Anda di halaman 1dari 8

CEKUNGAN BUTON

Gambar 1. Peta Lokasi dan Posisi Geografis Pulau Buton


Sumber gambar : https://id.scribd.com/121365561/Geologi-Buton
Kepulauan Buton berlokasi di bagian timur Indonesia, tepatnya di pantai timur Sulawesi Tenggara. Secara
Administratif Kabupaten Buton terletak di posisi 4.30º - 7.0º LS dan 125º - 125º BT. Cekungan Buton
memiliki batas-batas sebagai berikut :
 Sebelah Utara : Pulau Wawoni
 Sebelah Selatan : Laut Flores
 Sebelah Barat : Kepulauan Muna dan Teluk Bone
 Sebelah Timur : Laut Banda
 Sebelah Tenggara : Platform Tukangbesi
SITUASI CEKUNGAN

Gambar 2. Peta Cekungan Buton


Sumber gambar : https://id.scribd.com/121365561/Geologi-Buton
TEKTONIK REGIONAL
Menurut Hamilton, 1979 Buton dipercaya terdiri atas 2 fragmen mikro kontinen yang berbeda dan
terpisah. Satu berada pada bagian timur Pulau Buton dan Tukang Besi sedangkan yang satunya lagi
berada pada bagian barat dari Pulau Buton dan Pulau Muna. Menurut De Smet, 1991 Stratigrafi pulau ini
mengindikasikan bahwa setiap fragmen mikro kontinen memiliki posisi paleogeografi yang berbeda
ketika Mesozoik dan Paleogen.
Seperti kebanyakan pulau-pulau Banda Arc, Buton dianggap sebagai fragmen yang lepas dari
kontinen Australia-New Guinea, terutama berdasarkan korelasi kesamaan fosil-fosil berumur Mesozoik,
stratigrafi pre-rift, dan ketika rift. Banyak kesamaan pada sejarah tektonik dan stratigrafi mendukung
kesamaan dari pembentukan Buru, Seram, Banggai-Sula, dan Timor. (Audley-Charles et al., 1972; Price,
1976; Hamilton, 1979; Pilgram dan Panggabean, 1984; Gerrard et al., 1988; Katili, 1989; De Smet et al.,
1991).
Sejarah tektonik dan stratigrafi dari kebanyakan pulau-pulau Banda Arc dicirikan oleh beberapa event.
Event pre-rift dicrikan dengan pengendapan sedimen kontinen pada half-graben, rift event dicrikan
dengan adanya pengangkatan, erosi, dan volkanisme lokal, event drift dicirikan dengan adanya
subsidence dan pengendapan sedimen laut terbuka, dan sebuah event tumbukan (collision) berumur
Neogen. Perbedaan yang mendasar antara setiap pulau hanyalah waktu dan durasi dari event-event
individual tektonik dan stratigrafi.
Sedimentasi pada buton di kontrol oleh 4 tektonik event :
1.Pre-Rift Perm sampai Akhir Trias
Pengendapan dari sedimen kontinental pada half-graben, dicirikan dengan adanya pengangkatan,
erosi, dan vulkanisme lokal. Terjadi penurunan dan pengendapan sedimen laut terbuka diikuti
dengan neogen collision. Pada lapisan berumur trias di intrusi dike batuan beku dan menandakan
awal dari rifting, pembentukan patahan ekstensional, dan regional subsidence.
2. Rift-Drift Akhir Trias sampai Oligosen
Periode transisi menuju pada lingkungan laut terbuka dengan sedimentasi pada pasif margin
terjadi pada pertengahan sampai akhir Jura hasil pengendapan klastik-klastik syn orogenic pada
cekungan neogen merupakan hasil dari erosi dan sesar naik yang berarah timur akibat
pengangkatan lapisan berumur Trias sampai Oligosen.
3. Syn dan Post Orogenic awal Miosen sampai Pliosen terjadi subduksi, kompresi, dan deformasi
hingga pertengahan Miosen pada bagian selatan menghasilkan pengangkatan dan erosi dari
klastik-klastik syn orogenic berumur awal Miosen sehingga terbentuk unconformity secara
regional. Collision dari Pulau Buton-Muna tidak mempengaruhi bagian utara Pulau Buton sampai
pertengahan Miosen. Pada akhir pertengahan Miosen sampai akhir Miosen terjadi obduksi
sehingga menghasilkan ketidakselarasan atau unconformity. Setelah pertengahan Miosen terjadi
sistem sesar geser utama (Kioko) yang memapaskan sedimen dari dua lingkungan yang berbeda.
Pada lima juta tahun yang lalu terjadi perubahan deformasi dan gaya struktural yang disebabkan
oleh zona subduksi Buton terhadap Muna serta Buton terhadap Tukang Besi. Collision antara
Buton dengan Tukang Besi terekam pada lapisan berumur akhir Pliosen, collision oblique ini
menghasilkan pergerakan strike-slip dan dip-slip yang mengakibatkan pengangkatan dan
subsidence lokal (Chamberlain et al.,1990; Fortuin et al., 1990) hingga saat ini.
4. Resen Orogenic, selatan Buton sekarang mengalami pengangkatan sedangkan utaranya
mengalami penurunan menurut de Smet et al., 1989. Mikrokontinen Buton pada saat ini juga
mengalami transpressive strike-slip terhadap mikroplate Tukang Besi dan Muna, lempeng Buton
bergerak ke arah utara. Orientasi en-echelon wrench fault dengan orientasi timur laut yang
berhubungan dengan antiklin pada selat Buton mengindikasikan bahwa terjadi pengaktifan
kembali paleo suture zone, pergerakan utamanya sinistral strike-slip.

