Anda di halaman 1dari 14

Quo Vadis Pendidikan Kepramukaan di Indonesia:

Transformasi Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib di Sekolah

Oleh: Danies Mudeatama (4815122429)

Pendidikan Sosiologi Reguler 2012

UAS Matakuliah “Sistem Pendidikan Indonesia”

Dosen: Rakhmat Hidayat, Phd.

Abstrak

Tulisan ini menjelaskan mengenai dampak-dampak struktural kurikulum 2013 dalam


proses transformasi pendidikan kepramukaan. Dampak-dampak struktural tersebut
berwujud pada tumpang tindihnya regulasi (kebijakan) terkait pendidikan pramuka
pada praktiknya dalam pengembangan kurikulum 2013. Oleh karena itu, hal tersebut
berpengaruh pada praktik pendidikan kepramukaan di sekolah, di mana berkaitan
dengan praktik nilai-nilai yang terkandung pada gerakan pramuka. Fokus tulisan ini
berada pada tataran struktur, dimana terdapat kontrol negara terhadap implementasi
pendidikan karakter di sekolah yang kemudian mengkooptasi pendidikan pramuka
dalam sistem kurikulum 2013. Terjadinya ambivalensi pada proses implementasi
pendidikan pramuka dapat mengakibatkan perubahan pola partisipasi siswa sebagai
bagian dari gejala perubahan sosial pendidikan. Pramuka sebagai ekstrakurikuler
wajib dimaknai sebagai sebuah keterpaksaan yang berkaitan erat dengan proses
penanaman nilai-nilai kepramukaan. Tulisan ini menggunakan metode studi literatur
dengan melibatkan beberapa data sekunder terkait dengan kebijakan pramuka dalam
kurikulum 2013.

(​Kata kunci: ​Pendidikan pramuka, ekstrakurikuler wajib, kurikulum 2013)

Pengantar

Pramuka merupakan suatu organisasi atau gerakan kepanduan di bidang pendidikan


yang telah mengalami sejarah perjalanan panjang di Indonesia. ​Gerakan Pramuka sebagai
suatu gerakan pendidikan untuk kaum muda, yang bersifat sukarela, nonpolitik, terbuka untuk
semua, tanpa membedakan asal-usul, ras, suku dan agama, penyelenggaraannya dikaitkan
dengan proses internalisasi suatu sistem nilai yang didasarkan pada Satya dan Darma
Pramuka. Menurut Hadadi Nawawi, gerakan pramuka dapat dikategorikan sebagai organisasi
voluntir, yakni organiasi yang keanggotaannya bersifat sukarela dan kegiatan serta tujuannya
1
berorientasi sepenuhnya pada pengabdian dalam bidang kemanusiaan . Berdasarkan
pengertian tersebut, secara praktis, pramuka dimaknai sebagai sebuah gerakan produktif di

Hadari Nawawi, ​Dasar-Dasar Manajemen dan Manajemen Gerakan Pramuka, ​1993,​ ​Yogyakarta: Gadjah
1

Mada University PRESS, hal. 2.


masyarakat. Dengan berorientasikan pada gerakan kepemudaan, pramuka dalam prosesnya
kemudian menjadi sebuah kegiatan pendidikan non formal di masyarakat.

Sebagai cermin pendidikan kebangsaan, pendidikan kepramukaan bertujuan untuk


membangun karakter kebangsaan siswa yang berakhlak mulia, cinta tanah air (nasionalis),
dan peduli terhadap sesama (humanis). Oleh karena itu, empat pilar kebangsaan menjadi
landasan dari pendidikan pramuka tersebut, yaitu Pancasila, UUD 1945, asas Bhineka
2
Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Anggaran Rumah
Tangga Gerakan Pramuka (ART Gerakan Pramuka) dari hasil Munaslub tahun 2012,
pramuka memiliki fungsi dan sifat dasar dalam gerakannya. Salah satu fungsinya terdapat
pada pasal 6 ayat 1dalam ART gerakan pramuka yang mengatakan:
“gerakan Pramuka berfungsi sebagai organisasi pendidikan nonformal di luar sistem
pendidikan sekolah (formal) dan di luar sistem pendidikan keluarga (informal) dalam
3
pelaksanaannya saling melengkapi dan memperkaya.”
Sedangkan, berdasarkan sifatnya, pasal 7 ayat 2 dan 3 di dalam ART gerakan pramuka
mengatakan:
“(2) Gerakan Pramuka berfungsi sebagai organisasi pendidikan nonformal di luar
sistem pendidikan sekolah (formal) dan di luar sistem pendidikan keluarga (informal)
dalam pelaksanaannya saling melengkapi dan memperkaya.
(3) Gerakan Pramuka berfungsi pula sebagai wadah pembinaan dan pengembangan
kaum muda dengan dilandasi Sistem Among, Prinsip Dasar dan Metode
4
Kepramukaan.”
Ayat-ayat ini mengandung makna bahwa pendidikan kepramukaan bukanlah sebuah
pendidikan formal dan informal serta sebagai sebuah gerakan, seseorang dalam mengikuti
kegiatan Pramuka tidak dalam unsur keterpaksaan.
Namun dalam kurikulum 2013, pramuka tidak lagi menjadi bagian sebagai
ekstrakurikuler ataupun pelajaran tambahan bagi siswa. Akan tetapi, sebagai bagian dari
penanaman nilai-nilai karakter bangsa, pramuka menjadi bagian wajib dalam kurikulum
formal sebagai sebuah mata pelajaran bagi siswa, dari di tingkat SD sampai ke tingkat SMA.
Oleh karena itu, transformasi kurikulum pendidikan kepramukaan dari ekstrakurikuler
menjadi kurikulum formal (ekstrakurikuler wajib) memunculkan gejala-gejala sosial baru
dalam proses akademik di sekolah. Terdapat pertentangan mengenai prinsip-prinsip ataupun
sifat-sifat dasar dalam nilai-nilai kepramukaan dengan kebijakan kurikulum baru tersebut.
Dalam AD/ART-nya, gerakan pramuka merupakan sebuah gerakan sukarela yang dilakukan

