dan menyebar, yang berkaitan perasaan tidak pasti dan tidak berbahaya.
2. Etiologi
Karakteristik kecemasan berbeda dengan rasa takut. Ketakutan memiliki obyek yang jelas dimana
seseorang dapat mengidentifikasikan dan menggambarkan obyek ketakutan. Ketakutan melibatkan
penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam sedangkan kecemasan merupakan penilaian
emosional terhadap penilaian itu. Ketakutan diakibatkan oleh paparan fisik maupun psikologis terhadap
situasi yang mengancam. Ketakutan menyebabkan kecemasan. Dua pengalaman emosi ini dibedakan
dalam ucapan yaitu kita mengatakan memiliki rasa takut tetapi menjadi cemas. Inti permasalahan dalam
suatu bentuk kecemasan adalah pada penjagaan diri. Kecemasan terjadi sebagai akibat adanya ancaman
terhadap keberadaan diri (selfhood), self-esteem (harga diri), atau pada identitas diri, kecemasan dapat
terjadi pada orang yang takut mendapatkan hukuman, celaan, penolakan cinta, gangguan hubungan,
isolasi, atau kehilangan fungsi tubuh. (Stuart, 2006), rasa cemas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan makanan, minuman, perlindungan
dan keamanan.
b. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan orang/benda yang dicintai,
perubahan status sosial/ekonomi.
c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada perkembangan masa bayi, anak, remaja.
3. Gejala
Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam hidup ketika kita berinteraksi dan berelasi dengan diri
sendiri, orang lain dan dunia sekitar kita. Gejala kecemasan dalam (Salam N, 2009) ditandai pada tiga
aspek :
a. Aspek biologis atau fisiologis, seperti peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, tarikan nafas
menjadi pendek dan cepat, berkeringat dingin, termasuk di telapak tangan, nafsu makan hilang, mual/
muntah, sering buang air kecil, nyeri kepala, tak bisa tidur, mengeluh, pembesaran pupil dan gangguan
pencernaan.
b. Aspek intelektual atau kognitif; seperti ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan perhatian dan
keinginan, tidak bereaksi terhadap rangsangan lingkungan, penurunan produktifitas, pelupa, orientasi
lebih ke masa lampau daripada masa kini/masa depan.
c. Aspek emosional dan perilaku; seperti penarikan diri, depresi, mudah tersinggung, mudah menangis,
mudah marah dan apatisme.
4. Tingkat Kecemasan
Respon kecemasan terjadi dalam sebuah rentang. Peplau membagi dalam empat tingkat yaitu ringan,
moderat, berat, dan panik.
Tingkat Kecemasan yaitu :
a. Rasa cemas ringan: berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Keadaan ini akan
meningkatkan persepsi individu, yang mengakibatkan orang akan berhati-hati atau waspada dan
mendorong manusia untuk belajar serta kreatif.
b. Rasa cemas sedang: lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan
hal yang penting saat itu saja dan mengesampingkan hal lainnya, dan dapat melakukan hal yang terarah
c. Rasa cemas berat: lapangan persepsi sangat menurun. Lapangan persepsi menurun, pemikiran pada
hal yang spesifik dan terinci tidak untuk yang lain, tidak mampu berfikir realistis, butuh banyak
pengarahan, dia sudah harus diberi pertolongan atau tuntunan.
d. Panik: lapangan persepsi sudah sangat sempit. Individu tidak dapat mengendalikan diri lagi. Bila
manusia salah orientasi; ketika menghadapi masalah pelik; rasa dan periksa tidak berfungsi; Disebut
orang sedang panik. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan
panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Seseorang mungkin
menjadi pucat, tekanan darah menurun, hipotensi, koordinasi otot-otot lemah, nyeri, sensasi
pendengaran minimal. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus
dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Suzanne, S.C, 2002).
Menurut Peplau kecemasan dapat dikomunikasikan secara interpersonal karena itu perawat harus
memperhatikan dan sekaligus mengatasi kecemasan personal (Chitty,1997). Kesadaran diri juga penting
untuk mencegah perawat larut dalam kecemasan klien (Salam N, 2009).
5. Alat Ukur Kecemasan
Derajat kecemasan dapat diukur dengan berbagai instrumen. Maramis M.E menyatakan ada tes-tes
kecemasan dengan pertanyaan langsung, mendengarkan cerita penderita serta mengobservasinya
terutama perilaku nonverbalnya. Ini sangat berguna dalam menentukan adanya kecemasan dan untuk
menetapkan tingkatnya. Skala kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Semantik Differensial
Scale maupun Visual Analog dapat dilakukan (Burns & Groove, 1999). Instrumen lain yang dapat
digunakan untuk mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yaitu
mengukur aspek kognitif dan afektif yang meliputi (Hidayat A, 2007):
Cara penilaian :
Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali
Skor 1 : 1 dari gejala yang ada
Skor 2 : separuh dari gejala yang ada
Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada
Skor 4 : Semua gejala ada
a. Perasaan cemas, ditandai dengan :
1) Cemas
2) Firasat buruk
3) Takut akan pikiran sendiri
4) Mudah tersinggung
b. Ketegangan yang ditandai oleh :
1) Merasa tegang
2) Lesu
3) Tidak dapat istirahat tenang
4) Mudah terkejut
5) Mudah menangis
6) Gemetar
7) Gelisah
c. Ketakutan ditandai oleh :
1) Ketakutan pada gelap
2) Ketakutan ditinggal sendiri
3) Ketakutan pada orang asing
4) Ketakutan pada binatang besar
5) Ketakutan pada keramaian lalu lintas
6) Ketakutan pada kerumunan orang banyak
d. Gangguan tidur ditandai oleh :
1) Sukar masuk tidur
2) Terbangun malam hari
3) Tidur tidak nyenyak
4) Bangun dengan lesu
5) Mimpi-mimpi
6) Mimpi buruk
7) Mimpi yang menakutkan
e. Gangguan kecerdasan ditandai oleh :
1) Sukar konsentrasi
2) Daya ingat buruk
3) Daya ingat menurun
f. Perasaan depresi ditandai oleh :
1) Kehilangan minat
2) Sedih
3) Bangun dini hari
4) Kurangnya kesenangan pada hobi
5) Perasaan berubah sepanjang hari
g. Gejala Somatik/Fisik (otot) ditandai oleh :
1) Nyeri pada otot
2) Kaku
3) Kedutan otot
4) Gigi gemeruntuk
5) Suara tidak stabil
h. Gejala Somatik/Fisik (sensorik) ditandai oleh :
1) Tinitus
2) Penglihatan kabur
3) Muka merah dan pucat
4) Merasa lemas
5) Perasaan ditusuk-tusuk
i. Gejala Kardiovaskuler (Jantung & pembuluh darah) ditandai oleh :
1) Takikardia (denyut hantung cepat)
2) Berdebar-debar
3) Nyeri dada
4) Denyut nadi mengeras
5) Rasa lemas seperti mau pingsan
6) Detak jantung hilang sekejap
j. Gejala Respiratori (pernafasan) ditandai oleh :
1) Rasa tertekan atau sempit di dada
2) Perasaan tercekik
3) Merasa nafas pendek/ sesak
4) Sering menarik nafas panjang
k. Gejala Gastrointestinal (pencernaan) ditandai oleh :
1) Sulit menelan
2) Perut melilit
3) Gangguan pencernaan
4) Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan
5) Rasa panas di perut
6) Perut terasa kembung atau penuh
7) Muntah
8) Defekasi lembek (BAB lembek)
9) Konstipasi (sukar buang air besar)
10) Berat badan menurun
l. Gejala Urogenital ditandai oleh :
1) Sering kencing
2) Tidak dapat menahan kencing
3) Tidak datang bulan (tidak ada haid)
4) Darah haid berlebihan
5) Darah amat sedikit
6) Masa haid berkepanjangan
7) Masa haid amat pendek
8) Haid beberapa kali dalam sebulan
9) Frigiditas (menjadi dingin)
10) Ejakulasi dini
11) Ereksi melemah
12) Ereksi hilang
13) Impoten
m. Gejala Otonom ditandai oleh :
1) Mulut kering
2) Muka merah kering
3) Mudah berkeringat
4) Pusing, sakit kepala
5) Kepala terasa berat
6) Bulu - bulu berdiri
n. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :
1) Mulut kering
2) Muka merah
3) Mudah berkeringat
4) Kepala pusing
5) Kepala terasa berat
6) Kepala terasa sakit
7) Bulu-bulu berdiri

