Anda di halaman 1dari 126

BAHAN AJAR

TERMODINAMIKA

Penyusun:
Nelfi Erlinda, M.Pd
Sinar Hanjar Aminar, S.Tr.Pel

POLITEKNIK PELAYARAN SUMATERA BARAT


2020

i
TINJAUAN MATA LULIAH

Bahan ajar ini terdiri dari 6 (enam) Bab untuk pengajaran mata kuliah
selama satu semester. Bab I berisi tentang konsep dasar, ruang lingkup dan
tinjauan sistem termodinamika, yang dibahas secara umum sebagai bahan
pengantar tentang termodinamika. Bab II berisi bahasan secara sifat-sifat zat
murni dan persamaan keadaan. Bab III membahas tentang energi dan hukum
termodinamika pertama. Bab IV membahas tentang hukum termodinamika kedua,
bab V tentang energi bebas, bab VI mengenai siklus Carnot dan refrigerasi.
Di dalam bahan ajar ini terdapat contoh-contoh soal dan beberapa soal-
soal latihan yang dapat dikerjakan oleh mahasiswa. Disamping itu diharapkan
taruna/taruni juga lebih giat berlatih soal-soal relevan yang dapat diperoleh dari
buku-buku text.

xiv
BAB 1
PENGANTAR: KONSEP DAN DEFENISI
TERMODINAMIKA

1.1 Pendahuluan
Secara terminologi: kata ”termodinamika” berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua unsur kata, therme (kalor) dan dynamics (tenaga gerak atau gaya).
Kajian termodinamika secara formal di mulai pada awal abad ke-19 melalui
pemikiran mengenai hubungan antara kalor/panas (heat) dan kerja (work).
Dewasa ini lingkup kajian termodinamika telah menjadi konsep umum tentang
energi (energy) dan sifat-sifat zat (properties of matter). Dalam penerapannya,
termodinamika merupakan rumpun bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) yang menggabungkan antara ilmu fisika dan ilmu teknik untuk dapat
menghasilkan suatu produk teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia.
Tujuan bab ini adalah untuk memahami konsep dan defensisi termodinamika serta
sejumlah istilah ’umum’, namun memiliki makna khusus dalam ilmu
termodinamika.

1.2 Ruang Lingkup Aplikasi Termodinamika


Prinsip-prinsip termodinamika bersama ilmu pengetahuan teknik lainnya seperti
mekanika fluida, perpindahan kalor, dan perpindahan massa, digunakan untuk
menganalisis dan merancang produk teknologi di bidang pembangkitan
daya/energi, alat transfortasi, pengolahan zat/gas, dll. Gambar berikut ini menun-
jukkan beberapa aplikasi termodinamika dalam kehidupan sehari-hari.

3
Gambar 1.1 Berbagai bidang aplikasi termodinamika teknik
(Sumber: Moran, 2000 dan Cengel, 2002)

1.3 Sistem
Dalam termodinamika, kata sistem (systems) digunakan untuk
mengidentifikasi subyek proses yang di analisis. Hal ini dimaksudkan untuk
memisahkan subyek proses dengan sekeliling atau lingkungannya (surroundings).
Sistem dipisahkan dengan lingkungannya oleh suatu permukaan atur (surface
control) atau batas sistem (boundary). Batasan ini dapat berbentuk nyata (ril) atau
khayalan (imajiner) serta dapat berada dalam keadaan diam atau bergerak,
misalnya udara yang dikompressi di dalam suatu tabung; udara bertekanan

4
merupakan sistem, dengan dinding tabung menjadi batasan ril dan diam terhadap
udara atmosfir, sedangkan sebongkah es (air padat) yang berada/melayang di
dalam air cair; bongkahan es merupakan sistem yang memiliki batasan imajiner
dan bergerak di dalam air cair karena sifat-sifat fisiknya berbeda. Jadi sistem
adalah suatu zat secara makroskopis yang mengalami proses dalam suatu
batasan dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya dalam bentuk perpindahan
massa dan/atau perpindahan energi.
Sistem-sistem termodinamika dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
1. sistem tertutup (closed systems) atau massa atur (mass control) ,
2. sistem terbuka (open systems) atau volume atur (control volume).
3. Sistem terisolasi
Sistem tertutup dinyatakan apabila pengkajian hanya dilakukan pada
materi dalam jumlah tertentu dan jenis yang sama karena tidak terjadi
perpindahan massa melalui batasan sistem, namun terjadi perpindahan energi.
Gambar 1.2 memperlihatkan gas yang berada dalam susunan silinder-piston.
Pada saat katup hisap dan katup buang tertutup, gas (udara dan bahan bakar) yang
sedang atau telah terbakar tersebut dapat dikatakan sebagai sistem tertutup, batas
sistem ialah dinding silinder dan permukaan piston yang ditandai dengan garis
putus-putus.

Gambar 1.2 Contoh Sistem Tertutup (Sumber: Moran, 2000)

Sistem terbuka atau volume atur dinyatakan apabila selama analisis,


terjadi aliran massa dan energi masuk dan keluar melewati batas sistem (terjadi
perpindahan massa dan energi antara sistem dan lingkungan). Pada gambar 1.3a

5
tampak diagram sebuah mesin otomotif, yang secara skematik untuk analisis
termodinamikanya diperlihatkan pada gambar 1.3b. Kedua gambar tersebut
menunjukkan salah satu model volume atur di mana udara dan bahan bakar yang
masuk serta gas buang (campuran udara dan bahan bakar) keluar merupakan
sistem sedangkan batas sistem ditandai dengan garis putus-putus. Sistem
terisolasi merupakan sistem yang tidak dapat berinteraksi antara sistem dan
lingkungannya atau dengan kata lain tidak terjadi perpindahan massa dan energi
antara sistem dan lingkungan.

Gambar 1.3 Contoh Sistem Volume Atur (Sumber: Moran, 2000)

1.4 Tinjauan Termodinamika Mikroskopik dan Makroskopik


Sistem dapat dikaji berdasarkan tinjauan mikroskopik dan makroskopik.
Pada pendekatan termodinamika mikroskopik atau dikenal sebagai termodinamika
statistik, pengkajian dilakukan secara langsung pada tingkat struktur dari materi,
dengan tujuan mempelajari perilaku rata-rata partikel penyusun sistem dalam
pengkajian dengan menggunakan pengertian statistik dan menghubungkan
informasi yang didapat dengan hasil observasi perilaku sistem secara
makroskopik.
Pada pendekatan makroskopik, perilaku termodinamika dikaji secara
keseluruhan berdasarkan sifat-sifat termodinamika zat yang dapat terukur dalam
besaran intensif. Model struktur materi pada tingkat molekuler, atomik, dan sub-
atomik tidak dipergunakan secara langsung, meskipun perilaku sistem

6
dipengaruhi oleh struktur molekulernya. Pendekatan ini juga sering dikenal
sebagai termodinamika klasik.
Pada aplikasi laser, plasma, aliran gas kecepatan tinggi, kinetika kimia,
kajian kriogenik, dll, metode termodinamika statistik sangatlah penting. Lebih
lanjut pendekatan mikroskopik merupakan instrumen untuk menghasilkan data
tertentu, contohnya kalor spesifik gas ideal. Sedangkan pada aplikasi teknik
umumnya, termodinamika klasik (makroskopik) bukan saja memberikan
pendekatan analisis dan prancangan yang lebih jelas namun juga menggunakan
pemodelan matematika yang lebih sederhana.

1.5 Sifat, Keadaan, dan Proses


Pengetahuan tentang sifat sistem dan bagaimana korelasi yang ada
sangatlah penting dalam memahami sistem dan memprediksi perilaku sistem
tersebut. Sifat zat/sistem (property of matter) adalah karakteristik makroskopik
sistem, di mana nilai numeriknya dapat diberikan pada suatu waktu tertentu tanpa
mengetahui sejarah atau proses yang telah dialami oleh sistem itu sendiri. Sifat-
sifat termodinamika sistem dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sifat
ekstensif dan sifat intensif. Sifat ekstensif (extensive property) adalah nilai
keseluruhan sistem yang merupakan penjumlahan nilai dari setiap bagian yang
menyusun sistem tersebut. Sifat ini dipengaruhi oleh ukuran sistem (massa dan
jumlah mol) dan dapat berubah menurut waktu. Massa (kg), volume (m3), dan
energi (joule) merupakan contoh sifat ekstensif. Sifat intensif (intensive
property) adalah nilai yang tidak dapat diakumulasikan seperti pada sifat
ekstensif. Nilai sifat ini tidak dipengaruhi oleh ukuran sistem (massa atau jumlah
mol) dan dapat bervariasi di setiap bagian sistem pada waktu yang berbeda.
Temperatur (oC), tekanan (Pa), dan volume spesifik (m 3/kg), merupakan contoh
sifat intensif.
Keadaan (state) merupakan kondisi sistem yang dapat ditentukan oleh nilai
sifatnya. Mengingat bahwa terdapat hubungan antara sifat-sifat sistem, maka
keadan dapat ditentukan berdasarkan nilai pasangan sifatnya begitu pula nilai
sifat-sifat yang lain. Sebuah sistem dikatakan keadaan tunak (steady state) jika
tidak satu pun sifatnya berubah terhadap waktu.

7
Proses adalah transformasi dari suatu keadaan ke keadaan lainnya yang
berbeda pada dua saat yang berbeda pula. Hal ini ditandai oleh terjadinya
perubahan satu atau lebih sifat-sifat sistem. Jika sistem menunjukkan nilai
sifatnya yang tetap pada dua saat yang berbeda, maka sistem dapat dikatakan
berada dalam keadaan yang sama. Beberapa jenis proses yang dapat dialami oleh
suatu sistem di mana salah satu sifatnya tetap/konstan a.l.
- Proses temperatur konstan (isothermal),
- Proses tekanan konstan (isobarik),
- Proses volume konstan (isometris),
- Proses entropi konstan (isentropis),
- Proses entalpi konstan (throttling),
- Proses adiabatik yaitu proses dengan perpindahan panas sama dengan nol
(sistem tidak mengalami interaksi panas dengan lingkungannya).
Secara umum proses-proses tersebut dikelompokkan dalam bentuk perpindahan
energi dalam bentuk panas (kalor) dan kerja (kompressi dan ekspansi).
Jika sistem/zat mengalami serangakaian proses yang berawal dan berakhir
pada keadaan yang sama, maka sistem tersebut dikatakan mengalami siklus
termodinamika. Dalam aplikasi teknik, siklus termodinamika ini memberikan
peran pada mesin-mesin pembangkitan daya serta mesin-mesin
pembangkit/penyerap kalor.

1.6 Kesetimbangan
Keadaan kesetimbangan (equilibrium state) adalah keadaan yang
ditunjukkan oleh sifat-sifat sistem pada waktu dan tempat tertentu tanpa
dipengaruhi oleh keadaan disekitarnya. Dalam mekanika kondisi kesetimbangan
dicapai oleh gaya-gaya yang sama besar dan bekerja berlawanan arah. Dalam
termodinamika, konsep kesetimbangan lebih luas karena mencakup
kesetimbangan mekanis, panas (thermal), dan kimia.
Kesetimbangan panas (thermal) dicapai apabila dua sistem memiliki
temperatur sama, interaksi kedua sistem hanya melalui perubahan energi dalam.
Sedangkan kesetimbangan mekanis dicapai apabila dua sistem memiliki
temperatur dan tekanan yang sama, interaksi kedua sistem terjadi melalui

8
perubahan energi dalam dan perubahan volume sistem. Untuk kesetimbangan
kimia dua sistem harus memiliki temperatur dan potensi energi per satuan mol
yang sama, interaksi kedua sistem terjadi melalui perubahan energi dalam dan
jumlah mol. Ke dua sistem tersebut di atas, berada dalam suatu ruang yang ter-
isolasi dan dipisahkan oleh dinding permeable.

1.7 Sifat-Sifat Termodinamika Zat yang Terukur

Tiga sifat intensif yang penting dan mampu ukur dalam termodinamika
teknik ialah volume spesifik (v), tekanan (p), dan temperatur (T). Ke tiga sifat ini
sangat berguna dalam proses analisis termodinamika, baik untuk analisis teoritis
maupun untuk analisis praktis terhadap keadaan komponen proses termodinamika,
khususnya tekanan dan temperatur.

1.7.1 Volume Spesifik (v)


Volume spesifik didefenisikan sebagai kebalikan densitas, v = 1/ρ, yaitu
volume persatuan massa, dengan satuan SI m 3/kg atau cm3/g sedangkan dalam
satuan Inggris ft3/lb. Volume spesifik merupakan sifat intensif dan dapat berbeda
dari satu titik ke titik lain, dengan kata lain nilainya akan berubah sebagai fungsi
dari perubahan nilai sifat-sifat yang lain. Pada aplikasi tertentu, penulisan volume
spesifik akan lebih mudah jika diberikan dalam basis molar. Jumlah mol suatu
senyawa (n) diperoleh dengan membagi massa (m) dalam satuan kg atau lb
dengan berat molekulnya (M) dalam satuan kg/kmol atau lb/lbmol; atau secara
matematis;
m
n (1.1)
M
Nilai M ini dapat diperoleh pada Tabel A-1 atau Tabel A-1E. Untuk menandai

suatu sifat berbasis molar, digunakan garis atas (bar) pada penulisan simbolnya V .
Hubungan V dengan v dapat ditulis sebagai,

V  M . atau V =V/n (1.2)

Dimana V= volume dan V = volume molar

1.7.2 Tekanan (p)

9
Tekanan (p) adalah gaya normal (tegak lurus) dalam satuan Newton (N)
yang terjadi pada suatu permukaan bidang dalam satuan luas (m2), secara
matematis ditulis:
F
p  normal (1.3)
A
dengan p adalah tekanan yang bersatuan Pascal (Pa) atau [N/m2] dalam satuan SI.
Tekanan dalam satuan Inggris adalah lbf/ft2 atau lbf/in2.
Satuan Tekanan:
 SI: p = F/A  (kg.m/s2)/m2 = N/m2 = P = pascal
 IP:1 lbf/in2 = 1 psi (pound force per square inch)
 psia = pound force per square inch absolute
 psig =pound force per square inch gage

Tekanan atmosfir: berat atau gaya molekul udara di atas lokasi per satuan luas,
bergantung pada temperatur dan tekanan.
 1 atm = 1,01325 x 105 N/m2 = 14,696 lbf/in2 = 10,34 m H2O = 760 mm Hg =
29,92 in. Hg.
 1 bar = 105 Pa = 0,1 MPa.
Untuk suatu fluida dalam keadaan diam, tekanan dapat berbeda dari suatu
titik ke titik yang lain, misalnya perubahan tekanan atmosfer terhadap ketinggian
dan perubahan tekanan air terhadap kedalaman laut, danau, atau benda lain yang
berisi air. Selanjutnya untuk suatu fluida yang mengalir, gaya yang bekerja pada
bidang yang melintasi suatu titik dalam fluida dapat diuraikan menjadi tiga
komponen yang saling tegak lurus, yaitu satu komponen tegak lurus terhadap
bidang dan dua komponen sejajar bidang. Jika diberikan dalam basis luas bidang,
komponen yang tegak lurus (normal) terhadap bidang disebut tegangan normal
(normal stress), sedangkan dua komponen yang sejajar bidang disebut tegangan
geser (shear stress).
Tekanan yang dimliki oleh suatu sistem disebut tekanan absolut dengan
simbol p(absolut), sedangkan tekanan absolut disekitar/setempat sistem disebut
tekanan atmosfer absolut dengan simbol patm(absolut). Perbedaan antara

10
tekanan absolut dengan tekanan atmosfer absolut disebut sebagai tekanan
gage/pengukuran (gage pressure) dengan simbol p(gage) atau tekanan vakum
(vacuum pressure) dengan simbol p(vakum). Istilah tekanan gage digunakan jika
tekanan sistem lebih tinggi dari tekanan atmosfer setempat,
p(gage) = p(absolut) - patm(absolut) (1.4)
Jika tekanan atmosfer setempat lebih tinggi dari tekanan sistem, maka digunakan
istilah tekanan vakum,

p(vakum) = patm(absolut) - p(absolut) (1.5)


Hubungan antar berbagai istilah pengukuran tekanan ditunjukkan pada
gambar 1.4 berikut ini.

Gambar 1.4 Hubungan antara tekanan: absolute, atmosfer, gage, dan vakum
Alat ukur yang sering/umum digunakan pada pengukuran tekanan ialah
manometer dan pipa Bourdon (Bourdon tube). Manometer seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1.5 memiliki memiliki satu ujung terbuka ke atmosfer
dan satu ujung yang lain terhubung dengan bejana tertutup yang berisi gas dengan
tekanan yang seragam. Dengan menerapkan persamaan (1-4), perbedaan tekanan
antara tekanan gas dan atmosfer ialah
p  patm   g L (1.6)

11
yang mana ρ adalah densitas cairan manometer, g adalah percepatan gravitasi, dan
L adalah perbedaan tinggi muka cairan manometer. Dalam berbagai aplikasi
cairan manometer dapat berupa air raksa (mmHg), air (mH2O), dll.

Gambar 1.5 Contoh pengukur tekanan dengan manometer

Untuk pipa Bourdon, diperlihatkan pada gambar 1.6, yang memperlihatkan


pipa melengkung dengan penampang elips di mana satu ujung terhubung dengan
tekanan yang diukur dan ujung yang lain terhubung ke penunjuk melalui sebuah
mekanisme. Jika fluida bertekanan memenuhi pipa, penampang pipa berbentuk
elips akan berubah menjadi lingkaran, dan pipa cenderung melurus. Pergerakan
semacam ini diteruskan dengan sebuah mekanisme ke jarum penunjuk.
Pergerakan jarum penunjuk dikalibrasi dengan tekanan yang diketahui, sehingga
dapat dibuat sebuah skala tekanan dengan satuan yang diinginkan. Pipa Bourdon
ini mengukur tekanan relatif terhadap tekanan lingkungannya, sehingga jarum
penunjuk akan menunjukkan angka nol (defleksi minimum) jika tekanan di dalam
sama dengan tekanan di luar pipa.

12
Gambar 1.6 Contoh alat ukur tekanan dengan tabung Bourdon

1.7.3 Temperatur (T)


Secara umum, suhu (temperatur) merupakan konsep intuisi yang
menyatakan perasaan ’panas’ dan ’dingin’ yang dihasilkan oleh indera manusia
terhadap suatu benda. Oleh karena keterbatasan indera manusia maka perlu
digunakan skala pengukuran yang dapat menunjukkan nilai temperatur yang lebih
cermat. Skala temperatur ditunjukkan oleh nilai numerik yang berhubungan
dengan suatu titik standar tertentu. Berdasarkan persetujuan internasional,
digunakan titik standar berupa titik tripel (triple point) air (H2O) yang
menunjukkan keadaan kesetimbagan antara fase air berupa: es (padat), cairan, dan
uap (gas).
Dalam penerapannya, skala temperatur terdiri atas empat jenis, yang
semuanya mengacu pada titik standar (triple point) air, yakni: skala Kelvin (K),
skala Celcius (oC), skala Rankine (oR), dan skala Fahrenheit (oF). Perbandingan
skala temperatur tersebut ditunjukkan pada gambar 1.7, dengan hubungan
kesetaraan skala temperatur yang satu dengan yang lainnya ialah sebagai berikut.
Berbagai metode yang digunakan dalam pengukuran nilai temperatur antara
lain: Termometer yaitu pemanfaatan sifat termometrik atau skala pemuaian zat;
Termokopel yaitu pemanfaatan efek termoelektrik (tegangan) yang dapat
dibangkitkan oleh ujung dari dua jenis logam yang ujung lainnya dikopel;

13
Termistor yaitu pemanfaatan perubahan nilai tahanan material sebagai akibat dari
perubahan temperatur.

T (o C)  T (K) - 273,15
T (o R) 1,8T (K) (1.7)
T ( F)  T ( R) - 459,67
o o

T (o F) 1,8T (o C)  32

Gambar 1.7 Perbandingan skala temperatur

2 Teknik Penyelesaian Problem Termodinamika


Penyelesaian problem termodinamika harus dilaksanakan secara cermat dan
sistematis sehingga hasil yang diperoleh menjadi optimal. Penyelesaian yang
terburu-buru dengan langsung menerapkan persamaan yang diperlukan akan
mempersulit permasalahan. Penyelesaian yang cermat dan sistematis menggunkan
lima tahap secara berurut sebagai berikut.
 Diketahui : Tuliskan dengan menggunakan kalimat sendiri, apa yang telah
diketahui terhadap proses yang dialami oleh sistem. Dalam hal ini masalah
wajib dibaca dengan teliti dan cermat.
 Ditanyakan : Tuliskan secara singkat apa yang ditanyakan.
 Gambar skema dan data yang tersedia : Gambarkanlah skema sistem.
Tentukanlah –apakah sistem tertutup atau volume atur- yang sesuai untuk

14
dianalisis, kemudian tetapkan batas sistem. Tandailah diagram tersebut
dengan informasi yang tersedia dan berkaitan. Catatlah semua nilai yang
diberikan untuk berbagai sifat atau nilai lain yang mungkin bermanfaat
dalam perhitungan dan perhatikan sistem satuan yang akan digunakan.
Gambarkan sketsa diagram sifat. Tetapkan lokasi titik-titk penting, jika
memungkinkan gambarkan pula proses yang terjadi dalam sistem tersebut.
Sketsa sistem dan diagram sifat sangat penting sebagai petunjuk bagi
permasalahan yang ada
 Asumsi-Asumsi : Dalam membuat model dari permasalahan yang ada,
susunlah asumsi-asumsi dan idealisasi, yang dilakukan untuk
menyederhanakan permasalahan berdasarkan keterangan yang diberikan
atau kenyataan fisik yang masuk akal untuk permasalahan tersebut.
 Analisis : Berdasarkan asumsi dan idealisasi yang digunakan, tetapkanlah
persamaan utama yang sesuai dan hubungan yang akan dibentuk sehingga
dapat diperoleh hasil yang diinginkan. Sedapat mungkin pergunakanlah
persamaan yang ada hingga didapat persamaan penyelesaian yang sederhana
sebelum data numerik disubstitusikan. Jika bentuk persamaan akhir yang
lebih sederhana telah diperoleh, tentukannlah data tambahan apakah yang
dibutuhkan, termasuk; tabel, grafik, maupun persamaan karakteristik lainnya.
Pada tahap ini penggunaan sketsa diagram karakteristik dapat memperjelas
kondisi dan proses yang terjadi. Apabila semua persamaan dan data telah
tersedia, masukkanlah nilai numerik ke dalam persamaan akhir. Periksalah
dengan seksama, apakah satuan yang dipakai telah sesuai dan konsisten
penggunaannya, sebelum perhitungan dilakukan. Akhirnya, pertimbangkan-
lah apakah tanda dan besarnya nilai numerik dapat diterima (masuk akal)

15
16
BAB II
ZAT MURNI DAN PERSAMAAN KEADAAN

2.1 ZAT MURNI (PURE SUBSTANCE)


Merupakan zat yang mempunyai komposisi kimia yang tetap (stabil), misalnya
air (water) , nitrogen, helium, dan CO2.Zat murni bisa terdiri dari satu
elemen kimia (N2) maupun campuran (udara).Campuran dari beberapa fase
zat murni adalah zat murni, contohnya campuran air dan uap air. Tetapi
campuran dari udara cair dan gas bukan zat murn karena susunan kimianya
berubah atau berbeda.