2
AD Gerakan Pramuka, ​Hasil Munaslub Gerakan Pramuka Tahun 2012, ​Jakarta: Munaslub Gerakan Pramuka,
hal.1, diakses dari:
http://pramuka.or.id/news/download.php?f=628639_AD%20Hasil%20Munaslub%20Tahun%202012.pdf
(diakses pada tanggal 27 Desember 2014 pukul 12.30 WIB)
3
ART Gerakan Pramuka, ​Hasil Munaslub Gerakan Pramuka Tahun 2012,​ Jakarta: Munaslub Gerakan
Pramuka, hal. 2, diakses dari:
http://pramuka.or.id/news/download.php?f=449625_ART%20Hasil%20Munaslub%20Tahun%202012.pdf
(diakses pada tanggal 27 Desember 2014 pukul 12.45 WIB)

4
​Ibid​, hal.3
tidak atas dasar paksaan. Sifat dasar pramuka tersebut yang kemudian menjadi landasan
argumen bagaimana nantinya nilai-nilai kepramukaan diinternalisasikan pada siswa.
Kemudian, upaya sekolah, dalam hal ini pendidik juga sangat berperan penting dalam
memposisikan gerakan pramuka tersebut dalam kurikulum 2013.

Berdasarkan kebijakan kurikulum 2013, ekstrakurikuler pramuka mengalami


perubahan mendasar, yaitu dari ekstrakurikuler pilihan menjadi ekstrakurikuler wajib.
Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib merupakan program kegiatan yang harus diikuti
oleh seluruh peserta didik, terkecuali peserta didik dengan kondisi tertentu yang tidak
5
memungkinkan untuk mengikutinya. Sebagai ekstrakurikuler wajib, kompetensi yang
dikembangkan dalam pendidikan pramuka tersebut ialah menekankan pada aspek sikap dan
keterampilan pada siswa. Secara struktural, kebijakan kurikulum 2013 dalam mewadahi
pendidikan kepramukaan memiliki dua alasan mendasar. Pertama, dasar legalitasnya jelas
yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Kedua,
pendidikan kepramukaan mengajarkan banyak nilai-nilai, mulai dari nilai-nilai Ketuhanan,
6
kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, hingga kemandirian.
Persoalan yang menyangkut implementasi gerakan pramuka dalam kurikulum 2013 ialah
menyangkut dengan prinsip, sifat, dan nilai-nilai kepramukaan yang termuat dalam AD/ART
gerakan pramuka. Transformasi pendidikan pramuka dalam kurikulum 2013 ternyata masih
mengalami sisi kontradiktif dalam regulasinya.

Keberadaan pramuka dalam penegembangan kurikulum 2013 tidak terlepas dari


faktor politik pendidikan, yang dalam hal ini berkaitan dengan aspek kebijakan dan
kekuasaan. ​Kebijakan di dunia pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan hasil
dari kekuasaan yang dimiliki negara dalam mengontrol jalannya pendidikan. Kebijakan yang
ditetapkan ini dimungkinkan hanya berdasarkan kepentingan para petinggi negara dalam
menjalankan kekuasaanya. ​Pendidikan dipandang sebagai suatu proses yang banyak
menentukan corak dan kualitas kehidupan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila semua pihak memandang pendidikan sebagai wilayah strategis bagi
kehidupan manusia sehingga program-program dan proses yang ada di dalamnya dapat
dirancang, diatur, dan diarahkan sedemikian rupa untuk mendapatkan output yang
diinginkan.

Semua itu dilakukan dalam rangka membangun suatu sistem pendidikan yang
memiliki karakteristik, kualitas, arah, dan output yang diinginkan. Untuk memastikan
terwujudnya keinginan tersebut, banyak negara yang menerapkan kontrol yang sangat ketat
terhadap program – program pendidikan, baik yang diselenggarakan sendiri oleh negara
maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat. Untuk itu, terintegrasinya pramuka dalam
kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan pendidikan
karakter di sekolah. Akan tetapi, upaya tersebut memunculkan persoalan-persoalan struktural

5
Dirjen Kemendikbud, ​Handout Pendampingan Implementasi Kurikulum 2013,​ 2014, Jakarta: Kemendikbud,
hal,7.
6
​Ibid, h​ al,8.
baru yang menyangkut siswa sebagai objek dan peran guru dalam pencapaian pendidikan
pramuka di sekolah.