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14 dengan ketentuan
sebagai berikut :
Keterangan :
Hasil penilaian skor
Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14-20 = kecemasan ringan
21-27 = kecemasan sedang
28-41 = kecemasan berat
42-56 = kecemasan berat sekali (panik)
C. Tinjauan Umum tentang Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan adalah suatu tindakan medis yang bersifat invasif yang berguna untuk pengobatan
penyakit dan menegakkan diagnostik, di mana untuk jenis tindakannya ada dua jenis yaitu secara elektif
dan cito atau segera ( Levis, 2000). Pembedahan elektif merupakan kegiatan yang direncanakan secara
hati-hati, terantisipasi dan dijadwalkan dengan jenis pembedahannya herniatomi, tonsilektomi,
sirkumsisi, biopsy tumor, debridement, exisi. Pembedahan cito atau segera dilakukan karena alasan
kedaruratan yang mengancam jiwa. Pembedahan cito antara lain appendiktomi, hidrocel, invaginasi,
vena seksi dan lainnya (Suzanne, S.C, 2002).
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,
dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya
akan termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat menimbulkan
berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering adalah nyeri (Sjamsuhidajat, 1998).
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan dari luka
atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan (Wane N, 2010).
Pembedahan merupakan terapi atau chikitsa yang paling baik, cepat dan berhasil untuk menanggulangi
penyakit tertentu yang memerlukan pengangkatan atau menghilangkan bagian tubuh yang
menyebabkan terjadinya penyakit ( Nala N, 2011).
Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong, mengiris anggota tubuh yang
sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anestesi, dirawat inap dan jenis operasi yang dilaksanakan lebih
serius daripada operasi kecil. Operasi ini beresiko pada ancaman jiwa. (Hasanuddin M, 2008).
Artikel ini dikirim oleh sahabat Agit Winata Saputera dalam Quantum Zikir melalui
situs jejaring sosial Facebook. semoga bermanfaat. Berdasarkan penelitian Dr.
Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard University menjelaskan
bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih pengaruh baik kepada
manusia. Menurut Benson tidak ada keimanan yang banyak memberikan
kedamaian jiwa sebagaimana keimanan kepada Allah. Menurutnya, bahwa
jasmani dan ruhani manusia telah dikendalikan untuk percaya kepada Allah.

Menurut penelitian David B. Larson dan timnya dari The American National
Health Research, diantaranya perbandingan yang taat beragama dengan yang
tidak taat beragama untuk sakit jantung 60%
lebih rendah dan bunuh diri 100% lebih rendah
dari pada yang tidak taat beragama.
Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, dari
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
menyatakan bahwa berdoa dan berdzikir
merupakan bentuk komitmen keagamaan seseorang yang merupakan unsur
penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam. Doa dan
dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya
diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis.

