Anda di halaman 1dari 39

Asuhan Keperawatan Ketidakberdayaan dan Keputusasaan

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Jiwa 1

Dosen Pengampu: Ns.Duma Lumban Tobing, M. Kep, Sp. Kep. J

Disusun oleh:

Suci Meliyani 1810711008

Cherlyn Eva Taryono 1810711018

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU- ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

2020
1. Pengertian Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah pengalaman hidup kurang pengendalian terhadap situasi,


termasuk persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi
hasil (NANDA-1, 2018). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan ketika individu kurang
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (Stuart,2016).
Ketidakberdayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah persepsi individu bahwa tindakannya
sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; kurangnya control terhadap situasi
tertentu (Townsend,2010). Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa ketidakberdayaan adalah suatu kondisi dimana control akan pribadi dan situasi,
termasuk persepsi oraang atau kelompok mengenai tindakan yang dilakukan tidak akan
mempengaruhi hasil yang signifikan. Ketidakberdayaan dapat dialami oleh semua orang
tanpa terkecuali, pada klien dengan masalah kesehatan yang sedang menjalani pengobatan
dan perawatan di rumah sakit. Seperti pada klien dengan diabetes miletus yang sedang
menjalani perawatan. Kannie, Dauli, Nuraini (2011), menjelaskan bahwa kondisi stress pada
klien dapat menyertai perasaan ketidakberdayaan. Stress yang dialami oleh klien dapat
memberikan dampak pula pada ketidakberdayaan klien. Kondisi tersebut dapat
memperparah kondisi klien. Pada klien mengalami ketidakberdayaan, penting untuk
memberikan intervensi keperawatan tentang persepsi klien terhadap penyakit diabetes
miletus supaya dapat berubah menjadi persepsi yanag baik dan menjadi pandangan positif
tentang usaha penyembuhan penyakitnya.

2. Etiologi ketidakberdayaan
Menurut buku asuhan keperawatan jiwa (Keliat,Budi Anna. 2019)
 Nyeri
 Ansietas
 Hargadiri rendah
 Strategi koping tidak efektif
 Kurang pengetahuan untuk mengelola masalah
 Kurang dukungan sosial
3. Faktor Presdiposisi dan Faktor Prespitasi
A. Faktor predisposisi
a) Biologis :
1. Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita
gangguan jiwa)
2. Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan
Pengalaman penggunaan zat terlarang
3. Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal
terakhir periksa)
4. Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksana aktivitas harian pasien
5. Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai
kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.
6. Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau
AIDS
b) Psikologis :
1. Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
2. Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan
perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
3. Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara
progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel,
kanker terminal atau AIDS
4. Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
5. Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
6. Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu
otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7. Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam
mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
8. Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai
saksi
9. Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah
cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
10. Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.

c) Sosial budaya :
1. Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
2. Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran
yang dijalankan dalam kehidupannya
3. Pendidikan rendah
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
5. Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal)
6. Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,
enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
7. Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8. Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara
pasif.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi
internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis
yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang
mendukung atau mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan
perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih
6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau
hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai
kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan
memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi
timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a) Biologis :
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program
pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang,
sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan
gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b) Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas
sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan
pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang
lain.
c) Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab
yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat

4. Rentang respon ketidakberdayaan

Respon adaftif Respon Maladaftif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Berdaya Putus Asa

a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.

b. Ketidakpastian

Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu


memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan
individu mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan.
Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.

c. Putus asa

Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.

5. Sumber Koping
a) Personal ability
1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.

b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.

c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah,
rumah, tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan
fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi

d) Positive belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak ada.
2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.

6. Mekanisme Koping
a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realistis.
2) Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya sehingga
dapat beradaptasi secara normal.
3) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
4) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan kondisi
kesehatan.
b. Destruktif
1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan.
2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami ketegangan
peran, konflik peran).
4) Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum, kebersihan diri,
istirahat dan tidur dan berdandan
6) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang lain).
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
7. Tanda dan gejala Ketidakberdayaan
Mayor
a. Subjektif
1) Mengatakan ketidakmampuan
2) Frustasi karena tidak mampu mengatasi situasi
b. Objektif
1) Tidak mampu merawat diri
2) Tidak mampu mencari informasi perawatan
3) Tidak mampu memutuskan
4) Bergantung pada orang lain

Minor
a. Subjektif
1) Menyatakan keraguan tentang kemempuannya
2) Menyatakan kurang mampu mengontrol situasi
3) malu
b. Objektif
1) Kurang partispasi dalam perawatan
2) Depresi

8. Diagnosa Keperawatan

Koping individu tidak efektif

ketidakberdayaan

Kurang pengetahuan
9. Tujuan Asuhan Keperawatan
a. Kognitif ,klien mampu
1) Menegtahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari
ketidakberdayaan
2) Mengetahui cara mengatasi ketidakberdayaan
b. Psikomotor ,klien mampu
1) Mengidentifikasi situasi hidup yang tidak dapat dikendalikan dan dapat
dikendalikan
2) Melatih situasi hidup yang dapat dikendalikan
3) Mengidentifikasi pikiran negative yang tidak sesuai
4) Melatih pikiran positif, pikiran rasional, dan harapan positif
c. Afektif ,klien mampu
1) Merasakan manfaat latihan yang dilakukan
2) Menilai latihan yang mengatasi ketidakberdayaan

10. Intervensi Keperawatan


- Individu
Tindakan keperawatan ners
a. Kaji tanda dan gejala ketidakberdayaan
b. Jelaskan proses terjadinya ketidakberdayaan
c. Latih cara mengendalikan situasi
1) Diskusikan situasi hidup yang tidak dapat dikendalikan
2) Diskusikan situasi hidup yang dapat dikendalikan
3) Latih cara-cara mengendalikan situasi hidup yang dapat dikendalikan
4) Beri penguatan dan pujian
d. Latih cara mengendalikan pikiran
1) Diskusikan pikiran negative dan pikiran tidak rasional
2) Latih pikiran positif dan rasional
3) Latih mengembangkan harapan positif dan lakukan afirmasi positif
4) Beri penguatan dan pujian
e. Latih peran yang dapat dilakukan
1) Diskusikan peran yang dimiliki, yang dapat dilakukan dan yang tidak
dapat dilakukan
2) Latih peran yang dapat dilakukan
3) Beri penguatan dan pujian