Beberapa studi terdahulu mengenai pendidikan pramuka membahas tentang peranan


kegiatan pramuka dalam membentuk karakter siswa dalam disiplin belajar siswa. Kemudian,
berdasarkan karakter disiplin tersebut dilihat pula hasil belajar siswa atas peranan kegiatan
pramuka. Misalnya, skripsi Ade Darmawan yang membahas mengenai “Peranan Pendidikan
Kepramukaan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di MA Daarul ‘Ulum Lido,
7
Bogor”. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif yang menghasilkan kesimpulan
bahwa kegiatan pramuka berperan positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal
tersebut dipengaruhi dari praktik nilai-nilai kepramukaan oleh siswa dalam kegiatan
pembelajarannya, seperti kedisiplinan, jujur, tanggung jawab, dan kerja keras.

Selain itu, terdapat pula penelitian yang membahas persoalan yang hampir sama.
Yaitu pada penelitian Ma’sumah dkk, yang berjudul “Hubungan Kegiatan Pramuka dan
8
Disiplin Belajar dengan Hasil Belajar Siswa”. Terdapat sedikit perbedaan pada penelitian
terhadap penelitan Ade Darmawan. Penelitian ini memiliki dua variabel independen, yaitu
kegiatan pramuka dan disiplin belajar dan satu variabel dependen; hasil belajar siswa. Oleh
karena itu, penelitian ini melihat bahwa disiplin belajar siswa yang berhubungan dengan
nilai-nilai kepramukaan seperti kedisiplinan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Akan
tetapi, dari kesimpulan yang didapat, tidak terdapat hubungan positif antara kegiatan pramuka
dan disiplin belajar dengan hasil belajar siswa. Ini disebabkan karena pencapaian hasil belajar
siswa dipengarahui oleh faktor lain, seperti lingkungan belajar, keluarga, dan pergaulan.

Kemudian pada penelitian Anting Meicella, yang berjudul, “Studi Deskriptif


Pelaksanaan Kegiatan Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib dalam Kurikulum 2013 di
9
SDIT Iqra’ 1 Kota Bengkulu”. Berbeda dengan dua penelitian di atas, penelitian ini
mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, pembahasan mengenai
persoalan pada penelitian ini hanya ditulis dalam bentuk deskripsi mendalam dari beberapa
informan. Akan tetapi, tidak melakukan tinjauan kritis atas persoalan yang terjadi.
Kesimpulan yang ditemukan dalam penelitian ini hanya melihat bahwa pramuka sebagai
ekstrakurikuler wajib berdampak pada evaluasi pembelajaran pramuka, kepelatihan guru
sebagai pembina, dan sarana dan prasarana yang belum maksimal. Namun, tidak meninjau

7
Ade Darmawan, ​Peranan Pendidikan Kepramukaan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di MA
Daarul ‘Ulum Lido, Bogor (Skripsi, tidak dipublikasikan)​, 2011, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Jakarta, diakses dari:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5256/1/ADE%20DARMAWAN-FITK, (​ diakses pada
tanggal 28 Desember 2014 pukul 21.10 WIB)
8
Ma’sumah, dkk, ​Hubungan Kegiatan Pramuka dan Disiplin Belajar dengan Hasil Belajar Siswa (Jurnal,
Tidak diterbitkan), ​2014, Lampung: FKIP Universitas Lampung, diakses dari,
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/pgsd/article/download/5125/3376,​ (diakses pada tanggal 28 Desember
2014 pukul 22.15 WIB).
9
​Anting Meicella, ​Studi Deskriptif Pelaksanaan Kegiatan Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib dalam
Kurikulum 2013 di SDIT Iqra’ 1 Kota Bengkulu (Skripsi, Tidak dipublikasikan)​, 2014, Bengkulu: FKIP
Bengkulu.
secara kritis peran negara dalam konteks kebijakan dan kekuasaannya dalam memposisikan
pramuka dalam pengembangan kurikulum 2013 sebagai ekstrakurikuler wajib

Permasalahan

Tumpang tindihnya regulasi dalam penyelenggraan pendidikan kepramukaan pada


kurikulum 2013 ini dapat mengakibatkan persoalan yang sifatnya struktural. Dimana objek
dari persoalan ini ialah guru sebagai pembina pramuka dan juga siswa yang merupakan
sasaran dari keberhasilan suatu proses pendidikan kepramukaan. Sebagai sebuah gerakan,
persoalan struktural tersebut menghambat proses penanaman nilai-nilai pramuka terhadap
siswa. Faktor kesiapan sekolah (guru dan dewan pembina) menjadi alasan mendasar. Yang
kemudian menjadikan pramuka hanya sebagai program kegiatan, bukan menjadi sebuah
upaya produktif dalam aspek pembelajaran maupun gerakan.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan di
bawah ini:

1) Bagaimana posisi Pramuka dalam pengembangan kurikulum 2013?


2) Bagaimana relasi antara pendidikan kepramukaan dengan kontrol negara
dalam konteks pendidikan karakter?