Berkaitan dengan itu , doa dan dzikir merupakan komitmen


keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang
dimunajatkan ke kehadirat Allah SWT. Dzikir adalah mengingat
Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya.
Secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan
keagungannya dalam bentuk yang meliputi hampir semua
ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al Quran, mematuhi
orang tua, menolong teman yang dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari
kejahatan dan perbuatan dzalim. Dalam arti khusus dzikrullah adalah menyebut
nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tatatertib, metode, rukun
dan syarat sesuai yang diperintah oleh Allah dan rosulnya.
Dzikir dibagi tiga. Pertama, dzikir atas dzatnya, yakni pengucapan "laa ilaaha
illallaah". Kalimat ini untuk menyeimbangkan dan menselaraskan hati dengan
Sang Pencipta. Kedua dzikir atas ilmunya, yakni pengucapan Muhammadar
Rosuulullah. Allah memberikan pengetahuan dengan perantaraan Rosul SAW.
Melalui beliau dituturkan kepada yang berhak mendapatkan petunjuk. Ali R.A.
adalah penghubungnya atau wasilah, sesuai hadits "Aku adalah kotanya ilmu,
dan Ali adalah pintunya". Ketiga, dzikir atas af'al-Nya, yakni pengucapan "Fi kulli
lamhatin wa nafasin Adada maa wasi'ahuu 'Ilmullah (sebanyak kedipan dan
nafas mahluk, serta seluas Ilmu Allah).

Pengungkapan dzikir tersebut merupakan kalimat


tafakkur atas penciptaan Allah berupa gerak nafas dzikir
seluruh mahluk-Nya baik yang tidak terlihat.
Penghayatan dzikir ini sesuai dengan firman Allah "Yakni
orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan berdiri,
duduk dan berbaring dan bertafakkur tentang penciptaan
langit dan bumi." (QS. Ali Imran: 191)

Konsep penghayatan dzikir tidak berhenti pada pengucapan dan pelantunan


dzikir semata, tetapi sentuhan jiwa kepada Allah Yang Rahman dan Rahim
menjadi cermin utama dalam menyikapi berbagai keadaan dalam kehidupan.
Allah SWT yang menjadi obyek pada saat kita dzikir akan berubah menjadi
subyek, ketika perwujudan dan sifat-sifat Allah yang tampak pada setiap ciptaan-
Nya mengambil tempat pada sikap dan perilaku yang berdzikir. Dengan
bertafakkur pada kondisi demikian, kesadaran terhadap luasnya ilmu Allah akan
tampak begitu nyata.

Dzikir kepada Allah bukan hanya semata-mata mengucapkan Asma Allah


didalam lisan atau di dalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah
adalah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat dan Af'al-Nya. Kemudian
memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati, sehingga tidak ada
lagi rasa khawatir, takut maupun gentar dalam menghadapi
segala macam mara bahaya dan cobaan.
Berserah diri menjadi kata kunci dalam memasuki pengalaman untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Berserah diri tidak mungkin bila kita masih
memiliki ego tentang diri kita masing-masing.

Hati bagaikan cermin. Setiap kali kita melakukan dosa maka


ibarat debu yang menempel pada cermin. Ketika hati kita
sudah bersih, alampun menyambut dengan seluruh aliran
energi yang ada di permukaannya. Pada akhirnya masalah
bukan lagi hal yang menakutkan, akan tetapi justru menjadi
bumbu yang harus diramu menjadi energi untuk hisup. Energi
yang mengalir dengan benar maka akan membawa
keselarasan dalam hidup kita. Energi yang kita alirkan pada arah yang keliru,
akan menghasilkan kerusakan seluruh dimensi kehidupan kita.

Psikoterapi Dzikir dan Doa


Psikoterapi dzikir dan doa dapat dijadikan psikoterapi untuk pengobatan
keguncangan jiwa, kecemasan dan gangguan mental. Dzikir dan doa adalah
metode kesehatan mental. Dengan berdzikir dan berdoa orang akan merasa
dekat dengan Allah SWT dan berada dalam perlindungan dan penjagaannya.
Dengan demikian akan timbul rasa percaya diri, teguh, tenang, tenteram dan
bahagia.

Tahap Psikoterapi Doa


1. Tahap kesadaran Sebagai Hamba
Pada tahap ini adalah tahap pembangkitan kesadaran. Kesadaran
sebagai hamba dan kesadaran kelemahan manusia. Sebelum
berdoa seorang hamba diharuskan untuk merendahkan diri
kepada Allah. Pada kesadaran ini seseorang disadarkan akan gangguan
kejiwaan atau penyakit sebagai bagian diri kemudian dimintakan kesembuhan
kepada Allah.

2. Tahap Kesadaran Akan Kekuasaan Allah


Kesadaran akan kekuasan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang
memberi Kesembuhan akan sesuatu penyakit. Tahap ini menumbuhkan
keyakinan kita kepada Allah atas kemampuan Allah dalam menyembuhkan.

3. Tahap Komunikasi
Berkomunikasi dengan Allah adalah suatu hal yang penting, tahap ini bisa
berupa pengakuan dosa. Dengan hati yang bersih maka kontak dengan Allah
akan lebih jernih.
Pengungapan kegundahan hati dan kesulitan yang dihadapi akan menumbuhkan
rasa dekat dengan Allah.
Permohonan doa kesembuhan terhadap apa yang dialami, jangan memaksakan
kehendak agar Allah mengabulkan.
Tahap menunggu dan diam, namun hati tetap mengadakan permohonan kepada
Allah. Pada tahap ini kita pasrah kepada Allah dan mengikuti kemauannya Allah
dan apa kehendak Allah. Maka dengan sikap ini diharapkan akan dapat
menangkap jawaban Allah.