- Keluarga
Tindakan keperawatan ners
a. Kaji masalah yang dirasaka keluarga dalam merawat klien yang mengalami
ketidakberdayaan
b. Jelaskan pengertia, penyebab, tanda dan gejala, serta proses terjadinya
krtidakberdayaan serta mengambil keputusan merawat klien
c. Latih keluarga cara merawat dan membimbing klien mengatasi
ketidakberdayaan sesuai dengan asuhan keperawatan yang telah diberikan
d. Latih keluarga menciptakan suasana keluarga yang mendukung mengatasi
ketidakberdayaan
e. Diskusikan tanda dan gejala ketidakberdayaan yang memerlukan rujukan
segera serta menganjurkan memfollow up ke fasilitas pelayanan kesehatan
secara teratur

11. Discharge planning


a. Menjelaskan rencana persiapan pasca-rawat dirumah untuk memandirikan
klien
b. Menjelaskan rencana tindak lanjut perawatan dan pengobatan
c. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan
12. Evaluasi
a. Penurunan tanda dan gejala ketidakberdayaan
b. Peningkatan kemampuan diri klien mengendalikan perasaan
ketidakberdayaan
c. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan
ketidakberdayaan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KETIDAKBERDAYAAN

KASUS:

Seorang laki-laki 45 tahun di rawat di unit penyakit dalam dengan keluhan mual,
muntah, rasa tidajk nyaman di ulu hati, dan memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun
yang lalu. Klien mengatakan jarang kontrol ke RS , lebih menyukai makanan padang,
kadang-kadang lupa minum obat anti diabetes. Klien mengatakan bingung kenapa dia bisa
terkena DM sementara tidak ada riwayat DM dalam keluarganya. Klien mengatakan tidak
tahu apa harapan kedepan khususnya terhadap pemulihan kondisi sakitnya. Ekspresi muka
murung, bicara lambat, tidur berlebihan, nafsu makan tidak . Ketika klien di tanya di daerah
mana akan dilakukan penyuntikan , klien tidak dapat memberikan keputusan, klien merasa
apapun yang akan dilakukan tidak akan mengubah kondisinya.
A. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Biologis
 memiliki riwayat penyakit DM sejak 4 tahun yang lalu (menderita
penyakit kronis atau riwayat penyakit kronis)

2) Psikologis
 Klien mengatakan tidak tahu apa harapan kedepan khususnya terhadap
pemulihan kondisi sakitnya (Merasa frustasi dengan kondisi
kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang )
 Ketika klien di tanya di daerah mana akan dilakukan penyuntikan ,
klien tidak dapat memberikan keputusan (Ketidaknmampuan
mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan komunikasi verbal
yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan terkait
dengan penyakitnya atau kondisi dirinya )
b. Faktor presipitasi
1) Biologis
Klien mengatakan jarang kontrol ke RS , lebih menyukai makanan
padang , kadang-kadang lupa minum obat anti diabetes. (Menderita suatu
penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program pengobatan yang
terkait dengan penyakitnya)
c. Penilaian stressor/ tanda dan gejala
 Respon Emosional : Ekspresi muka murung
 Respon Perilaku : bicara lambat, tidur berlebihan, tidak nafsu makan
 Respon Fisiologis :-
 Pasien dalam tahapan “tidak berdaya”

 Pasien mengatakan “Klien mengatakan tidak tahu apa harapan kedepan


khususnya terhadap pemulihan kondisi sakitnya”

d. Sumber koping : tidak ada


e. Mekanisme koping : tidak ada
 Diagnosa Keperawatan

Koping individu tidak efektif

ketidakberdayaan

Kurang pengetahuan

NO. Diagnosa Keperawatan Tgl Ditemukan Tgl Teratasi


1. Ketidakberdayaan b.d regimen
pengobatan yang rumit ( Domain 9,
Kelas 2. 00125. Hal 365)
2. Ketidakefektifan Koping b.d Krisis
Situasi (Domain 9, Kelas 2. 00069.
Hal 346)

 Intervensi Keperawatan
No.D Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi Keperawatan NIC
X
1 Setelah dilakukan asuhan Ketidakberdayaan (bagian enam
keperawatan 1x24 jam diharapkan hal 537) Latihan asertif (bagian
pasien memenuhi kriteria hasil tiga hal 138)
Ketidakberdayaan ( bagian 1. Bantu memperjelas area
empat hal 625) Kepercayaan masalah terkait dengan
Mengenal Kesehatan : hubungan interpersonal
Merasakan Kemampuan 2. Bantu mengenali ekspresi
Melakukan (bagian tiga hal 166) pikiran dan perasaan, baik
1. Persepsi bahwa frekuensi positif maupun negative
perilaku kesehatan tidak 3. Bantu pasien mengenali
berlebihan dipertahankan pikiran-pikiran yang dapat
pada skala 2 lemah menggalkan (asertifitas)
ditingkat kan menjadi skala pasien
5 sangat kuat 4. Bantu pasien untuk
2. Persepsi kemungkinan membedakan antara pikiran
melakukan kesehatan dan kenyataan instruksikan
sepanjang waktu pasien mengenai cara lain
dipertahankan pada skala 2 berperilaku asertif
lemah ditingkatkan ke skala 5. Ouji upaya untuk
5 sangat kuat mengekspresikan perasaan
3. Kepercayaan terhadap dan ide
kemampuan melakukan 6. Monitor tingkat kecemasan
perilaku kesehatan dan ketidaknyamanan
dipertahankan pada skala 2 berhubungan dengan
lemah ditingkatkan ke skala perubahan perilaku
5 sangat kuat
4. Persepsi bahwa perilaku
kesehatan tidak sangat rumit
dipertahankan pada skala 3
sedang ditingkatkan
menjadi skala 5 sangat kuat