Sejarah Perkembangan Pendidikan Pramuka di Indonesia

Keberadaan gerakan pramuka sebenarnya telah ada pada zaman penjajahan Belanda.
Keberadaan tersebut tidak terlepas dari konteks berdirinya gerakan pramuka yang didirikan
oleh Badden Powel yang membawa pengaruh kepada Belanda untuk mendirikan gerakan
kepanduan tersebut di Indonesia. Gerakan kepanduan ini bermula dari berdirinya cabang
Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian berubah namanya menjadi
Nederlands Indische Padvinders. Bapak kepanduan Indonesia ialah S.P. Mangkunegara yang
memrakarsai berdirinya organisasi kepanduan milik Indonesia sendiri pada tahun 1916. Pada
masa Jepang, gerakan ini dibubarkan karena pihak Jepang tidak menginginkan adanya sebuah
organisasi yang dibuat tanpa ikut campur Jepang. Setelah Jepang pergi, gerakan Pramuka di
Indonesia kembali aktif dan baru terbentuk sebagai Pramuka pada tahun 1961.

Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu
pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili
organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara.
Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka. Diterbitkannya
Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka
yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang
ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia,
serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan
10
pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. ​Dengan
Keppres No. 238 Tahun 1961, Gerakan Kepanduan Indonesia mulai dengan keadaan baru
dengan nama Gerakan Praja Muda Karana atau Gerakan Pramuka, sebagaimana disebutkan
11
dalam poin-poin pembahasan berikut:

● Semua ​organisasi kepanduan melebur ke dalam Gerakan Pramuka, menetapkan


Pancasila sebagai dasar Gerakan Pramuka.
● Gerakan Pramuka adalah suatu perkumpulan yang berstatus non-governmental (bukan
badan pemerintah) yang berbentuk kesatuan. Gerakan Pramuka diselenggarakan
menurut jalan aturan demokrasi, dengan pengurus (Kwartir Nasional, Kwartir Daerah,
Kwartir Cabang dan Kwartir Ranting) yang dipilih dalam musyawarah.
● Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya badan di wilayah NKRI yang diperbolehkan
menyelenggarakan kepramukaan bagi anak dan pemuda Indonesia; organisasi lain
yang menyerupai, yang sama dan sama sifatnya dengan Gerakan Pramuka dilarang
adanya.
● Gerakan Pramuka bertujuan mendidik anak dan pemuda Indonesia dengan prinsip
dasar metodik pendidikan kepramukaan yang pelaksanaanya diserasikan dengan
keadaan, kepentingan dan perkembangan bangsa dan masyarakat Indonesia agar
menjadi manusia Indonesia yang baik dan anggota masyarakat yang berguna bagi
pembangunan bangsa dan negara.
● Prinsip-prinsip Dasar Metodik Pendidikan Kepramukaan sebagaimana dirumuskan
oleh Baden Powell tetap dipegang, akan tetapi pelaksanaanya diserasikan dengan
keadaan, kepentingan dan perkembangan bangsa dan masyarakat Indonesia; dengan
menyesuaikan dan diserasikan dengan keadaan dan kebutuhan regional ataupun lokal
di masing-masing wilayah di Indonesia ternyata mampu membawa banyak perubahan
yang mampu membawa Gerakan ​Pramuka mengembangkan kegiatannya secara
meluas.
● Gerakan Pramuka ternyata lebih kuat organisasinya dan memperoleh tanggapan luas
dari masyarakat, sehingga dalam waktu singkat organisasinya telah berkembang dari
kota-kota hingga ke kampong dan desa-desa, jumlah anggotanya meningkat dengan
pesat.
● Kemajuan pesat tersebut tak lepas dari system Majelis Pembimbing (Mabi) yang
dijalankan oleh Gerakan Pramuka di setiap tingkat, baik dari tingkat nasional hingga
ke tingkat gugusdepan (Gudep).
● Mengingat bahwa 80% penduduk Indonesia tinggal di desa dan 75% adalah keluarga
petani, maka pada tahun 1961 Kwartir Nasional menganjurkan supaya para Pramuka
menyelenggarakan kegiatan di bidang pembangunan masyarakat desa.
● Anjuran tersebut dilaksanakan terutama di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur
dan Jawa Barat telah mampu menarik perhatian pemimpin-pemimpin masyarakat
Indonesia. Pada tahun 1966, Menteri Pertanian dan Ketua Kwartir Nasional
mengeluarkan instruksi bersama tentang pembentukan Satuan Karya Pramuka (Saka)
Tarunabumi. Saka Tarunabumi dibentuk dan diselenggarakan khusus untuk

10
Sejarah Perkembangan Gerakan Pramuka di Indonesia, diakses dari:
http://www.jamarismelayu.com/2014/10/sejarah-perkembangan-gerakan-pramuka-di.html, p​ ada hari Jumat,
5 Juni 2015, pukul 19.45 WIB.
11
Sejarah Kepanduan Menjadi Pramuka di Indonesia, diakses dari:
​ ada hari Jumat,
http://www.pramukaindonesia.com/2014/11/sejarah-kepanduan-menjadi-pramuka-di.html, p
5 Juni 2015, pukul 19.28 WIB.
memungkinkan adanya kegiatan Pramuka di bidang pendidikan cinta pembangunan
pertanian dan pembangunan masyarakat desa secara lebih nyata dan intensif. Kegiatan
Saka Tarunabumi ternyata telah membawa pembaharuan, bahkan membawa semangat
untuk mengusahakan penemuan-penemuan baru (inovasi) pada pemuda desa yang
selanjutnya mampu mepengaruhi seluruh masyarakat desa.
● Model pembentukan Saka Tarunabumi kemudian berkembang menjadi pembentukan
Saka lainnya seperti Saka Dirgantara, Saka Bahari dan Saka Bhayangkara. Anggota
Saka-saka tersebut terdiri dari para Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega yang
memiliki minat di bidangnya. Pramuka Siaga dan Penggalang tidak ikut dalam Saka
tersebut. Para ​Pramuka Penegak dan Pandega yang tergabung dalam Saka menjadi
instruktur di biangnya bagi adik-adik dan rekan-rekannya di gudep.
● Perluasan kegiatan Gerakan Pramuka yang berkembang pesat hingga ke desa-desa,
terutama kegiatan di bidang pembangunan pertanian dan masyarakat desa, dan
pembentukan Saka Tarunabumi menarik perhatian badan internasional seperti FAO,
UNICEF, UNESCO, ILO dan Boys Scout World Bureau.