Proses Terapi Doa


1. Tumbuhkan niat dalam diri untuk disembuhan oleh Allah.
2. Rilekskan tubuh, kendorkan dari mulai kaki hingga kepala, jangan ada
ketegangan otot.
3. Sadari kesalahan yang dirasakan, amati keluhan itu, ikuti dengan kesadaran
bahwa kita lemah, tidak berdaya dan tidak memiliki kemampuan apa-apa.
4.Sadari kebesaran Allah melalui alam ciptaan-Nya, Dia yang memberi hidup
dan mati, Dia yang memberi sembuh dan sakit.
5. Ungkapkan seluruh keluhan yang dirasakan kepada Allah.
6. Mintakan kesembuhn kepada Allah
7. Tetap rilek dan masih pada posisi memohon kepada Allah
8. Pasrah kepada Allah sertai dengan keyakinan bahwa Allah menjawab doa
yang dipanjatkan.
9. (Menunggu jawaban doa, diam namun tetap ingat memohon kepada Allah)

Proses Relaksasi Dzikir untuk Mengobati Insomnia


1. Ambil posisi tidur telentang yang paling nyaman
2. Pejamkan mata dengan perlahan-lahan, jangan dipaksakan agar otot disekitar
mata tidak tegang.
3. Lemaskan semua otot. Mulai dari kaki, betis, paha dan perut. Gerakkan bahu
beberapa kali agar rileks.
4. Bernafas dengan wajar, dan ucapkan dalam hati frase yang akan diulang,
umpamnya "Subhanallah".

Pada saat mengambil nafas ucapkan "Subhanallah" dalam hati, setelah selesai
keluarkan nafas dengan mengucapkan "Allah" dalam hati. Sambil terus
melakukan no, 4, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah kepada
Allah. Sikap ini menggambarkan sikap pasip yang diperlukan dalam relaksasi,
dari sikap pasip ini akan memunculkan efek relaksasi ketenangan yang luar
biasa.

Selamat mencoba..

16 k

18 Terapi Pengobatan diri Sendiri Secara


Islami
Jumat, 22 Oktober 2010
"ZIKIR PENGOBATAN"
TERAPI KE SEMBILAN :

ZIKIR PENGOBATAN

Zikir adalah salah satu jalan untuk ingat kepada Allah, Zikir menyebabkan seseorang cinta
kepada Allah, sedangkan cinta kepada Allah ini merupakan ruh islam dan jiwa agama, juga
sumber kebahagiaan dan keberhasilan.
Dengan zikir manusia dapat pengajaran dari Allah, Dengan Zikir manusia semakin dekat dengan
Allah. Orang yang selalu berzikir akan dipakaikan kepadanya pakaian kehebatan dan kegagahan,
yaitu orang yang melihat akan merasa gentar dan akan merasakan kesejukan. Berzikirlah kepada
Allah sebanyak-banyaknya. Berzikirlah kepada Allah dimana saja kita berada.

Allah berfirman dalam Surat Thaha ayat : 14


“ Dan dirikanlah shalat untuk mengingatku

Allah berfirman dalam Surat Thaha, ayat 124


“Barang siapa yang berpaling dari peringatanKu, bagi orang itu penghidupan yang sempit,
kemudian kami hidupkan ia pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

Surat Al-Munafikun ayat 9 :


“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu lalai oleh karena harta dan anak-anak kamu dari
pada mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itu akan merugi.”

Surat Al-Baqarah, ayat 152 :


“Maka ingatlah kepadaku pasti aku akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepadaku Jangalah
kufur.”

Surat Al-Jumu'ah ayat 9 :


“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at maka
bersegeralah kamu untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih
baik jika kamu mengetahui.”

Surat Al-Ahzab, ayat 41 :


“Wahai sekalian orang yang beriman, ingatlah Allah sebanyak-banyaknya.”

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik na, bahwa Rasulullah saw. ‘bersabda:”Hari Kiamat tidak akan
datang kepada seseorang yang mengucap ‘Allah, Allah’.” (H.r. Muslim).
Anas r.a. juga menuturkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda,”Kiamat tidak akan datang sampai
lafazh ‘Allah, Allah’ tidak lagi disebut-sebut di muka bumi.” (H.r. Tirmidzi).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Dzikir adalah tiang penopang yang sangat kuat atas jalan
menuju Allah swt. Sungguh, ia adalah landasan bagi tharikat itu sendiri. Tidak seorang pun dapat
mencapai Allah swt, kecuali dengan terus-menerus dzikir kepada-Nya.”
Ketika al-Wasithy ditanya tentang dzikir, menjelaskan, “Dzikir berarti meninggalkan bidang
kealpaan dan memasuki bidang musyahadah mengalahkan rasa takut dan disertai kecintaan yang
luar biasa. “Dzun Nun al-Mishry menegaskan, “Seorang yang benar-benar dzikir kepada Allah
akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah akan melindunginya dari segala sesuatu, dan ia
diberi ganti dari segala sesuatu.”
Abu Utsman ditanya, “Kami melakukan dzikir lisan kepada Allah swt, tapi kami tidak
merasakan kemanisan dalam hati kami?” Abu Utsman menasihatkan, “Memujilah kepada Allah
swt. karena telah menghiasi anggota badanmu. dengan ketaatan.”
Sebuah hadis yang masyhur menuturkan, bahwasanya Rasulullah saw. mengajarkan: “‘Apabila
engkau melihat surga, maka merumputlah kamu semua di di dalamnya.” Ditanyakan kepada
bellau, “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu kumpulan orang-
orang yang sedang melakukan dzikir kepada Allah.” (H.r. Tirmidzi).
Sebuah hadis menyebutkan bahwa Jibril as. mengatakan kepada Rasulullah saw, bahwasanya
Allah swt. telah berfirman, “Aku telah memberikan kepada ummatmu sesuatu yang tidak pernah
Kuberikan kepada ummat yang lain.” Nabi saw. bertanya kepada Jibril, “Apakah pemberian
itu?” Jibril menjawab, “Pemberian itu adalah firman-Nya, ‘Berdzikirlah kepada-Ku, niscaya Aku
akan akan berdzikir kepadarnu.’ Dia belum pernah memfirmankan itu kepada ummat lain yang
mana pun.”