2 Setelah dilakukan asuhan Koping kesiapan peningkatan


keperawatan 1x24 jam diharapkan (bagian empat hal 545)
pasien memenuhi kriteria hasil Peningkatan Koping (Bagian tiga,
Koping, Ketidak efektifan 5230 hal 337)
(bagian empat hal 633) 1. Bantu pasien dalam
Koping (bagian tiga, 1302 hal mengidentifikasikan tujuan jangka
281) pendek dan jangka panjang yang
1. Mengidentifikasikan pola tepat.
koping yang tdk efektif 2. Berikan mengenai pemahaman
dipertahankan pada menagis, pada pasien terhadap proses
mengurung diri skala 5 sering penyakit.
konsinten menunjukan 3. Berikan suasana penerimaan
ditingkatkan ke 1 tidak 4. Dukung aktivitas sosial dan
menangis dan tidak mengurung komunitas agar bisa dilakukan
diri skala 1 tidak pernah 5. Kenali latar belakang budaya
menunjukkan. /spiritual pasien
2. Mengidentifikasi pola koping 6. Dukung keterlibatan keluarga ,
yang efektif dipertahankan pada dengan cara yang tepat.
skala 1 tidak pernah
menunjukkan ditingkat ke 5
sering menunjukkan
3. Menggunakan strategi koping
yang efektif di pertahankan
pada skala 1 tidak pernah
menunjukkan ditingkatkan ke 5
sering menunjukkan.

Hasil - hasil penelitian askep pada pasien yang mengalami masalah ketidakberdayaan
Jurnal : Jurnal Keperawatan Jiwa
Judul : Hubungan Bulliying Dengan Ketidakberdayaan Pada Remaja
Penulis : Tantri Widyarti Utami, Alma Fadilah, Livana PH
Tahun : 2019

1. LATAR BELAKANG
Perilaku menyimpang yang terjadi pada remaja merupakan hasil dari proses sosialisasi yang
tidak sempurna. Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, yaitu
: variasi kondisi kejiwaan (Terkadang terlihat pendiam, cemberut, tetapi pada saat yang lain
terlihat sebaliknya, periang, berseri- seri), penyalahgunaan obat bius, psikosis perilaku anti
sosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam menunjukkan perilaku agresif, dan
bullying (Jatmika, 2010). Dampak yang terjadi korban bullyingyaitu akan merasa tidak
nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga, penyesuaian sosial yang buruk, menarik
diri dari pergaulan, prestasi akademik yang menurun, merasa tidak berdaya, dan putus asa
bahkan keinginan untuk bunuh diri (Wiyani, 2012).Salah satu dampak dari bullying ialah
ketidakberdayaan. Ketidakberdayaanharus diatasi karena mempengaruhi aktivitas sehari-
hari, ketergantungan akan kebutuhan sehari-hari serta tidak berpartisipasi dalam
perawatan atau pengambilan keputusan pada saat diberikan kesempatan (Febriyani &
Darlina, 2017).
2. TUJUAN PENELITIAN
untuk mengetahui hubungan antara bullying dan ketidakberdayaan pada remaja melalui
penelitian kuantitatif.
3. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif bersifat deskriptif korelatif dengan
meng-gunakan pendekatan cross sectional, Proses pengukuran variabel independen dan
dependen hanya dilakukan satu kali, setelah itu tidak dilakukan tindak lanjut.Sampel
penelitian adalah 231siswa/siswi SMA di Bogor.Teknik pengambilan sampel yang
digunakan peneliti yaitu simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara
acak sederhana. Kriteria inklusi sampel penelitian yaitu siswa/siswi usia 15-17 tahun ,
berada di kelas saat pengambilan data dan bersedia menjadi responden.
4. HASIL
jenis kelamin dengan perilaku dan korbanbullying di mana anak laki-laki beresiko 9,84 kali
lebih tinggi untuk melakukanbullying, dan 7,25 kali lebih tinggi perempuan sebagai korban
bullying. Pada penelitian ini juga remajasebanyak (63,6%) memiliki kepribadian ekstrovert.
sejalan dengan penelitian lain bahwa korban bullying tidak hanya mereka yang mempunyai
kepribadian tertutup dan pasif dari dunia luar, tetapi juga mereka dengan kepribadian yang
terbuka aktif juga menjadi korban bullying.(Wiyani, 2012). Ketidakberdayaan pada remaja
dalam penelitian ini dialami sebanyak 90,5% remaja. Ketidakberdayaan merupakan
pengalaman langsung dari kurangnya control atas suatu situasi, termasuk persepsi bahwa
tindakan seseorang tidak secara signifikan mempengaruhi hasil (Carpenito- Moyet,
2013).Ketidakberdayaan dapat menurunkan rasa percaya diri, sehingga berdampak negatif
terhadap kualitas hidup seperti perubahan pola tidur, perasan cemas, dan depresi.
Penurunan kualitas hidup mempengaruhi keadaan psikologis, gangguan dalam berpikir,
serta gangguan dalam hubungan sosial.(Febriyani & Darlina, 2017)

1. Pengertian Keputusasaan
Keputusasaan (hopelessness) adalah suatu kondisi emo sional subjektif yang
dipertahankan klien karena klien tidak melihat adanya pilihan pribadi atau pilihan alternatif
untuk memecahkan masalah; karena ketiadaan hasrat dan ketidakmampuan diri untuk
memobilisasi energinya (Carpenito-Moyet, 2009).

NANDA (2018) menyatakan bahwa keputusasaan adalah keadaan subjektif di mana


seseorang melihat keterbatasan atau tidak melihat adanya alternatif atau pilihan pribadi yang
tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi atas nama sendiri.

Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwakehidupannya


terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorangyang tidak memiliki harapan
tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaikikehidupannya dan tidak menemukan
solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa
membantunya.

Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan ,keraguan .duka


cita , apati , kesedihan , depresi , dan bunuh diri. ( Cotton dan Range,1996 )

Keputusasaan berbeda dengan ketidak berdayaan. Hal ini dikarenakan orang tanpa
harapan (putus asa) tidak melihat adanya solusi atau jalan ntuk mencapai apa yang diinginkan,
meskipun dia merasa dalam kendali. Sebaliknya, orang yang tidak berdaya bisa melihat alternatif
atau jawaban, namun tidak dapat melakukan apapun karena kurangnya kontrol atau sumber daya
(Carpenito-Moyet, 2009). Perasaan ketidakberdayaan bisa menyebabkan keputusasaan.

