Anda di halaman 1dari 3

ESSAY

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu : Siti Ekowati Rusdini, M.Pd.

Oleh :

1. Ilham Aditya Mahendra (1910110111)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2020
MENYIKAPI SOLIDARITAS BANGSA PADA SAAT INI

Pandemi COVID-19 menjadi pusat perhatian saat ini, baik bagi perencanaan dan pelaksanaan
kebijakan pemerintah, maupun bagi pemberitaan media di Indonesia.

Mengingat fakta semenjak diumumkan pertama kali pada awal Maret 2020, mengenai
keberadaan virus corona di Indonesia, pandemi COVID-19 menjadi virus menakutkan bagi
bangsa ini, serta melumpuhkan berbagai aktivitas masyarakat, khususnya pendidikan dan
ekonomi.

Tulisan ini bermaksud hanya sekedar merefleksikan bagaimana eksistensi dari “Pancasila”
sebagai ideologi bangsa, di tengah mewabahnya virus tersebut. Faktanya sebagai bangsa, kita
perlu memiliki kekuatan moral dalam menyikapi peristiwa apa pun, dalam konteks Indonesia
yang sedang dilanda pandemi COVID-19.

Proses penyebaran COVID-19 yang cepat, mengakibatkan ribuan orang Indonesia terpapar,
sehingga pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan sebagai upaya menyelamatkan nyawa
masyarakatnya, seperti membentuk Gugus Tugas Penanganan COVID-19, memberlakukan
proses pembelajaran di rumah, terbaru Kemenkes menyetujui status DKI Jakarta, serta Bodebek
(Bogor, Depok, Bekasi), menjadi daerah yang memberlakukan PSBB (pembatasan sosial
berskala besar). Cara masyarakat dalam menyikapi COVID-19 begitu beragam, sehingga
merepresentasikan sudah sejauh mana bangsa ini dewasa, serta menunjukan bagaimana
eksistensi ideologi Pancasila apakah masih “terpatri” pada nurani setiap manusia Indonesia.
Faktanya banyak masyarakat yang mengutamakan keselamatannya, karena merupakan sebuah
kelaziman, tetapi tidak sedikit juga oknum yang mengutamakan keselamatannya, dengan
menghilangkan sifat kemanusiaannya. Menolak dikuburkannya jenazah yang “terpapar virus
COVID-19” merupakan fenomena sosial yang begitu menyakitkan, serta menjadi catatan kelam
bagi keberlangsungan hidup bangsa ini. Jenazah tersebut dianggap aib, penuh dengan dosa,
sehingga keberadaannya ditolak oleh oknum masyarakat, lebih memprihatinkan apabila jenazah
tersebut pernah berprofesi sebagai tenaga medis atau pernah mengajukan diri untuk menjadi
relawan dalam melawan pandemi COVID-19. Bangsa ini berdiri melalui semangat kolektifitas,
begitu beragamnya gangguan yang berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa sejak
awal kemerdekaan, mampu diatasi dengan berbagai pendekatan dan strategi kebijakan yang baik.
Dalam merusak persatuan dan kesatuan bangsa, konflik horizontal antar sesama saudara
sebangsa dan setanah air, terbukti lebih efektif dari pada konflik yang dihasilkan dari perang
internasional maupun agresi militer. Menolak jenazah yang terindikasi COVID-19 merupakan
falasi berpikir, serta merusak kesatuan dan persatuan bangsa, kita perlu menjaga perasaan
keluarga terkait, karena pada hakikatnya kita adalah saudara sebangsa dan setanah air, tidak
terkotak-kotakan oleh preferensi sosial dan politik, bahkan oleh hubungan darah sekali pun.
Menolak jenazah individu yang terpapar oleh pandemi COVID-19 merupakan perbuatan yang
keji, tidak manusiawi, serta merepresentasikan bangsa yang tidak beradab.
Rusaknya moralitas dan solidaritas bangsa, mengakibatkan bangsa ini hilang identitas atau jati
dirinya, sebagai bangsa yang memiliki keadaban yang tinggi. Tentu nilai-nilai ideal tidak hanya
dijargonkan tetapi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Realita sosial tersebut menjadi
indikator kuat sudah sejauh mana “ikatan emosional” kita sebagai sebuah bangsa, sehingga
apabila peristiwa memalukan tersebut tetap terjadi, maka perlu kita refleksikan, di manakah letak
“keadilan”. Sebagai ideologi yang menjadi representasi dari nilai-nilai Ketuhanan serta nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Indonesia, tentu ideologi Pancasila menjadi kaidah untuk hidup
dalam konteks berbangsa dan bernegara Ditinjau dengan menggunakan perspektif mana pun,
fenomena menolak jenazah yang terpapar COVID-19 tidak berdasar sama sekali, serta
merupakan kecatatan dalam berperilaku. Sebagai masyarakat yang memiliki keimanan terhadap
Tuhan yang Maha Esa, kita perlu memuliakan sesama manusia, termasuk memberikan
pemakaman yang layak bagi individu yang terpapar COVID-19 dengan pelaksanaan proses
pemakaman yang mengikuti syariat agama, serta mengikuti protokol kesehatan yang telah
ditetapkan (khusus untuk COVID-19), baik oleh WHO (organisasi kesehatan internasional)
maupun oleh lembaga kesehatan setempat yang representatif. Dalam konteks Indonesia yang
sedang dilanda pandemi COVID-19, sudah sejauh mana kah peran diri kita sendiri dalam
mengutamakan kepentingan umum. Minimalnya kita mengikuti anjuran pemerintah untuk tidak
berkumpul serta melakukan tindakan yang bisa merugikan orang lain.Plato pernah memberikan
definisi mengenai negara ideal yang dipimpin oleh seorang “raja filsuf” (raja yang bijak), tetapi
tidak pernah terealisasikan sampai saat ini, karena prosesnya yang begitu rumit, serta susahnya
untuk mencapai kesepakatan. Refleksi yang bisa diambil, tidak perlu kita menjadi individu yang
berkuasa untuk memberikan dampak positif bagi orang lain, cukuplah berkontribusi sesuai
dengan kapasitas kita sendiri. Ditinjau dalam konteks pandemi COVID-19 saat ini, kita perlu
menjadi individu yang bijaksana, seperti tidak memberikan stigma negatif pada jenazah yang
terpapar COVID-19, bahkan aktif dalam mengedukasi masyarakat umum, melalui media yang
memadai, agar pandemi COVID-19 ini bisa teratasi. Semoga Allah SWT, Tuhan yang maha
kuasa, selalu menyayangi bangsa ini, agar moralitas dan solidaritasnya tetap terjaga.

Anda mungkin juga menyukai