Dikatakan, “Malaikat maut minta izin dengan orang yang berdzikir sebelum mencabut
nyawanya.”Tertulis dalam sebuah kitab bahwa Musa as. bertanya, “Wahai Tuhanku, di mana
Engkau tinggal?” Allah SWT. berfirman, “Dalam hati manusia yang beriman.” Firman ini
merujuk pada dzikir kepada Allah, yang bermukim di dalam hati, sebab Allah Maha Suci dari
setiap bentuk “tinggal” dan penempatan. “Tinggal” yang disebutkan di sini hanyalah dzikir yang
tetap dan sekaligus menjadikan dzikir itu sendiri kuat.
Dikatakan bahwa malaikat tidak membawa dzikir batin seorang manusia ke langit, sebab ia
sendiri bahkan tidak mengetahuinya. Dzikir batin adalah rahasia antara si hamba dengan Allah
swt. Salah seorang Sufi menuturkan, “Aku mendengar cerita tentang seorang, laki-laki yang
berdzikir di sebuah hutan. Lalu aku pergi menemuinya. Ketika ia sedang duduk, seekor binatang
buas menggigitnya dan mengoyak dagingnya. Kami berdua pingsan. Ketika ia siuman, aku
bertanya kepadanya tentang hal itu, dan ia berkata kepadaku, Binatang itu diutus oleh Allah.
Apabila engkau kendor dalam berdzikir kepada-Nya, ia datang kepadaku dan menggigitku
sebagaimana yang engkau saksikan’.”
Abdullah Al-jurairy mengabarkan, “Di antara murid-murid kami ada seorang laki-laki yang
selalu berdzlkir dengan mengucap ‘Allah, Allah.’ Pada suatu hari sebatang cabang pohon patah
dan jatuh menimpa kepalanya. Kepalanya pun pecah dan darah mengalir ke tanah membentuk
kata-kata `Allah` “.
Zikir merupakan obat penyakit hati, dengan berzikir kehebatan dan kebesaran Allah akan masuk
ke dalam hati. Dengan berzikir hal-hal yang berat menjadi ringan, begitu pula dengan mereka
yang terserang dengan penyakit medis maupun non medis, perbanyaklah berzikir karena Allah
menurunkan penyakit berikut obatnya, dan obat yang paling efektif dan manjur adalah dengan
mengingat dan mengembalikannya kepada Allah. Semua penyakit yang ada di muka bumi ini
adalah salah satu peringatan dari Allah SWT, dan tidak ada satupun manusia yang sanggup
mengobati berbagai macam penyakit tanpa izin dan kekuatan serta ilmu dari Allah SWT. Berapa
banyak manusia yang telah menghabiskan uang ratusan juta bahkan seluruh hartanya dipakai
untuk berobat toh pada akhirnya mereka diingatkan juga untuk pasrah kepada Allah SWT.

Perlu disadari bahwa, manusia adalah dokter yang paling baik bagi dirinya sendiri.coba saja
Anda melakukan hal-hal yang tidak berguna bagi tubuh dan jiwa seperti (mabuk-mabukan,
begadang setiap malam/keluyuran malam, memakai morvin/narkoba, memakan harta anak
yatim/ korupsi, judi dll) maka dapat dipastikan tubuh dan jiwa tidak akan sanggup bertahan lama,
pada suatu ketika penyakit berbahaya akan menyerang Anda dimana biayanya akan seimbang
dengan dosa yang telah kita perbuat bahkan mungkin penyakit tersebut lebih parah lagi, karena
hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Allah SWT telah dilanggar.

Sama halnya ketika kita membeli mobil yang mewah dari showroom, setelah serah terima
kendaraan, kita pakai mobil tersebut tanpa mengindahkan buku petunjuk yang diberikan dan
mengabaikan pedoman pemakaian kendaraan seperti (tidak pernah tune up/service, tidak pernah
ganti oli, tidak pernah ganti busi, dan mengisi bensin oplosan/sembarangan di jalan) Apa yang
terjadi ? Mungkin dalam hitungan bulan saja mobil Anda sudah turun mesin, berapa biayanya?
Kita harus sadar bahwa tubuh/jasad ini adalah titipan dari Allah SWT, dan ketika kita kembali di
panggil menghadap Allah SWT kita harus mempertanggung jawabkan semua yang telah di
lakukan oleh anggota tubuh kita. Oleh karena itu rawatlah tubuh dan peliharalah hati
sebagaimana Rasulullah SAW bersabda ; “Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam terdapat
segumpal daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, Ia adalah hati.”

Jika mesin mobil honda, daihatsu, Toyota dll rusak harus kembali ke bengkel resmi dari masing-
masing merek tersebut..Begitulah halnya dengan manusia jika manusia mengalami gangguan
dalam tubuhnya dan penyakit datang, maka hal yang paling utama kita lakukan adalah kembali
kepada jalan Allah, dengan mengingatnya/Zikir, dan membuka dan membaca kembali buku
petunjuk yang telah di wariskan oleh baginda Rasulullah SAW yaitu : Al-Qur'an. Insya Allah
kita kembali sehat wal'afiat dengan izin dan kekuatan dari Allah SWT.