STRUKTUR GEOLOGI
Struktur geologi yang berada di cekungan Buton umumnya merupakan struktur antiklin dan
sinklin serta beberapa struktur sesar yang terdiri atas sesar naik dan sesar normal, serta sesar mendatar.
Struktur antiklin-sinklin berarah Baratdaya-Timurlaut hingga Utara-Selatan. Struktur ini hampir
mempengaruhi seluruh formasi dimana terlihat bahwa seluruh formasi yang ada mengalami pelipatan
dengan sudut kemiringan lapisan batuan di bagian timur relatif lebih terjal dibanding dengan di bagian
barat.
Sesar mendatar umumnya dijumpai di bagian selatan dan memotong Formasi Winto, Formasi
Tondo, dan Formasi Sampolakosa. Arah sesar mendatar umumnya tegak lurus terhadap sumbu lipatan
yaitu Baratlaut-Tenggara. Sedangkan sesar normal merupakan struktur yang terbentuk paling akhir
sebagai struktur patahan sekunder.
KLASIFIKASI CEKUNGAN
Berdasarkan posisi subduksi plateform Tukang Besi terhadap Buton, Cekungan Buton termasuk ke dalam
Fore Arc Basin.
CEKUNGAN BONE
Cekungan Bone terletak di antara lengan selatan dan tenggara Sulawesi, diartikan sebagai cekungan
komposit, dengan asalnya sebagai kompleks subduksi dan penjahitan antara mikrokontinen turunan
Sundaland dan Gondwana, yang kemudian berevolusi sebagai cekungan intramontane yang terendam.
Evolusi tektonik dan stratigrafi di Cekungan Bone masih kurang dipahami karena data yang terbatas.
Sebuah model baru berdasarkan pada geologi permukaan, data seismik dan sumur tunggal disajikan untuk
evolusi tektonik dan stratigrafi di Cekungan Tulang. Selama Tersier Awal atau yang lebih tua, kompleks
subduksi ke arah barat mungkin dikembangkan di sebelah timur Sulawesi bagian barat dan Cekungan
Bone berada dalam pengaturan busur depan. Peristiwa tabrakan terjadi antara mikrokontinensia
Australianderived dan kompleks akresi awal Tersier selama Miosen Tengah yang mengakibatkan
penghancuran ke arah timur dari kompleks akresionaris selama Miosen Tengah yang mengakibatkan
penghancuran ke arah timur dari kompleks akresionaris ke dalam mikrokontinensia. Mikro kontinen
benua bergerak kemudian bertabrakan dan sebagian ditundukkan di bawah Sulawesi barat selama Miosen
Akhir. Kompresi dari tabrakan menyebarkan sistem back-dorong utama ke barat ke zona subduksi
menghasilkan sabuk lipat seperti yang ditunjukkan oleh sabuk lipat Ka1osi dan Majne yang berada di
sebelah barat. Kedua lempeng bertabrakan kemudian dikunci selama Pliosen dan konvergensi lempeng
yang terus-menerus ditaksir oleh gerakan serang di sepanjang Waianae, Palukoro, dan patahan lainnya. Di
bagian selatan Cekungan Bone, pergerakan barat microcontinents tidak mencapai tahap tabrakan dengan
Sulawesi bagian barat. Alih-alih, Sulawesi Tenggara diputar ke arah timur sehingga terjadi pemotongan
sesar ekstensional utama di tengah Cekungan Bone (Sudarmono, 1999).