2. Etiologi

 Stress jangka panjang


 Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual
 Kehilangan kepercayaan pada nilai-nilai penting
 Pembatasan aktivitas jangka panjang
 Isolasi sosial

Faktor yang Mempengaruhi Keputusasaan

1. Keragu-raguan
Kegagalan yang melahirkan rasa putus asa pada manusia bisa berawal dari
keragu-raguan.
2. Pesimis
artinya hilang kepercayaan kepada alam dan hidup. Sebab pesimis sama
maksudnya dengan putus harapan atau putus asa. Karena dalam pesimis tidak ada
harapan kebaikan daripadanya. Terutama dari kehidupan itu sendiri.
3. Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern adalah bersumber dari hilangnya
makna hidup, the meaning of life. Secara fitri manusia memiliki kebutuhan akan makna
hidup. Makna hidup yang dimiliki seseorang manakala ia memiliki kejujuran dan merasa
hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan merasa mampu dan telah mengerjakan sesuatu
yang bermakna untuk orang lain. Makna hidup biasa dihayati oleh para pejuang dalam
bidang apapun karena pusat perhatian pejuang adalah pada bagaimana bias
menyumbangkan sesuatu untuk kepentingan orang lain.
4. Faktor Keluarga
Banyak faktor yang menjadikan seseorang terbenam dalam rasa keputusasaan.
Faktor dukungan merupakan salah satunya, yaitu tidak adanya dukungan dari keluarga
dan sahabat. sehingga seberapa besar kemampuannya adalah sebatas yang ia yakini
sendiri, tanpa adanya masukan dan saran dari keluarga dan sahabatnya. Namun,
sebenarnya faktor utama pemicu putus asa adalah kejahilan atau kebodohan. Dan dalam
keluarga sendiri ada faktor yang mendorong terjadinya hal tersebut, faktor dalam
keluarga seperti:
a. Kesepian
Gangguan kejiwaan berupa kesepian bersumber dari hubungan antar
manusia (interpersonal) dikalangan masyarakat modern tidak lagi tulus dan
hangat. khususnya diawali dalam keluarga sebagai interpersonal terdekat.
Ketergesangan hubungan bisa karena banyak hal diantaranya kasih sayang atau
topeng sosial. Akibanya manusia modern sering mengidap perasaan sepi.
b. Kebosanan
Karena hidup tak bermakna hubungan dengan manusia lain terasa hambar
karena tiada ketulusan hati, kecemasan yang menggangu jiwa dan kesepian yang
berkepanjangan, meyebabkan manusia modern menderita gangguan kebosanan.
Ketika diatas pentas kepalsuan, manusia bertopeng memang memperoleh
kenikmatan sekejap, tetapi setelah ia kembali ke rumahnya, kembali menjadi
seorang diri dalam keasliannya. Maka ia dirasukikembali perasaan cemas dan sepi

Akibat Keputusasaan

a. Stres
b. Depresi
c. Galau
d. Sakit
e. Pola hidup yang tidak teratur
f. Letih, Lesu, Lemah; disebabkan karena faktor psikis
g. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang ia sibuk
dengan rasa putus asa yang ada.
h. Trauma; tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan hal
yang sama karena takut akan mengalami rasa putus asa untuk yang kedua
kalinya.
i. Gila; akibat jangka panjang yang umumnya terjadi pada sebagian orang
j. Sakit; diawali dengan makan yang tidak teratur, tidur terlalu larut, beban
pikiran yang berlebihan.
k. Kematian; beberapa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan tidak hanya
karena sakit yang berkepanjangan namun juga karena faktor psikis yang
berlebihan.
Pencegahan
Di bawah ini ada beberapa cara mencegah timbulnya keputusasaanyaitu :
1) Berbaik sangkalah kepada Yang Maha Kuasa ,Ingat bahwa setiap yang kita
alami ada hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan
tuhan kepada kita.
2) Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa
mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru.
3) Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih
tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi
masalah yg tengah kita hadapi
4) Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan.
Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka ketegangan kita
kan berkurang.
5) Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri "kesempatan
apa bagi saya di sini ? Jalan mana yang terbuka bagi saya ?"
6) Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa
di dapatkan pemecah masalah yang baik.
7) Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang  merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Tapi daripada  memikirkan kerugian yang kita alami, lebih baik
fokuskan pada apa yang telah kita pelajari.
8) Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain  jika gagal,tapi perhatikan
baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri sendiri
bagaimana mengatasinya?

3. Rentang Respons Emosional

Adatif Maladatif
Respons Reaksi Supresi Reaksi Depresi
emosional berduka emosi berduka
rumit tertunda

(Sumber: Suart, 2013)

1. Respons emosional adalah respons yang paling adaptif. Adaptif menyiratkan


keterbukaan dan kesadaran akan perasaan. Dengan cara ini, perasaan memberikan
pengalaman yang berharga .
2. Reaksi Berduka yang rumit adalah respons adaptif dalam mengadapi stress. Respons
tersebut merupakan bahwa seseorang sedang menghadapi realitas kehilangan dan
tenggelam dalam kondisi berduka
3. Supresi emosi adalah respons mal adaptif. Penolakan perasaan atau keteguhan
sesorang. Bersifat sementara terkadang di perlukan untuk kondisi tertentu, seperti
pada respon awal terhadap kematian atau tragedy
4. Reaksi berduka tertunda
5. Depresi

Beck, Rawlins, dan Williams (1984) mengemukakan bahwa individu berharapan.


Rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif dan maladaptif.

a. Ketidakberdayaan, keputuasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan


masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu, seolah-olah
koping yang biasa bermain sudah tidak bermanfaat lagi. Harga diri rendah, apatis
dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.

b. Kehilangan, ragu-ragu. Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dam kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian
pula jika individu kehilangan sesuatu yang sidah dimiliki misalnya kehilangan
pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu akan merasa gagal ,
kecewa rendah diri dan berakhir dengan bunuh diri.

c. Depresi dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai sengan
kesedihan dan rendah diri. Individu berpikir tentang bunuh diri pada waktu depresi
berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri
terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.

d. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
4. Karakteristik Keputusasaan (Tanda dan Gejala)
1. Karakteristik keputusasaan menurut Carpenito-Moyet (2009)
terdiri dari karakteristik utama (mayor) dan karak teristik tambahan (minor).
a) Karakteristik utama (Mayor)
Karakter-karakter di bawah ini harus hadir, satu atau lebih dari satu, yaitu:
mengungkapkan sikap apatis yang mendalam, luar biasa, dan bertahan dalam
menanggapi situasi yang dianggap tidak mungkin, seperti pernyataan "Masa
depanku tampak gelap bagiku" (Yip & Chang dalam Carpenito-Moyet, 2009).
a. Fisiologis
a. Menurunnya respons terhadap rangsangan
b. kekurangan energy
c. Peningkatan jumlah tidur
b. Emosional
1. Mereka tidak memiliki kesempatan dan tidak ada alasan bagi
mereka untuk percaya hari depan
2. Ketidak mampuan mencari kemakmuran, keberuntungan atau nikmat
tuhan
3. Kurangnya makna atau tujuan dalam hidup
4. Perasaan kehilangan dan kekurangan
5. Kosong atau kehilangan vitalitas
6. Demoralisasi
7. Tidak berdaya
8. Tidak kompeten atau terjebak

KIien dengan gangguan ini akan menunjukkan:


1. Kepasifan dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
2. Kemampuan verbal yang menurun
3. Afek yang menurun
4. Kurangnya ambisi, inisiatif, dan minat
5. Kompleksnya sikap menyerah
6. Ketidakmampuan untuk mencapai apapun
7. Kurangnya tanggung jawab atas keputusan dan kehidupan
8. Proses berpikir yang lambat
9. Perilaku mengisolasi diri
10. Demoralisasi
11. Komentar negatif mengenai sekarang dan masa depan
12. Kelelahan

c. Kognitif
a. Fokus pada masa lalu dan mas a depan, bukan fokus pada saat
ini dan sekarang
b. Berkurangnya fleksibilitas dalam proses berpikir
c. Kekakuan ( misalnya, pemikiran semua atau tidak sama sekali.
d. Kurangnya imajinasi dan kemampuan berharap
e. Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi atau mencapai tujuan dan
sasaran yang diingkan.
f. Ketidakmampuan untuk merencanakan, mengatur, membuat keputusan,
atau memecahkan masalah.
g. Putus asa
h. Ketidak mampuan mengenali sumber harapan
i. Pikiran bunuh diri.
b) Karakteristik Tamabahan (minor)
Karakter yang meliputi aspek fisiologis dan emosional ini dimungkinkan hadir
pada klien dengan keputusasaan
a. Fisiologis
1. Anoreksia
2. Penurunan berat badan
b. Emosional
Klien merasa :
a. Merasa ada benjolan di tenggorokan, tegang
b. Merasa kecewa
c. Dibanjiri oleh rasa ketidak mampuan (saya hanya “tidak bisa..”)
d. Merasa bahwa mereka berada di ujung talinya.
e. Kehilangan kepuasan dari peran dan hubungan
f. Rentan atau mudah di serang:

Klien juga mempertunjukkan adanya:

a. Kontak mata yang buruk


b. Motivasi yang menurun
c. Mendesah
d. Regresi
e. Depresi
f. Pengunduran diri
2. Karakteristik Keputusasaan (Tanda dan Gejala) menurut (Budi Anna 2019)
a. Mayor
Subjektif :
1. Mengungkapkan keputusasaan
2. Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “saya tidak bisa”
3. Kurang dapat berkontsentrasi
4. Mengungkapkan bingung

Objektif :

1. Berperilaku pasif
2. Kontak mata kurang
3. Perubahan pola tidur
4. Porsi makan tidak habis
5. Kurang bicara
d. Minor
Subjektif :
1. Sulit tidur
2. Selera makan menurun
3. Mengungkapkan keraguan
4. Mengunkapkan frustasi
Objektif :
1. Afek datar
2. Kurang inisiatif
3. Meninggalkan lawan bicara
4. Mengangkat bahu sebagai respons lawan bicara
5. Perawatan diri kurang
6. Sulit membuat keputusan
5. Kondisi Klinis Terkait
a. Penyakit kronis (diabetes mellitus, hipertensi, stroke, TBC)
b. Penyakit terminal (kanker)
c. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan
d. Kondisi fisik terus menurun
6. Diagnosa Keperawatan

a
7. Tujuan Asuhan Keperawatan
1. Kognitif, klien mampu :
a. Mengetahui perubahan/ penurunan kondisi fisik
b. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari keputusasaan
c. Mengetahui cara mengatasi keputusasaan.
2. Psikomotor, klien mampu:
a. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
b. Mengidentifikasi system
c. Melatih hubungan sosial dengan system pendukung
d. Melatih kegiatan hidup sehari-hari
3. Afektif, klien mampu :
a. Merasakan manfaat latihan yang dilakukan
b. Merasa optimis dan bahagia

8. Tindakan keperawatan
Tindakan Pada Klien
1. Tindakan keperawatan Ners
a. Kaji tanda dan gejala keputusasaan
b. Jelaskan proses terjadinya keputusasaan
c. Diskusikan dengan klien :
1) Kemampuan yang dimiliki
2) System pendukung yang dimiliki
3) Harapan kehidupan
d. Latih hubungan sosial dengan lingkungan :
1) Bercakap-cakap dengan system pendukung
2) Bercakap-cakap dengan lingkungan
e. Latih lakukan kegiatan sehari-hari:
1) Memenuhu kebutuhan makan
2) Memenuhi kebutuhan istirahat/tidur
3) Merawat diri : kebersihan diri
4) Melakukan kegiatan spiritual
f. Latih membangun harapan yang realistis.
1) Diskusikan harapan dan keinginan masa depan
2) Bantu klien membuat rencana mencapai harapan secara bertahap
g. Berikan motivasi dan pujian atas keberhasilan klien.
2. Tindakan Keperawatan Spesialis
a. Terapi kognitif :
1) Sesi 1: mengidentifikasikan pengalaman yang tidak menyenangkan
dan menimbulkan pikiran otomatis negative
2) Sesi 2: melawan pikiran otomatis negative
3) Sesi 3: memanfaatkan system pendukung
4) Sesi 4: mengevaluasi manfaat melawan pikiran negative
b. Terapi kognitif perilaku:
1) Sesi 1 : mengidentfikasikan pengalaman yang tidak menyenangkan
dan menimbulkan pikiran otomatis negative dan perilaku negative
2) Sesi 2: melawan pikiran otomatif negative
3) Sesi 3: mengubah perilaku negative
4) Sesi 4: memanfaatkan system pendukung
5) Sesi 5: mengevaluasi manfaat melawan pikiran negative dan
mengubah periaman yang tidak menyenanglaku negative
c. Terapi penerimaan komitmen (acceptance commitment therapy)
1) Sesi 1: mengidentifikasikan pengalaman/ kejadian yang tidak
menyenangkan
2) Sesi 2: mengenali keadaan saat ini dan menemukan nilai-nilai
terkait pengalaman yang tidak menyenangkan
3) Sesi 3: berlatih menerima pengalaman/kejadian tidak
menyenangkan menggunakan nilai-nilai yang dipilih klien
4) Sesi 4: berkomitmen menggunakan nilai-nilai yang dipilih klien
untuk mencegah kekambuhan.