Adapun zikir untuk pengobatan yang bisa Anda amalkan adalah sbb :

1.Ta'awudz 3x
2.Basmallah 100 x
3.Subhanallah 100x
4.Alhamdulillah 100x
5.La ilaha illallah 100x
6.Allahu Akbar 100x
7.La hawla walaa Quwwata illa billahil 'aliyyil azhiim 100x
8.La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzaalimiin 100x
9.Shalawat 100x
10.Istighfar 100x
11.Yaa Allah yaa Quddus 100x (Yang Maha Suci).
12.Ya Allah yaa Muhaimin 100x (Yang Maha Memelihara).
13.Ya Allah yaa Salam 100x (Yang Maha Sejahtera).
14.Ya Allah yaa Baari 100x (Yang Maha Melepaskan).
15.Ya Allah Yaa Rahman 100x ( Maha Pengasih).
16.Ya Allah Yaa Rahim 100x (Maha Penyayang).
17.Ya Allah Yaa Mushowiru 100x (Yang Maha Menciptakan Rupa Makhluk).
18.Ya Allah Yaa Hakamu 100x (Yang Menetapkan Hukum).

Kemudian baca do'a ini :


“ Yaa Allah yaa Tuhanku ini hambamu menghadap dan mengingat kembali kepada Pintu
RahmatMu, hambaMu yang telah melakukan Maksiat kembali kepada kebenaran. HambaMu
yang Hina dan penuh Dosa datang dengan mohon maaf dan pengampunan dariMu. Yaa Allah
ampunilah aku dengan kemurahanMu dan terimalah aku dengan karuniamu, dan pandanglah Aku
dengan pandangan RahmatMu. Yaa Allah ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan
peliharalah sisa hayatku, Yaa Allah Tuhan seluruh umat manusia, hilangkanlah penyakit dan
Sembuhkanlah Aku, Engkaulah Maha Penyembuh, Tidak ada Penyembuh selain Engkau, dengan
kesembuhan yang tidak lagi menyisakan penyakit. Sehatkanlah Aku, kuatkanlah tubuhku, dan
Sinarilah aku dengan cahaya kebaikan, karena sesungguhnya hanya kebaikan itu semuanya ada
padaMu dan Engkaulah yang paling penyayang dan mengasihi kami. Amin Yaa Rabbal alamiin
(Bacalah berulang-ulang sampai meneteskan air mata Anda

PENYAKIT JANTUNG KORONER


by Fadhil ZA · March 23, 2008

Pertengahan tahun 2000 dikantor saya diadakan general check up bagi kesehatanpara pejabat di
PLN Distribusi Jaya & Tangerang. Dari situ diketahui ada kelainan pada jantung saya, dan
dianjurkan agar saya berkonsultasi dengan dokter ahli jantung. Ketika itu saya tidak merasakan
adanya kelainan pada diri saya, rasanya biasa saja tidak ada rasa sakit atau sesak didada yang
biasa dialami oleh orang yang mengalami gangguan jantung.

Saya tidak begitu mempedulikan saran dari hasil general check up tersebut, bahkan saya sampai
lupa pada saran tersebut. Hingga pada satu ketika di akhir tahun 2000 sekitar bulan november
saya mengikuti acara pulang bersama ke kampung halaman di Silungkang Sumatra Barat dengan
membawa mobil sendiri, saya mulai merasakan adanya kelainan didada saya.Ketika sedang antri
kendaran untuk naik kekapal fery yang akan membawa kami dari pelabuhan Merak ke
Bakauheni, saya merasakan dada kiri saya sakit seperti ditusuk dan ada perasaan seperti ditindih
benda berat. Saya kaget dan teringat kembali pada hasil general check up yang menyarankan
saya untuk berkonsuiltasi ke ahli jantung.

Rasa sakit terus bertahan agak lama , saya beritahu istri dan anak-anak bahwa dada saya sakit
mungkinterkena serangan jantung. Istri saya kaget dan cemas. Saya minta putra saya yang baru
bisa membawa mobil untuk menggantikan saya membawa kendaraan naik kapal. Saya katakan
kalau rasa sakit bertambah parah nanti kita terpaksa pulang kembali ke Jakarta. Sampai di
Bakauheni rasa tertekan didada tetap ada namun tidak sekeras waktu di Merak. Putra saya terus
membawa kendaraan melanjutkan perjalanan menuju Sumatra barat . Sampai siang hari perasaan
tertekan berangsur angsur hilang hingga sore hari sampai di Lahat rasa sakit sudah tidak ada.
Kami menginap di Lahat untuk selanjutnya kami melanjutkan perjalanan besok pagi jam
6.30.Sore hari menjelang isya kami sampai di Silungkang , rasa sakit didada hanya muncul
sewaktu waktu. Saya berniat sekembalinya ke Jakarta nanti akan terus memeriksakan diri ke
dokter ahli jantung di RS Harapan Kita.Kami berada di Silungkang merayakan hari lebaran
bersama di kampunghalaman selama satu minggu, dan kembali ke Jakarta dengan selamat. Saya
membawa mobil bergantian dengan putra saya. Rasa sakit didada hanya muncul sekali sekali dan
tidak terlalu keras.

Sampai di Jakarta saya terus ke RS Harapan Kita untuk mengkonsultasikan rasa nyeri didada
yang saya alami. Saya disarankan untuk melakukantest treadmill. Dari hasil pemeriksaan dengan
alat treadmill dinyatakan jantung saya masih baik, namun kolesterol saya cukup tinggi dan
berisiko untuk mengalami penyempitan pembuluh darah di jantung. Saya disarankan melakukan
diet untuk menekan koleterol dan dianjurkanagar berkonsultasi dengan ahli gizi. Saya enggan
untuk konsul ke ahli gizi , saya mencoba mengendalikan kolesterol dengan cara olah raga saja.

Dikantor saya ada fasilitas fitnes, setiap hari saya olah raga fitnes mulai dari sepeda statis, angkat
beban dan senam. Setiap 3 bulan saya periksa darah untuk kontrol kolesterol. Menurut dokter
kolesterol total saya masih tinggi antara 250 mg/dl sampai 300mg/dl.Tahun 2003 saya
dipindahkan tugas ke kantor unit . Saya tidak bisa olah raga lagi karena dikantor unit tidak ada
fasilitas untuk itu. Saya juga lupa untuk memeriksa darah mengontrol kadar kolesterol dan gula
darah.