Gambar 3. Lokasi Cekungan Bone,Sulawesi (Modifikasi dari Camplin dan Hall,2014)


Sumber gambar : https://ejournal.mgi.esdm.go.id/index.php/jgk/article/view/338
CEKUNGAN GORONTALO
Secara geologi, posisi Cekungan Gorontalo adalah hasil tumbukan Lempeng Mikro Australia
dengan Lempeng Sunda pada Mesozoikum. Kemudian diikuti oleh regangan Sunda sebagai Lempeng
Mikro LhasaSikuleh yang bertumbukan dengan Eurasia. Pada periode ini, tersebar pengendapan paparan
karbonat dengan beberapa intrusi yang berhubungan dengan proses volkanik Oligosen – Miosen Tengah.
Awal mula pembentukan cekungan Gorontalo akibat oleh perekahan dan rotasi searah jarum jam lengan
utara Sulawesi pada Neogen pada sekitar 5 Ma (Hamilton, 1979; Walpersdorf et al. 1997, 1998)
Struktur utama Cekungan Gorontalo berarah barat-timur, cekungan ini muncul dalam dua bagian
berdasarkan konfigurasi kedalaman laut (bathymetric):
1. Sebelah barat Pulau Togan (Teluk Tomini), berkisar pada kedalaman 1.000 – 2.000 m.
2. Sebelah timur Pulau Togan, semakin dalam ke Laut Maluku melebihi 3.000 m.
Konfigurasi struktur cekungan ini secara umum mirip dengan Cekungan Bone, bagian tengah
kemungkinan terisi pada Neogen Tengah – Neogen Akhir hingga saat sekarang, pada posisi cekungan
volcanomagmatic arc dan cekungan non-volcanic arc. Sesar-sesar mungkin berhubungan dengan
bentukan graben yang hadir di lepas pantai Poso di bagian baratdaya Teluk Tomini. Perbandingan depresi
utama bagian paling dalam antara Gorontalo dan Pulau Togan adalah lebih dari 3 s (TWT) di atas akustik
batuan dasar. Indikasi struktur tinggian batuan dasar hanya teramati di bagian tengah cekungan.
EVOLUSI CEKUNGAN
Permian-Karbon (Konfigurasi Lempeng) Penelitian pada umur ini masih sangat sedikit,
penjelasan mengenai kerangka tektonik Indonesia Timur di daerah ini hanya didukung oleh konfigurasi
lempeng mikro. Data tatanan tektonik terdahulu yang sering digunakan adalah model tektonik Halmahera
Tenggara sebagai Tertiaryderived terrain (Hall, 2002 dan Metcalf, 2002 dalam Jablonski dkk., 2007).
Trias-Paleosen (Pre Break-up) Ketebalan lempeng yang terpisah memperlihatkan konfigurasi
lapisan yang rumit, diinterpretasikan sebagai sisa pemekaran terdahulu. Lapisan-lapisan ini hadir di
sepanjang batas utara Cekungan Gorontalo. Pemisahan blok dimulai 205 jtl dan kemudian bertumbukan
dengan Sunda pada umur Kapur, kemudian sabuk ofiolit terperangkap di antara kedua lempeng ini.
Ofiolit yang tersingkap di darat telah diintrusi oleh Granit Toboli berumur 96,37 jtl (Hall, 2002 dalam
Jablonski dkk., 2007).
Eosen Awal-Eosen Tengah (Break-up Phase) Mengikuti tumbukan Mangkalihat- Baratlaut
Sulawesi dengan Timurlaut Sulawesi pada zaman Kapur, Lempeng Mikro Lhasa-Sikeuleh bertumbukan
dengan Lempeng Eurasia di Burma-Sumatera bagian barat pada 51,5 jtl (Rowley, 1996 dalam Jablonski
dkk., 2007). Hal ini menyebabkan terjadinya rotasi Daratan Sunda searah jarum jam dan terjadinya
sejumlah bukaan tear rifts (Longley, 1997 dalam Jablonski dkk., 2007) seperti pembukaan Teluk Bone,
pembukaan Teluk Tomini/Cekungan Gorontalo, subduksi Laut Sulawesi. Subduksi yang miring ke arah
benua pun (kira-kira ke arah barat saat itu) terjadi berkali-kali dan menghasilkan beberapa periode
magmatik dan volkanik di Sulawesi bagian barat (Satyana, 2014). Selama periode ini, berkembang
sejumlah endapan sungai - delta yang berpotensi mengandung hidrokarbon (oil prone). Cekungan
Gorontalo muncul dengan dua deposenter sub-cekungan yang diperkirakan berhubungan dengan
pemekaran punggung Sulawesi di daerah utara dan mungkin juga memiliki hubungan dengan Cekungan
Bone di bagian selatan mendekati Zona Sesar Palu.
Eosen Akhir - Miosen Atas Periode signifikan bagi Sulawesi, pada kala ini terjadilah benturan,
collision, docking dua mikrokontinen Australia ke arah Sulawesi dari sebelah tenggara (mikrokontinen
Buton-Tukangbesi) dan dari sebelah timur (mikrokontinen Banggai-Sula). Pada periode ini diperkirakan
terjadi pembalikan utama arah/polaritas busur-busur Sulawesi baik untuk busur magmatik maupun jalur
subduksinya dari semula cembung ke arah samudera menjadi cekung ke arah samudera (ke arah timur
pada kala ini). Pembalikan polaritas busur-busur Sulawesi ini secara frontal adalah akibat benturan
mikrokontinen dI Banggai-Sula yang membenturnya di titik pusat Sulawesi, di bagian tengah, di pivot
point-nya. Bentuk “K” Sulawesi diperkirakan terjadi di kala ini Sulawesi membalik dari cembung ke
timur menjadi cekung ke timur. Pembalikan busur-busur Sulawesi itu terjadi melalui perpindahan massa
kerak Bumi bernama “rotasi”, Lengan Tenggara berotasi melawan arah jarum jam sehingga membuka
melebarkan Teluk Bone di sebelah baratnya, Lengan Utara berotasi searah jarum jam sehingga menutup
Cekungan Gorontalo (Satyana, 2014).

Gambar : Skema rotasi lengan atas Sulawesi


Sumber gambar: http://id.scribd.com/doc/311122687/cekungan -gorontalo
Miosen Atas - Resen
Periode finalisasi pembalikan busur-busur Sulawesi dan periode tectonic escape di Sulawesi.
Sebagaimana diteorikan, mengikuti benturan/collision maka akan ada post-collision tectonic escape
(Gambar 2.6), maka setelah benturan Buton-Tukangbesi dan benturan BanggaiSula, terjadilah tectonic
escape berupa sesar-sesar mendatar besar yang meretakkan dan menggeser-geser Sulawesi. Sesar-sesar
ini mengarah ke timur umumnya, yaitu ke arah free oceanic edge saat itu sebagaimana teori tectonic
escape. Sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Matano, Lawanopo, Kolaka, dan Balantak terjadi melalui
mekanisme post-collision tectonic escape. Tectonic escape juga dimanifestasikan dalam bentuk retakan-
retakan membuka, ekstensional, di dalam area benturan BanggaiSula atau Buton-Tukangbesi.
CEKUNGAN MIKROBENUA YANG BERADA DI SULAWESI

 Cekungan Sulawesi Selatan (Kalosi Block)


Cekungan ini berada di atas kerak Benua Asia, Fragmen Sulawesi Selatan ini memisahkan diri
dari Kalimantan. Cekungan dalam hal ini dapat dibagi atas: Cekungan Paleogen (sebagai Rift basin)
dan Cekungan Neogen. Istilah cekungan dalan hal ini lebih ke Cekungan Struktur dibanding
cekungan sedimenter. Cekungan sedimennya mneliputi seluruh Sulawesi Selatan, dalam hal ini
termasuk lepas pantai di selat Makasar.

 Cekungan Spermonde (Sulawesi Selatan, merupakan Carbonate shelf)


 Cekungan Sengkang (lingkungan Karbonat) East Sengkang Basin dipisahkan oleh sesar
Walanae dari West Sengkang Basin lingkungan karbonat
 Kalosi-Mamuju; merupakan jalur lipatan Sesar sungkup (thrustbelt, seperti duplex)
 Cekungan Lariang
Perkembangan Tektonik Indonesia Tengah ini erat hubungannya dengan tabrakan antara
Australian Microcontinent; Banggai dan Buton dengan Asian Microcontinent; Sulawesi Selatan.
Tabrakan ini membentuk subduksi di bawah Sulawesi Selatan dan menghasilkan Gunung Api
Miosen-Pleistosen (Magmatik arc).

 Cekungan Malawa merupakan Paleogen Rift basin, endapan batubara di daerah itu sebagai
endapan Syn-Rift termasuk Formasi Malawa (Toraja Fm) yang berumur Eosen. Selanjutnya
ditutupi endapan batugamping Tonasa (Makale Fm) berumur Oligosen yang merupakan endapan
transgresi.
 Cekungan Banggai
(Sula-Sulawesi Timur, disebut juga Tomori Block), merupakan cekungan Forelad basin yang
dibawahi oleh Rift-drift Mesozoikum dan Banggai-Sula (Platform), yang relatif stabil dan suatu
kompleks tumbukan (Foreland thrust / Collision Complex) disebelah baratnya.Urutan
stratigrafinya khas Benua Australia, mengingat Banggai-Sula merupakan micro continent bagian
dari Benua Australia. Cekungan Banggai merupakan belahan dari Cekungan Salawati yang telah
terseret oleh Sesar Sorong yang memisahkannya.
Sumber
https://id.scribd.com/121365561/Geologi-Buton
http://id.scribd.com/doc/311122687/cekungan -gorontalo

Anda mungkin juga menyukai