N2 Udara Vapor Vapor


Udara Liquid
H2O Liquid
Zat murni Bukan zat murni

FASE dari ZAT MURNI


Diidentifikasi berdasarkan susunan molekulnya.
 Solid (padat) : jarak antar molekul sangat dekat sehingga gaya tarik antar
molekul sangat kuat, maka bentuknya tetap. Gaya tarik antara molekul-
molekul cenderung untuk mempertahankannya pada jarak yang relatif
konstan.Pada temperatur tinggi molekul melawan gaya antar molekul dan
terpencar.
 Liquid (cair) : Susunan molekul mirip dengan zat padat , tetapi terhadap
yang lain sudah tidak tetap lagi. Sekumpulan molekul akan mengambang
satu sama lain.
 Gas : Jarak antar molekul berjauhan dan susunannya acak. Molekul
bergerak secara acak.

17
PERUBAHAN FASA dari ZAT MURNI
Semua zat murni mempunyai mempunyai kelakuan umum yang sama.
Sebagai contoh air (water).

State 1 : Pada state ini disebut compressed liquid atau


subcooled iquid. Pada state ini penambahan panas hanya akan
menaikkan temperatur tetapi belum menyebabkan terjadi
penguapan (notabout to vaporize)

State 2 : Disebut saturated liquid (cairan jenuh). Pada state


ini fluida tepat akan berubah fasenya. Penambahan panas sedikit
saja akan menyebabkan terjadi penguapan (about to vaporize).
Akan mengalami sedikit penambahan volume.

State 3 : Disebut “Saturated liquid - vapor mixture”


(campuran uap - cairan jenuh). Pada keadaan ini uap dan cairan
jenuh berada dalam kesetimbangan. Penambahan panas tidak
akan menaikkan temperatur tetapi hanya menambah jumlah
penguapan.

State 4 : Campuran tepat berubah jadi uap seluruhnya,


disebut “saturated vapor” (uap jenuh). Pada keadaan ini
pengurangan panas akan menyebabkan terjadi pengembunan
(“about to condense”).

State 5 : Disebut “superheated vapor” (uap panas lanjut).


Penambahan panas akan menyebabkan kenaikkan suhu dan
volume

Gambar 2.1 Pemanasan Air pada tekanan konstan

19
Proses-proses tersebut di atas dapat digambarkan dalam diagram T - v. Diagram
ini menggambarkan perubahan-perubahan temperatur dan volume jenis.

Gambar 2.2 Diagram T-v proses perubahan fase air pada tekanan
konstan Proses 1-2-3-4-5 adalah pemanasan pada tekanan konstan
Proses 5-4-3-2-1 adalah pendinginan pada tekanan konstan
.
PROPERTY DIAGRAM ( DIAGRAM SIFAT)
Diagram T - v

Gambar 2.3 Diagram T- v perubahan fase zat murni (air)


pada berbagai variasi tekanan

20
Dari gambar 2.3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan air maka semakin
tinggi pula titik didihnya. Tsat merupakan fungsi dari Psat ,(Tsat = f Psat), Tsat =
Saturation temperature , temperatur saat zat murni berubah phase pada
tekanan tertentu. Psat = Saturation pressure , tekanan saat zat murni berubah
phase pada temperatur tertentu.
Garis yang menghubungkan keadaan cair jenuh dan uap jenuh akan
semakin pendek jika tekanannya makin besar. Pada tekanan tertentu (22,09 MPa)
keadaan cair jenuh dan uap jenuh berada pada satu titik. Titik ini disebut
titik kritis (critical point). Untuk air (water) : Tcr = 374,14oC ; Pcr = 22,09
MPa. ; vcr = 0,003155 m3/kg. Jika titik-titik pada keadaan cair jenuh
dihubungkan maka diperoleh garis cair jenuh. Jika titik-titik pada keadaan uap
jenuh dihubungkan maka diperoleh garis uap jenuh. Kedua garis ini bertemu di
titik kritis.

Gambar 2.4 Diagram T- v zat murni


Di atas titik tekanan kritis proses perubahan dari cair menjadi uap tidak
lagiterlihat jelas/nyata. Terjadi perubahan secara spontan dari cair menjadi uap.

21
Diagram P - v

Gambar 2.5 Diagram P- v zat murni


Bentuk dari diagram P-v mirip dengan diagram T- v. Pada diagram P-v garis
temperatur konstan mempunyai trend menurun sedangkan pada diagram T-v
garis tekanan konstan mempunyai trend menaik.

Diagram P - v dan P-T fase padat, cair dan gas


Mengecil sewaktu membeku
Kebanyakan zat murni akan menyusut saat membeku.

Gambar 2.6 Diagram P- v zat murni yang menyusut saat membeku

22
Mengembang sewaktu membeku

Gambar 2.7 Diagram P- v zat murni yang mengembang saat


membeku (contohnya adalah air)
Pada kondisi tertentu fase padat, cair dan gas berada
dalamkesetimbangan. Pada diagram P-v dan T-v keadaan ini akan membentuk
suatu garis yang disebut Triple line. Dalam diagram P-T keadaan ini nampak
sebagai suatu titik dan disebut Triple point. Triple point air adalah TTR = 0,01
oC dan P
TR = 0,06113 kPa.

Gambar 2.8 Diagram P- T zat murni (diagram fase)

23
Diagram P-T sering disebut sebagai diagram fase karena dalam diagram P-T,
antar tiga fase dipisahkan secara jelas, masing-masing dengan sebuah garis.
Ketiga garis bertemu di triple point. Garis penguapan (vaporisation) berakhir di
titik kritis karena tidak ada batas yang jelas antara fase cair dan fase uap. Tidak
ada zat yang berada pada fase cair jika tekanannya berada di bawah tekanan
Triple point. Ada dua cara zat padat berubah menjadi uap Pertama melalui proses
mencair kemudian menguap dan kedua fase padat berubah langsung menjadi fase
gas (disebut menyublim). Menyublim hanya dapat terjadi pada tekanan di bawah

tekanan Triple point.


Diagram P - v - T

a. Menyusut saat membeku b. Mengembang saat membeku


Gambar 2.8 Diagram P- T zat murni (diagram fase)

PROPERTY TABEL (TABEL SIFAT-SIFAT THERMODINAMIKA)

Sebagai contoh akan dibahas tabel air (water), untuk zat yang lain analog.
Tabel jenuh air (saturated water table) :
Pada proses perubahan fase temperatur dan tekanan merupakan variabel
yang saling tergantung (dependent variable). Oleh karena itu disusun dua
tabel yaitu tabel dengan temperatur sebagai variable bebas dan tabel dengan
tekanan sebagai variabel bebas.

24
Tabel Temperatur

Tabel Tekanan

25
Volume jenis
untuk fase
cair jenuh

Volume jenis
untuk fase
uap jenuh

indeks f = fluid : cairan jenuh ( vf , uf , hf , sf ) g = gas : uap jenuh (vg , ug , hg


sg ) fg = fluid - gas : selisih antara harga uap jenuh dan cairan jenuh(vfg= vg - vf;
ufg = ug - uf ; hfg = hg - hf ; sfg = sg-sf) hfg = entalpi penguapan (latent
heat of vaporisation) yaitu jumlah energi yang diperlukan untuk menguapkan
satu satuan massa cairan pada suatu temperatur dan tekanan tertentu. Jika
tekanan dan temperatur bertambah maka hfg akan berkurang, dan pada
titik kritik harganya nol ( hfg = 0 ). Enthalpy merupakan gabungan antara
energi dalam, tekanan dan volume ,H = U + P V atau h = u + P v

Campuran uap dan cairan jenuh (saturated liquid vapor mixture)


Pada proses penguapan zat cair dan uap berada pada kesetimbangan
atau zat berada pada fase cair dan fase uap secara bersama-sama. Untuk
melakukan analisa pada fase ini dimunculkan suatu besaran yang disebut
kualitas uap (fraksi uap).
mvapor
X =
Vo total

X = kualitas uap (quality)

26
Gambar 2.9 Campuran cair jenuh dan uap

mtotal = mliq + mvapor = mf + mg


m = massa; liq = cair ; vapor = uap
V  V  Vg f
V  m vav ; V  mf vf ; Vg  mg .vg

m vav  m f .vf  m g .v g

Vav  m f .vf  mg.vg


m m
Sifat-sifat termodinamika suatu campuran cair jenuh dan uap dengan kualitas X :
u = uav = uf + X ufg
h = hav = hf + X hfg
s = sav = sf + X sfg
secara umum y = yf + X yfg

27
Gambar 2.10 Kualitas (fraksi) uap
Fraksi uap dapat dinyatakan
y -yf
Xfg 
y
Superheated vapor (uap panas lanjut)

Daerah di sebelah kanan garis uap jenuh.

28
Compressed liquid
Daerah di sebelah kiri garis cair jenuh.

Apabila tabel Compressed liquid tidak dijumpai maka nilai properti didekati

sebagai properti pada keadaan cair jenuh berdasarkan temperatur y≈


yf @ T Atau untuk entalpi didekati dengan

Tabel Karakteristik tiap fase

Given Compressed Saturated Liquid - vapor Saturated superheated


liquid liquid mixture vapor vapor
T P > Psat P = Psat P = Psat P = Psat P < Psat

P T < Tsat T = Tsat T = Tsat T = Tsat T > Tsat

P, T v < vf v = vf vf < v <vg v = vg v > vg

P, T u < uf u = uf uf < u <ug u = ug u > ug

P, T h < hf h = hf hf < h <hg h = hg h > hg

P, T s < sf s = sf sf < s <sg s = sg s > sg

Cara Menggunakan Tabel

Untuk membaca nilai properti gunakan tabel sesuai fasenya. Fase suatu
zat ditentukan dengan cara membandingkan properti yang diketahui dengan

29
property pada keadaan jenuh (lihat karakteristik tiap fase).

Contoh 2.1 : Pemanasan sir pada volume tetap

Sebuah bejana kokoh tertutup bervolume 0,5 m3 ditempatkan di atas pelat panas.
Pada awalnya, bejana tersebut berisi campuran dua fase air cair jenuh dan uap
air jenuh pada p1 = 1 bar dengan kualitas 0,5. Setelah pemanasan, tekanan
bejana menjadi p2 = 1,5 bar. Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram T-
v, dan tentukanlah
(a) temperatur setiap keadaan, dalam °C.
(b) massa uap pada setiap keadaan, dalam kg.
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan, dalam bar, ketika bejana
hanya berisi uap jenuh.
Penyelesaian:
Diketahui: Suatu campuran dua fase air cair jenuh dan tiap air jenuh di dalam
bejana kokoh tertutup yang dipanaskan di atas pelat panas. Tekanan
awal, kualitas serta tekanan akhir diketahui.
Ditanyakan: Tentukanlah keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan
tentukanlah temperatur dan massa uap air untuk setiap keadaan.
Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan ketika bejana
hanya berisi uap jenuh.
Gambar skema dan data yang tersedia:

Gambar contoh 2.1


Asumsi:
1. Air dalam bejana adalah sistem tertutup.
2. Keadaan 1, 2, dan 3 adalah keadaan kesetimbangan.
3. Volume bejana tetap konstan.
Analisis:
Dua sifat bebas diperlukan untuk menetapkan keadaan 1 dan 2. Pada keadaan

30
awal, tekanan dan kualitas diketahui. Karena keduanya bersifat bebas, maka
keadaannya telah tertentu. Keadaan 1 ditunjukkan pada diagram T - v dalam
daerah dua fase. Volume spesifik pada keadaan 1 diperoleh mempergunakan
nilai kualitas yang diberikan serta Persamaan 3.3, yaitu :
v1 = vf1 + x (vg1 – vf1)
Dari Tabel A-3 untuk p1 = 1 bar, vf1 = 1,0432 .10-3 m3/kg, dan vg1, = 1,694
m3/kg. Jadi,
v1 = 1,0432 x 10-3 + 0,5 (1,694 - 1,0432 .0-3) = 0,8475 m3/kg
Pada keadaan 2, tekanan diketahui. Sifat lain yang diperlukan untuk
menetapkan keadaan adalah volume spesifik v2. Volume dan massa tetap,
sehingga v2 = v1 =0,8475 m3/kg. Untuk p2 = 1,5 bar, Tabel A-3 memberikan vf2
= 1,0582 .10-3 dan vg2= 1,159 m3/kg . Karena
vf2 < v2 < vg2
keadaan 2 juga harus berada dalam daerah dua fase. Keadaan 2 juga ditunjukkan
pada diagram T - v di atas.
(a) Karena keadaan 1 dan 2 berada di dalam daerah dua fase cair-uap,
temperatur yang berkaitan dengaa temperatur jenuh untuk tekanan yang
diberikan. Tabel A-3 memberikan
T1, = 99,63°C dan T2 = 111,4°C
(b) Untuk mendapatkan massa uap air yang ada, digunakan volume dan volume
spesifik untuk mendapatkan massa total, m, yaitu
m 
V 0,5 m 3
 0,59 kg
v 0,8475m3 / kg
Kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1 dan nilai kualitas yang diberikan,
massa uap pada keadaan 1 adalah
mgl = x1m = 0,5(0,59 kg) = 0,295 kg
Dengan cara yang sama, massa uap pada keadaan 2 diperoleh
mempergunakan nilai kualitas x2. Untuk menyelesaikan x2, selesaikanlah
Persamaan 3.3 untuk kualitas dan masukkan data volume spesifik dari
Tabel A-3 pada tekanan 1,5 bar, beserta dengan nilai v yang diketahui,
sebagai berikut vv f 2
x 103 
x  = 0,8475  1,02528  0,731
vg 2  v f 2 3
1,159 1,0528 x10
kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1
mg2 = 0,731 (0,59 kg) = 0,431 kg
(c) Jika pemanasan dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh
seperti ditunjukkan pada diagram T - v di atas. Jadi, tekanan merupakan

31
tekanan jenuh terkait. Interpolasi dalam Tabel A-3 pada vg = 0,8475 m3/kg,
memberikan p3 = 2,11 bar.
Komentar:
- Prosedur untuk menetapkan keadaan 2 sama dengan ilustrasi pada
pembahasan Gambar 3.4.
- Karena proses berlangsung pada volume spesifik tetap, keadaan terletak di
sepanjang garis vertikal.
- Jika pemanasan pada volume konstan dilanjutkan melampaui keadaan 3,
keadaan final akan berada di dalam daerah uap panas lanjut, dan data sifat
dapat ditemukan dalam Tabel A-4, Sebagai latihan, buktikan bahwa untuk
tekanan akhir sebesar 3 bar, temperatur adalah sekitar 282°C.

Contoh 2.2 : Pemanasan Amonia pada tekanan tetap


Suata sistem torak-silinder vertikal berisi 0,1 lb
amonia, pada awalnya berupa uap jenuh, yang
diletakkan di atas pelat panas. Berat torak dan
tekanan atmosfer sekitar, menyebabkan tekanan
amonia sebesar 20 lbf/in2. Pemanasan diberikan
secara perlahan, dan amonia memuai pada
temperatur konstan hingga tercapai temperatur
akhir sebesar 77°F. Tunjukkan keadaan awal dan
akhir pada diagram T-v dan p-v, dan tentukanlah:
volume amonia untuk setiap keadaan, dalam ft 3.
.
Penyelesaian:
Diketahui: Amonia dipanaskan pada tekanan tetap di dalam sistem torak-
silinder vertikal dari keadaan uap jenuh ke suatu temperatur akhir
yang diketahui.
Ditanyakan: Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan p-v, dan
tentukanlah volume pada setiap keadaan.
Gambar skema dan data yang tersedia:

32
Gambar Contoh 2.2
Asumsi:
Amonia berada dalam suatu sistem tertutap.
Keadaan 1 dan 2 adalah keadaan kesetimbangan.
Proses berlangsung pada tekanan tetap.
Analisis:
Keadaan awal adalah kondisi uap jenuh pada 20 lbf/in 2. Karena proses
berlangsung pada tekanan konstan, keadaan akhir berada dalam daerah uap
panas lanjut yang dapat ditentukan dengan p2 = 20 lbf/in2 dan T2 = 77°F.
Keadaan awal dan akhir tampak pada diagram T-v dan p-v di atas.

Volume yang dipenuhi oleh amonia pada keadaan 1 dan 2 diperoleh


menggunakan massa dan volume spesifik yang diberikan. Dari Tabel A14-E
pada p1 = 20 lbf/in2, didapat v1 = vg1 = 13,497 ft3/lb. Jadi,
V1 = mv1 = (0,1 lb) (13,497 ft3/lb) = 1,35 ft3.
Melalui interpolasi dari data dalam Tabel A-15E pada p2 = 20 lbf/in.2 dan T2
= 17°f, didapat v2 = 16,7 ft3/lb. Jadi,
V2 = mv2 = (0,1 lb) (16,7 ft3/lb) = 1,67 ft3

33
2.2 Persamaan Keadaan
2.2.1 Persamaan Keadaan Gas Ideal
Gas ideal (sempurna) adalah gas dimana tenaga ikatan antara molekul-molekulnya
dapat diabaikan. Bilamana terjadi interaksi antara molekul – molekul maka akan
menyebabkan penyimpangan dari sifat – sifat gas ideal (gas nyata). Gas – gas inert
seperti helium, argon, crypton dan neon bersifat gas ideal. Gas – gas diatomik
sederhana seperti nitrogen, oksigen, karbonmonoksida adalah gas ideal pada suhu
tinggi dan temperatur rendah. Gas –gas triatomik seperti karbondionoksida, hidrogen
sulfida dan sulfur dioksida, air tidak mengikuti keadaan gas ideal kecuali pada suhu
tinggi dan tekanan sangat rendah.
Hukum gas ideal dikembangkan oleh Boyle, Charles dan Gay – Lussac pada abad
ketujuh dan delapan. Hukum gas ideal dirumuskan sebagai berikut :
PV = n R T
Dengan : P = tekanan
V = volume
n = jumlah mole
T = suhu absolut
R = konstanta gas umum ( universal )
Persamaan gas ideal dapat juga ditulis
V
 Bila V = = volume molar
n
PV = RT
n
 C= = konsentrasi molar
V
P=CRT
 m = n M = massa
m
PV= RT
M

34
m
   = rapat massa
V

P= RT
M

Nilai Konstanta gas ( R )

R  0,0820536
atmliter 
molK 
 Psi  ft 3 
10,73
lb.molR
Kpa m 3 
 8,314
kmolK 
 8,314  kJ 
kmolK 

  1,987  Btu 

lb.molR
Nilai konstanta gas universal ini dapat juga diperoleh dari persamaan gas ideal pada
kondisi standar.
Contoh : Pada kondisi standar T = 273,15 K ( 0˚ C) dan tekanan 101,325 kPa (1
atm). Volume 1 kmol gas adalah 22,4129 m3, maka
PV
R= = (101,325 Kpa) . (22,4129 m3)
nT
(1 kmol) (273,15 ˚K)
= 8,314 (kPa) (m3)
(kmol) (K)

2.2.2 Faktor Kompressibilitas

Faktor ini (tidak sama dengan kompressibilitas isothermal) merupakan faktor yang
menunjukkan penyimpangan sifat gas nyata dari gas ideal. Persamaan gas nyata
ditulis :
PV = nZ RT

35
Faktor kompressibilitas Z untuk gas ideal tentu saja berharga satu. Bila tekanan gas
makin tinggi, harga Z menjauhi satu (kebanyakan Z > 1). Jadi harga Z tergantung
tekanan gas dan juga temperature.