Tindakan Pada keluarga

1. Tindakan keperawatan ners


a. Kaji masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien yang mengalami
keputusasaan.
b. Jelaskan pengertian, penyebab, dan tanda gejala, serta proses terjadinya
keputusasaan serta mengambil keputusan dalam merawat klien.
c. Latih keluarga cara merawat dan membimbing klien mengatasi keputusasaan
sesuai dengan asuhan keperawatan yang telah diberikan.
d. Latih keluarga menciptakan suasana keluarga yang mendukung mengatasi
keputusasaan suasana yang positif.
e. Diskusikan tanda dan gejala keputusasaan yang memrlukan rujukan segera
serta menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secra teratur.
2. Tindakan keperawatan spesialis: psikoesukasi keluarga ( family psychoeducation)
a. Sesi 1: mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami klien dan masalah
kesehatan keluarga (care giver) dalam merawat klien.
b. Sesi 2: merawat masalah kesehatan klien
c. Sesi 3: manajemen strees untuk keluarga
d. Sesi 4: manajemen beban untuk keluarga
e. Sesi 5: memanfaatkan system pendukung
f. Sesi 6: mengevaluasi manfaat psikoedukasi keluarga.

Tindakan pada kelompok klien

Tindakan keperawatan spesialis: terapi suportif

1. Sesi 1: identifikasi masalah dan sumber pendukung di daslam dan di luar keluarga.
2. Sesi 2: latihan menggunakan system pendukung dalam keluarga.
3. Sesi 3: latihan menggunakan system pendukung luar keluarga.
4. Sesi 4: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber pendukung.

Hasil penelitian menyatakan bahwa terapi kelompok reminisense (syarniah, Keliat &
Hastono, 2010) dan kombinasi terapi reminisense dengan terapi life review (misesa,
Keliat & Wardani. 2013) bermanfaat bagi lansia yang depresi.

Tindakan Kolaborasi

1. Melakukan kolaborasi dengan dokter menggunakan ISBAR dan TBak.


2. Meberikan terapi dokter (obat) kepada klien: Edukasi 8 benar prinsip pemberian obat
dengan menggunakan konsep safety pemberian obat.
3. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat.

Discharge Planning

1. Menjelaskan rencana persiapan pasca-rawat di rumah unutk memandirikan klien.


2. Menjelaskan rencana tindak lanjut perawatan dan pengobatan.
3. Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan.
Evaluasi

1. Penurunan tanda dan gejala keputusasaan.


2. Peningkatan kemampuan klien mengendalikan perasaan keputusasaan.
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan keputusasaan.

Rencana Tindak Lanjut

1. Rujuk klien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis keperawatan
jiwa.
2. Rujuk klien dan keluarga ke case manager di fasilitas pelayanan kesehatan primer di
puskesmas, pelayanan kesehatan sekunder, dan tersier di rumah sakit.
3. Tujuk klien dan keluarga ke kelompok pendukung. Kader kesehatan jiwa, kelompok
Uswabantu dan fasilitas rehabilitasi psikososial yang tersedia di masyarakat.

ASUHAN KEPEARAWATAN PADA PASIEN KEPUTUSASAAN

KASUS :

Seorang wanita berusia 57 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan sesak
nafas sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Hasil pengkajian : Klien memiliki riwayat TB paru
sejak bulan januari tahun 2017, namun setelah menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien
putus obat karena terjadi masalah pada fungsi hatinya akibar dari pengobatan OAT. Klien juga
memiliki riwayat DM type 2. Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak
bisa berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa melakukan aktifitas sehari--hari,
namun saat ini harus dibantu oleh orang lain. Klien jarang keluar rumah dan lebih senang
mengurung diri di kamar. Klien mengatakan capek, pasrah dengan kondisinya dan ingin mati
saja. Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi. Klien merasa selalu merepotkan
orang lain terutama anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang menolak minum obat, sulit
konsentrasi dan lebih banyak diam.

A. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
Pada kasus, Klien memiliki riwayat TB paru sejak bulan januari tahun 2017, namun
setelah menjalani pengobatan OAT selama 5 bulan, klien putus obat karena terjadi
masalah pada fungsi hatinya akibar dari pengobatan OAT. Klien juga memiliki riwayat
DM type 2. Jadi faktor predisposisinya adalah
Biologis : riwayat TB paru, putus obat karna ada masalah fungsi hati akibat
pengobatan OAT dan Riwayat DM type 2
b. Faktor presipitasi
Pada kasus, Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak bisa
berjalan. Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa melakukan aktifitas sehari--hari,
namun saat ini harus dibantu oleh orang lain. Jadi Faktor Presipitasinya adalah
Biologis : Setahun yang lalu klien pernah jatuh dan sampai saat ini klien tidak bisa
berjalan
c. Penilaian stressor / Tanda Gejala
Mayor:
1. Subjektif :
a. Mengungkapkan keputusasaan : “pasrah dengan kondisinya dan ingin mati
saja. tidak ada harapan untuk sembuh lagi”
b. Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “ saya tidak bisa” : “Menurut
klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi”
c. Kurang dapat berkonsentrasi : di kasus di sebutkan “sulit konsentrasi”
2. Objektif :
a. Berperilaku Pasif : Klien jarang keluar rumah dan lebih senang mengurung
diri di kamar, lebih banyak diam.
b. Kontak mata kurang : senang mengurung diri, jadi kurang berinteraksi dalam
kontak mata,
c. Porsi makan tidak habis : klien menonal minum obat.
d. Kurang berbicara : klien lebih banyak diam, dan sering menangis.