Pertengahan tahun 2004 kondisi kesehatan saya menurun, dada kiri saya sering senut senut, saya
cepat lelah. Saya sering bangun malam untuk buang air kecil. Kalau berangkat kerja walau sudah
buang air kecil dari rumah, sampai dikantor pasti ke toilet dulu untuk buang air kecil. Pernah satu
ketika saya naik bis , terpaksa turun ditengah jalanuntuk buang air kecil dulu, karena sudah tidak
tahan lagi tidak tahan . Sampai pada satu ketika anak saya menanyakan pada saya : ” Pak tadi
malam bapak buang air kecil di WC ya ” Saya jawab :”Ya , emangnya kenapa” . Anak saya
mengatakan: ” kok di wc banyak semutnya ya pak” . Saya kaget, jangan jangan saya kena
diabetes, soalnya akhir akhir ini saya sering sekali buang air kecil. Saya segera konsultasi
kedokter langganan, hasilnya sungguhmengejutkan kolesterol total 370 mg/dl, Trigliserida 1600
mg/dl , Gula darah 500 mg/dl. Saya diberi obat obatan untuk mengendalikan kolesterol dan gula
darah. Sementara itu rasa senut senut didada makin sering terjadi.Rupanya berhenti total dari
olah raga selama hampir 2 tahun berakibat fatal bagi kesehatan saya. Gula darah dan kadar
kolesterol naik tidak terkendali.

Januari 2005 ketika saya sedang berjalan mendaki di daerah Caringin Bogor saya rasakandada
saya sakit dan nafas saya sesak. Saya terpaksa beristirahat, saya tidak kuat jika menempuh jalan
mendaki. Ketika mau sholat subuh , saya berjalan cepat dari rumah ke masjid, baru separuh jalan
dada saya terasa sakit dan nafas sesak. Saya terpaksa berjalan perlahan lahan sampai di masjid.
Saya merasa apa yang saya kawatirkan sejak 5 tahun yang lalu sekarang mulai terjadi. Agak nya
ada kelainan di jantung saya. Pertengahan januari 2005 sepulang dari kantor saya membawa
mobil ditemani anak saya ke Poliklinik RS Harapan Kita. Dokter ahli jantung yang memeriksa
saya menyatakan kondisi saya sudah kritis, saya diminta untuk segera masuk ruang gawat
darurat. Saya terkejut, tadinya saya masih mau pulang dulu, namun setelah mendapat penjelasan
dari dokter akhirnya saya menyerah dan dibawa ke ruang gawat darurat untuk mendapat
perawatan intensif.

Saya dirawat selama 5 hari, dari pemeriksaan dengan CT scan diketahui ada penyempitan
dipembuluh koroner kirisebanyak 3 lokasi dengan kondisi 90%, 80% dan 60 %. Untuk lebih
memastikan saya disarankan untuk dikateter. Saya sangat takut dan cemas, saya bilang sama
dokter mau fikir dulu. Saya diizinkan pulang untuk sementara. Saya berkonsultasi dengan
beberapa teman yang sudah dikateter dan dipasang stent. Setelah 3 minggu saya tanya sana sini,
beli buku tentang penyakit jantung koroner dan seluk beluknya, akhirnya saya putuskan untuk
menerima dikateter dan pasang stent jika perlu.

Pertengahan Februari 2005 dilakukan tindakan operasi kateter dan pasang stent sebanyak 2
lokasi pada pembuluh jantung saya, yang ternyata mengalami penyempitan pada 2 lokasi dengan
kondisi 90% dan 100%. Pelaksanaannya ternyata tidak seperti yang saya takuti. Selama kateter
dan pemasangan stent saya bisa melihat lewat layar televisi yang tersedia. Dokter menjelaskan
semua proses yang saya lihat di layar televisi. Hanya sedikit terasa tidak nyaman didada. Seluruh
proses dilaksanakan kurang lebih satu jam, ada sedikit kesulitan menembus penyumbatan
pembuluh yang sudah 100%.

VIDEO PEMASANGAN STENT

VIDEO I

VIDEO II

Setelah pemasangan stent saya berusaha mengendalikan kolesterol dan gula darah dengan
pengendalian makan dan olah raga teratur. Saya belangganan cattering denganseorang ahli gizi
yang mengatur seluruh menu makan saya. Selama cattering kolesterol dan gula darah saya
normal.Kolesterol total, LDL dan trigliserida bisa mencapai angka yang disyaratkan semua
dibawah 200 mg/dl. Triglesirida yang pernah mencapai 1600 mg/dl turun menjadi 130 , LDL
80mg’dl.kolesterol total 150 mg/dl.Saya ikut cattering dengan biaya Rp 60.000/hari, hasilnya
memang menakjubkan, hanya biayanya juga cukup berat. Selama ikut cattering istri saya
berusaha mempelajari masakan yang dibuat oleh perusahaan catering, setelah 3 bulan saya
berhenti dari catering. Selanjutnya pola masakan dirumah diusahakan meniru apa yang didapat
dari cattering.

Awaltahun 2006 istri saya yang selama ini mengendalikan makan saya menderita sakit , hingga
meninggal dunia pada pertengahan tahun 2006. Sejak itu pola makan saya mulai kacau.
Kolesterol dan gula darah saya mulai naik turun. Gula darah puasa normal, namun 2 jam setelah
puasa bisa mencapai 250 mg/dl. Kolesterol total antara 250-300, trigliserida sekitar 300 mg/dl.
Namun demikian saya tetap disiplin berolah raga dengan mesin treadmill. Saya berjalan setiap
hari selama 30 menit dengan kecepatan rata rata 7km/jam. Saya sudah memasuki masa pensiun
november 2006, mau catering tidak sanggup lagi.