Pramuka dalam Kurikulum 2013: Sebuah Kontradiksi Regulasi


Berdasarkan kebijakan kurikulum 2013, ekstrakurikuler pramuka mengalami
perubahan mendasar, yaitu dari ekstrakurikuler pilihan menjadi ekstrakurikuler wajib.
Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib merupakan program kegiatan yang harus diikuti
oleh seluruh peserta didik, terkecuali peserta didik dengan kondisi tertentu yang tidak
12
memungkinkan untuk mengikutinya. Sebagai ekstrakurikuler wajib, kompetensi yang
dikembangkan dalam pendidikan pramuka tersebut ialah menekankan pada aspek sikap dan
keterampilan pada siswa. Secara struktural, kebijakan kurikulum 2013 dalam mewadahi
pendidikan kepramukaan memiliki dua alasan mendasar. Pertama, dasar legalitasnya jelas
yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Kedua,
pendidikan kepramukaan mengajarkan banyak nilai-nilai, mulai dari nilai-nilai Ketuhanan,
13
kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial, kecintaan alam, hingga kemandirian.
Persoalan yang menyangkut implementasi gerakan pramuka dalam kurikulum 2013 ialah
menyangkut dengan prinsip, sifat, dan nilai-nilai kepramukaan yang termuat dalam AD/ART
gerakan pramuka. Transformasi pendidikan pramuka dalam kurikulum 2013 ternyata masih
mengalami sisi kontradiktif dalam regulasinya.
Kontradiksi mengenai implementasi pendidikan kepramukaan sebagai dampak
pengembangan kurikulum 2013 didasarkan pada tumpang tindihnya regulasi kurikulum 2013
dengan asumsi sifat dasar gerakan pramuka. Berikut akan dijelaskan lebih rinci adanya
14
kontradiksi regulasi tersebut, yakni:

a. UU Gerakan Pramuka versus Kurikulum 2013


12
Dirjen Kemendikbud, ​Handout Pendampingan Implementasi Kurikulum 2​ 013, 2014, Jakarta: Kemendikbud,
hal,7.
13
​Ibid, h​ al,8.
14
Fawzul Arifin, ​Posisi Pramuka dalam Kurikulum 2013: Sebuah Kontroversi dan Solusi. Tugas Individu
tentang Problematika Dunia Pendidikan (​ tidak dipublikasikan), 2014, Jakarta: Program Pasca Sarjana UNJ,
hal,7 – 8.
UU No. 12 Tahun 2012 Gerakan Pramuka, UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional dan AD/ART Gerakan Pramuka tahun 2009. Dalam UU No. 12 tahun 2010 tentang
Gerakan Pramuka, Pasal 20 disebutkan bahwa “Gerakan Pramuka bersifat mandiri, sukarela,
dan non politis, sukarela dijelaskan dalam UU tersebut organisasi yang keanggotaannya atas
kemauan sendiri, tidak karena diwajibkan”. Lebih lanjut Anggaran Rumah Tangga Gerakan
Pramuka tahun 2009 pasal 9 lebih lanjut disebutkan “Gerakan Pramuka bersifat sukarela,
artinya tidak ada unsur paksaan, kewajiban dan keharusan untuk menjadi anggota Gerakan
Pramuka”. Namun, kebijakan pemerintah dalam kurikulum 2013 justru malah mewajibkan
kepramukaan kepada setiap jenjang pendidikan.

b. UU Sistem Pendidikan Nasional versus Kurikulum 2013

UU No. 12 Tahun 2010 Gerakan Pramuka pasal 11 menggolongkan “Pramuka


sebagai pendidikan non formal dalam sistem pendidikan nasional”. Sedangkan UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 menjelaskan bahwa “pendidikan
non formal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal”. UU
sisdiknas tersebut menjelaskan pendidikan non formal diperuntukan bagi masyarakat yang
memerlukan, sementara kebijakan kurikulum 2013 dengan sangat arogansinya mewajibkan
pramuka di tiap jenjang pendidikan. Berdasarkan pada konteks regulasi mengenai pramuka
dan kurikulum 2013 adalah bahwa kewajiban sekolah dalam hal ini cukup dalam membentuk
gugus depan dan melaksanakan kegiatan kepramukaan sesuai dengan program kerjanya.
Mengenai kebijakan kurikulum 2013 tentang pendidikan kepramukan dapat dianalisis
bahwa regulasi-regulasi di dalamnya terdapat beberapat beberapa kontradiksi. Berdasarkan
temuan lapangan, peralihan dari ekskul pilihan menuju ekskul wajib, membuat banyak
beberapa kekeliruan mengenai konsep gerakan pramuka dalam kurikulum 2013. Secara
sosiologis, hal tersebut terjadi karena sistem tersebut terbangun menjadi sebuah regulasi yang
tumpang tindih. Akibatnya, fungsi-fungsi di dalamnya tidak dapat berjalan dengan baik.
Karena asumsi dasarnya ialah bahwa struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang
15
lain. Oleh karena itu, kurikulum 2013 berperan sentral dalam mewadahi struktur pendidikan
kepramukaan, di mana implementasinya berpengaruh pada sistem sosial sekolah berkaitan
dengan implementasi praktik nilai-nilai pramuka tersebut.