Z = f(Pr , Tr)
Untuk Pr = P/PC dan Tr = T/TC, yaitu perbandingan tekanan dan temperatur
sebenarnya terhadap harga kritisnya. Fungsi ini menyatakan, bahwa gas-gas dengan
Pr (tekanan tereduksi) dan Tr (temperatur tereduksi)sama mempunyai Z yang sama.
Tabel 4.1 memuat keadaan kritis beberapa gas yang berhubungan dengan gas alam.

2.2.3 Persamaan Virial

Hubungan P-V pada keadaan isothermal diinterpolasi dalam deret ekspansi P atau V
:

P V = RT (1 + B’.P + C’.P2 + D’.P3 + …)


atau
P.V
  (1 + B’.P + C’.P2 + D’.P3 + …)
R.T
atau
P.V = RT 1 B  C  D  
 



2 3
 V V 
Atau  
B C D
Z = 1   ......
V V2 V3

Persamaan diatas disebut persamaan ekspansi virial dengan B’,B,C’,C,D’,D, …


adalah konstanta atau koefisien virial yang harganya tergantung pada temperatur .
Parameter B’ dan B merupakan koefisien virial kedua, C’ dan C koefisien virial
ketiga da seterusnya. Untuk gas koefisien virial adalah fungsi temperature. Hubungan
anatara parameter B’ dan B, C’ dan C, dan D’ dengan D sebagai berikut:

36
B
B' 
RT

C  B2
C' 
RT 2
D  3BC  2B
D' 
RT 3

Perumusan persamaan virial berdasarkan teori termodinamika mikroskopik


(statistical mechanics), menyatakan bahwa :
a. B/V interaksi antar pasangan molekul
b. C/V 2 interaksi antar tiga molekul dan seterusnya
Gas ideal tanpa interaksi antar molekul sehingga suku-suku dalam ruas kanan tidak
mengandung v.
Contoh : Koefisien virial uap isopropanol pada suhu 200 oC :
B = -388 cm3 mol-1 C = -26000 cm6 mol-2
Hitung V dan Z untuk uap isopropanol pada 200 oC dan tekanan 10 bar dengan
menggunakan:
a. Persamaan gas ideal
c. Persamaan virial sampai kofisien kedua
d. Persamaan virial sampai koefisien ketiga

Penyelesaian:
o Pam3
T= 200 C= 473,15 K ; R  8314
kmol K
a). Untuk gas ideal Z = 1
RT (8314 Pam3 )473,15 K  m3
V   3,934
P 106 Pa kmol

37
P.V
b). = 1 + B’P
R.T
RT 3 3 3
V   B  3,934 m  0,388 m  3,546 m
P kmol kmol kmol

P.V V  3,546  0,9014


Z =
R.T RT P 3,934

c). Z = PV =1 B  C
RT V V2
V i1  RT 1 B  C 
P Vi

2  

 V i 

Lakukan perhitungan secara iterasi, dimana i adalah nomor iterasi. Untuk ietrasi
pertama i = 0 , sehingga:
V 1  RT 1 B  C 
  

 V 0 V 0 
2

 m
Ambil V 0 = 3,934 yang dihitung dari persamaan gas ideal
kmol
 0,388 0,026  m3
V 1  3,9341 3,394  3,394   3,359 kmol
2

 

Iterasi kedua i= 1, V 1 = 3,359 m3/kmol
 0,388 0,026  m3
V 2  3,9341 3,359  3,359   3,495 kmol
2

 
  

Lakukan iterasi selanjutnya sampai nilai V i1 V i tidak signifikan. Untuk contoh di

m3
atas diperoleh V  3,488 dan Z = 0,8866
kmol

2.2.3 Persamaan van der Walls


Pada gas-gas nyata PV ≠ RT, hal ini disebabkan tenaga antara molekul-
molekul tidak bisa diabaikan begitu saja. Seorang yang bernama Van Der Waals

38
mebuat rumus dengan memperhatikan tenaga ikat molekul-molekul gas sebagai
berikkut:
 
P   V  b  RT
 2 
 V 
RT a
  2
 
atau
V b V
Persamaan ini sisebut persamaan Van Der Waals. Pengaruh dari tenaga ikat
a
molekul-molekul gas menyebabkan timbulnya suku pada persamaan diatas.
V
Konstanta b sebanding dengan volume yang ditempati molekul-molekul gas.
Konstanta a dan b berbeda untuk masing-masing gas
dengan :

27R 2 .T 2 9R.T .V C
a C C  3P V C
2

C
64PC 8 a = interaksi mol
2
R.T V b = volum molekul
b C  C

8PC 3
Persamaan ini digunakan untuk menyatakan hubungan P-V-T gas nyata, dimana perlu
koreksi untuk adanya interaksi antar molekul gas dan volume molekul sendiri.

Tabel 2.1 Konstanta persamaan Van der Walls

Gas a (12atm/mol2) b (1/mol) Gas a (Pa.m6/mol2) b (m3/mol)


H2 0,2444 0,02661 O2 0,1381 3,184 E-5
N2 1,390 0,03913 H2O 0,5542 3,051 E-5
O2 1,360 0,03183 NH3 0,4253 3,737 E-5
CO2 3,592 0,04267 He 0,0035 2,376 E-5
CH4 2,253 0,04278
C2H6 5,489 0,06380

Dengan a dan b sebagai konstanta koreksi-koreksi tersebut. Harga a dan b beberapa


gas dicantumkan dalam Tabel 2.1. merupakan hasil pengukuran.

39
Contoh soal :

Beberapa tekanan 10 mol metan dalam silinder 0,5 m3 pada temperature 25oC ?

Jawab :
n = 10 mol
V= 0,5 m3 = 500 l
T = 25oC = 298 K
R = 83,14 cm3.bar/mol.K
nRT
Menurut gas ideal : P =
V
(10 mol)(0,082 latm mol K )298 K 
=
500 l
= 0,4887 atm
menurut van der Walls :
nRT n2 a
P 
V  nb  V 2
l 2 atm l
a = 2,253 mol 2 ; b = 0,04278 mol
10mol0,082latm molK 298K  10mol 2 l 2 atm mol 2 
P 
500l  10 mol0,04278l mol  500 l 2
= 0,4801 atm

Kesimpulan : Gas nyata mendekati sifat gas ideal bila tekanannya rendah

2.2.5 Persamaan Redlich – Kwong


R.T a
P 
V  b V (V  b)T 0,5

0,4278R 2 .T 2,5

dengan : a C
64PC

0,867 R.TC
b 
PC

Dalam bentuk factor kompresibilitas Z :

40
h
Z 
1 h B 1  h
b
dengan B 
RT

A b

B (bR.T 1,5 )

B.P b
h 
Z V

Bentuk persamaan Redlich – Kwong terakhir ini memberi kemudahan untuk


menentukan besaran keadaan secara iteratif :
- menentukan v, jika P dan T diketahui, atau
- menentukan P, jika V dan T diketahui.
Iterasi jika temperature diketahui :
a. hitung a dan b, B dan A/B
b. awali iterasi dengan Z = 1
c. hitung h
d. hitung Z
e. periksa apakah Zhitung sebagai Zawal sebagai dan kembali ke langkah c,d, dan e.
2.2.6 Persamaan Redlich – Kwong – Soave

Penyempurnaan persamaan Redlich – Kwong oleh Soave, dengan memasukkan


parameter ketiga yang mengandung factor asentrik
R.T a .
P 
V  b V (V  b)


  1  S(1 Tr  2

dengan :
S  a'  b'  c'

a', b', c,  kons tan ta

41
Menurut Graboski dan Daubert (1978)
S = 0,4851 + 1,5517  - 0,1561  2

Persamaan R-K-S untuk campuran gas-gas :

 a camp     i  j a ij  ij :i, j 1,2,3...n


i j

dengan : a ij ij 1 Cij (ai i


1
j ja  )
2

b camp   (x j b j )
j 1

a  
P  R.T
V  bcamp  V (V  bcamp )
camp

2.2.7 Persamaan Peng – Robinson (1976) (Daubart hal 27)

R.T  a 
P 
V  br V (  b )  b (V  b )
dengan :
a = 0,45724(R2Tc2)/Pc

b = 0,07780 (RTc)/Pc


  1  S(1 Tr)  2

S = 0,37464+ 1,5423  - 0,26992  2

2.2.8 Koefisien Muai Ruang dan Koefisien Mampat Isotermal (Daubert hal 22)
f(P,v,T) = 0
atau seringkali dalam bentuk : V = V (P,T)
derivasi total :
v
 v  dT    dv
dv 
 T  P  P  T

42
Turunan parsial persamaan tersebut di atas mempunyai arti fisik dan merupakan
besaran yang dapat diukur :
a. koefisien muai ruang (volume expansivity)

 
1  v 
v  T P

b. koefisien mampat isothermal (isothermal compressibility)

 
1  v 

v  P  T

jika  dan K konstan, maka :


v
In 2   (T  T )   (P  P )
2 1 2 1
1

catatan :
    0 untuk fluida tak-mampat (Incompressible fluid)
Contoh: Acetone pada suhu 20 oC dan tekanan 1bar mempunyai nilai β = 1,487x10-3
C ,  = 62 x 10-6 bar-1, dan v = 1,287 cm3g-1
o -1

Hitung : a. Nilai p T 


b.Tekanan akhir yang disebabkan oleh pemanasan pada volume tetap dari 20
o
C dan 1 bar menjadi 30 oC
c.Perubahan volume akibat perubahan kondisi dari 20 oC dan 1 bar menjadi
0 oC dan 10 bar
Penyelesaian:
a). βdT – κdP = 0
βdT = κdp


      1,487x103 oC 1 

 o 1

P T 

62x 106 bar 1 24 bar C


V

b). Jika β dan κ dianggap tetap dalam interval suhu 10 oC, maka persamaan yang
digunakan pada a) dapat ditulis:

43

P  T = 24 bar oC-1 x 10 oC = 240 bar

P2 = P1 + P = 1 + 240 = 241 bar
V2
c). ln =  ( T2 – T1 ) -  ( P2 – P1 )
V1
= ( 1,487 x 10-3)(-20) – (62 x 10-6)(9) = - 0,0303
v2
= 0,9702 dan v2 = 1,249 cm3g-1
v1
∆v = v2 – v1 = 1,249 – 1,287 = - 0,038 cm3 g-1
Soal-Soal Latihan Uji Kompetensi

1. Lakukan studi lapangan untuk menjelaskan mengapa air lebih cepat


mendidih di daerah puncak Malino dibandingkan dengan di Makassar?
2. Jelaskan mengapa makanan lebih cepat masak dalam pressure-cooker
dibandingkan di dalam bejana terbuka berisi air mendidih?
3. Tentukan fase atau fase-fase sebuah sistem yang berisi H2O pada kondisi
berikut, tentukan nilai sifat-sifatnya (v, E, h, dan s), serta gambarkan
sketsa diagram p-v dan T-v yang menunjukkan lokasi setiap keadaan
berikut?
(a) p = 5 bar, T = 151,9oC (b) p = 5 bar, T = 200oC
o
(c) T = 200 C, p = 2,5 MPa (d) T = 160oC p = 4,8 bar
4. Tentukan kualitas campuran dua fase cair-uap dan tentukan nilai sifat-
sifatnya (v, E, h, dan s), untuk sistem pada keadaan berikut:
a. H20 pada 100oC dengan volume spesifik 0,8 m3/kg
b. Refrijeran 134a pada 0oC dengan volume spesifik 0,7721 cm3/g
c. Amonia pada -40oC dengan volume spesifik 1 m3/kg
d. Refrijeran 22 pada 1 MPa dengan volume spesifik 0,0054 m3/kg
5. Sebuah tanki berisi 0.042 m3 oksigen pada 21oC dan 15 MPa. Tentukanlah
massa oksigen jika menggunakan model gas ideal.
3
6. Suatu silinder tertutup dengan volume 2 m berisi gas oksigen (O2) pada
o
temperatur 40 C dan tekanan 60 atm. Bila gas oksigen dianggap gas ideal,
a. Berapa kmole oksigen dalam silinder?
b. Berapa kg massa oksigen dalam silinder?
c. Tentukan tekanan gas bila temperatur dinaikkan menjadi 400 oC
d. Tentukan densitas oksigen pada kondisi awal dan pada kondisi c.

44
7.Suatu tangki berbentuk silinder berisi udara dengan volume 8 ft3 pada suhu
25 oC dan tekanan 4000 lb/in2. Hitung jumlah udara dengan menggunakam
hukumgas ideal dan persamaan Van der Walls
8.Nyatakan koefisien muai ruang dan koefisien mampat isotermal sebagai
fungsi densitas dan turunannya. Untuk air pada 50 oC dan 1 bar, κ = 44,18
x 10-6 bar-1. Sampai tekanan berapa air ditekan pada suhu 50 oC untuk
merubah densitasnya 1%. Anggap κ tidak tergantung P
9. Koefisien muai ruang dan koefisien mampat isotermal didefinisikan sebagai,

   
1  v  1  v 

v  P 
T v  T  P
 P 
 untuk gas ideal yang dinyatakan dalam  dan κ.
Hitunglah
T
 V
10. Untuk ammonia pada 100 oC dan 1 Mpa. Hitung volume molar ammonia
dengan menggunakan :
a. Persamaan Van der Walls dengan a = 4,19 (atm. m6)/ kmol2 dan b =
0,0373 m3/kmol
b. Persamaan Van der Walls dengan memperkirakan nilai a dan b
c. Persamaan Redilch Kwong- Soave
11. Hitung Z dan V untuk steam pada 250 oC dan 1800 Kpa dengan:
a. Persamaan virial bila diketahui koefisien virial kedua dan ketiga masing-
masing B = - 152,5 cm3 mol-1 dan C = -5800 cm6 mol-2
b. Persamaan Redlich/Kwong
c. tabel steam

Referensi/Sumber Rujukan

e. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics.


th
4 edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. (halaman 245 s.d. 285).
f. Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001.
Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc.
Graw Hill.
g. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan
oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc..

45
BAB III
ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA PERTAMA

Konsep energi pertama kali diperkenalkan dalam mekanika oleh Newton


ketika berhipotesa tentang energi kinetik dan energi potensial. Tetapi kemunculan
energi sebagai konsep pemersatu dalam bidang fisika belum digunakan hingga
pertengahan abad kesembilan belas dan dianggap sebagai pencapaian ilmiah yang
sangat penting abad itu. Konsep energi sudah sedemikian lazim digunakan sehingga
energi itu secara intuisi sudah jelas, namun kita masih menemukan kesulitan dalam
mendefinisikannnya secara jelas. Energi merupakan besaran scalar yang tidak dapat
diamati secara lansung tetapi dapat dicatat dan dievaluasi dengan pengukuran tidak
lansung. Nilai mutlak energi sukar untuk diukur, sementara perubahan energinya
mudah untuk dihitung.

Matahari merupakan sumber utama energi bumi. Matahari memancarkan


spektrum energi yang melintasi angkasa sebagai radiasi elektromagnetik. Energi
dikaitkan dengan struktur materi materi dan dapat dilepaskan oleh reaksi kimiawi dan
atom . Energi mengejawantahkan dirinya dalam berbagai bentuk, yang dapat berupa
internal atau transien, dan seimbang bentuk energi dapat internal dapat dikonversi
menjadi bentuk lainnya. Namun tingkat konversi dapat terjadi secara menyeluruh
ataupun hanya sebagian. Energi mekanis, listrik, kimiawi ataupun bentuk lainnya
dapat dikonversi seluruhnya menjadi kalor. Konversi energi kalor ke mekanik (dalam
operasi bersiklus) dilain pihak, hanya konversi sebagian.
1.1 Tipe-Tipe Energi
Energi dapat dibagi dalam beberapa tipe yaitu: energi potensial, energi
kinetik, energi dalam, panas, dan kerja.
1.1.1 Energi Potensial
Energi yang dimiliki oleh system akibat kedudukannya dalam medan gaya
disebut energi potensial. Misalnya energi potensial gravitasi berkaitan dengan medan

46
gaya gravitasi. Jika berada dengan massa m diangkat naik dari Z1 ke Z2 dalam medan
gravitasi yang sama maka gaya dibutuh untuk mengangkut benda tersebut sama
dengan berat benda dengan arah yang berlawanan, sehingga gaya yang diperlukan
diberikan oleh Hukum Newton :
F=m·a =m·g (3.1)
Keterangan :
F = Gaya (N)
m = massa (Kg)
a = Percepatan (m/dtk 2 )
g = Percepatan gravitasi (m/dtk2 )

Gbr. 3.1 Energi Potensial pada Z1 ke Z2

Kerja minimum yang akan dilakukan untuk mengangkat benda adalah hasil kali gaya
dan perubahan jarak
dW = F dZ (3.2)
Keterangan :
W = Kerja (N)
dZ = Jarak (m)
Perubahan energi potensialnya sama dengan kerja yang diperlukan untuk mengangkat
benda.
z2 z2
Δ Ep = = mg ( Z2 – Z1)
z F dZ =
z mg dZ (3.3)
1 1

Satuan Ep adalah Newton meter atau joule untuk sistem SI , sedangkan untuk Sistem
British Ep dinyatakan :
mgz
Ep  (3.4)
gc

47
(lbm)( ft)( ft)(s) 2
Sehingga satuannya Ep = = ft lbf
(lbm)( ft)(lbf ) 1 (s) 2
1.1.2 Energi Kinetik
Energi ysng dimiliki sistem akibat geraknya merupakan energi kinetik .
Menurut hukum gerak kedua Newton, gaya F yang bekerja pada suatu sama dengan
hasil kali massa dan percepatannya, atau
F=m·a
Kerja yang dilakukan untuk menggerakkan benda sejauh dS selang interval waktu dt
adalah
dW = F dS (3.5)
du
Bila percepatan a  , dengan u = kecepatan, maka
dt
du dS
dW  dS  du
dt dt

dS
Biladidefinisikan u 
dt
dW = m u du Gbr.3.2 Energi kinetik untuk kecepatan V1 ke V2
persamaan diintegralkan dengan batas integral V1 dan V2, sehingga
 u 22 u 1 
2
u2

 dW  m  du  m 2  2 
u 1  
mu

2
 mu 2  mu2 
Atau W  2
 1
   (3.6)
2 2  2 
 1
Setiap besaran mu 2 dalam persamaan diatas adalah suatu energi kinetik, suatu
2
bentuk energi yang diperkenalkan oleh Kelvin pada tahun 1856, sehingga energi
kinetik dirumuskan

48
1
E mu 2 (3.7)
k
2
Dalam sistem satuan SI satuan energi kinetik yaitu kgm2 s 2 atau joules. Pada sistem

British, energi kinetik dinyatakan sebagai 1 mu 2 , dimana gc adalah faktor


2 gc

proporsionalitas dengan nilai 32,1740 lbm  ft lbf  s 2


1
sehingga satuan energi
kinetik untuk sistem ini,

mu 2 lbm  ft  s 
2 2

Ek    ftlbf (3.8)
2gc lbm  ft lbf  1 s  2

Menurut hukum konservasi energi, jika suatu benda diberikan energi


sehingga dapat melakukan kerja untuk mengangkat suatu benda pada ketinggian
tertentu, kemudian mempertahankan energi tersebut , kerja dapat melakukan suatu
usaha (energi potensial). Jika benda yang sudah terangkat, dijatuhkan secara bebas
maka energi potensial akan berubah menjadi energi kinetik. Untuk benda jatuh bebas,
berlaku rumus :
Ek  Ep  0
mu 2 mu 2
2
1  mz 2
g  mz g  0
1
(3.9)
2 2
Untuk lebih mudah memahami, bagaimana fenomena perubahan energi dari
satu bentuk ke bentuk yang lain dapat dijelaskan dengan contoh dibawah ini :
Contoh Soal 3.1
Sebuah elevator dengan mass 2500 kg terletak 10 m diatas dasar poros
elevator. Elevator dinaikkan hingga 100 m diatas dasar poros kemudian kabel yang
menarik elevator putus sehingga jatuh secara bebas dan menimpah dengan keras
pegas. Pegas dirancang untuk mempertahankan elevator pada posisi pada posisi
tertentu pada tekanan maksimal pegas. Asumsi tidak ada friksi dalam proses dan nilai
g = 9,8ms -2 .

49
Hitunglah :
a. Energi potensial elevator pada posisi awal terhadap dasar poros
b. Kerja yang dibuat untuk menaikkan elevator
c. Energi potensial elevator pada posisi tertinggi terhadap dasar poros
d. Kecepatan dan energi kinetic elevator sebelum menimpah pegas
e. Energi potensial pegas yang tertekan.
Penyelesaian :
Buat gambar dari soal diatas untuk lebih mudah dipahami dan diselesaikan . Tanda
(1) merupakan posisi awal elevator, tanda (2) posisi tertinggi elevator dan tanda (3)
kondisi elevator sebelumetelah menimpa pegas.