Akhir februari 2008 ini saya terserang asam urat, kaki saya sakit, kegiatan treadmill saya
hentikan sementara. Setelah sembuh pada awal maret 2008 saya mulai melakukan kegiatan
treadmill lagi. Namun ketika sedang melakukan treadmill pada menit ke 20 saya rasakan
dadabagian tengah saya sakit. Saya ingat rasanya mirip seperti 3 tahun yang lalu tatkala saya
mengalami peyempitan pembuluh darah dijantung. Kecepatan saya kurangi menjadi 6,5 km/jam,
rasa sakit didadamenghilang.Besok hari ketika treadmill saya batasi hingga kecepatan 6,5
km/jam , namun pada menit ke 20 rasa sakit seperti kemarin muncul kembali, kecepatan saya
kurangi menjadi 6 km/jam, rasa sakit menghilang. Demikian kemampuan saya setiap hariterus
berkurang, hingga baru dirasa nyaman pada kecepatan 5 km/jam.

Hari kamis tanggal 13 maret yang lalu saya konsul ke dokter saya di RS Jantung Harapan Kita.
Saya disarankan untuk dirawat dan diadakan pemeriksaan dengan CT scan. Saya mulai masuk
ruang perawatan jum’atmalam, hari sabtu tgl15 maret dilakukan CT scanhasilnya baru diketahui
hari senin tanggal 17 maret. Ternyata ada penyempitan baru pada pembuluh bilik kanan jantung
saya.Dua buah Stent yang dipasang pada tahun 2005 di bilik kiri ternyata masih baik. Hari rabu
tanggal 19 maret dilakukan operasi kateter dan pemasangan stent dan Alhamdulillah hari sabtu
tanggal 22 maret ini saya sudah kembali kerumah.

Berbeda dengan operasi pemasangan stent tahun 2005, operasi dilakukan melalui pembuluh
arteri paha kanan. Pada operasi yang kedua operasi dilakukan melalui pembuluh arteri tangan
kanan. Dari pengalaman saya ternyata pemasangan stent melalui pembuluh paha lebih nyaman
daripada melalui pembuluh tangan. Pada waktu operasi tahun 2005 yang lalu saya bisa santai dan
ngobrol dengan dokter pada waktu pelaksanan operasi. Tidak ada rasa sakit yang berarti. Hanya
pemulihan sesudah operasi cukup lama , jarum untuk memasukan alat kateter dipaha saya baru
bisa dicabut setelah 30 jam karena keenceran darah saya masih tinggi.Pada waktu operasi
melalui pembuluh darah tangan kanan kemarin ini saya merasa sakit didada sehingga ketika
ditanya sesuatu oleh dokter saya hampir tidak bisa menjawab, saya lebih banyak memejamkan
mata menahan rasa sakit. Suster yang merawat saya mengatakan tentu saja lebih sakit karena
pembuluh arteri tanganlebih kecil dibandingkan pembuluh arteri paha kaki. Kelebihannya waktu
pemulihannya lebih cepat, 6 jam setelah operasi perban pada luka bekas operasi sudah bisa
dibuka.

Selama dirawat di RS Harapan Kita saya sering ketemu pasien kambuhan seperti saya. Ada yang
dipasang stent tahun 1999 sebanyak 2 buah, pada tahun 2006 kembali mengalami penyempitan
ditempat lain dan kembali dipasang stent satu lagi. Bahkan ada yang sudah di bypass tahun 1997
tahun 2006 kumat lagi dan dipasang stent sebanyak 4 buah. Tahun 2008 ini dadanya terasa sakit
lagi.Dokter yang merawat saya menjelaskan bahwa orang yang berpenyakit diabetes dan
kolesterol tinggi punya risiko tinggi untuk berulang mengalami penyempitan pembuluh koroner.

Mudah2an istri saya yang baru saya nikahi pada november 2007 yang lalu bisa mengendalikan
makansaya agar kadar gula dan kolesterol saya terkendali. Memang berat mengatur makan
sendiri kalau tidak ada yang mengendalikan. Hampir satu tahun sejak istri saya sakit sampai
meninggal makan saya tidak teratur, hingga kadar gula dan kolesterol saya juga turun naik tak
terkontrol. Mudah mudahan pengalaman saya ini bisa jadi masukan dan pertimbangan bagi
saudara dan teman yang mengalami gangguan jantung seperti saya. Bagi yang belum, hati2lah
dengan pola makan. Usia orang yang terkena gangguan jantung semakin lama semakin muda.
Tahun 90 han yang terkena PJK umumnya diatas usia 40 tahun namun sekarang banyak yang
berusia 25-30 tahun. Waspadalah….mengingat biayanya puluhan juta rupiah. Jika tidak
ditangani berisiko meninggal secara tiba tiba. Ketika saya sedang dirawat kamaren, saya
menerima SMS dari teman saya bahwa salah seorang teman saya meninggal mendadak ketika
sedang mengajar.
Jangan segan untuk periksa darah secara rutin, 3 bulanan juga cukup. Usahakan kadar gula darah
dan kolesterol sesuai dengan yang disyaratkan. Olah raga jalan cepat secara rutin dapat segera
mengetahui jika ada gejala penyempitan. Hati hati dengan perasaan lelah, cepat cape, dada sakit,
sesak nafas jangan anggap ringan segera periksa kedokter. Mungkin itu gejala awal penyakit
jantung koroner. Hati hatilah akhir akhir ini sering kita dengar orang yang mengalami kematian
mendadak tanpa gejala awal. Ada yang sedang menonton TV, membawa mobil, sedang
berpidato, berkutbah, mengajar, melatih senammenerbangkan pesawat komersil, bermain bola,
main badminton dan lain sebagainya.

Popularity: 9% [?]

Share

Anda mungkin juga menyukai