Desain pendidikan kepramukaan yang dikembangkan dalam kurikulum 2013 sebagai


ekstrakurikuler wajib berwujud pada pembelajaran yang berorientasi sikap (KI 1 dan 2) dan
juga keterampilan (KI 4). Secara programatik Ektrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan
diorganisasikan dalam model sebagai berikut.

Tabel 1. Model Pendidikan Kepramukaan

15
Rakhmat Hidayat, ​Pengantar Sosiologi Kurikulum, ​2011,​ J​ akarta: Rajagrafindo Persada, hal,95
No. Nama Model Sifat Pegorganisasian
Kegiatan
1. Model Blok Wajib, setahun a. Kolaboratif.
sekali, berlaku
bagi seluruh b. Bersifat
peserta didik, intramural atau
terjadwal, ekstramural (di
penilaian umum. luar dan/atau di
dalam
lingkungan
satuan
pendidikan).

2. Model Wajib, rutin, a. Pembina


Aktualisasi terjadwal, Pramuka
berlaku untuk
seluruh peserta b. Bersifat
didik dalam intramural
setiap kelas, (dalam
penjadwalan, dan lingkungan
penilaian formal. satuan
pendidikan).

3. Reguler di Sukarela, Sepenuhnya


Gugus Depan berbasis minat. dikelola oleh
Gugus Depan
Pramuka pada
satuan
pendidikan.
16
(Sumber: Kemendikbud, 2013)

Sedangkan, penjabaran berdasarkan model blok dan aktualisasi seperti pada tabel di atas
terdapat pada prosedur pelaksanaan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib.17

1. Prosedur pelaksanaan model blok Kurikulum 2013 pendidikan kepramukaan sebagai


Ekstrakurikuler wajib.

a. Peserta Didik dibagi dalam beberapa kelompok, setiap kelompok didampingi


oleh seorang Pembina Pramuka dan atau Pembantu Pembina.

16
Dirjen Kemendikbud, ​Op.Cit, ​hal 8.
17
​Ibid, h​ al 9.
b. Pembina Pramuka melaksanakan Kegiatan Orientasi Pendidikan
Kepramukaan.
c. Guru kelas/Guru Mata Pelajaran yang bukan Pembina Pramuka membantu
pelaksanaan kegiatan Orientasi Pendidikan Kepramukaan.

2. Prosedur pelaksanaan model aktualisasi Kurikulum 2013 pendidikan kepramukaan sebagai


Ekstrakurikuler wajib.

a. Guru kelas/Guru Mata Pelajaran mengidentifikasi muatan-muatan


pembelajaran yang dapat diaktualisasikan di dalam kegiatan Kepramukaan.
b. Guru menyerahkan hasil identifikasi muatan-muatan pembelajaran kepada
Pembina Pramuka untuk dapat diaktualisasikan dalam kegiatan Kepramukaan.
c. Setelah pelaksanaan kegiatan Kepramukaan, Pembina Pramuka
menyampaikan hasil kegiatan kepada Guru kelas/Guru Mata Pelajaran.

Posisi Pramuka dalam Relasi Kebijakan dan Kekuasaan Negara

Kegiatan pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib dan juga menjadi salah satu prasyarat
dalam kenaikan kelas, membuat siswa memaknai keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut
sebagai sebuah keterpaksaan. Pemaknaan tersebut dapat berdampak pada perubahan pola
partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan Pramuka. Pendidikan pramuka yang
diprogramkan pemerintah sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan karakter menjadi
sebuah dualisme tersendiri ketika pola partisipasi siswa dalam kegiatan tersebut tidak lagi
bermakna.

Perubahan pola partisipasi siswa dalam kegiatan pramuka dapat menjadi sebuah
gejala perubahan sosial dalam pendidikan. Perubahan sosial tersebut dilihat karena adanya
perubahan dalam struktur sosial pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini ingin
melihat upaya sekolah dalam menjalankan program tersebut. Hal tersebut terkait ketercapaian
pendidikan kepramukaan didapat oleh siswa melalui implementasi nilai-nilai pramuka di
dalamnya, baik secara teori maupun secara praktis.

Posisi pramuka dalam kurikulum 2013 sebagai ekstrakurikuler wajib tidak terlepas
dari kontrol negara dalam konteks politik pendidikan. Menurut Dale (1989: 39 -
43), kontrol Negara terhadap pendidikan umunnya dilakukan melalui empat cara. Pertama,
sistem pendidkan diatur secara legal. Kedua, sistem pendidikan dijalankan sebagai birokrasi,
menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib pendidikan
(​compulsory education).​ Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang berlangsung
disekolah berlangsung dalam konteks tertentu. Dale (1989 : 59) menambahkan bahwa
perangkat Negara dalam bidang pendidikan, seperti sekolah dan administrasi pendidikan
memiliki efek tersendiri terhadap pola, proses, dan praktik pendidikan. Berbagai tindakan
negara, khususnya dalam bidang peraturan perundang-undangan, sangat signifikan terhadap
18
pendidikan dan memiliki dampak krusial terhadap perkembangan pendidikan.

Berbagai tuntutan perubahan terhadap dunia pendidikan tidak akan banyak artinya
jika tidak menyentuh berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur subtansi dari
tuntutan-tuntutan tersebut. Meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam program pendidikan
tidak mungkin berhasil jika hanya dilakukan dengan menjelaskan makna, manfaat dan tujuan
pendidikan. Untuk memahami pendidikan sebagai fungsi negara, diperlukan pengenalan
terhadap berbagai tuntutan yang saling bertentangan yang ditempatkan padanya, namun yang
terpenting, tentu saja diperlukan pemahaman tentang apa itu negara.

Menurut Archer (1985:39), politik pendidikan (the politics of education) harus


dibedakan dengan politik kependidikan (educational politics). Ia menjelaskan bahwa istilah
educational politics mencakup semua interaksi sosial yang mempengaruhi pendidikan. Jika
politik pendidikan membicarakan aspek-aspek politik dari pendidikan, politik kependidikan
adalah ”upaya-upaya (sadar atau terorganisasi) untuk memengaruhi input, proses, dan
output pendidikan, baik melalui legislasi, kelompok penekan atau aksi kelompok,
eksperimentasi, investasi pribadi, transaksi lokal, inovasi internal atau propaganda” (Archer,
1985:39). Politik pendidikan dalam pengertian tersebut, tambah Archer (1985:39), adalah
politik pendidikan luas (​broad educational politics​). Ia mengemukakan bahwa ​‘broad’
educational politics diperlukan untuk menjelaskan (a) praktik kependidikan pada waktu
tertentu dan (b) dinamika perubahan kependidikan dalam jangka waktu tertentu pada
tingkat sistematik. Keduanya, menurut Archer (1985:39), adalah mekamisme utama yang
19
mengartikulasikan pendidikan dan masyarakat.

Oleh karena itu, konteks transformasi kurikulum pendidikan kepramukaan ternyata


memunculkan beberapa persoalan yang menyangkut perubahan pola partisipasi siswa dalam
mengikuti kegiatan tersebut. Dimana sebelumnya kegiatan pramuka diselenggarakan sekolah
sebagai sebuah ekstrakurikuler pilihan bagi siswanya. Partisipasi siswa dalam mengikuti
kegiatan pramuka sebagai ekstrakurikuler pilihan tentu berbeda kegiatan tersebut diwajibkan.
Pramuka yang merupakan sebuah organisasi kesiswaan di bawah kordinasi OSIS mendapat
tugas yang lebih berat daripada sebelumnya. Karena jika mengacu pada kurikulum 2013,
maka seluruh siswa kelas X dan XI wajib mengikuti kegiatan tersebut dan secara langsung
menjadi bagian dari tanggung jawab organisasi Pramuka di sekolah. Kondisi ini dapat
mempengaruhi strategi penyelenggaraan kegiatan Pramuka sebagai sebuah kegiatan
pendidikan non-formal. Hal tersebut menyangkut ketercapaian nilai-nilai Pramuka itu sendiri
dalam membentuk karakter siswa.

Kegiatan pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib dan juga menjadi salah satu
prasyarat dalam kenaikan kelas, membuat siswa memaknai keikutsertaannya dalam kegiatan
tersebut sebagai sebuah keterpaksaan. Pemaknaan tersebut dapat berdampak pada perubahan

18
M. Sirozi, ​Politik Pendidikan,​ (2005), Jakarta: Raja Grafindo​, ​hal: 63
19
I​bid, hal, 80.
pola partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan Pramuka. Pendidikan pramuka yang
diprogramkan pemerintah sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan karakter menjadi
sebuah dualisme tersendiri ketika pola partisipasi siswa dalam kegiatan tersebut tidak lagi
bermakna.

Perubahan pola partisipasi siswa dalam kegiatan pramuka dapat menjadi sebuah
gejala perubahan sosial dalam pendidikan. Perubahan sosial tersebut dilihat karena adanya
perubahan dalam struktur sosial pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini ingin
melihat upaya sekolah dalam menjalankan program tersebut. Hal tersebut terkait ketercapaian
pendidikan kepramukaan didapat oleh siswa melalui implementasi nilai-nilai pramuka di
dalamnya, baik secara teori maupun secara praktis.