Elevator
100 m

10 m

3
Pegas

Gambar 3.3 Gambar contoh soal 3.1

a. Dari persamaan 3.3


Ep = mz1 g = (2.500)(10)(9,8) = 245.000 J
b. Dari persamaan 3.3
z2 z2
Δ Ep = mg dZ = mg ( Z2 – Z1)
z F dZ = z
1 1

= (2.500)(9,8)(100-10) = 2.205.000 J

50
c. Dari persamaan 3.3
Ep = mz2 g = (2.500)(100)(9,8) = 2.450.000 J
Catatan bahwa W= Ep2 – Ep1
d. Dari prinsip konservasi energi mekanik, dapat ditulis dari jumlah perubahan energi
kinetik dan energi potensial selama proses dari kondisi 2 ke kondisi 3 merupakan nol.
Ek3 = Ep2 = 2.450.000 J
1
Sehingga Ek  mu ,
2

3 3
2
2Ek3 22.450.000
u 32    44,27ms1
m 2500
e. Epegas + Ekelevator  0
Energi potensial mula-mula dan energi kinetik akhir sama dengan nol, kemudian
energi potensial akhir pegas selalu sama dengan energi kinetik elevator sebelum
menimpa pegas. Selanjutnya energi potensial akhir pegas adalah 2.450.000 J
1.1.3 Energi Dalam
Energi dalam didefenisikan sebagai energi zat proses sebagai adanya
molekul-molekul dn atom-atom yang bergerak secara translasi, rotasi dan vibrasi
serta daya adhesi dan kohesi, bagian atom dari bahan. Walaupun energi dalam total
dari setiap bahan tidak dapat dihitung, namun jumlah energi relatif terhadap suhu
dan tekanan yang diberikan (keadaan mula-mula) dapat dihitung. Energi dalam
diberi simbol E dengan satuan joule; J, sedangkan perubahan energi dalam
adalah E2-E1. Dalam bentuk intensif diberikan simbol E dengan satuan joule per
kilogram; J/kg atau kilojoule per kilogram; kJ/kg dalam sistem satuan SI dan
Btu/lb dalam satuan Inggris.dan dapat dihitung dari hukum pertama termodinamika
yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Untuk gas ideal energi dalam hanya merupakan fungsi termperatur ,
sedangkan untuk gas nyata energi dalam merupakan fungsi tekanan dan volume.
Energi dalam hanya tergantung dari keadaan awal dan akhir dari sistem dan tidak
tergantung pada bentuk prosesnya.

51
1.1.4 Kerja
Sebagai dasar pada bab ini dimulai dengan kerja luar (external work). Kerja bisa
berupa kerja mekanik, kerja listrik, kerja magnetis, kerja dengan reaksi kimia dan
lain-lain. Baiklah pertama-tama disinggung mengenai kerja mekanik. Kita telah
mengetahui, bahwa kerja adalah hasil kali gaya dengan jarak. Bila gaya satuan
newton dan jarak satuan meter, maka kerja satuan newton-meter.
Bila gaya stuan Ib (pound) dan jarak satuan foot, maka kerja satuan foot-pound
(British) dan sebagainya.
Dalam thermodinamika, sistem akan melakukan kerja pada perubahan keadaan bila
ada penyimpangan boundary dari sistem terhadap gaya-gaya luar. Kebiasaan dalam
thermodinamika, bila vector penyimpangan ds searah dengan vector gaya F maka
kerja adalah negatip. Sebaliknya bila vector penyimpangan ds berlawanan arah
dengan vector gaya F maka kerja adalah positip. (lihat gbr. 3.4).

 O ds F ds  = 180o F

a). b).
Gbr. 3.4. Arah Gaya F dan penyimpangan ds.

Persamaan untuk kerja oleh gaya F dalam thermodinamika,


dW = F Cos  . ds. ......................................... (3-10)
Pada Gbr. 3-1a),  = 0° ; Cos  = 1, vector ds searah dengan vector F, maka kerja
adalah negatip, atau :
dW = F.ds ....................................................... (3-11)
Pada Gbr. 3-1b),  = 180°, cos  = 1, vector ds berlawanan arah dengan vector F,
maka kerjas adalah positip, atau :
dW = F.ds ......................................................... (3-12)

Bila kerja, negatip, berarti sistem menerima kerja (kerja luar) dari sekelilingnya. Bila
kerja positip, berarti sistem melakukan kerja (kerja luar) terhadap sekelilingnya.
52
Untuk menjelaskan hal ini marilah kita tinjau suatu silinder berisi gas yang dilengkapi
dengan suatu piston yang dapat bergerak ( lihat Gbr. 3.4).

Gambar 3.5 Kerja pada gas dalam silinder


Ambillah gas sebagai sistem, dan permukaan yang membatasinya adalah permukaan
dinding dalam dari silinderdan permukaan piston. Piston bergerak sejarak ds kekanan
menyebabkan perubahan volume gas sebesar dV.
Arah ds berlawanan dengan arah F.
Jadi sistem melakukan kerja terhadap sekelillingnya sebesar,
dW = F.ds.
Bila A adalah luas penampang piston, maka :
F = P.A ; p = tekanan atau gaya persatuan luas penampang piston.
Maka dapat ditulis :
dW = P.A. ds .............................................................................. (3-13)
Sedangkan A. ds = dV.
Dengan mensubts dV ke persamaan (3-3) didapatlah persamaan yang terakhir :
d W= P dV ................................................................................ (3-14)
Pada Gbr. 3.5 dW adalah elemen luas yang diarsir.
Pada Gbr. 3.5 terlihat bahwa bila arah ds ke kanan (ds berlawanan arah dengan F)
berarti gas mengembang atau volume bertambah atau dV positip. Jadi, sistem akan
melakukan kerja terhadap sekelilingnya bila dV positip, hal ini terdapat pada proses
expansi (pengembangan). Secara singkat, pada proses expansi dV adalah positip maka

53
kerja adalah positip. Sebaliknya bial arah ds ke kiri (dsd searah dengan F) berarti
volume gas berkurang atau dV negatip. Jadi, sistem akan menerima kerja dari
sekelilingnya bila dV negatip, hal ini terdapat pada proses kompressi. Secara singkat,
pada proses kompressi dV adalah negatip maka kerja adalah negatip.
Dari persamaan (3.14), bila sistem berubah dari keadaan 1, keadaan 2, maka kerja
total yang dilakukan/diterima sistem adalah :
V2
W   P.dV .................................................................................................... (3-15)
V1

Bila P konstan, maka kerja total yang dilakukan/diterima sistem adalah :

W = P (V2-V1)...................................................................................(3-16)

dimana :
V = volume sebenarnya (M3)

1.1.5 Panas
Panas merupakan perpindahan energi yang diakibatkan oleh perbedaan
suhu. Panas dapat juga mengakibatkan perubahan energi dalam suatu bahan, kerja
yang dihasilkan, atau mengakibatkan perubahan energi potensial dan energi kinetik.
Panas tidak dapat disimpan sebagai suatu bentuk yang nyata.
Bila panas ditambahkan kedalam sistem tandanya ada positif, sedang
apabila panas belum dari sistem tandanya negative. Hal ini sudah merupakan
konvensi dalam bidang Teknik Kimia.

3.1.5 Entalpi
Entalpi diturunkan dari besaran termodinamika yang merupakan jumlah
energi dalam ditambah hasil kali tekanan dengan volume dari sistem.
H = E + PV (3.17)
Dimana, H = entalpi, P = tekanan dan V = volume
Entalpi adalah fungsi keadaan dan ditabelkan sebagai fungsi temperatur dan tekanan
dari bahan.

54
1.2 Neraca Energi dan Hukum Termodinamika Pertama
Energi dapat berubah dari satu benruk ke bentuk yang lain, namun
jumlahnya tetap. Pernyataan diatas merupakan bunyi dari hukum kekakalan energi.
Berdasarkan hukum ini, neraca energi dapat diuraikan pada:
1. Neraca energi untuk sistem aliran (sistem terbuka) dalam keadaan mantap (steady)
2. Neraca energi untuk system aliran (sistem terbuka) dalam keadaan tidak mantap
(unsteady)
3. Neraca energi pada system tanpa aliran (non flow process) atau sistim tertutup.
Bentuk energi yang dibawa oleh aliran fluida :
1. Energi dalam (E),
2. Energi tekanan yang dibawa fluida (PV)
Entalpi (H) = (1) + (2) = E + PV
3. Energi potensial (mgz)
4. Energi kinetik ( mu2/2). Energi kinetik dan potensial merupakan energi eksternal
5. dll
Energi yang berpindah antara system dan lingkungan:
1. Kerja (W), yang diakibatkan perubahan volume dan kehadiran gaya
W = PdV + Ws
dengan : Ws = kerja poros
Pdv = kerja akibat perubahan volume
Bila system memberikan kerja terhadap lingkungan W bertanda negatif
2. Panas (Q), akibat perbedaan suhu. Bila sistem menerima panas dari lingkungan Q
bertanda positif
Bentuk persamaan umum neraca energi dapat ditulis,
Energi masuk – energi keluar = energi tertimbun ( terakumulasi)
Atau Beda energi masuk dan keluar sistem = energi terimbun dalam sistem
Bila didasarkan pada satu satuan massa bahan:
u
Energi tertimbun dalam sistem = d (E   gz )
2
55
u2
Energi masuk – energi keluar = Δ ( H   gz ) + Q’ – W’
2

Sehingga persamaan neraca energi menjadi:
u u2
Q’ – W’ = d (E   gz ) - Δ ( H   gz )..................... (3-18 )
2 2
1.2.1 Neraca Energi Proses Tanpa Aliran ( sistim tertutup)
Energi masuk – energi keluar = energi tertimbun
Asumsikan bahwa tidak ada kerja Pv yang diakibatkan oleh aliran masuk dan keluar
sistem dan perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan, sehingga persamaan (3-
19) menjadi :
Q’ – W’ = ΔE ................................................................................ (3-19)
Dengan Q = energi masuk
W = energ i keluar
Energi tertimbun = ΔE = E keluar – E masuk
Jadi hukum pertama pada Neraca Energi Proses Tanpa Aliran ialah :
Q – W = ΔE (3.20)
Dengan satuan Joule dalam sistem SI dan Btu dalam sistem inggris.

1.2.2 Neraca Energi Proses Aliran pada keadaan Mantap


Pada tekanan konstan, proses aliran steady state dengan aliran masuk (1) dan aliran
Keluar (2) memakai basis satuan waktu termasuk istialah energi,
.
2
Energi masuk = E m  m . u 1  m
 gz  m P v  Q
1 1 1 1
2
u 22
  m
Energi keluar = E1 m m
 gz  m
 P2 v 2 Ws
2

Energi accumulation = 0

sehingga

56
2 2
Em   m u1  m  P v  Q  E m
 gz  m  u2 m
 m  P v W
 gz  m (3.21)
1 1 11 2 2 2 2 s
2 2

 = laju alir massa, kg/s


Dimana m
E = energi dalam, N . m/kg = J/kg
u = kecepatan, m/s
g = percepatan gravitasi, m/s2
z = jarak, m
P = tekanan, N/m2 = Pa
v = volume spesifik, m3/kg
Q = laju panas, J/s
W = kerja poros, J/s
Persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut :
2 2 
E  P v  1u gz  Q  E  P v  u2  gz W  (3.22)
1 1 1 1 2 2 2 2 s
2 2
Dimana Q’ = Q/m dan Ws = Ws/m, dan pers. 3.22 diatas sering disebut neraca energi
total. Jika H disubtituikan kedalam E + PV, persamaan dapt disederhanakan menjadi
u 21 u 22
1
H   gz 1  Q  H 2
  gz 2  Ws (3.23)
2 2
Persamaan (3.22) dan (3.23) dapat dipakai untuk mengevaluasi suatu proses aliran
keadaan mantap. Misalnya untuk nosel air dimana energi potensial, energi panas
diabaikan sedangkan perubahan energi kinetiknya sangat besar sehingga persamaan
3.22 menjadi
u 21  u 22
W  P v  P v
s 1 1 22
2
Pada reaksi kimia energi kinetik, energi potensial dan kerja diabaikan sehingga
persamaan 3.23 menjadi
H 2  H1  H  Q
Neraca energi total dalam keadaan mantap merupakan neraca eksternal yang hanya
mempertimbangkan energi masuk dan keluar dari sistem. Untuk perhitungan

57
mekanika fluida, neraca energi total menjadi bermanfaat uuntuk merancang suatu
neraca internal sistem yang biasanya disebut neraca energi mekanik atau persamaan
Bernoulli yang dikembangkan. Persamaan ini lebih mudah diturunkan dari bentuk
diiferensial neraca energi total dalam keadaan mantap didasarkan pada satu satuan
massa bahan. Untuk proses reversibel yang ada hanya kerja tekanan aliran (Pv) yang
dilakukan, dE= dQrev + PdV. Jika kerja reversibel sama dengan jumlah panas yang
diserap dari lingkungan Q’ dan panas yang ditambahkan pada fluida akibat gesekan
(hf), maka:
dE = (Q’ + hf ) – Pdv
Bila W’ = Ws’ + d(Pv)
gdz + dE + d(Pv) + udu = Q’ – Ws’
gdz + hf – Pdv + d(Pv) + udu = -Ws’
Integrasi antara titik (1) dan (2) yang dinotasikan sebagai tempat energi masuk dan
keluar sistem

gdz  P v u2 V2
 Pdv = gz  P v u 22  Ws' ….(3-24)
1 1 1  1+ 2 2 2 h f
2 V 2

3.3 Kapasitas Panas


Kapasitas panas suatu bahan adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu sebesar 1 derajat. Perbandingan antara kapasitas panas suatu bahan
dengan kapasitas panas air disebut panas spesifik. Panas spesifik tidak mempunyai
satuan hanya tergantung pada suhu bahan dan air dan biasanya diambil suhu air pada
15 oC. Kapasitas panas dirumuskan :
q ..............................................................................................
C (3-25)
T
dengan : C = kapsitas panas
q = panas yang ditambahkan untuk merubah suhu T

58
3.3.1 Kapasitas Panas pada Volume Tetap
Jika suatu bahan dipanaskan pada volume tetap dalam proses tanpa aliran
(sistim tertutup), dq = dE (V konstan, W=0). Kapasitas panas pada volume konstan
didefinisikan sebagai perubahan energi dalam terhadap suhu,
 E  T2
Cv  dT  atau E   Cv dT.................................................. (3-26)
 v T

E merupakan energi dalam spesifik yaitu satuan energi per satuan massa. Bila E
dalam bentuk energi dalam, maka,
T2

E  n  C v dT ..................................................... (3-27)
T1

3.3.2 Kapasitas Panas pada Tekanan tetap


Apabila suatu bahan dipanaskan pada tekanan konstan, neraca energi
menjadi dq = dE + PdV (sistim tertutup). Jika H = E + PV, maka pada tekanan
konstan dH = dE + PdV, berarti dH = dq. Kapasitas pada tekanan konstan
didefinisikan perubahan entalpi terhadap suhu, yang dapat ditulis:
 H  T2
C p  dT  atau H   C p dT ...................................... (3-28)
 p T1

Dalam rumus ini H merupakan entalpi spesifik (joule/kg), bila dalam entapi saja
(joule) maka:
T2

H  n  C p dT .................................................................... (3-29)
T1

Untuk gas ideal PV = nRT, energi dalam tidak tergantung pada volume atau tekanan
sehingga (E T )V  (E T ) P . Pada tekanan tetap, dH = dE + PdV bila setiap
suku dibagi dT maka persamaan menjadi:
 H 
  E 
  V 
T T  T 
 p  p  p
Differensiasi pada tekanan konstan untu 1 mol gas,

59
 H 
  E   R
 T  p  T  p
Atau Cp = Cv + R .................................................................... (3-30)
Menurut teori kinetic gas, pada gas ideal monoatomik hanya energi translasi yang
1 3
perlu diperhatikan, E = 2Vmu , sehingga (E T ) = Cv = R. Pada gas ideal
2

2
5
diatomik energiyang diperhatikan yaitu energi translas dan rotasi dan E = RT atau
2
5
(E T )V = Cv = R. Gas-gas lain, penambahan energi rotasi dan vibrasi akan
2
menaikkan kapasitas panas.
Kapasitas panas gas ideal merupakan fungsi temperature yang dapat dilihat
pada table 3.1 (Daubert, hal.55). Selain dalam bentuk tabel, kapasitas panas disajikan
dalam bentuk grafik dan persamaan-persamaan. Salah satu persamaan yang
menyatakan hubungan antara kapasitas panas dan suhu dikembangkan oleh Passut
dan Danner (1972),
Cp = B + 2 CT + 3 DT2 + 4 ET3 + 5FT4 .................................... (3-31)
dengan B sampai F konstanta yang dapat dilihat pada table 3.2 (Daubert,hal 56). Bila
konstantanya ditambah A, maka entalpi gas ideal dapat dihitung dengan persamaan,
H = A + BT + CT2 + DT3 + ET4 + FT5....................................................... (3-32)
Nilai kapasitas panas berubah dengan perubahan suhu. Bila suhu awal berbeda
dengan suhu akhir, maka kapasitas panas rata-rata ( C pm ) dicari dengan persamaan,
T2

C 
 C dT
T1 p
..................................................................................................................................................................................................................................................
(3-33)
T2  T1
pm

Kalau interval awal dan akhir tidak terlalu jauh, kapasitas panas rata-rata dapat
ditentukan pada suhu rata-rata. Kapasitas panas rata-rata juga dapat dilihat pada table
3.2 (Daubert, hal.58)

60
Contoh soal 3.2:
Bandingkan nilai kapasitas panas gas nitrogen antara suhu 25 sampai 1000 oC dalam
tablel 3.3 dengan yang dicari dengan menggunakan persamaan (3-31) dan (3-33).
Dari table 3.3 diperoleh nilai kapasitas panas rata-rata 1,121 kJ/kg K
Cp = B + 2 CT + 3 DT2 + 4 ET3 + 5FT4
Dari table 3.2 ,B = 1,068490; C = -0,134096 x 10-3 ; D = 0,215569x 10-6
E = -0,078632 x 10-9 ; F = 0,069850 x 10-13
Berdasarkan pers.(3-33)
T2

 (B  2 CT  3 DT  4 ET 3  5 FT 4 )dT
2

C pm 
T1

T2  T1
=
B(T  T )  C(T  T )  D(T  T )  E(T  T )  C(T  T )
2 1
2 2

2 1
3 3 4

2
4

1
5 5

2 1 2 1

=
T2  T1
= 1,121 kJ/kgK
3.4 Panas Peleburan, Penguapan, Pembentukan, Reaksi, Pembakaran, dan Larutan
3.4.1 Panas Laten Peleburan dan Penguapan
Apabila suatu padatan kristal melebur pada titik lelehnya menjadi cairan
pada suhu konstan, panas yang diserap mengakibatkan kenaikan entalpi senyawa.
Panas ini disebut panas peleburan dari suatu bahan. Panas peleburan beberapa bahan
dapat dilihat pada tabel 3.6 (Daubert, hal. 61)
Panas laten penguapan adalah panas yang diserap oleh suatu cairan sehingga
berubah fasa menjadi uap pada suhu dan tekanan konstan. Pada gambar 3.5 diplotkan
Temperatur versus entalpi yang menggambarkan perubahan fasa padat menjadi cair
pada titik leleh (MP) dan dari cair ke uap pada titik didih (BP)

61
Uap

Cair

H
Padat

MP BP T

Gambar 3.6 Perubahan fasa


Beberapa metode yang biasa digunakan untuk menghitung panas laten
penguapan:
1. Persamaan Clapeyron (1834)
dP o 
dT  _ _
........................................................................(3.34)
T (V G  V L )
o
dengan: P = tekanan uap
 = panas laten penguapan pada suhu T
_
V G = volume spesifik gas
_
V L = volume spesifik cairan
2. Persamaan Clausius- Clapeyron
Persamaan ini merupakan modifikasi persamaan claypeyron oleh Clausius
_
yang menganggap uap adalh gas ideal, V G = RT/Po sehingga,
dP O 

dT T (RT / P)
dP O  dT
atau 
Po R T2
integrasi persamaan diatas menghasilkan:

62
PO   1 1 
  (3.35)
ln P2O   R T

1  2 T1 
Contoh soal 3.3:
Hitung panas laten penguapan pada suhu 500oC dengan menggunakan persamaan
Clapeyron dan Clausius-Clapeyron dan bandingkan hasilnya.
Tabel 3.1 Data tekanan uap dan suhu

T, K 490 500 510


Tekanan uap, Mpa 2,181 2,637 3,163

VG, m3/kg 0,09150 0,07585 0,06323

VL, m3/kg 0,00118 0,00120 0,00122

Penyelesaian:

dP o 
Persamaan Clapeyron , 

 _ _

dT
T (V G  V L )

 ln
T2
PO - O
= T
(V G  V L )

1

(3163  2181) kPa   510


ln
(0,07585  0,00120) m / kg(18 kg / kmol)
3
490

λ = 32983 kJ/kmol
Persamaan Clausius-Clapeyron
PO   1 1 
ln P  RT  
2 O

1  1 T2 
3,163   1 1  1
ln  8,314 kJ T  K
2,181 T
kmolK  2 1 

63


λ = 38618 kJ/kmol
38618  32983
Kesalahan pers. Clausius-Clapeyron (error) = x 100%  17%
32983
Persen kesalahan yang besar karena uap air dianggap gas ideal (uap air adalah gas
non ideal)
3. Panas laten penguapan dihitung berdasarkan selisih antara entalpi uap dengan
cairan pada tekanan dan suhu tetap,
λ = ( HV - HL)T,P ..................................................................................................... (3.36)
dengan HV= entalpi uap
HL= entalpi cairan