Minor :

1. Subjektif :
a. Mengungkapkan keragu-raguan : “Klien mengatakan capek, pasrah dengan
kondisinya. Tidak ada harapan untuk sembuh”
b. Mengungkapkan frustasi : “pasrah dengan kondisinya, dan ingin mati saja”
2. Objektif :
a. lebih banyak diam,
b. sering menangis

Kondisi Klinis Terkait : penyakit kronis ( DM type 2, TBC)

d.Sumber Koping

1. kemampuan personal
2. Material Aset.
3. Sosial Support
4. Keyakinan positif
5. Identitas ego yang kuat

Dalam kasus tersebut pasien memiliki sosial support yaitu dukungan


keluarga dengan “dibantu oleh orang lain” atau dibantu dengan keluarganya atau
anaknya

e. Mekanisme Koping
 Strategi koping adaptif : tidak ada (-)
 Strategi maladaptif.
Klien belum bisa untuk menerima apa yang telah terjadi dengan
keadaanya saat ini klien . Klien jarang keluar rumah dan lebih senang mengurung
diri di kamar. Klien mengatakan capek, pasrah dengan kondisinya dan ingin mati
saja. Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi. Klien merasa selalu
merepotkan orang lain terutama anak-anaknya. Klien sering menangis, kadang
menolak minum obat, sulit konsentrasi dan lebih banyak diam.
ASUHAN KEPERAWATAN

 Diagnosa Keperawatan
Data Masalah Etiologi

DS :
Klien mengatakan capek,pasrah dengan kondisinya
dan ingin mati saja
Menurut klien tidak ada harapan untuk sembuh lagi
Sebelum sakit klien mengatakan masih bisa
melakukan aktivitas sehari-hari
Keputusasaan Penurunan kondisi
Klien merasa selalu merepotkan orang lain terutama
anak-anaknya (Domain 6, Kelas 1 fisiologis
DO : 00124. Hal 284)
Menagis , kadang menolak untuk minum obat,
sulit konsentrasi dan
lebih banyak diam
sampai saat ini klien tidak bisa berjalan
klien memiliki penyakit TB paru
Klien riwayat DM type 2
DO :
• Putus obat OAT akibat masalah pada
fungsi hati

• Klien memiliki riwayat DM type 2 Ketidakefektifan Krisis Situasi


Koping
DS: (Domain 9, Kelas 2.
• Klien mengatakan capek, pasrah dengan 00069. Hal 346)
kondisinya dan ingin mati saja

• Menurut klien tidak ada harapan sembuh


lagi

• Klien merasa selalu merepotkan orang


lain terutama anak-anaknya

• Klien jarang keluar rumah dan lebih


senang mengurung diri dikamar

 Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA

NO. Diagnosa Keperawatan Tgl Ditemukan Tgl Teratasi


1. Keputusasaan b.d
Penurunan kondisi fisiologis
(Domain 6, Kelas 1 00124. Hal
284)
2. Ketidakefektifan Koping
b.d Krisis Situasi (Domain 9,
Kelas 2. 00069. Hal 346)

 Intervensi Keperawatan Menurut NIC NOC

No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi Keperawatan NIC


1. Setelah dilakukan asuhan Dukungan Emosional (Bagian
keperawatan 1x24 jam diharapkan tiga, 5270 hal 90)
pasien memenuhi kriteria hasil 1. Diskusikan dengan pasien
Kesehatan Psikososial mengenai pengalaman emosinya
Tingkat Rasa Takut (Bagian 2. Ekspolasi apa yang memicu
Tiga 1210 hal 578) emosi pasien.
1. Menarik diri di pertahankan 3. Temani pasien dan berikan
pada jarang keluar rumah dan jaminan keselamatan dan
lebih senang mengurung diri di keamanan
kamar skala 1 berat di 4. Rujuk untuk konseling.
tingkatkan ke tidak mengurung Inspirasi harapan (bagian tiga, 5310
diri lagi dikamar dan mau hal 119)
keluar rumah skala 5 tidak ada. 1. Bantu pasien dan keluarga untuk
2. Kekurangan kepercayaan diri mengidentifikasikan area dari
dipertahankan pada pasrah harapan dalam hidup
dengan kondisinya skala 1 2. Informasikan pada pasien
berat ditingkatkan ke semangat mengenai apakah situasi yang
untuk sembuh skala 5 tidak telah terjadi sekarang bersifat
ada. sementara.
3. Kelelahan dipertahankan pada 3. Demonstrasikan harapan dengan
capek skala 2 cukup berat menunjukan bahwa sesuatu
ditingkatkan ke merasa segar dalam diri pasien adalah sesuatu
skala 5 tidak ada. yang berharga dan memandang
4. Menangis dipertahankan pada bahwa penyakit pasien adalah
sering menangis skala 2 cukup hanya satu segi dari individu
betat ditingkatkan ke tidak 4. Kembangkan daftar mekanisme
menangis lagi skala 5 tidak koping pasien.
ada.
5. Kesulitan berkonsentrasi di
pertahankan pada sulit dan
mudah diam skala 1 berat
ditingkatkan ke bisa
berkonsentrasi dan mau
berbicara skala 5 tidak ada
2. Setelah dilakukan asuhan Koping kesiapan peningkatan
keperawatan 1x24 jam diharapkan (bagian empat hal 545)
pasien memenuhi kriteria hasil Peningkatan Koping (Bagian
Koping, Ketidak efektifan tiga, 5230 hal 337)
(bagian empat hal 633) 7. Bantu pasien dalam
Koping (bagian tiga, 1302 hal mengidentifikasikan tujuan
281) jangka pendek dan jangka
4. Mengidentifikasikan pola panjang yang tepat.
koping yang tdk efektif 8. Berikan mengenai pemahaman
dipertahankan pada menagis, pada pasien terhadap proses
mengurung diri skala 5 sering penyakit.
konsinten menunjukan 9. Berikan suasana penerimaan
ditingkatkan ke 1 tidak 10. Dukung aktivitas sosial dan
menangis dan tidak mengurung komunitas agar bisa dilakukan
diri skala 1 tidak pernah 11. Kenali latar belakang budaya
menunjukkan. /spiritual pasien
5. Mengidentifikasi pola koping 12. Dukung keterlibatan keluarga ,
yang efektif dipertahankan pada dengan cara yang tepat.
skala 1 tidak pernah
menunjukkan ditingkat ke 5
sering menunjukkan
6. Menggunakan strategi koping
yang efektif di pertahankan
pada skala 1 tidak pernah
menunjukkan ditingkatkan ke 5
sering menunjukkan.