Penutup

Peran guru dalam mengilhami setiap aspek pendidikan kepramukaan sangat penting
mengingat bahwa nantinya semua guru akan menjadi pembina pramuka. Dalam hal ini tentu
semua guru masih harus mengikuti proses pelatihan untuk menyelami nilai dan praktik dari
pendidikan kepramukaan tersebut. Diharapkan semua guru menjalankan pelatihan tersebut
secara optimal dan maksimal agar tidak hanya beberapa guru saja yang mahir dalam
pendidikan kepramukaan, mengingat pendidikan kepramukaan adalah kebutuhan untuk
kehidupan selanjutnya yang bersifat seumur hidup, yaitu untuk menumbuhkembangkan
karakter seseorang. Sehingga nantinya pendidikan kepramukaan dapat meresap dengan
mudah melaui bidang studi masing-masing.
Solusi terbaik yang ditawarkan adalah ketika pramuka masih tetap ingin dimasukan
dalam kurikulum 2013 adalah sistem keanggotaannya tidak diwajibkan, dalam arti
keanggotaan pramuka bersifat sukarela, tidak ada paksaan dan atas dasar kemauan sendiri
yang sesuai dengan UU Gerakan Pramuka, AD/ART Gerakan Pramuka dan UU Sistem
Pendidikan Nasional. Yang menjadi poin wajib adalah, setiap jenjang pendidikan diwajibkan
mendirikan Gugus Depan Gerakan Pramuka dan Melaksanakan kegiatan kepramukaan. Dan
hal ini tidak bertentangan dengan aturan-aturan tentang Gerakan pramuka dan kepanduan
pada umumnya. Dikarenakan kontradiksi tersebut akan berpengaruh pada praktik yang
dilakukan oleh siswa dan juga pihak ​sekolah sebagai pemberlaku sistem, dalam hal ini guru,
pembina pramuka, maupun kepala sekolah.
Kemudian berkaitan dengan sistem keanggotaan dalam pramuka ada baiknya tidak
berdasarkan paksaan. Sehingga tidak menimbulkan persepsi negatif dari siswa yang secara
tidak sukarela mengikuti kegiatan pendidikan kepramukaan. Jika masing-masing guru bidang
studi telah cukup menerima pembekalan tentang pendidikan kepramukaan dan dapat
mensosialisasikannya dengan baik kepada siswa, maka siswa tidak akan merasa terpaksa dan
terbebani untuk mengikuti pendidikan kepramukaan.

Referensi
Arifin, Fawzul. ​Posisi Pramuka dalam Kurikulum 2013: Sebuah Kontroversi dan Solusi.
Tugas Individu tentang Problematika Dunia Pendidikan ​(tidak dipublikasikan). 2014.
Jakarta: Program Pasca Sarjana UNJ

Hidayat, Rakhmat. ​Pengantar Sosiologi Kurikulum. 2​ 011. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Nawawi, Hadari. ​Dasar-Dasar Manajemen dan Manajemen Gerakan Pramuka. ​1993.


Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS

Sirozi, M. ​Politik Pendidikan.​ 2005. Jakarta: Raja Grafindo

- Dari Website

AD Gerakan Pramuka, ​Hasil Munaslub Gerakan Pramuka Tahun 2012, ​Jakarta: Munaslub
Gerakan Pramuka, diakses dari:
http://pramuka.or.id/news/download.php?f=628639_AD%20Hasil%20Munaslub%20Tahun
%202012.pdf​ (diakses pada tanggal 27 Desember 2014 pukul 12.30 WIB)

ART Gerakan Pramuka, ​Hasil Munaslub Gerakan Pramuka Tahun 2012​, Jakarta: Munaslub
Gerakan Pramuka, diakses dari:
http://pramuka.or.id/news/download.php?f=449625_ART%20Hasil%20Munaslub%20Tahun
%202012.pdf ​(diakses pada tanggal 27 Desember 2014 pukul 12.45 WIB)

Dirjen Kemendikbud, ​Handout Pendampingan Implementasi Kurikulum 2013,​ 2014, Jakarta:


Kemendikbud,
Darmawan, Ade. ​Peranan Pendidikan Kepramukaan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa di MA Daarul ‘Ulum Lido, Bogor (Skripsi, tidak dipublikasikan)​. 2011. Jakarta:
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, diakses dari:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5256/1/ADE%20DARMAWAN-FI
TK, ​(diakses pada tanggal 28 Desember 2014 pukul 21.10 WIB)

Ma’sumah, dkk. ​Hubungan Kegiatan Pramuka dan Disiplin Belajar dengan Hasil Belajar
Siswa (Jurnal, Tidak diterbitkan). 2​ 014. Lampung: FKIP Universitas Lampung, diakses dari,
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/pgsd/article/download/5125/3376​, (diakses pada
tanggal 28 Desember 2014 pukul 22.15 WIB).

Meicella, Anting. ​Studi Deskriptif Pelaksanaan Kegiatan Pramuka sebagai Ekstrakurikuler


Wajib dalam Kurikulum 2013 di SDIT Iqra’ 1 Kota Bengkulu (Skripsi, Tidak dipublikasikan)​.
2014. Bengkulu: FKIP Bengkulu.

Sejarah Perkembangan Gerakan Pramuka di Indonesia, diakses dari:


http://www.jamarismelayu.com/2014/10/sejarah-perkembangan-gerakan-pramuka-di.html,
pada hari Jumat, 5 Juni 2015, pukul 19.45 WIB.
Sejarah Kepanduan Menjadi Pramuka di Indonesia, diakses dari:
http://www.pramukaindonesia.com/2014/11/sejarah-kepanduan-menjadi-pramuka-di.html,
pada hari Jumat, 5 Juni 2015, pukul 19.28 WIB.
Dirjen Kemendikbud. ​Handout Pendampingan Implementasi Kurikulum 2​ 013. 2014. Jakarta:
Kemendikbud.

Anda mungkin juga menyukai