3.4.2 Panas Pembentukan


Panas pembentukan senyawa adalah panas yang dibutuhkan membentuk
senyawa dari unsur-unsurnya pada tekanan 1atm dan suhu 25 oC (keadaan standar).
Unsur-unsur dalam reaktan pada kondisi standar mempunyai panas pembentukan nol.
Telah dijelaskan dalam materi sebelumnya bahwa neraca energi untuk
sistem tanpa aliran pada tekanan tetap, Q = ΔH ( energi potensial, kinetik, dan kerja
diabaikan). Pada kondisi tanpa aliran pada volume tetap, Q = ΔE. Kedua rumus ini
merupakan hukum termokimia.
Untuk selanjutnya panas pembentukan ditetapkan pada tekanan tetap, Q =
ΔH, dan panas yang dilepas atau diserap sama dengan perubahan entalpi reaksi. Jika
entalpi naik bila suatu senyawa dibentuk dari unsur-unsurnya, maka panas
pembentukannya bertanda positif dan senyawa yang terbentuk tersebut disebut
senyawa endotermik. Situasi sebaliknya disebut senyawa eksotermik. Data-data panas
pembentukan dapat dilihat pada table appendix A (Physical property data, Daubert
hal 409)
3.4.3 Panas Reaksi
Panas reaksi adalah panas yang diserap atau dilepaskan dalam suatu reaksi
kimia. Panas reaksi standar Perubahan entalpi senyawa –senyawa yang direaksikan

64
untuk membentuk suatu produk pada tekanan 1 atm dan suhu 25 oC. Panas reaksi
standar pada 25 oC atau 298 K diberi symbol ΔHf 25 atau ΔHf 298 .
Contoh soal 3.4:
½ N2 + 3/2 H2 NH3 ΔH25 = 45900 kJ/kmole
N2 + 3 H2 NH3 ΔH25 = 91800 kJ/kmole
Jika dalam suatu reaksi panas dilepaskan maka reaksinya disebut reaksi eksotermik
dan menurut konvensi bertanda negative, sebaliknya jika dalam suatu reaksi panas
diserap maka reaksinya disebut reaksi endotermik dan bertanda positif.
Panas reaksi standar dapat dihitung jika panas pembentukan semua senyawa
yang terlibat dalam reaksi diketahui. Apabila panas pembentukan dan panas reaksi
pada suhu 25 oC, maka panas reaksi standar sama dengan jumlah aljabar panas
pembentukan standar produk dikurang jumlah aljabar panas pembentukan standar
reaktan yang dirumuskan
ΔHR, To = (Σ n ΔHf )Pr - (Σ n ΔHf )Re.................................................................... (3.37)
dengan n = jumlah mol
To = suhu standar

3.4.4 Panas Pembakaran


Panas pembakaran dari suatu senyawa adalah panas reaksi dari hasil
oksidasi senyawa dengan oksigen. Semua proses pembakaran adalah reaksi
eksotermik dan bertanda negative. Panas pembakaran standar adalah perubahan
entalpi sejumlah mol senyawa yang direaksikan dengan sejumlah mol oksigen
membentuk sejumlah mol produk pada suhu 25 oC dan tekanan 1 atm. Panas
pembakaran hidrokarbon adalah oksidasi semua senyawa hidrokarbon dengan
oksigen menjadi karbondioksida dan air. Panas pembakaran dapat dihitung dari panas
pembentukan atau sama dengan perhitungan panas reaksi sedangkan panas
pembentukan dapat dihitung dari panas pembakaran bila salah satu panas
pembentukannya tidak diketahui.

65
Contoh soal 3.5: CH2O + O2 CO2 + H2O
ΔHC diketahui
ΔHf CO2 diketahui
ΔHf H2O diketahui
ΔHC = ΔHf CO2 + ΔHf H2O - ΔHf CH2O
ΔHf CH2O dapat diketahui dari persamaan diatas.

3.5 Aplikasi Hukum Pertama Termodinamika untuk Proses Tidak Mengalir (Sistem
Tertutup)
Pada bagian ini akan dijelaskan pemakaian hukum pertama termodinamika
untuk gas ideal dengan proses reversible, gas ideal dengan proses irreversible
dan gas non ideal (gas nyata). Persamaan-persamaan neraca energi akan
diuraikan untuk berbagai keadaan dalam perhitungan teknik kimia seperti
temperatur tetap (isothermal), volume tetap (isometric), tekanan tetap (isobaric)
dan kasus dimana tidak ada panas masuk maupun keluar dari sistem (adiabatic).

3.5.1 Gas Ideal dengan Proses Reversible pada Sistem Tertutup


Perhatikan satu mol gas yang diisikan kedalam satu piston dimana dalam
piston tersebut akan terjadi ekpansi ataupun kompressi. Gas dalam piston tersebut
dikatakan sistem tertutup atau proses tidak mengalir (non flow process) dan neraca
energi untuk sistem tertutup (hukum termodinamika pertama untuk sistem tertutup):

E  Q  W ................................................................................ (3.38)
bila antara gas dan dinding piston tidak ada gesekan maka proses disebut proses
reversible dan kerja yang dilakukan adalah kerja maksimum W   P dV dimana

P untuk gas ideal:


RT nRT
P 
V V

66
Perubahan gas ideal untuk sistem tertutup proses reversible dapat terjadi dalam
beberapa proses:
3.5.1.1 Proses Suhu Tetap (isothermal procesess)
Suatu sistem dikatan isothermal atau suhu tetap apabila selama proses
berlangsung suhu tetap dan ekpansi gas dari keadaan (1) ke keadaan (2)
(lihat gambar)

Gambar 3.7 PV diagram untuk isothermal

Hk Thermodinamika pertama E  Q  W

Isothermal, shg E = 0 dan alt = 0, shg


V2

Q  W   P dV
V1

nRT
gas ideal P dan
V
v2 dV V
Q W  nRT  nRT ln
2 ..............................................................


(3.39)
v1 V1

Bila P1V1 P2V2


 suhu tetap maka PV  PV
1 1 2 2
T1 T2

V2
 P1 , sehingga
V1 P2

67
P1
Q W  nRT ln …………………………………(3.40)
P2
Pada arus isothermal V2  V1 dan P1 P2 , sehingga kerja yang dilakukan untuk
Proses Tekanan Tetap (Isobaric Process)
Tekanan sistem selama proses berlangsung tetap atau tekanan awal (1)
sama dengan tekakanan pada akhir proses (2) lihat gambar 3.6 Gas
berekpansi dari titik (1) ke (2) akibat pengaruh panas dan kerja yang
dihasilkan:

Gambar 3.8 PV diagram untuk isobar


v2

W   P dV  P (V2 V1 )
v1

untuk gas ideal PV  n RT


PV  n RT
W  P (V2 V1)  n R (T2 T1)...............................................................( 3. 41 )

Internal energi akan berubah seperti suhu yang tidak tetap sehingga
E Q W Q  n R T2  T1 
selama proses ekspansi berlangsung:
V 
T2  T1  T1 V2 1
 1 

68


bernilai positif sehingga kerja juga akan positif, telah diturunkan


sebelumnya:    PV  oleh karena untuk suatu proses isobarik

   P V  maka   Q  P(V ) , sehingga


  Q  n.Cp dT dan  n.Cp dT ……………………(3.42)
3.5.1.2 Proses Isometrik (Isometric Process)

P1

P2

V1 = V2 V

Gambar 3.9 PV diagram untuk isometri

Proses isometric terjadi apabila volume gas tetap selama proses berlangsung.
v2

W   P dV  0 karena V2 V1 sehingga hukum termodinamika pertama


v1

menjadi  Q  nCvdT dan   nCpdT ………………………..(3.43)

3.5.1.3 Proses Adiabatik (Adiabatic Process)

69
Gambar 3.10 PV diagram untuk adiabatik
Bila suatu silinder diisolasi secara sempurna sehingga tidak ada panas yang masuk
maupun meninggal sistem disebut proses adiabatic dengan Q = 0. Ekspansi
berlangsung dari keadaan (1) ke Keadaan (2) sehingga hukum termodinamika
pertama
 Q W

 W  nCv(T2 T1 ) ................................................... (3.44)

Karena tekanan, temperatur dan volume gas berubah maka  P dV tidak dapat

dihitung secara langsung. Namun karena perubahan energi dalam berkaitan dengan
kapasitas panas pada volume konstan,  nCv (T2 T1 ) dan W  nCv (T2 T1 )
sehingga kerja ekpansi yang dihasilkan akibat penurunan energi dalam gas. Oleh
karena temperature turun akibat kenaikan volume gas maka tekanan juga akan turun.
Hubungan antara variable-variabel PV (Pressure Volume), PT (Pressure
Temperature), dan VT (Volume Temperature) untuk proses adiabatic diberikan oleh
persamaan-persamaan sebagai berikut:
PV  P V
k k ............................................................................................................................................
(3.45)
1 1 2 2

T  P  k 1k
2
 2  …………………………………………….(3.46)
T1  P1

70


T  V k 1
2
 2  ……………………………………………….(3.47)
T1  V1 

dengan k Cp Cv . Bila T2 pada persamaan PT dimasukkan dalam persamaan

kerja maka:
 nRT  P k 1 
 
W  1   2  1 …………………………………..(3.48)
k 1   P1  

 
Proses Politropik (Polytropic Processes)

Proses politropik hanya berlaku untuk gas non ideal dengan harga k  Cp Cv . Nilai k

merupakan parameter empiris yang ditentukan melalui percobaan. Sebagai contoh


nilai k untuk gas non ideal diatomic 1,5 sampai 1,6. Rumus-rumus yang digunakan
untuk proses politropik sama dengan proses adiabatic kecuali nilai k yang berbeda.

Contoh soal 3.6:


Satu kilomol gas karbon monoksida (anggap gas ideal) dengan kapasitas panas pada
kJ
tekanan konstan (Cp)  29 pada tekanan 2,758 MPa dan suhu 700 K
kmol K

(keadaan 1) diekspansi secara isothermal sehingga tekanannya menjadi 0,552 MPa


(keadaan 2), selanjutnya didinginkan pada volume tetap sampai suhu 437,5 K
(keadaan 3), lalu didinginkan pada tekanan tetap sampai suhu 350 K (keadaan 4),
kemudian ditekan secara adiabatik sampai tekanan 2,758 MPa (keadaan 5) dan
dipanaskan pada tekanan tetap sampai suhu 700 K.
Hitung Q,W , H dan E untuk setiap proses jika prosesnya dianggap proses
reversible dan buat PV diagramnya!

Penyelesaian:
Untuk mempermudah permasalahan, bambarkan langkah-langkah proses dalam
bentuk blok diagram dan setiap blok tulis kondisi prosesnya sbb:
71
(1) P1 2,758 MPa (2) P2  0,552 MPa (3) P3 ...?
isothermal
T1  700 k Isothermal T2  700 kIsometriisometri T3  437,5k
V1  ...?   V2  ...?   V3  ...?
   
Q  Q  
W  W  
 Isob

 



(3) P5  2,758MPa  (3) P4  P3 ?


Isobar T5  ...? Adiabatik T4  350k
V4 ?
V5  ...? adibatik

Gambar 3.11 blok diagram contoh soal 3.6


Dari gambar di atas terlihat bahwa siklusnya tertutup dan proses reversible dan
perhitungan dilakukan untuk setiap langkah sbb:
a. (1) Ishotermal (2)
E  0; H  0 karena T1  T2
P1 
Q  W  nRT ln
 
2
 j 2,758
 1kmol 8314,3 kmolk  700k ln 0,552
 
 936000 j
 9363 kj
nRT1 1kmol.8314 Pa.m3 .700k
V 
P1 kmole.0 k. 2,758.106 Pa
 2,11m3
nRT2  1kmole.8314 Pa.m3 .700k
V 
P2 kmol.0,552.106 Pa
 10,54 m3

72
b. (2) Isometri (3)

W  0 ; Q  E  nCvT
kj kj
Cv  Cp  R  29,3  8,314  21 ( pembula tan)
kmolK kmol K
Q  E  nCvT  T      21 kj  437,5  700 o k
1kmol  
3 2
 kmolo k 
  5513 kj 
 H  nCp (T  T )  29,3 kj 437,5  700k
1kmol  
3 2
 kmolo k 
  7691kj
P T 0,552MPa. 437,5 k
P3 2 3   0,345 MPa.
2 700 k
V3  V2 isometrik 

c. (3) Isobarik (4)

Q  H  nCp (T4  T3 )  nCp (T4  T3 )


 kj  (350  437,5) k
 1kmol  29,3 
 kmolo k 
  2564 kj
E  nCv T  nCvT4  T3 
 kj 
 1kmol 21 kmolk  350  437,5k
 
 1838 kj
W  Q  E  2564  1838  726 kj
nRT4  1kmole8314 Pa.m3 .350 k
V 
P4 kmolek. 0,345.106 Pa
 8,43 m3

73
d. (4) adiabatik (5)

 T   P5  (k 1)  2,758 0,2857


 5   k
    1,811
 4   P4 
T  0,345 
T5  1,811.T4  1,811350  634k
Q0
 kj 
H  nCp T  nCp T  T    634  350

5 4 1kmole  29,3 kmole 
 
 8321kj
E  W  nCvT  nCv (T5  T4 )
 kj 
 1kmole 21 kmolek.  634  350 k  5964 kj
 
nRT5  (1kmole) (8314 Pa.m 3 ) (634o K )
V 
P5 kmole K.2,5758.106 Pa
 1,91m 3

(e) Keadaan 5 keadaan 1


 = 3325.0 – 3257.7 = 67.3
 = 3005.6 – 2953.4 = 52.2
W = Pv  2.75116.17 110.65 15.2
Q =  + W = 52.2 + 15.2 = 67.4

Untuk seluruh proses


E  0
H  0
Q  W
E  0  5513  1838  5964  1386  1 ~ 0
H  0  7691  2564  8321  1934  0
Q  9363  5513  2564  0  1934  3220 kj
W  9363  0  726  5964  548  3221kj

74
PV diaramnya dapat digambarkan seperti pada gambar 3.9

Gambar 3.12 PV diagram contoh soal 3.6

3.5.2 Gas Ideal Proses Irreversible Sistim Tertutup


Pada proses irreversible , kerja tidak dapat dihitung secara lansung dari

 P dV tetapi dapat dihitung berdasarkan hukum termodinamika pertama.. Jika


kondisi awal dan akhir dari suatu proses diketahui, perubahan energi dalam, suatu
fungsi keadaan dapat dihitung dengan pembagian proses irreversible menjadi dua
proses ( proses reversible ). Sebagai contoh, suatu proses irreversible dengan kondisi
awal P1 T1 dan kondisi akhir P2 T2, supaya dapat dihitung perubahan energi
1 2
dalamnya maka harus dirubah menjadi P1 T1 P1 T2 P2 T2 dimana
1 2
langkah satu adalah isobar dan langkah dua isotermal atau P1 T1 P2 T1 P2
T2 (langkah satu isothermal, langkah dua isobar). Apabila Q diketahui, maka W = Q -
E .

75
3.5.3 Gas Nonideal Sistem Tertutup
Metode penurunan rumus pada gas nonideal sama saja dengan gas ideal

kecuali persamaan keadaannya yang berbeda dalam mengevaluasi  P dV untuk

proses reversible. Kerja suatu gas nyata tidak sama dengan gas ideal karena volume
akhir tidak sama. Untuk contoh persamaan van der Waals:
RT a
P 
V b V
Kerja yang dilakukan untuk proses isothermal,
V2
V2 dV
dV
W   PdV  RT  a
V1 Vb V1 V
atau
 V 2 b   1 1 
W   RT ln 
 V 1 ab   ..............................................................( 3.49)
 V 2 V 1 
 

Untuk proses isobar W = P V .


Selain rumus matematik yang rumit, setiap persamaan keadaan dapat digunakan
untuk mencari hubungan antara ∆U, Q, dan W seperti yang dibahas pada gas ideal.
Kadang-kadang persamaan keadaan tidak tersedia untuk gas non ideal dan harus
menggunakan data tabel. Kemudian kondisi dipertahankan dan besaran kerja dihitung
dari data yang tersedia. Untuk proses isobar, volume spesifik aktual harus digunakan.
Pada proses isthermal harus dibuat grafik antara tekanan dan volume. Perubahan
energi dalam dapat dihitung dengan memanfaatkan PVT tabel dan entalpi.
Uap adalah salah satu contoh gas non ideal dimana metode penggunaan data
tabel untuk menghitung ∆U, Q, dan W .
Contoh soal 3.7: Satu kg steam pada 2,75 MPa dan 440 oC ( keadaan 1) diekspansi
secara isothermal menjadi 0,5 MPa (keadaan 2), lalu didinginkan pada volume tetap
sampai suhu 170 oC (keadaan 3) kemudian didinginkan lagi pada tekanan konstan
sampai suhu 140 OC (keadaan 4), kemudian ditekan secara adiabatic sampai tekanan
2,75 MPa dan suhu 410 oC (keadaan 5), dan selanjutnya dipanaskan pada tekanan

76
konstan sampai suhu 440 o
C. Hitung Q, W, ∆H, dan ∆U untuk setiap langkah
proses, jika prosesnya dianggap reversibel dan buat diagram Pv .
Penyelesaian:
Basis 1 kg steam. Karena steam gas nonideal, nilai v dan H, harus diambil dari tabel
steam (App. B Daubert)
Tabel 3.2 Tabel steam

Keadaan 1 2 3 4 5
P, MPa 2.75 0.5 0.31 0.31 2.75
T, OC 440 440 170 140 410
103 v, m3 / kg 116.17 654.8 654.8 597 110.65
H , kJ / kg 3325.0 3356.0 2802.6 2738.5 3257.7
E, kJ / kg 3005.6 3028.6 2602.6 2553.6 2953.4

(a) Keadaan 1 keadaaa state 2


  3356.0  3325.0  31.0
  3028.6  3005.6  23.0

W dapat dihitung dengan cara integrasi grafik dengan memplotkan V dan P


sehingga diperoleh  P dv. Karean Q-W = 23.0, maka Q=23.0+W

(b) keadaaan 2 keadaan 3

W = 0 Q =  = 2602.6 – 3028.6 = - 426


 = 2802.6 – 3356.0 = -553.4

(c) Keadaan 3 keadaan 4


 = 2738.5 – 2802.6 = -64.1
 = 2553.6 – 2602.6 = -49.0
W = Pv  0.31 X 10 6 597  654.810 310 3 kJ / kg.m 2 .s 2 
= -17.9 kJ/kg
Q =  + W = -49.0 – 17.9 = - 66.9

(d) Keadaan 4 keadaan 5


Q=0
 = 3257.7 – 2738.5 = 519.2
 = -W = 2953.4 – 2553.6 = 399.8

77
(e) Keadaan 5 keadaan 1
 = 3325.0 – 3257.7 = 67.3
 = 3005.6 – 2953.4 = 52.2
W = Pv  2.75116.17 110.65 15.2
Q =  + W = 52.2 + 15.2 = 67.4

PV diagram dapat digambarkan sbb:

Gambar 3.13 PV diagram contoh soal 3.7

3.5.4 Aplikasi Neraca Energi Untuk Proses Alir (Sistim Terbuka)


Sebelumnya telah dijelaskan neraca energi untuk proses alir yang diturunkan
untuk satu fluida antara titik 1 dan 2:
2 2
E  P v  1u gz  Q  E  P v  u2  gz W  ....................(3.50)
1 1 1 1 2 2 2 2 s
2 2
Atau ..
u 21 u 22
1
H   gz1  Q  H 2   gz2  Ws(3.51)
2 2

78
Persamaan ini juga dapat diubah menjadi neraca energi mekanik yang didasarkan
pada satu satuan massa materi.
2
u2
  PdV  gz 2   W S'................................................ (3.52)
1 1 1
2  2 2
2 f


u12  gz  u 22  2  VdP  h
gz1   f  WS
' .......................................
atau 2 (3.53)
2 2 1

dimana  PdV = kerja tanpa aliran, reversible


-  PdV = kerja poros, reversible

Neraca massa untuk proses alir dalam keadaan tunak (steady) yang sering disebut
persamaan kontinuitas:
atau
m1  m2
u1 A1 1  u2 A2 2 ........................................................... (3.54)
u 1 A1 u 2 A2

v1 v2
dengan : m = laju alir massa
ρ = densitas fluida
v = volume spesifik
A = luas penampang

3.5.4.1 Aplikasi Neraca Energi untuk Gas ideal


Untuk gas ideal, sebelumnya telah dijelaskan bahwa ∆U = C VdT dan ∆H =
CP dT dan neraca energi dapat diturunkan menjadi:

79
atau
 u 2 u 2 
Q  W  g z  z    2  1   P V
'
 PV   n C T  T (3.55)
S 2 1 2 2 1 1 V 2 1
 22 2 
u u 2 
Q  W  g z  z     
' 2 1
 n C T  T 
S 2 1 P 2 1
 2 2 

Persamaan diatas dapat digunakan untuk setiap proses alir yang melibatkan gas ideal.
Sebagai contoh, suatu operasi turbin terhadap gas ideal yang akan menghasilkan kerja
WS , sementara untuk kompressor akan membutuhkan kerja - WS untuk menekan gas
ideal.
Berdasarkan neraca energi mekanik, besaran kerja poros reversibel dapat
diturunkan WS '    VdP
W '  V dP  V P  P 
2
Pada proses volume tetap: P

S P1 2 1

Pada tekanan tetap: W '= 0


P2
Pada temperatur tetap:
'
  n RT ln
P1
Pada proses adiabatik dengan asumsi tidak ada energi kinetik dan potensial:
W S'   H   n C P T2  T1 
 knRT  P  (k 1) / k 
W S  1  2 
'  1
k 1   P1  

k
W '  P V  PV 
k 1 2 2

S 1 1

Contoh soal 3.8. Sebuah kompressor diumpankan udara kering dengan laju alir volum
0,25 m3/s pada tekanan total 0,1 MPa dan suhu 30 oC yang mengalir melalui pipa yang
diameter dalamnya 0,154 m. Panas udara yang hilang dalam compressor 2,764 J/h.
Udara keluar compressor pada suhu 43 oC dan tekanan total 0,55 MPa melalui pipa
berdiameter 0,028 m. Anggap udara gas ideal dengan kapasitas panas 29,3 kJ/kmol K.
Tentukan daya compressor.

80
Penyelesaian: Basis 1 kg udara, gunakan persamaan 3.54 dan 3.55
u u
2 2
   
Q ' W '  g z2  z1 
2 1
 nCp T2  T1
2
u1 A1 1  u2 A2  2
Dari hukum gas ideal,
PM 0,110 6  28.84 
   


1
RT 8314,4303,1 1,144 kg m
1
u1  0,25 13,42 m s
 / 40,1542

2 
0,5510 6  28.84 
 6,035 kg m
3

8314,4316.1
u A 1 13.420.154 1.144
2

u  1 1
   76,95 m s
A2  2 0,028 2 6,035
 2.764 108  '   76,95 13,42  29,310 
2 2 3

Ws 0

316,1  303,1
0.251,1443600 2 28,84
 268.454 W '  287113,207
W '  284,532 J kg
Dari persamaan (3.34),
m  u1 A1 1

 13,42 m s  0,154 2 m 2 1,144 kg m 3 

4 
 0.2860 kg s
Ws  m  Ws '
 81,376 J s  81,376 W
hp
 81.376W  109 hp
745,7W
3.5.4.2 Aplikasi Neraca Energi untuk Gas Nonideal dan Cairan
Neraca energi total dapat digunakan pada gas nonideal dengan pemakaian
persamaan keadaan lanjutan atau dengan menggunakan data-data P, V, E, dan H yang
telah ditabulasikan seperti steam dan gas-gas yang penting di industri, khususnya
refrigeran seperti SO2, NH3, Freon, dan lain-lain.

81
Untuk cairan yang dapat dianggap fluida yang tidak mampu dimampatkan
(incompressible) dengan densitas tetap sehingga neraca massa :
m1  m2
u1 A1 1  u2 A2  2
Karena 1   2 , maka u1 A1  u2 A2
Bila sistem dianggap horizontal dimana perubahan energi potensial diabaikan, fluida
incompessible, perubahan energi kinetik diabaikan, tidak ada panas yang masuk
maupun meninggalkan sistem ( Q = 0 ), maka neraca energi mekanik menjadi:

W'  P P v
S 1

2

atau  P .......................................................................
W '  (3.56)

S

Bila dalam sistem perpipaan terjadi friksi dan asumsi sama dengan diatas, maka
neraca energi mekanik :
P2  P1 
 W'  hf  (3.57)

Persamaan 3.56 dan 3.57 dapat digunakan untuk menghitung daya pompa yang
diperlukan.
Contoh 3.9 : Sebuah pompa digunakan untuk memompa suatu larutan dengan spesifik
gravity 1,21 dari sebuah tangki pencampur ke tangki penyimpan melalui pipa yang
berdiameter dalam 0,078 m. Tinggi permukaan cairan dalam tangki penyimpan 18 m
di atas tangki pencampur dan kedua tangki dalam keadaan terbuka. Pengaruh friksi
pada pipa menyebabkan tekanan larutan turun 4 m. Tentukan daya yang dibutuhkan
pompa dan kenaikan tekanannya

82
Penyelesaian : Basis 1 kg solution.

Gambar 3.14 Gambar Contoh soal 3.9


2
u2
gz1 PV
1 1
 P dV  gz 2 P2V2  f  Ws
2 2
P1  P2  atmosfer V1 V 2 incompressible 
u1  0 dan u 2 0

 P dV  0incompressible 
jadi
 Ws  h f  g  z 2  z1 
gunakan persamaan 3.34
m  u1 1 A1

 1.1 m s  1.21 10 3 kg m 3  0.078 2 m 2 

4 

 6.36 kg s
 W s  4  18  0  22 m solution
 W s  22mg  226.369.806
  1372W
Ws   Pb  Pa V .sehingga
W 
Pb  Pa  V s W s
m
1372 1.2110 3 
P  

6.36
 0.261 MPa

83
3.6 Aplikasi Termokimia
Neraca energi untuk reaksi kimia Q = ∆H dengan asumsi energi potensial,
energi kinetik, dan kerja diabaikan. Panas reaksi standar merupakan panas reaksi
yang berlansung pada suhu 25 oC dan tekanan 1 atm. Pada proses aplikasi di industri
reaksi pada kondisi standar akan berjalan lambat, malah ada reaksi yang tidak yang
tidak terjadi. Pada bagian ini akan dijelaskan pengaruh suhu terhadap reaksi dan
reaksi adiabatik
3.6.2 Pengaruh suhu
Pada umumnya reaksi kimia sulit berlansung pada suhu standar sehingga
diperlukan suhu yang lebuh tinggi agar reaksi berjalan dengan baik..
Contoh : A + B C
A + B A + B C C
25 oC. T ΔHR T 25 oC

Reaktan
(1) T

o o
ΔHR T C ΔHR25 C

(2) 25 oC

Gambar 3.6
298

Dari persamaan 3.29, H2 - H1 =


 nC
T
P (reak tan) dT

H3 - H2 = ΔHR298
298
H4 - H1 =
T
 nC P ( produk ) dT

84
ΔHR, T = H4 - H1= (H2 - H1) + (H3 - H2) + (H4 - H1)

ΔHR, T =
  nC P ( produk) - n C P (reak tan) dT + ΔHR, To
298

atau secara umum ditulis:


ΔHR,T = ∑ ΔHPr + ∑ ΔHR,To - ∑ ΔHRe ......................(3.58)
Dengan : ΔHR, T = panas reaksi pada suhu T
ΔHR, To = panas reaksi pada suhu standar
ΔHRe = entalpi reaktan
ΔHPr = entalpi produk
dT = beda suhu suhu reaksi dengan suhu reference (T-To)

contoh 3.10. Karbon monoksida dan uap air direaksikan secara stoikiometri
membentuk karbon dioksida dan hidrogen. Umpan masuk pada suhu 25 oC dan
produk keluar pada suhu 540 oC dengan karbon monoksida yang terkonversi 75%.
Tentukan jumlah panas yang harus ditambahkan atau dihilangkan dalam reakto per
1000 kg hidrogen yang dihasilkan.
Data:
No. Nama senyawa Panas pembentukan pada suhu Capasitas panas,
25 oC , kJ /kmol kJ/(kmol oC)
1 CO -110600 30,35
2 H2O -241980 36,00
3 CO2 -393770 45,64
4 H2 0 29,30

Penyelesaian: reaksi CO + H2O CO2 + H2


Basis : 1 koml umpan
Q= ΔHR,T = ∑ ΔHPr + ∑ ΔHR,To - ∑ ΔHRe
∑ ΔHR,To = ΔHf, CO2 + ΔHf, H2 – ΔHf, CO – ΔHf, H2O

85
= 41190 kJ/kmol
karena konversi 75%, ∑ ΔHR,To = 0,75 x 41190 kJ/kmol = - 30893 kJ/kmol
∑ ΔHRe = 0

  
∑ ΔHPr = 0,75 C P,CO  CP, H  0,25 C P,CO  C P H2O  540  25
= 0,7545,64  29,30 0,2530,35  36,00 515
= 37488 kJ/kkmol
Q = -30893 + 37 488 = 6595 kJ/kmol

Panas= 6595 kJ / kmol 1kmol CO 500 kmol H yang diproduksi


2
0,75 kmol H 2 yang diproduksi
= 4,397 x 106 kJ

3.6.2 Reaksi adiabatik


Jika dalam suatu reaktor tidak ada panas yang masuk maupun kehilangan
panas dari reaktor ke lingkungan ( Q=0)), maka suhu dalam reaktor akan mencapai
keadaan suhu tunak yang disebut temperatur reaksi adiabatik. Neraca energi menjadi:
Entalpi masuk = entalpi keluar
atau entalpi aliran reaktan = entalpi aliran produk + panas reaksi standar
∑ ΔHRe = ∑ ΔHPr + ∑ ΔHR,To ........................................................................ (3.59)
Persamaan ini menganggap operasi pada tekanan konstan jika proses tertutup dan
tidak ada pengaruh tekanan terhadap entalpi pada proses terbuka Persamaan ini dapat
digunakan untuk mencari temperatur adiabatik walaupun dengan cara coba-coba.
Contoh 3.11 Dalam memproduksi asam sulfat, FeS2 dibakar dengan 100 % udara
berlebih dari yang diperlukan untuk membentuk Fe 2O3 + SO2. Tidak ada SO3 yang
terbentuk dan reaksi berlansung sempurna. SO2 yang terbentuk dioksidasi dengan sisa
oksigen dari burner dalam suatu katalitik konverter menjadi SO 3 dengan conversi
75%. Jika gas masuk dalam katalitik konverter pada suhu 400 oC, hitung suhu gas
keluar dari converter tersebut.

86
Penyelesaian:
Basis : 4 kmol FeS2
Reaksi pada burner ruang pembakaran) :
4 FeS2 + 11 O2 2 Fe2O3 + 8 SO2
Nama Senyawa Masuk burner Keluar burner
Oksigen 11 kmol x 2 = 22 kmol 22- 11 = 11 kmol
Nitrogen 22 kmol x 79/21 = 82,76 kmol 82,76 kmol
SO2 0 8 kmol

Reaksi di converter :
SO2 + ½ O2 SO3
SO3 yang terbentuk = 0,75 x 8 kmol = 6 kmol
O2 yang digunakan = 6 kmol x ½ = 3 kmol
Gas yang keluar converter:
SO2 = 2 kmol; O2 = 8 kmol
SO3 = 6 kmol; N2 = 82,76 kmol
Ambil To = 25 oC sebagai suhu reference
ΔHf SO2 = -296840 kJ /kmol
ΔHf SO3 = -395720 kJKmol
Dari persamaan 3.37:
ΔHR, To = (Σ n ΔHf )Pr - (Σ n ΔHf )Re
= 6 [ - 395720 – ( - 29840) ]
= -593260 kJ
Kapasitas panas diambil dari tabel 3.3 Daubert dimana kapasitas panas N 2 =1,059
(kJ/kmol K), O2 = 0,967 kJ/(kmol K), dan SO2 =0,714 kJ/(kmol K).

87
 kJ   kg  kJ
N C P N 2  1,059 kmol K   28 kmol  82,76 kmo   2454 K
  
 kJ   kg  kJ
N C P O 2   0,967 kmol K   32 kmol  11 kmol  454 K
  
 kJ   kg  kJ
N C P SO2   0,714 kmol K   64 kmol  11kmol  366 K
   

3160 kJ/K
∑ ΔHRe = (3160 kJ/K) (673- 298)K = 1.185.000 kJ
∑ ΔHPr = ∑ ΔHRe - ∑ ΔHR,To
= 1185000 – (- 593260) = 1778260 Kj
Temperatur gas keluar dri konverter dapat dihitung dengan mengestimasi suhu gas
keluar, misalnya pada suhu 600 oC. Pada suhu 600 oC kapasitas panas SO2, SO3, O2,
dan N2 masing-masing 0,749 , 0,855 , 0,996, dan 1,079 kJ/(kg K)

ΔHR, T =
  nC P ( produk) - n C P (reak tan) dT + ΔHR, To
298

∑ ΔHPr = [n CpSO2 + n Cp SO3 + n Cp O2 + nCp N2](T-298)


1776820 = [(2)(0,749)(64)+(6)(0,855)(80)+(8)(0,966)(32)+(82,76)(1,079)(28)](T-
298)
1776820 = 3254 ( T- 298)
T = 844 K = 571 oC
Nilai kapasitas panas yang diambil pada suhu 600 oC tidak sama dengan suhu yang
diperoleh dari perhitungan yaitu 571 oC sehingga perhitungan perlu diulangi lagi
dengan memasukkan nilai kapasitas panas pada suhu 571 oC dan suhu dihitung
kembali sampai diperoleh nilai suhu sesuai dengan kapasitas panas. Kalau
perhitungan dilanjutkan akan diperoleh suhu yang akurat 575 oC.

88
Soal

1. Air mengalir dari suatu air terjun dengan ketinggian 100 m. Ambil 1 kg air
sebagai sistem dan anggap tidak ada pertukaran energi antara air dan lingkungan.
a. Berapa energi potensial pada puncak dinding terjun terhadap dasar air jatuh
b. Berapa energi kinetik air sebelum menimpa dasar
c. Setelah 1 kg air masuk ke dalam sungai dibawah terjun, perubahan apa yang
terjadi terhadap keadaan air.

2. Panas yang ditambahkan dalam suatu sistm tertutup 7,5 kJ sehingga terjadi
penurunan energi dalam sebesar 12 kJ. Berapa energi yang dipindahkan dalam
bentuk kerja? Untuk proses yang mengakibatkan perubahan yang sama terhadap
energi dalamnya tetapi kerja yang dilakukan nol, berapa panas yang harus
dipindahkan?

3. Air pada 180 oC dan 1002,7 kPa mempunyai energi dalam 2784,8 kJ kg-1 dan
volume spesifik 167 cm3 g-1
a. Berapa entalpinya?
4 .Pada gambar dibawah ini, 20 lb udara dengan tekanan 200 lb/in 2 dan suhu 500 R
(titik a). Tekanan pada titik C 100 lb/in2 dan suhu 500 R. Tentukan kerja yang
dilakukan udara dan panas yang diserap serta perubahan internal energi:
a. Pada proses abc
b. Pada proses adc
c Pada proses isotermal ac
Anggap udara gas ideal

89
5 Tentukan Q, W, ∆U, dan ∆H untuk setiap langkah proses sebagai berikut: Gas
argon ditekan pada suhu tetap 500 oC dari 0,2 menjadi 3 Mpa, kemudian
didinginkan pada tekanan konstan sampai suhu 300 6. Hitung Q, W, dan ∆U
melalui dua proses yang berbeda untuk menaikkan gas ideal diatomik dari 1 atm
dan 0 oC menjadi 50 atm dan 1000 oC dengan proses :
a. Gas ditekan secara isotermal kemudian dipanaskan secara isobarik
b. Gas dipanaskan secara isobarik lalu ditekan secara isotermal
7. Hitung panas reaksi pada 25 oC untuk reaksi berikut ini
4 HCl (g) + O2 (g) 2 H2O (g) + 2 Cl2 (g)

8. Hitung panas reaksi penguraian ethylbenzene menjadi styrene dan hidrogen pada
suhu 800 K

90
BAB 4
HUKUM KEDUA TERODINAMIKA

4.1 Pendahuluan

Hukum pertama termodinamika tidak dapat menjelaskan tentang arah suatu


proses, bagaimana proses itu terjadi, dan apakah proses itu terjadi secara spontan atau
tidak. Hukum tersebut hanya menyatakan bahwa apabila satu bentuk energi
dikonversi ke bentuk lainnya dengan jumlah energi sama tanpa memandang
kelayakan proses tersebut. Dalam pandangan ini, kejadian-kejadian tidak akan
menyalahi hukum termodinamika pertama dapat dibayangkan seperti perpindahan
sejumlah kalor tertentu dari benda bertemperatur rendah ke benda yang bertemperatur
tinggi tanpa mengeluarkan energi. Tetapi pengalaman membuktikan bahwa proses ini
tidak mungkin terjadi dan dengan demikian hukum pertama saja belum cukup untuk
menggambarkan secara lengkap perpindahan energi. Hasil percobaan membuktikan
bahwa apabila energi dalam bentuk kalor dipindahkan ke dalam suatu sistim, hanya
sebagian kalor saja yang dapat dikonversi menjadi kerja. Menurut Joule, apabila
energi dipasok ke suatu sistim dalam bentuk kerja , maka kerja tersebut dapat

91
dikonversi seluruhnya menjadi kalor. Dengan demikian, perubahan energi antara
kalor dan kerja tidak terjadi sepenuhnya. Selanjutnya, apabila energi
ditransformasikan dari satu bentuk kebentuk yang lain, sering juga terjadi penurunan
energi yang dipasok ke bentuk lain yang kurang bermanfaat, artinya percobaan
memperlihatkan proses-proses alami akan diikuti oleh penghamburan energi.

Hukum kedua termodinamika dapat melengkapi hukum termodinamika I.


Arah proses, apakah proses dapat terjadi secara spontan atau tidak, dan kondisi
kesetimngan dapat ditentukan dengan hukum termodinamika kedua.

4.2 Pernyataan Tentang Hukum Kedua Termodinamika

Pernyataan tentang hukum kedua termodinamika banyak sekali namun pada


dasar sama. . Dari beberapa dari pernyataan tentang hukum kedua ini dapat
dkelompokkan ke dalam tiga yaitu aliran panas, proses, dan entropi.

4.2.1 Aliran Panas

- Pernyataan Clausius untuk hukum kedua


menegaskan bahwa: adalah tidak mungkin
bagi sistem apa pun untuk beroperasi
sedemikian rupa sehingga hasil tunggalnya
akan berupa suatu perpindahan energi dalam
bentuk kalor dari benda yang lebih dingin ke
benda yang lebih panas.
- Pernyataan Kelvin-Planck untuk hukum kedua:
adalah tidak mungkin untuk sistem apapun dapat
beroperasi dalam siklus termodinamika dan
memberikan sejumlah kerja neto ke sekelilingnya
sementara menerima energi melalui perpindahan
kalor

92
- Pernyataan Weber :Perpindahan panas dari suhu rendah ke suhu tinggi dalam
suatu proses tidak munkin terjadi

- Pernyataan (Young dan Young) Panas tidak bisa mengalir dari benda yang
bersuhu rendah ke benda yang bersuhu tinggi kecuali ada masukan energi dari
luar (Young dan Young)

4.2.2. Spontanitas Proses


Hukum kedua termodinamika lebih banyak menjelaskan spontanitas suatu
proses. Suatu proses spontan tidak selalu diartikan dengan kecepatan tinggi. Fakta
yang ada, mmenunjukkan bahwa proses spontan berlansung dalam kecepatan yang
berbeda, mulai dari kecepatan tinggi sampai sangat lambat. Proses yang terjadi secara
spontan di alam berlansung menuju kesetimbangan. Air mengalir dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah ; kalor mengalir dari benda panas ke benda dingin; gas
berekspansi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Proses spontan dapat dibalik,
tetapi proses ini tidak dapat dibalikkan secara spontan walaupun neraca energi sudah
terpenuhi. Energi harus dipasok ke sistim agar terjadi yang tidak spontan Energi dari
sumber luar dibutuhkan untuk memompa air dari tempat yang rendah ke tempat yang
tinggi, atau memindahkan energi dari benda dingin ke benda panas atau
mengompressi gas dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. Hal ini mengakibatkan
perubahan permanen pada sekeliling akan terjadi.

Contoh-contoh lain proses spontan:


• air terjun jatuh ke bawah
• gula larut dalam kopi
• Pada 1 atm, air membeku di bawah 0 0C dan es mencair di atas 0 0C
• kalor mengalir dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin
• pemuaian gas dalam lampu bohlam
• besi akan berkarat jika terkena air dan oksigen

93
spontan
nonspontan

Semua reaksi pembakaran adalah spontan dan eksotermik, contoh:

CH4 (g) + 2 O2 (g) CO2 (g) + 2 H2O(g) ∆Horxn = -802 kJ

Besi berkarat secara spontan dan eksotermik;

2 Fe(s) + 3/2 O2 (g) Fe2O3 (s) ∆ Horxn = -826 kJ

Senyawa-senyawa ion secara spontan membentuk unsur-unsurnya dgn melepas kalor:

Na(s) + ½ Cl2 (g) NaCl(s) ∆Horxn = -411 kJ

Pd tekanan normal, air membeku di bawah 0°C dan mencair di atas 0°C. keduanya
adalah proses spontan, namun yang pertama termasuk eksotermik sedangkan yang
kedua termasuk endotermik

H2O(l) H2O(s) ∆Horxn = -6,02 kJ (eksotermik; spontan pada T < 0oC)

H2O(s) H2O(l) ∆Horxn = +6,02 kJ (endotermik; spontan pada T > 0oC)

4.2.3 Entropi

Terdapat kecenderungan alam yaitu proses berlangsung spontan ke arah keadaan


sistem yang lebih tidak teratur, atau disebut juga keadaan dengan derajat

94
ketidakteraturan lebih tinggi. Derajat ketidakteraturan sistem dinyatakan oleh
besaran termodinamika yang disebut entropi yang lambangnya S.

Teratur S Acak S

Untuk semua zat, keadaan padatnya lebih teratur daripada keadaan cair dan keadaan
cairnya lebih teratur daripada keadaan gas.

Spadat < Scair < Sgas H2O (s) H2O (l) ∆S > 0

Proses-proses yang menghasilkan kenaikan entropi (∆S > 0)

95
4.2.3 .1 Perubahan Entropi

Clausius mendefinisikan entropi sebagai berikut: Apabila suatu sistem


melewati suatu proses reversible dari suatu keadaan ke keadaan lainnya pada
temperatur absolut konstan, maka perubahan entropi sistem ∆S sama dengan
panas yang diserapnya dibagi dengan T.
dQrev
S    0 ............................................................. (4.1)
T

dengan : ∆S = perubahan entropi

dQrev = panas reversible yang dipindahkan

T = suhu absolut

Bila sistem dan sekitarnya (sekelingnya) mempunyai hubungan energi ,


maka sistem dan sekitarnya selalu bertautan dalam perubahan entropi. Bila
sistem mengalami perubahan entropi, maka sekitarnya juga mengalami
perubahan entropi akibat hubungan energi tadi.. Total perubahan entropi
sistem dan sekitarnya disebut perubahan entropi keseluruhan (universe) Untuk
proses reversible dan irreversible hubungan ini ditulis:

∆S keseluruhan= ∆Ssistem + ∆Ssekitar ≥ 0 .........................................(4.2)

Keterangan: tanda >0 untuk proses irreversibel atau spontan

Tanda = 0 untuk proses reversible (sistim setimbang)

Bila sitem diisolasi, maka tidak ada hubungan energi antara sistem dengan
sekitarnya, sehingga entropi sekitarnya tetap atau:

Bila ∆Ssekitar = 0, maka


∆S keseluruhan = ∆Ssistem ≥ 0

96
Contoh 4.1: Sebuah reservoir pada suhu 500 K menerima 5 x 10 6 kJ panas dari
suatu sumber panas yang suhunya 600 K. Tentukan perubahan entropi sistem,
sekeliling (sekitar), dan keseluruhan
Penyelesaian:
Diket : Tres = 500 K, T sumber panas = 600 K
Qrev = 5 x 106 kJ (panas yang diterima reservoir)
Qrev = -5 x 106 kJ (panas yang dikeluarkan oleh sumber panas)
Ditanya : ∆Ssistem, ∆S sekitar, dan ∆S keseluruhan
Penyelesaian:
Qrev  5 x106 kJ 10000 kJ
∆Ssistem = 
T 500 K K

Qrev   5 x106 kJ 8333 kJ


∆Ssekitar = 
T 600 K K

∆S keseluruhan = ∆Ssistem + ∆Ssekitar


= (10000 – 8333)kJ = 1667 kJ

Untuk proses pada P dan T tetap, panas yang dilepaskan ke lingkungan


Hlingkungan
sama dengan q lingkungan, karena itu; S lingkungan 
T
Dengan kata lain perubahan entropi merupakan kriteria kespontanan reaksi.
Sebagai contoh, apabila serbuk tembaga ditambahkan pada larutan perak nitrat ,
akan terjadi reaksi? Cu(s) + 2Ag+(aq) -------> Cu2+ + 2Ag(s)
Perubahan entropi sistem: S = S produk - S pereaksi
S = SoCu2+ + 2SoAg+ - oScu-2oSag+

= -99,6 + 2 ( 42,6) –33,2- 2(72,7) = -193 j/K


Perubahan entropi lingkungan dapat dihitung dari, Sl = -H/T
H dapat dihitung dari:

97
H = Hf (Cu2+) – 2 Hf (Ag+) = -146,4 Kj
Sl = 146400/298 = 491,3 J/K Jadi ,
Sas = So + Sl
= -193 + 491,3 = 298,3
Sas> 0 , maka reaksi spontan.

4.2.3.2 Perubahan Entropi untuk Gas Ideal


Analisis dan perhitungan untuk perubahan entropi sama saja dengan
perhitungan panas, kerja, perubahan internal energi, dan perubahan entalpi yang telah
dibahas pada bab 3 untuk proses reversible dan irreversible.
Pada proses reversible, ∆S = dQrev/T dan dapat diturunkan untuk berbagai kasus
sebagai berikut:
Proses isotermal (proses pada suhu konstan)
Hukum termodinamika pertama dE = dQ – dW. Untuk suhu konstan ∆U = 0
sehingga dQrev = W. Seperti telah dijelaskan sebelumnya untuk gas ideal Q =
W = nRT ln (V2/V1) = nRT ln (P1/P2), maka perubahan entropi untuk suhu
konstan:
Qrev V2 P1........................................................................................................
S   nR ln  nR ln (4.3)
T V1 P2
Proses isobarik (proses pada tekanan konstan ∆H =Q):
dQrev dH P T2 ........................................
S    T2 C P dT ln (4.4)
 C
P
T T


T T T
untuk perubahan entropi spesifik dan untuk perubahan entropi:
T2.........................................
SP  dQrev  dH P  2 nCP dT  n C ln
T
(4.5)
T T T1 T T1
Jika CP merupakan fungsi temperatur, maka nilai Cp diambil adalah Cp rata-rata
antara T1 dan T2.

98
Proses isometrik (proses pada volume konstan, W = 0 )
dE = dQ
dQrev dEV T2
S    T2 CV dT ln (entropi spesifik) atau
 C
V
T T


T T T
dQrev dEV T
S    T2 nC dT ln 2 (entropi)…................. (4.6)
V
 nC


V
T T T T T
Jika CV merupakan fungsi temperatur, maka nilai CV diambil adalah CV rata-rata
antara T1 dan T2.
Proses adiabatik
Pada proses adiabatik, Q = 0 sehingga ∆S = 0. ......................................... (4.7)
Nonisotermal-nonadiabatik
Jika suatu sistim gas ideal berubah dari P1V1T1 menjadi P2V2T2, tidak
ada dalam kasus diatas yang dapat digunakan secara lansung untuk
menentukan entropi. Sebenarnya, perubahan entropi merupakan fungsi
keadaan yang tidak tergantung pada jalannya proses tetapi tergantung pada
awal dan akhir proses seperti halnya dalam perhitungan energi dalam.
Pertimbangkan dua proses reversible, satu proses isobarik diikuti proses
isotermal sebagai berikut:
P1V1T1 P1V2T2 P2V2T2
Perbuahan entropi aktual proses adalah jumlah perubahan entropi dua proses
diatas:
T2 P2.......................................................................................................................................................................
S  CP ln  R ln (4.8)
T1 P1
Bila prosesnya isometrik diikuti proses isotermal, maka perubahan entropi
T2 V
proses: S  C ln  R ln 2 ...............................................................................................(4.9)
V
T1 V

Isothermal Mixing (Pencampuran isotermal)

99
Suatu proses dapat diolah dengan membagi satu proses reversible
menjadi campuran. Perhatikan dua gas ideal A dan B yang terpisah pada
tekanan P dan suhu T, dicampur dengan fraksi mol yA dan yB. Anggap setiap
gas diekspansi secara isotermal dan reversible dari tekanan P menjadi tekanan
yang sama dengan tekanan partialnya dalam campuran, sehingga:
y PA y BP..............................................
SA   y A R ln SB   y A R ln (4.10)
P P
Bila hukum Dalton digunakan,maka:
∆S = - yARln yA - yBRln yB ..................................................................................... (4.11)
Kemudian, secara reversible gaya setiap komponen murni masuk dalam
volume gas pada tekanan P dan suhu T dimana perbandingan A/B adalah
yA/yB. Untuk operasi ini, ∆S = 0. Oleh karena total muatan entropi pencampuran
gas ideal akan menjadi sama dengan muatan entropi hasil dari tahap pertama proses
yang diasumsi.
Sistem Irreversible Gas Ideal
Pada sistem irreversible gas ideal , perubahan entropi dihitung dengan cara
yang sama dengan yang dibahas pada bagian... . Walaupun kasus ekspansi bebas,
ekspansi adiabatik dari suatu gas yang masuk ke dalam sistem vacuum yang terisolasi
merupakan kasus khusus yang akan dibahas. Perhatikan suatu gas yang diisolasi total
dari sekeliling pada P1V1T1 berekspansi ke dalam suatu vacuum yang juga diisolasi
total sehingga sistem mencapai keadaan P2V2T2. Karena sistem adiabatik, Q=0.
Karena tidak ada kerja yang dilakukan oleh atau pada gas, W =0 sehingga ∆U =0.
Fakta ini adalah benar untuk setiap gas ideal, jika dalam penambahan gas ideal, ∆U
=Cv(T2 – T1)= 0. Oleh karena Cv nilainya bukan nol, T2-T1 harus nol, sehingga ∆T=0
dan gas berekspansi dari keadaan P1V1T1 menjadi P2V2T1untuk proses isotermal.
Perubahan entropi tidak tergantung pada jalannya proses. ∆Ssistem dapat dihitung
sebagai suatu ekspansi isothermal reversible, sehingga ∆Ssistem = R ln (P1/P2) yang

100
bernilai positif. Bila sistem diisolasi maka ∆Ssekitar = 0 dan perubahan entropi
keseluruhan sama dengan perubahan entropi sistem dan bernilai positif.

Contoh 4.2 Satu kilomol gas karbon monoksida (anggap gas ideal) dengan kapasitas
kj
panas pada tekanan konstan (Cp)  29 pada tekanan 2,758 MPa dan suhu 700
kmolk

K (keadaan 1) diekspansi secara isothermal sehingga tekanannya menjadi 0,552 MPa


(keadaan 2), selanjutnya didinginkan pada volume tetap sampai suhu 437,5 K
(keadaan 3), lalu didinginkan pada tekanan tetap sampai suhu 350 K (keadaan 4),
kemudian ditekan secara adiabatik sampai tekanan 2,758 MPa (keadaan 5) dan
dipanaskan pada tekanan tetap sampai suhu 700 K Hitung ∆S untuk setiap langkah
proses diatas .
Penyelesaian:
a) Proses isotermal
P1 = 2,758 Mpa P2 =0,552 MPa
T1 = 700 K T2 = 700K
P1
∆ST = nR ln 1x8,3143 ln 2,758 13,375 kJ
P2 0,552 K
b) Proses Isometrik
T2 =700K T3 = 437,5 K
T3
∆SV = n C ln 1x21ln 437,5  9,870 kJ
T2 700 K
c) Proses isobarik
T4 kJ
∆SP = n CP ln 1x29,3ln 350  6,538
T3 437,5 K

d) Proses adiabatik
T4 =350K T5=634K
Qrev=0, maka ∆Sa=0

101
e) Proses isobarik
T5 = 634K T6 =700 K
T6 700 kJ
∆SP = n C ln 1x29,3ln  2,902
T5 634 K
Perubahan entropi untuk keseluruhan proses (∆STotal),
∆STotal = 13,375-9,870-6,538+0+2,902
= -0,131kJ/K 0
Karena S adalah fungsi keadaan, maka ∆ST harus sama dengan nol.Dari hasil
perhitungan diperoleh ∆STotal tidak nol, hal ini disebabkan kesalahan pada
temperatur dan kapasitas panas.
Contoh 4.3 Helium dan Nitrogen pada 300 K dengan perbandingan 1:2
dicampur. Berapa entropi pencampuran
Penyelesaian:
yA = 1/3 = 0,333 dan yB=2/3=0,667
∆S = -yAR ln yA – yB R ln yB
= -0,333(8,314)ln 0,333 – 0,667(8,314)ln 0,667
kJ
= 3,044+ 2,246=5,290
kmolK

Jika campuran gas ini disebabkan karena ekspansi bebas dari 0,1 kPa menjadi
0,5 kPa, berapa perubahan entropi keseluruhan?
∆Skeseluruhan = ∆Ssistem + ∆Ssekitar
Apabila dalam suatu ekspansi bebas untuk gas ideal ∆T = 0 dan apabila suatu
ekspansi bebas termasuk sistem terisolasi,∆Ssekitar = 0, sehingga,
P1
∆Skeseluruhan = ∆Ssistem = R ln
P2
0,5 kJ
= 8,314 ln 13,38
0,1 kmol K

102
4.2.3.3 Perubahan Entropi Gas Nonideal dan Sistem Perpindahan Panas
Prinsip-prinsip yang telah dijelaskan pada bagaian 4.3.2 dapat digunakan
menurunkan persamaan untuk menghitung perubahan entropi gas nonideal. Jika
persamaan keadaan tidak dapat dipakai, maka data-data tabel atau grafik dapat
digunakan untuk menghitung perubahan entropi.
Jika perubahan fasa isotermal pada tekanan konstan berjalan lambat
sehingga dapat dianggap reversible dan pada keadaan setimbang, ∆S = ∆Hperubahan
fasa/T. Perubahan entropi untuk proses kesetimbangan pelelehan dan penguapan
sebagai berikut:
  
S fus  fus
 
 fus P,T fus

  
dan Svap  
 T 
vap …………………………………….....……(4.12)
 Vap P,T Vap

Apabila suatu sistem yang dipertimbangkan hanya perpindahan panas yang terjadi
pada tekanan konstan dan tidak ada kerja yang dilakukan, sistem lebih mudah
menunjukkan perubahan entropi. Jika pemanasan dilakukan secara irreversible
dengan beda temperatur tinggi akan sama seperti proses yang dilaksanakan secara
reversible dengan beda suhu yang tidak terbatas. Perubahan entropi sistem menjadi:
T2
C dT
S  n  P
T
T
1

Misalnya dalam alat penukar panas, perbedaan suhu ini dapat dihitung untuk setiap
aliran proses. Jika proses yang dilakukan reversible, maka jumlah aljabar perubahan
entropi untuk setiap proses akan menjadi nol.

Contoh 4.4. Lihat dan catat kembali contoh 3.7 dan hitung ∆S untuk setiap tahapan
proses dan ∆Skeseluruhan
Penyelesaian:

103
Dari tabel steam appendix B dengan interpolasi datauntuk kondisi masing-masing
proses

Keadaan 1 2 3 4 5
P, MPa 2.75 0.5 0.31 0.31 2.75
T, OC 440 440 170 140 410
S, kJ/(kg K) 7,096 7,915 7,16 7,014 6,999

a) Isotermal
∆ST = S2 - S1 = 7,915 – 7,096 = 0,819 kJ/(kg K)
b) Isometri
∆SV = S3 - S2 = 7,16 – 7,915 = - 0,755 kJ/(kg K)
c) Isobar
∆Sp = S4 - S3 = 7,014 -7,16 = - 0,16
d) ∆Sa = S5 - S4 = -0,015 = 0 (Q=0)
e) ∆ST = S1 - S5 = 7,096 – 6,999 = 0,097
f) ∆Skeseluruhan = 0,001 0

Contoh 4.5 Asumsi 5000 kg/jam minyak dengan kapasitas panas 3,2 kJ/(kgK)
didinginkan dari 220 oC sampai suhu 30 oC dengan menggunakan air yang dialirkan
secara berlawanan arah sehingga suhunya naik dari 20 oC menjadi 30 oC. Tentukan
perubahan entropi keseluruhan per jam.
Penyelesaian:
( m CP T )min yak  mCP T air

50003,2220  30  mH O 4,186210  20


2

mH 2O  3822 kg / jam
 T2   T2 

S   mCP ln 1 min yak   m C P ln 1 H O
T T 2

104
303,1 483,1
S 50003,2ln 38224,186ln
493,1 293,1
= - 7786 + 7995 = 209 kJ/(kg K)
4.2.3.4 Perubahan Entropi Pada Reaksi Kimia dan Hukum ke III
Thermodinamika
Perubahan Entropi yang terjadi dalam suatu reaksi kimia dapat dihitung
dengan persamaan,
Δsn = Δs Reaksi
Δs rxn = Σ nPr . S Pr – Σ n Re . S Re ....................................................... (4.13)
Dalam pemakaian rumus diatas diperlukan penentuan entropi absolute bahan yang
terlibat dalam reaksi yang mana membutuhkan hukum termodinamika ketiga sebagai
dasar. Nernst merumuskan hokum ketiga termodinamika yang bunyinya entropi
setiap kristal yang yang berbentuk sempurna atau kristal tanpa susnan acak adalah 0
pada suhu mutlak 0 K. Hal ini telah dibuktikan dengan percobaan dan nilai entropi
absolute dapat dihitug dari ekstrapolasi panas laten dan panas spesifik yang diambil
dari kondisi kriogenik 0 K. Entropi absolute dihitung biasanya pada suhu referen 25
oC dengan rumus:

298
Cp dT
   Sperubahanfasa ………………………(4.14)
o
abs
0
T

So = entropi absolute pada suhu T oK.


Cp = kap.panas pada tek.tetap
Nilai nilai So dapat diperoleh dalam table-tabel termodinamika. Dari table itu jelas
kelihatan bahwa entropi absolut akan naik sebagai akibat kenaikan ketidak aturan
bahan, sehingga entropi naik akibat perubahan bahan dari kristal padat menjadi
padatan amorpous, kemudian menjadi cair, dan gas. Entropi pada suhu lain dapat
dihitung dengan penambahan kontribusi entropi akibat perubahan temperatur dan
perubahan fasa,

105
C P dT
S  S o   S perubahanfasadiatas298K ………………(4.15)
298 T
Persamaan 4.15 ini dapat digunakan untuk menghitung ∆Srxn pada persamaan 4.13.
Contoh 4.6. Tentukan perubahan entropi reaksi methanol dengan oksigen membentuk
formaldehid dan air dalam fasa uap pada suhu 25 oC.
Penyelesaian:
Reaksi : CH3OH + ½ O2 CH2O + H2O
∆Srxn = So o
H2O
o
CH3OH
 So
2 2

= 218,8 + 188,85 – 237,8 – ½ (205,2)


= 67,25 kJ/K

106
BAB V
ENERGI BEBAS GIBBS

Energi Bebas Gibbs adalah suatu fungsi yang menggabungkan entalpi dan
entropi sistem,
G = H – TS ....................................................................... (5.1)
Untuk perubahan energi bebas Gibbs pada P dan T tetap, dapat dituliskan;
G = H - TS ................................................................... ’.(5.2)
Untuk proses spontan, G sistem harus berharga negatif pada P dan T tetap.
Untuk sistem yang mempunyai H negatif (eksoterm) dan S positif (perubahan
menyebabkan bertambahnya ketidak teraturan) maka perubahan akan berlangsung
spontan pada segala temperatur. Sebaliknya jika H positif (endoterm) dan S
negatif, G akan selalu positif, sehingga perubahan tidak akan terjadi secara spontan
pada segala temperatur.
Contoh Soal 1; Untuk perubahan H2O (c ) H2O (g) pada 1 atm dan 298 K
harga H ialah 9,71 kkal/mol dan S ialah 26 kal/mol.K
a) Apakah perubahan ini spontan pada 298K?
G = H - TS
= 9710 kal/mol – 298 (26)K. kal/mol.K
= 1962 kal/mol
karena harga G positif, maka perubahan H2O (c ) H2O (g) tidak
spontan pada suhu 298 K.
b) G = H - TS
Syarat terjadinya kesetimbangan ialah G = 0, maka pada keadaan
kesetimbangan,
H = T S T = H/S = 9710 kal/mol/26 kal/mol K = 373 K

Jadi kesetimbangan H2O (c )  H2O (g) terjadi pada 373 K


107
Contoh soal 2 Tentukan reaksi berikut ini spontan atau tidak ?
Cao(s) + CO2(g) ----- > CaCO3
Jika diketahui H298 = - 178,3 kJ.
S298 = -160,5 J/K
G = H - TS
= -178,3 – 298 (160,5) . 10-3 = -130,5 kJ
G< 0 maka reaksi berlangsung spontan

Perubahan energi bebas pereaksi dalam keadaan standar (298 K, 1 atm)


menjadi hasil reaksi dalam keadaan standar, disebut perubahan energi standar
G0. Perubahan energi bebas standar bagi reaksi pembentukan senyawa dari unsur-
unsurnya didefinisikan sebagai perubahan energi bebas pembentukan standar, G f0.
Bagi unsur-unsur bebas pada keadaan standar ditetapkan mempunyai G f0 nol.
Harga G 0f dapat dipakai untuk menghitung G0 reaksi dalam rangka
meramalkan spontan tidaknya reaksi itu, melalui persamaan;
G0 = G 0 hasil reaksi - G 0 pereaksi
f f

Contoh soal;
Dengan menggunakan data, hitunglah G0 pembakaran metana pada 2980K. Untuk
reaksi;

CH4(g) + 2 O2(g)  CO2(g) + 2H2O


G 0   G 0 f CO2   2G 0 f H 2 O    G 0 f CH 4   2G 0 f O2 
   94,3kkal   113,4kkal)    12,14kkal)
 195,6 kkal
Harga perubahan energi bebas standar yang negatif menunjukkan bahwa reaks
dapat berlangsung spontan pada suhu kamar. Namun kenyataannya campuran gas
hidrogen dan oksigen dalam suatu bejana tidak menghasilkan reaksi, kecuali jika
terdapat katalisator Palladium yang dapat mengubah campuran ini dengan cepat
menjadi air pada suhu kamar. Contoh ini menunjukkan kestabilan termodinamika

108
hanya didasarkan pada keadaan awal dan keadaan akhir saja. Secara
termodinamika reaksi pembentukan air dapat berlangsung spontan, akan tetapi
karena sistem campuran gas tadi secara
kinetika cukup stabil (mempunyai energi aktivasi tinggi), maka reaksi spontan
tadi berlangsung dengan sangat lambat.
Tabel 5.1 Perubahan Energi Bebas Pembentukan Standar;

Gf0 G f0
Senyawa Senyawa
Kkal/mol KJ/mol Kkal/mol KJ/mol
H2O(l) -56,7 -237,0 CH3Cl(g) -19,6 -82,0
HCl(g) -22,7 -95,0 CCl4(c) -33,3 -139
H2S(g) -7,89 -33,0 C6H12O6 -215 -900
NO2(g) 12,4 51,9 Al2O3(p) -376,8 -1577
NH3(g) -3,97 -16,6 BaO(p) -350,2 -1465
CH4(g) -12,14 -50,79 CaO(p) -144,4 -604,2
C2H4(g) 16,28 68,12 CoO(p) -30,4 -127
C2H6(g) -7,86 -32,9 CaCO3(p) -269,8 -1129
C6H6(c) 29,8 125 SiO2(p) -192,4 -805,0

Perhatikan definisi energi bebas Gibbs :


dG = dH – d(TS) = dU + d(PV) – d(TS)
maka
dG = dU + PdV + VdP – TdS – SdT
Karena dU = TdS – PdV untuk suatu proses reversible tanpa aliran hanya melakukan
kerja PV, sehingga
dG = VdP – SdT… .................................................................... (5.3)
Rumus umum ini dibatasi untuk proses tanpa aliran (non flow process) . Pada tekanan
konstan,
dGp = - SdT ............................................................................ (5.4)

109
Pada temperature konstan,
dGT = VdP ............................................................................... (5.5)
Pada temperature dan tekanan konstan,
dGT = 0....................................................................................(5.6)

ubahan Energi Gas Ideal sistim tertutup


Untuk gas ideal persamaan 5.4 dan persamaan 5.5 dapat lebih mudah diuraikan,
Pada temperature konstan,
P2
nRT
 dG  VdP  
T
P1
dP

P2......................................................................................................................................................................................................................
GT  nRT ln (5.7)
P1
Pada tekanan konstan,

 dG P    SdT
T2
GP    SdT ………………………………………,, .(5.8)
T1

Sperti yang telah dibahas sebelumnya, entropi gas ideal,


 H 
T
dT
S   CP   
0  T  perubahanfasa
dan S pada setiap T dapat dihitung pada tekanan 1 atm. Karena S merupakan fungsi
keadaan, maka perubahan entropi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain lebih
mudah dihitung untuk gas ideal, sebagai contoh perubahan keadaan dari P 1V1
menjadi P2V2 :
1. ansi secara isothermal dari P1 ke P2,
P1
S  R ln
P2
2. rubahan suhu dari T1 ke T2 pada P2,

110
T2
dT
S  CP ln
T1

Selanjutnya, entropi absolut dapat ditentukan sebagai suatu fungsi suhu untuk
disubstitusikan pada persamaan 5.8,

dGV   VdP   SdT

GV VP   SdT ................................................. (5.9)

S dapat ditentukan dari persamaan diatas.


Contoh 5.1 Satu kilomol gas karbon monoksida (anggap gas ideal) dengan kapasitas
kJ
panas pada tekanan konstan (Cp)  29 pada tekanan 2,758 MPa dan suhu
kmol K

700 K (keadaan 1) diekspansi secara isothermal sehingga tekanannya menjadi 0,552


MPa (keadaan 2), selanjutnya didinginkan pada volume tetap sampai suhu 437,5 K
(keadaan 3), lalu didinginkan pada tekanan tetap sampai suhu 350 K (keadaan 4),
kemudian ditekan secara adiabatik sampai tekanan 2,758 MPa (keadaan 5) dan
dipanaskan pada tekanan tetap sampai suhu 700 K Tentukanlah perubahan energi
bebas gibbs untuk setiap langkah proses diatas..
a) Isothermal
P2
W  18,314700ln
0,552
G  nRT ln  9363kJ
T
1 2,758
b) Isometrik
T1

GV VP   SdT


T1

P2  0,552 MPa P3  0,345 MPa


T2  700 K T3  437,5 K
T1
dT
S pada1atm, T1  SO  CP
T2

111
T1 dT P1
S  S O   C P  R ln
1, 1
T0 T P0
anggap Cp konstan pada 29,3 kJ(kmol K)
dari table 4.1 Daubert,
SCO(g) pada 25 oC dan 1 atm = 198 kJ/(kmol K)
RT

8314,3700 10,543
m3
V700 K 
P 0,552 x106 kmol

437,5

GV 10,543345 552 SdT


 700

Evaluasi integral diatas dengan cara Simpson,


437,5 437,5  700
S  4S  S 

700

SdT 
6 437,5 568,8 700

700 0,552 kJ
S 198  29,3ln 8314,3ln  209
700, 0,552MPa
298 0,103 kmolK
Dengan cara yang sama diperoleh,
kJ kJ
S437,5 , 0,345MPa 199,2 S568,8 , 0,449 MPa  204,7
kmol K kmol K
 262,5
437,5
209  4 204,7 199,2 53681 kJ

700
SdT 
6 kmol

Dan GV  2182  53681 51499 kJ / kmol

c) Isobarik

GP    SdT
T4
T3  437,5 K T4  350 K
T3
P3 0,345 MPa P4  0,345 MPa

Dari persamaan isothermal b),


kJ kJ
S437,5 , 0,345MPa 199,2 S350, 0,345MPa 192,6
kmol K kmol K

S rata-rata = 195,9 kJ/kmol

112
GP 195,9350  437,5  17141 kJ / kmol
d) Adiabatik
RT
G VdP  SdT  dP  SdT
P
P5 T5

= VdP   SdT
P4 T4

T4  350 K T5  634 K
P4 0,345 MPa P4  2,758 MPa
dari pers. Isothermal b)
kJ kJ
S634, 2,758MPa 192,8 S350, 0,345MPa 192,6
kmol K kmol K

S rata-rata = 192,7 kJ/kmol


dari hukum gas ideal diperoleh,
V 8,435 m3 / kmol V 1,911m3 / kmol

Gunakan cara Simpson, jika Pmid = 1,5525 MPa


0,2867
Tmid 1,5515   350 538 K
0,345
 
Sehingga, V  2,88 m3 / kmol


5
2758  345 
8,435  42,881,9118794
VdP 
P4
kJ / kmol

T5

 SdT =192,763435054727 kJ / kmol


T4

G 8794  54727  45933 kJ / kmol

e) Isobarik
T1

GP    SdT
T5

113
T 5  634 K T1  700 K
P4  2,758 MPa  P1

S700 195,7 S634 192,8 Sratarata 194,25

GP 194,25700  63412821kJ / kmol


 G   9363  51499 17141  45933 12821
 523 kJ / kmol

ubahan energy Gibbs sistim terbuka (Proses Alir)


Perubahan energi bebas Gibbs untuk proses alir diturunkan dari neraca energi
yang telah dibahas pada bab 3,
u 2
Q W '  U  (PV )   gZ ...............................(5.10)
2
Karena G  E  (PV ) TS, maka

u 2
Q W  G TS  SdT 
'
 gZ ................. (5.11)
2
Pada proses isothermal SdT =0, dan proses reversible, Q = TdS, maka
u 2
G  W '   gZ.........................................(5.12)
S
2
Pengaruh Tekanan
Pengaruh tekanan terhadap tekanan uap pada energi bebas Gibbs disebut effek
Poynting. Bila kita tinjau suatu sistem isothermal yang mengandung gas-gas yang
tidak dapat terkondensasi dan uap pada tekanan total yang lebih besar dari tekanan
uap pada suhu uap tertentu. Jika campuran ditekan sampai tekanan tinggi, sebagian
uap terkondensasi dan fasa gas akan mengandung sebagian uap yang ditentukan dari
tekanan uap yang terkondensasi.
GT VP V P  P (5.13)
Dimana: Pf = tekanan total akhir

114
Pl = tekanan awal yang sama dengan tekanan uap pada temperatur sama
V = spesifik volume
Karena uap dan cairan dalam kesetimbangan, G  0 , atau GVap  Gliq. maka G

naik secara sama dalam setiap fasa sedemikian rupa sehingga tekanan uap naik secara
perlahan. Jika fasa gas ideal,
nRT ln V P  P (5.14)
P
f l
l

dimana P adalah tekanan uap yang terkondensasi pada tekanan tinggi. Tekanan ini
dapat digunakan untuk menghitung energi bebas dan sifat-sifat lain yang diinginkan.
Pengaruh ini hanya dapat diapresiasi pada tekanan tinggi, sekurang-kurangnya 1000
kPa.

Contoh 5.2. Perkirakan tekanan uap etilen pada 0 oC dan tekanan total 10 MPa.
Diketahui pada suhu 0 oC dan tekanan total 0,1 MPa, tekanan uapnya 4,08 MPa.
Ulangi perhitungan untuk tekanan total 1 MPa, anggap uap ideal.
Penyelesaian,
Anggap densitas cairan etilen kira-kira 430 kg/m3 dan ambil basis 1 kg etilen

nRT ln V P  P 
P

Pl
1
8314,3273,1ln P  1 10  0,110 6
28 4,08 430
P
ln  0,2839
4,08
P 1,3283
4,08
P = 5,42 MPa

115
Pada Pf = 1 MPa
1
8314,3273,1ln P  1
 1  0,110 6
28 4,08 430
P
ln  0,02581
4,08
P 1,026
4,08
P = 4,19 MPa

Soal
1. Tentukan perubahan entalpi, entropi, energi dalam, dan energi bebas Gibbs pada
proses berikut:
a. 5 kg air diuapkan pada suhu 100 oC dan tekanan 1 atm
b. 1 kmol cairan ammonia jenuh diuapkan pada tekanan tetap 1 atm
2. Suatu gas dengan kapasitas panas pada tekanan konstan 45 kJ/(kmol K)
diekspansi dari 0,5 MPa dan 100 oC menjadi 0,1 MPa dan 20 oC dengan
menggunakan pendingin dari luar yang suhunya 10 oC (lingkungan)
a. Jika gas adalah ideal, hitung perubahan entropi sistem , lingkungan, dan
keseluruhan
b. Hitung kerja yang hilang oleh sistem
c. Hitung perubahan energi bebas Gibbs sistem
d. Hitung seperti point a, bila gas non ideal
3. Jika 1 kg uap air jenuh pada suhu 200 oC, volumenya dilipat duakan dengan cara
ekspansi bebas, tentukan perubahan entropi, energi bebas Gibbs dengan
menggunakan data dari tabel steam.

116
BAB VI
SIKLUS CARNOT DAN REFRIGERASI

6.1 Pendahuluan
Nicolas Sadi Carnot (1976-1832) merupakan salah seorang yang pertama
mengkaji prinsip-prinsip hukum kedua termodinamika . Carnot memperkenalkam
konsep siklus, setelah melalui serangkaian kejadian , dikembalikan ke tingkat
keadaan awal dan siklus ini merupakan siklus ideal klasik yang diberi nama siklus
Carnot. Siklus ini didasarkan pada hukum termodinamika pertama yang dirumuskan
kemudian oleh Joule, dan merupakan langkah mandiri dalam evolusi hukum kedua
termodinamika 25 tahun kemudian oleh Rudolf Clausius dan William Thompson.
Kerja poros maksimum yang disertakan pada setiap perubahan keadaan dari
suatu fluida diperoleh jika perubahan-perubahan tersebut berlangsung secara
reversibel tanpa gesekan mesin yang dapat memberikan kerja poros maksimum di
dalam siklus tertutup dari suatu fluida, sehingga mesin ini dapat digunakan sebagai
standar di dalam mengevaluasi efisiensi ataupun performansi dari siklus
sesungguhnya untuk untuk merubah panas ke bentuk kerja (poros) mekanik.

117
6.2 Siklus Carnot
Siklus carnot sebagai berikut

A- B
Gambar 6.1 Diaram PV dan TS siklus Carnot

a) Selama proses A-B panas dipindahkan secara reversible dan isotermal ke sistem
dari suatu reservoir bertemperatur tinggi pada T1 dan sistem menyerap panas Q1.
Volume sistim bertambah dari dari VA ke VB dan sistim melakukan kerja ekspansi
sebesar WAB seperti yang terlihat dilintasan A-B pada diagram PV

  Q  W   0
nRT1
Q1  Wab  P dV  dV
V
V
WAB  nRT1 ln
VA

Isothermal = PA .VA  PB .VB


T1 T1
PA VB

PB VA
PA
WAB  nRT1 ln
PB

118
b) Proses B-C merupakan proses ekspansi adiabatik yang selama proses ini secara
termal terisolasi dan temperature system turun dari T 1 menjadi T2. Volume
system bertambah dari VB ke VC dan sistem melakukan kerja ekspansi sebesar
WBC
Kerja ekspansi adiabatik:
  Q  W Q0

   W  nCV dT  nCV (T2  T1 )


WBC   n CV (T2  T1 )  nCV T1 T2 
c) Selama proses C-D, sistem dikontakkan dengan reservoir bertemperatur rendah
T1 dan panas dipindahkan secara reversibel dan isotermal ke reservoir
bertemperatur rendah sebesar Q2. Sistem menerima kerja sebesar WCD dan
volume system berkurang dari VC menjadi VD. Penekanan gas secara isotermal
(C-D)

  Q2  W
nRT2
Q2  WCD  P dV  dV
V
VD
WCD  nRT2 ln V
C

PC PD
 n RT 2 ln   n RT ln
PD PC
d) Proses akhir D-A, yang mengakhiri siklus ini merupakan proses kompressi
adiabatik reversibel, sistem menerima kerja sebesar WDA hingga volume sistem
berkurang dari VD menjadi VA dan suhu sistem naik dari T2 menjadi T1
 Q W
  W  nCV (T1  T2 )
W   nCV (T1  T2 )
Kerja netto pada siklus Carnot:

119
Wnet  WAB WBC WCD WDA
PA PD 
 nRT1 ln nC  nCV (T1  T2 )
(T1  T2 )  nRT2 ln
PB PC
Wnet W AB W BC  Q1  Q2 .........................................................................' ' ' ' ......... (6.1)

Effisiensi siklus merupakan perbandingan kerja yang dilakukan terhadap panas yang
masuk
Wnet Q1  Q2 ......................................................................................................................................................
 (6.2)
Q1 Q1
PA PD
nRT1 ln  nRT ln 2
Wnet B P P
 C
PA
1 nRT1 ln
PB

A- D dan B – C adiabatis
k 1 k 1k
PA   T1  k PB   T1 
     
PD  2  PC 2  
 PA PB PA PD
  maka 
PD PC PB PC

Sehingga:
PA P
nRT1 ln  nRT2 ln A
Wnet P P
B B
= PA
Q1
nRT1 ln
PB
Wnet T1  T2  .............................................................. (6.3)
=
Q1 T1
Dari persamaan (6.2) dan (6.3) diperoleh hubungan,
Q1 T1 ..............................................................................................................................................................................................................................................
 (6.4)
Q2 T2
Tahap-tahapan proses dari siklus Carnot dapat dilihat pada gambar dibawah ini

120
Gambar 6.2. Proses Siklus Daya Carnot

Sebagai contoh mesin panas Carnot adalah motor kalor. Motor kalor merupakan
system termodinamik yang beroperasi dalam satu siklus dimana sistem menyerap
panas Q1dari suatu reservoir panas temperatur T1. Sebagian panas diubah dalam
bentuk kerja (system melakukan kerja terhadap lingkungan ) dan sisa panas Q 2
diberikan ke reservoir dingin dengan suhu T2

121
Reservoir panas pada suhu T1

Q1

Wnet
Q2

Resevoir dingin, suhu T2

Gambar 6.3 Prinsip Motor Kalor

6.3 Siklus Refrigerasi


Karena siklus Carnot adalah proses reversibel, maka prosesnya dapat dibalik.
Proses yang dibalik ini disebut siklus refrigerasi. Jadi, refrigerator Carnot bekerja
dengan kebalikan dari mesin Carnot. Mesin Carnot disebut direct cycle sedang
refrigerator Carnot disebut reverse cycle. Pada siklus refrigerator Carnot, proses
dimulai dengan proses ekspansi adiabatic (A-B), diikuti oleh proses ekspansi
isothermal (D-C), kompresi adiabatik (C-B), dan diakhiri oleh proses kompressi
isotermal sebagaimana dapat dilihat pada diagram PV dibawah ini

Gambar 6.4 Siklus refrigerator Carnot

122
Refrigerator Carnot menerima kerja luar W dan menyerap panas Q 2 dari suatu
reservoir dingin dengan temperatur T 2, serta memberikan panas Q1 ke reservoir panas
yang suhunya T1. Siklus refrigerasi ini juga sering disebut pompa kalor. Pompa
kalor merupakan sistim termodinamik yang beroperasi dalam satu siklus yang
memindahkan kalor dari suatu reservoir dingin (bertemperatur rendah) ke reservoir
panas (temperatur tinggi). Indeks kinerja siklus refrigerasi atau pompa kalor disebut
coefficient of performance (COP) atau koefisien kinerja.

Q Q2
COP  2  ……………………………………………………….…(6.5)
Wnet Q1  Q2

T2
COP  ……………………………………………(6.6)
T1  T2
Dari persamaan 7.5 dan 7.6, diperoleh hubungan,
Q2 T2
 …………………………………………………..(6.7)
Q1 T1

Reservoir panas pada suhu T1

Q1

W
Q2

Resevoir dingin, suhu T2

123
Gambar 6.5 Prinsip Pompa Kalor

Contoh 6.1 Suatu mesin Carnot mengambil panas dari suatu reservoir yang suhunya
100 oF dan memberikan panas ke reservoir 0 oF. Jika mesin mengambil 1000 Btu
dari reservoir 100 oF, tentukan kerja yang dilakukan, jumlah panas yang diberikan ke
reservoir 0 oF, dan efisiensi dari mesin tersebut.
Penyelesaian:
T1 = ( 100 + 460 ) = 560 oF
T2 = ( 0 + 460 ) = 460 oF
Q1 = 1000 Btu
W = Q1 – Q2 ......................................................... a)
Q1 Q2
Dari persamaan 6.4 , 
T1 T2
560 Q2 = 460 Q1
460
Maka Q  Q ................. b)
2 1
560
Substitusi b ke a dan masukkan harga Q1, sehingga
460
W (1000  x1000 ) Btu 178,6 Btu
560
Jadi kerja yang dilakukan mesin Carnot 178, Btu
Panas yang diberikan ke reservoir 0oF,
460
Q x1000 821,4 Btu
2
560
Effisiensi mesin Carnot,
W 178,6
 x100% 17,86%
Q1 1000

Contoh 6.2. Suatu refrigerator dengan koefisien kinerja (COP) seperdua dari
koefisien kinerja refrigerator Carnot, bekerja antara reservoir 360 R dan reservoir 720

124
R serta menyerap panas sebesar 600 BTU dari reservoir temperatur rendah. Berapa
jumlah panas yang diberikan ke reservoir temperatur tinggi.
Penyelesaian:
Koefisien kinerja refrigerator carnot,
Q2
COP 
Q1  Q2
T1
Q xQ
1 2
Q1 Q2 T2
Persamaan 6.7,  maka
T1 T2 720
 x 360  1200 BTU
360
Maka koefisien kinerja refrigerator carnot.
600
COP  1
1200  600

dan koefisien kinerja dari refrigerator yang dimaksud,


COP '  0,5 COP  0,5 x1  0,5

Q2
COP ' 
Q1  Q2

0,5  600
Q1  600
600
Q  600  1800 BTU
1
0,5
Jadi panas yang diberikan refrigerator tersebut ke reservoir temperatur tinggi tersebut
adalah 1800 BTU

Soal
1. Sebuah siklus daya carnot yang menggunakan udara sebagai fluida kerjanya
memiliki efisiensi termal 40%. Pada permulaan ekspansi isothermal, tekannya 620
kPa dan volume spesifik udara 0,1 m3/kg. Jika masukan kalor ke dalam siklus
sama dengan 50 kJ/kg, tentukanlah:

125
a. temperatur terendah dan tertinggi untuk siklus ini
b. Interaksi kerja dan kalor per satuan massa untuk setiap proses siklus ini
Anggap udara adalah gas ideal dengan kapasitas panas konstan

2. Tentukanlah koefisien kinerja untuk siklus refrigerasi yang diperoleh dengan


membalik siklus daya yang dijelaskan pada soal no1
3. Refrigerator yang digerakkan oleh motor 0,75 kW memindahkan 200 kJ/menit dari
benda dingin. Berapakah koefisien kinerja refrigerator ini? Pada laju berapa kalor
diberikan ke benda panasnya?
4. Suatu mesin carnot beroperasi dengan gas ideal dimana Cv = 3/2 R. Selama
ekspansi isothermal volume bertambah dua kali volume mula-mula (V2 = V1).
Perbandingan volume mula-mula dengan volume akhir adalah 5,7. Kerja yang
dilakukan mesin 6,134. 106 ft.lb. Gas terdiri dari 2 lbmole, tentukan temperatur
masing-masing reservoir dimana mesin beroperasi dan buat diagramnya

Referensi/Sumber Rujukan

1. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4 th edition.


Boston-USA: Mc. Graw Hill. (halaman 116 s.d. 122).
2. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico
(halaman 104 s.d 110)
3. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli,
H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc.. (halaman 94-95 dan
147-161)

126
127

Anda mungkin juga menyukai