2. Hasil - hasil penelitian askep


Judul : Pengaruh Logotherapyterhadap Keputusasaan Pada Narapidana
Wanitadi Lembaga Permasyarakatan Wanitakelas Iia Bandung
Penulis : Sri Wulan Lindasari, Iyus Yosep, Titin Sutini
Tahun : 2017
Pebahasan
Tingkat keputusasaan narapidana wanita pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum pemberian logotherapyHasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat keputusasaan yang signifikan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum pemberian logotherapy dengan
nilai p value0,93 > 0,05. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa tingkat keputusasaan
pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol ada dalam keadaan homogen.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesamaan tersebut adalah
dapat dilihat dari kesamaan karakteristik responden seperti usia dari masing-masing
kelompok berada dalam tahap masa dewasa muda/awal, pekerjaan karena sebagian
besar responden termasuk orang-orang yang bekerja dan status perkawinanyang
sebagian besar responden sudah menikah.
Perubahankeputusasaan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol setelah mendapatkan logotherapy
Berdasarkan hasil uji statistik dari tabel 2 diperoleh adanya perbedaan
penurunan tingkat keputusasaan pada responden antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol setelah pemberian logotherapyyang signifikan dengan nilai p
value0,003. Berdasarkan hasil dokumentasi pelaksanaan logotherapysesi 1,
didapatkan bahwa 90% anggota kelompok dapat mengemukakan masalahnya terkait
dengan keputusasaan.
Mereka merasa menyesal telah melakukan tindak kejahatan dan bosan
dengan hidup di penjara, sehingga membuat kehidupan mereka menjadi hampa,
kosong, bosan, tidak berdaya, putus asa dan tidak bermakna. Keadaan yang dialami
responden tersebut disebut existensial vakum.
Menurut Farby dalam Marshall (2010) seseorang yang kehilangan makna
dalam hidupnya akan berada pada existansial vakumdan selanjutnya mengalami
existansial frustration. Existensial frustrationadalah respon emosional terhadap
proses kehilanganmakna dan tujuan dalam hidup. Pada penelitian yang dilakukan
pada kelompok intervensi, didapatkan bahwa responden menunjukkan terjadi
penurunan tingkat keputusasaan yang lebih baik (tiga kali lipat) dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan anggota kelompok memiliki motivasi
dan keinginan kuat untuk bermakna dalam situasi apapun yang merupakan sikap
secara keseluruhan responden sejak awal mulai kegiatanlogotherapy.
Perubahantingkat keputusasaan responden pada kelompok intervensi sebelum
dan setelah mendapatkan logotherapy
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan tingkat
keputusasaan pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum
dan setelah dilakukanlogotherapydengan nilai p value0,001 <0,05. Kondisi tersebut
menjelaskan bahwa intervensi penelitian logotherapyberhasil menurunkan tingkat
keputusasaan sehingga responden dapat menemukan kebermaknaan hidup
Simpulan
Dari hasil penelitian didapatkan hasil tidak ada perbedaan tingkat keputusasaan
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan
logotherapydan ada perbedaan tingkat keputusasaan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol setelah dilakukan terapi. Pada kelompok intervensi antara sebelum
dan setelah dilakukan logotherapy didapatkanpenurunan tingkat keputusasaan yang
signifikan. Penurunan skor rata-rata keputusasaan pada narapidana wanita setelah
dilakukan logotherapyadalah3 kali lipat dibandingkan dengan sebelum dilakukan
logotherapy. Pada kelompok kontrol meskipun tidak dilakukan intervensi, terdapat
penurunan tingkat keputusasaanantara pre testdan post tes.. Penurunan skor rata-rata
keputusasaan pada narapidana wanita kelompok kontrol adalah satu kali lipat
dibandingkan dengan kelompok intervensi yangdilakukan logotherapy.Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwalogotherapy ada pengaruhnya dalam menurunkan
tingkat keputusasaan pada narapidana wanita di lapas wanita Kelas IIA Bandung.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mubarok, Psikologi Qur’ani , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). hlm. 30

Hamka. Tafsir Al Azhar juz xii. (Jakarta: Pustaka Panjimas. 1982). hlm.20
Imam Fuadi, Menuju Kehidupan Sufi (Jakarta : Bina Ilmu 2004) hlm.103

Idea. 2 Januari 2011. Laporan Pendahuluan . diakses dari :


https://nursecerdas.wordpress.com/category/laporan-pendahuluan/

Keliat, B,A. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Lindasari, S, W. Dkk. 2017. Pengaruh Logotherapyterhadap Keputusasaan Pada Narapidana


Wanitadi Lembaga Permasyarakatan Wanitakelas Iia Bandung. Diakses
dari:https://www.researchgate.net/publication/333051659_PENGARUH_
LOGOTHERAPY_TERHADAP_KEPUTUSASAAN_PADA_NARAPID
ANA_WANITA_DI_LEMBAGA_PERMASYARAKATAN_WANITA_
KELAS_IIA_BANDUNG/fulltext/5cd97f22299bf14d9592cd67/PENGAR
UH-LOGOTHERAPY-TERHADAP-KEPUTUSASAAN-PADA-
NARAPIDANA-WANITA-DI-LEMBAGA-PERMASYARAKATAN-
WANITA-KELAS-IIA-BANDUNG.pdf

Purwanto, T. 2015. Buku ajar Keperawata Jiwa. Yogyakarta : Pustka belajar

Sutejo. 2016. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka baru press

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9.
Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. dkk. 2019. Asuhan keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.


NANDA. 2018. Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: ECG

Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai