Anda di halaman 1dari 37

BAB I

ANALISIS STRUKTUR MODAL

PENGERTIAN STRUKTUR MODAL

Struktur modal (capital structure) adalah perbandingan atau imbangan pendanaan


jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang
terhadap modal sendiri. Penentuan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri
berasal dari modal saham, laba ditahan dan cadangan. Jika dalam pendanaan perusahaan
yang berasal dari modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu
dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang (debt
financing). Namun dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari
alternatif-alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila
perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal.

Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat
meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan, atau biaya modal rata-rata (kо),
sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan. Struktur modal yang optimal terlihat
pada gambar berikut:

Biaya modal (%) ke

ko

ki

0 Leverage keuangan

Gambar 1.1 : biaya modal dan struktur modal optimal

Struktur modal yang optimal terjadi pada leverage keuangan sebesar x, dimana kο
(tingkat kapitalisasi perusahaan atau biaya modal keseluruhan) minimal yang akan
memberikan harga saham tertinggi. Leverage keuangan merupakan penggunaan dana
dimana dalam penggunaan dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan beban tetap.
Leverage keuangan ini merupakan pertimbangan penggunaan hutang dengan modal
sendiri dalam perusahaan.
________________________________________________________________________________________________________
2

1
Komponen Sruktur Modal

Pada perusahaan yang berbentuk PT, struktur modal dapat dilihat pada sisi pasiva
dalam neraca. Komponen struktur modal perusahaan dapat dilihat pada tabel 10.1, di
mana secara umum dapat dilihat bahwa struktur modal perusahaan terdiri dari tiga
komponen, yaitu :

1. Utang Jangka Panjang (Long Term Debt)


Adalah utang yang masa jatuh tempo pelunasannya lebih dari 1 tahun. Terdiri dari
: utang hipotek (mortgage), utang obligasi (bond), dan bentuk utang jangka
panjang lainnya seperti pinjaman jk panjang dari Bank, utang wesel.

2. Saham Preferen (Preferred Stock)


Adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang karakteristiknya merupakan
kombinasi antara modal sendiri (saham biasa) dengan utang jangka panjang.
Serupa dengan saham biasa karena tidak memiliki masa jatuh tempo, dan serupa
dengan utang jangka panjang karena adanya pembayaran dividen yang bersifat
tetap.

3. Saham Biasa (Common Stock Equity)


Adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang ditanamkan oleh para
investor, yang pemegangnya memiliki klaim residual atas laba dan kekayaan
perusahaan. Membeli saham biasa berarti membeli prospek perusahaan, dan siap
menanggung segala risiko sebesar dana yang ditanamkannya.

Tabel 1.1 Struktur Modal dalam Neraca Perusahaan

Kewajiban-Kewaiban Lancar

Utang Jangka Panjang :


- Hipotek
- Obligasi
Struktur
Aktiva-Aktiva Struktur Keuangan
Ekuitas Saham : Modal
- Saham Preferen
- Ekuitas Saham Biasa :
 Saham Biasa
 Laba Ditahan

________________________________________________________________________
________________________________________________________________________________________________________
3

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Struktur Modal

1. Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan di masa yang akan datang.


Semakin tinggi pertumbuhan dan semakin stabil penjualan di masa yang akan
datang, kecenderungan meleverage semakin besar.

2. Struktur kompetitif dalam industry.


Semakin kompetitif persaingan dalam industrinya, semakin kecil kecenderungan
perusahaan untuk menggunakan utang jangka panjang dalam struktur modalnya.

3. Susunan asset dari perusahaan sendiri.


Perusahaan yang sebagian besar asetnya berupa asset tetap (fixed assets) biasanya
lebih banyak menggunakan modal sendiri dalam struktur modalnya.

4. Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan.


Semakin tinggi risiko bisnis (risiko atas asset-aset perusahaan jika perusahaan
tersebut tidak menggunakan utang) yang dihadapi perusahaan, semakin rendah
kecenderungan untuk menggunakan leverage.

5. Status kendali dari para pemilik dan manajemen.


Dengan bertambahnya saham biasa yang beredar, kendali para pemilik
(sebelumnya) semakin berkurang. Untuk mengantisipasi hal ini, biasanya untuk
menambah modal perusahaan dilakukan dengan leverage.

6. Sikap para kreditor modal terhadap industry dan perusahaan.


Semakin baik persepsi para kreditor terhadap industry dan perusahaan, maka
semakin mudah perusahaan untuk mendapatkan utang.

7. Posisi pajak perusahaan.


Alasan utama penggunaan utang (leverage) adalah bahwa bunga mengurangi
pengeluaran pajak, sehingga semakin besar tarif pajak yang diberlakukan terhadap
perusahaan, maka biaya utang efektif menjadi semakin rendah.

8. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam kondisi


yang tidak baik.
Dalam kondisi uang ketat dalam perekonomian, atau jika perusahaan mengalami
kesulitan operasi, pemasok modal lebih menyukai untuk menyediakan dana bagi
perusahaan dengan kondisi keuangan baik. Hal ini jelas akan berpengaruh
terhadap struktur modal sasaran.

9. Konservatisme atau agresivisme manajerial


Beberapa manajer perusahaan yang agresif cenderung untuk menggunakan utang
dalam usaha untuk mendorong laba. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap
________________________________________________________________________________________________________
4

struktur modal optimal, atau pemaksimuman nilai, tetapi hal ini dapat
memengaruhi manajer dalam menentukan struktur modal sasaran.
Tujuan Manajemen Struktur Modal

Penentuan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk
keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Tujuan pokok manajemen struktur
modal adalah menciptakan suatu bauran atau kombinasi sumber pembelanjaan permanen
sedemikian rupa, sehingga mampu memaksimumkan harga saham perusahaan.

Dalam rangka untuk mencapai tujuan manajemen struktur modal tersebut


mekaninsme yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan bauran pembelanjaan
sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan biaya modal (cost of capital) dan
memaksimumkan nilai perusahaan. Adapun bauran pembelanjaan yang ideal dan selalu
diupayakan untuk dicapai disebut struktur modal optimal (optimal capital structure).

TEORI STRUKTUR MODAL

Dalam teori struktur modal diasumsikan bahwa perubahan struktur modal berasal
dari penerbitan obligasi dan pembelian kembali saham biasa atau penerbitan saham baru.
Selanjutnya perlu dikaji bagaimana pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan dan apakah ada pengaruh struktur modal terhadap harga saham perusahaan
sebagai pencerminan nilai perusahaan. Apabila ada pengaruh struktur modal terhadap
nilai perusahaan, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana struktur modal yang optimal
bagi perusahaan.

Dalam analisis struktur modal ini digunakan beberapa asumsi, yaitu:

1. Tidak ada pajak penghasilan.


2. Tidak ada pertumbuhan laba.
3. Kebijakan pembayaran sejumlah laba kepada pemegang saham yang berupa
deviden.
4. Perubahan struktur modal terjadi dengan menerbitkan obligasi dan membeli
kembali saham biasa atau dengan menerbitkan saham biasa dan menarik obligasi.
5. Utang dianggap bersifat permanen

Adapun dalam pembahasan selanjutnya untuk menghitung besarnya biaya modal


dalam kaitannya dengan struktur modal dan nilai perusahaan digunakan beberapa rumus
sebagai berikut (perlu diingat kembali bahwa biaya modal sama dengan return yang
diharapkan oleh investor, sehingga menghitung biaya modal sebenarnya dengan
menghitung return modalnya) :
________________________________________________________________________________________________________
5

1. Rumus pertama untuk menghitung return obligasi :

di mana:

ki = Return dari obligasi setelah pajak


I
ki = I = Bunga hutang obligasi tahunan
B B = Nilai pasar obligasi yang beredar

2. Rumus kedua untuk menghitung return saham biasa :

di mana:
ke = Return dari saham biasa
E
ke = E = Laba untuk pemegang saham biasa
S S = Nilai pasar saham biasa yang beredar

3. Rumus ketiga untuk menghitung return bersih perusahaan:

di mana:
ko = Return bersih perusahaan (sebesar biaya
O
ko = modal rata-rata minimal)
V O = Laba operasi bersih
V = Total nilai perusahaan

Perlu diketahui bahwa nilai perusahaan sama dengan nilai pasar obligasi ditambah
nilai pasar saham atau V = B + S, sedangkan kο merupakan tingkat kapitalisasi total
perusahaan dan diartikan sebagai rata-rata tertimbang biaya modal. Oleh karena itu k ο
dapat dirumuskan sebagai berikut :

V=B+S

 B   S 
ko = ki  + ke  
 B  S  B  S 

Apakah terjadi perubahan ko, ki, dan ke apabila leverage keuangan mengalami
perubahan dapat dianalisis dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan laba operasi
bersih, pendekatan tradisional dan pendekatan Modigliani- Miller.

Struktur modal yang optimal diformulasikan dengan rumus sbb :


________________________________________________________________________________________________________
6

EBIT (1 – T) NI
ko = -------------------- = -----------
Vt Vt
Keterangan :
Vt = nilai perusahaan
EBIT = laba sebelum bunga dan pajak
T = tingkat pajak
ko = biaya modal rata-rata tertimbang

Teori struktur modal menurut Dr. Dermawan Sjahrial, Drs., M.M. dibagi menjadi 2
(dua) kelompok besar, yaitu:

1. Teori Struktur Modal Tradisional yang terdiri dari:

a. Pendekatan laba bersih (Net Income Approach)


b. Pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income Approach = NOI Approach)
c. Pendekatan tradisional (Traditional Approach)

ketiga pendekatan struktur modal tradisional pada mulanya dikembangkan oleh David
Durand pada tahun 1952.

2. Teori Struktur Modal Modern yang terdiri dari:

a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak


b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
c. Model Miller
d. Financial Distress dan Agency Costs
e. Model Trade Off (Model Gabungan Antara Model Modigliani-Miller, Model Miller
dan Financial Distress And Agency Costs)
f. Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information Theory)

PENDEKATAN LABA BERSIH (NET INCOME APPROACH)

Pendekatan laba bersih (NI) mengasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau


menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi (ke) yang konstan dan perusahaan
dapat meningkatkan jumlah utang dengan tingkat biaya utang (kd) yang konstan pula.
Karena ke dan kd konstan maka semakin besar jumlah utang yang digunakan perusahaan,
biaya modal rata-rata tertimbang (ko) semakin kecil sebagi akibat penggunaan utang yang
semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat apabila digunakan persamaan dibawah
ini:
________________________________________________________________________________________________________
7

EBIT (1-T)
V=
ko

Contoh Soal
Suatu perusahaan mempunyai utang perpetual (utang tanpa jatuh tempo dan
berpendapatan tetap) Rp 1.000,00 juta dengan bunga 10% per tahun. Laba operasi bersih
tahunan dari perusahaan tersebut kini dan masa yang akan datang sebesar 1.000,00 juta
(tidak ada pertumbuhan). Laba operasi bersih disini adalah sebeelum bunga dan pajak
(EBIT). Hasil pengambilan yang dikehendaki atas ekuitas perusahaan (ks) sebesar 18%.
Dari informasi ini, dengan menggunakan pendekatan NI, dapat dihitung besarnya: (1)
nilai perusahaan total (Vt); dan (2) tingkat kapitalisasi menyeluruh yang tersirat (ka).
untuk pemecahan pada kasus ini dapat dibahas dengan menggunakan pemdekatan NI,
laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa dikapitalisasi pengembalian saham
modal konstan,ks .tingkat kapitalisasi menyeluruh yang tersirat dalam ilustrasi ini adalah:

Perhitungan Nilai Total Perusahaan Dengan Pendekatan Laba Bersih

O Laba operasi bersih Rp 1.000,00 juta


I Bunga utang Rp 100,00 juta

E Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa Rp 900,00 juta

ks Tingakat kapitalisasi ekuitas 0,18


S Nilai pasar saham Rp 5.000,00 juta
B Rp 1.000,00 juta
Nilai pasar utang
0,18
Vt total nilai perusahaan Rp 6.000,00 juta

EBIT (1-T)
V=
ko
ko = (Rp. 1.000.00 juta : Rp. 6.000,00 juta) x 100% = 16,67%

Sesuai dengan pendekatan NI, perusahaan tersebut mampu menaikkan nilai total
perusahaan (Vt), dan menurunkan tingkat kapitalisasi secara keseluruhan (ko), bila dia
meningkatkan leveragenya. Sebagai hasilnya, harga pasar per lembar saham akan
meningkat. Buktinya adalah sebagai berikut:

Sekarang, jika perusahaan menaikan utangnya dari Rp 1.000,00 juta menjadi Rp.
3.000,00 juta, maka akan menghasilkan Vt = 6.888,89 juta dan ko = 14,52%.
1. Utang perusahaan sebesar = Rp 1.00,00 juta
________________________________________________________________________________________________________
8

2. Jumlah saham yang beredar = 5.000.000 lembar


3. Harga per lembar saham = Rp 1.000,00 (Rp 5.000,00 juta / 5.000.000)
4. Perusahaan menerbitkan obligasi tambahan sebesar = Rp. 2.000,00 juta
5. Pada waktu yang sama perusahaan membeli kembali saham = Rp 2.000,00 juta
yang bersal dari Rp. 1.000,00 x 2.000.000 lembar
6. Jumlah saham yang sekarang masih dimiliki = 3.000.000 lembar (5.000.000 lb –
2.000.000 lb)
7. Dari perhitungan bahwa nilai pasar total dari saham perusahaan setelah perubahan
struktur modal adalah = Rp 3.888,89 juta
8. Harga per lembar saham sekarang = 3.888,89 juta/3.000.000 = Rp 1.296,00 yang
sebelumnya hanya Rp 1.000,00. Jadi, dengan meningkatnya leverage, maka nilai
pasar sahamnya juga akan meningkat.

O Laba operasi bersih Rp 1.000,00 juta


I Bunga utang Rp 300,00 juta

E Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa Rp 700,00 juta

ks Tingakat kapitalisasi ekuitas 0,18


S Nilai pasar saham Rp 3.888,89 juta
B Rp 3.000,00 juta
Nilai pasar utang
0,18
Vt total nilai perusahaan Rp 6.888,89 juta

ko = (Rp. 1.000.00 juta : Rp. 6.888,89 juta) x 100% = 14,52%

Pendekatan Laba Operasi Bersih (Net Operating Income Approach)

Pendekatan laba operasi bersih dikemukakan oleh david durand tahun 1952.
pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda
terhadap penggunaan hutang perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal
rata-rata tertimbang bersifat konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh
perusahaan.

Dengan demikian, pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan. Kedua,


penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai
peningkatan resiko perusahaan. Artinya apabila perusahaan menggunakan hutang yang
lebih besar, maka pemilik saham akan memperoleh bagian laba yang semakin kecil. Oleh
karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan
meningkat sebagai akibat meningkatnya resiko perusahaan.
________________________________________________________________________________________________________
9

Contoh :
1. Suatu perusahaan mempunyai hutang sebesar Rp 8.000.000,- dengan tingkat bunga
sebesar 15%. Laba operasi bersih Rp 8.000.000,- dengan tingkat kapitalisasi total
sebesar 20%, dan saham yang beredar sejumlah 10.000 lembar. Maka dari data diatas
nilai perusahaan adalah :

Keterangan Nilai (Rp)


Laba operasi bersih (O) 8.000.000
Tingkat kapitalisasi total (ko) 20%
Nilai total perusahaan (V) 40.000.000
Nilai pasar hutang (B) 8.000.000
Nilai pasar saham (S) 32.000.000

Laba untuk pemegang saham biasa (E) = O – I = 8.000.000 - (15% x 8.000.000)


= Rp 8.000.000 – Rp 1.200.000
= Rp 6.800.000,-

Sehingga tingkat return modal sendiri yang disyaratkan, ke adalah :

E 6.800.000
ke = = x 100% = 21,25%
S 32.000.000

32.000.000
Harga per lembar saham = = Rp 3.200,-
10.000

2. Misalnya perusahaan mengganti sebagian modal sahamnya dengan modal hutang


sebesar Rp 16.000.000,-, maka diperlukan saham sebanyak :
= 16.000.000/ 3.200 = 5.000 lembar saham untuk mendapatkan hutang tersebut.
Dengan demikian jumlah saham beredar sekarang berkurang menjadi 5.000
lembar (10.000 - 5.000 lbr), dengan demikian nilai perusahaan menjadi :

Keterangan Nilai (Rp)


Laba operasi bersih (O) 8.000.000
Tingkat kapitalisasi total (ko) 20%
Nilai total perusahaan (V) 40.000.000
Nilai pasar hutang (B) 24.000.000
Nilai pasar saham (S) 16.000.000

Laba untuk pemegang saham biasa (E) = O - I


________________________________________________________________________________________________________
10

= 8.000.000-{15%x(Rp 8.000.000+Rp16.000.000)}
= Rp 8.000.000 – Rp 3.600.000
= Rp 4.400.000,-

Sedangkan return modal sendiri (ke ) sebesar :

E 4.400.000
ke = = x 100% = 27,5%
S 16.000.000

16.000.000
Harga per lembar saham = = Rp 3.200,-
5.000

Dari contoh tersebut diketahui bahwa, peningkatan leverage (hutang) ternyata


memengaruhi tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan. Tingkat return yang
disayaratkan meningkat secara linear dengan leverage keuangan (financial leverage)
yang diukur dengan perimbangan antara hutang (B) dengan saham (S). Sedangkan
nilai total perusahaan (V) dan harga per lembar saham tidak berubah walaupun
leverage keuangan berubah.

Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)

Pada pendekatan tradisional diasumsikan akan terjadi perubahan struktur modal


yang optimal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial
leverage (hutang dibagi modal sendiri atau B/S).

Pendekatan ini paling banyak dianut oleh praktisi dan para akademisi. Mereka
memilih diantara kedua pendekatan diatas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga
suatu leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan sehingga baik k d
maupun ke relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau rasio utang tertentu,
biaya utang dan biaya modal sendiri meningkat.

Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih
besar daripada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya
biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu
akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan mula-mula meningkat dan akan
menurun sebagai akibat penggunaan utang yang semakin besar. Dengan demikian
menurut pendekatan tradisional, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap
perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat nilai perusahaan
maksimum atau struktur modal mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang
minimum.

Contoh:
________________________________________________________________________________________________________
11

1. Perusahaan “ABC” pada awal mula berdirinya menggunakan modal hutang obligasi
sebesar Rp 45.000.000,- dengan bunga 5% dan mendapat laba operasi bersih
sebesar Rp 15.000.000,- per tahun. Keuntungan yang disyaratkan dari pemilik
sebesar 11% per tahun. Jumlah saham yang beredar 12.750 lembar. Dari data
tersebut maka nilai perusahaan akan nampak sebagai berikut :

Keterangan Nilai (Rp)


Laba operasi bersih (O) 15.000.000
Bunga hutang 5% (I) 2.250.000
Laba yang tersedia untuk pemegang saham (E) 12.750.000
Keuntungan yang disyaratkan (ke) 11%
Nilai pasar saham (S) 115.909.090
Nilai pasar hutang (B) 45.000.000
Nilai total perusahaan (V) 160.909.090

Tingkat kapitalisasi keseluruhan (ko) = (15.000.000/160.909.090) x 100% = 9.3%


Harga per lembar saham = Rp 115.909.090/12.750 =Rp. 9.090/lbr (di bulatkan)

2. Misalnya perusahaan akan menganti seluruh modal hutang obligasi dengan


saham. Karena nilai obligasi sebesar Rp 45.000.000,- dengan harga saham per
lembar sebesar Rp 9.090,- maka diperlukan saham sebanyak Rp 45.000.000/9.090
= 4.950 lembar saham. Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar
sebesar 12.750 lbr + 4.950 lbr = 17.700 lbr. Karena seluruh modal perusahaan
sekarang merupakan modal sendiri maka tingkat keuntungan yang disyaratkan
oleh investor (modal sendiri) akan turun / menjadi lebih rendah, misalnya dari
11% menjadi sebesar 10%. Dengan demikian nilai perusahaan dan biaya
modalnya adalah sebagai berikut :

Keterangan Nilai (Rp)


Laba operasi bersih (O) 15.000.000
Bunga hutang (I) 0
Laba yang tersedia untuk pemegang saham (E) 15.000.000
Keuntungan yang disyaratkan (ke) 10%
Nilai pasar saham (S) 150.000.000
Nilai pasar hutang (B) 0
Nilai total perusahaan (V) 150.000.000

Tingkat kapitalisasi keseluruhan atau (ko) = 15.000.000/150.000.000 =10%,


sedangkan harga saham menjadi 150.000.000/(17.700 lbr) = Rp 8.474,58 per
lembar. Dengan demikian harga saham berubah (turun) dari Rp 9.090,- menjadi
Rp 8.474,58,- , akibat perubahan struktur modal.
________________________________________________________________________________________________________
12

3. Misalkan sekarang ini perusahaan mengganti sahamnya dengan hutang sebesar


Rp 45.000.000,- dari keadaan semula, sehingga jumlah hutang menjadi Rp
45.000.000 + Rp 45.000.000 =Rp 90.000.000. Dengan demikian jumlah
sahamnya akan berkurang menjadi sejumlah 4.950 lembar lagi (Rp.
45.000.000/Rp.9.090). Jadi jumlah sahamnya saat ini tinggal 7.800 lembar
(12.750 lembar - 4.950 lembar). Karena sekarang proporsi modal asing menjadi
lebih besar (dengan kata lain risiko finansialnya menjadi lebih besar), maka
mungkin tingkat kapitalisasi modal sendiri akan naik / menjadi lebih besar,
katakanlah menjadi 14%, dengan kata lain para pemegang saham mensyaratkan
tingkat keuntungan yang lebih tinggi karena menganggap risiko perusahaan
meningkat. Karena adanya risiko yang lebih tinggi, maka hutang (obligasi) harus
membayar bunga yang lebih besar, katakanlah menjadi 6%. Dari data tersebut
diatas, penilaian terhadap perusahaan akan menjadi :

Keterangan Nilai (Rp)


Laba operasi bersih (O) 15.000.000
Bunga hutang 6% (90.000.000) (I) 5.400.000
Laba yang tersedia untuk pemegang saham (E) 9.600.000
Keuntungan yang disyaratkan (ke) 14%
Nilai pasar saham (S) 68.571.429
Nilai pasar hutang (B) 90.000.000
Nilai total perusahaan (V) 158.571.429

Tingkat kapitalisasi keseluruhan adalah = O/V = 15.000.000/158.571.429= 9,5%.


Hal ini berarti tingkat kapitalisasi keseluruhan mengalami kenaikan dibandingkan
dengan struktur modal awalnya sebesar 9,3%. Sedangkan harga pasar sahamnya
menjadi = Rp 68.571.429/7.800 = Rp 8.791 per lembar, yang berarti lebih rendah
dari harga pasar saham sebelumnya sebesar Rp 9.090,-

Dengan menggunakan pendekatan tradisional, dapat diperoleh struktur modal yang


optimal yaitu struktur modal yang memberikan biaya modal keseluruhan yang terendah
dan memberikan harga saham yang tertinggi. Hal ini disebabkan karena berubahnya
tingkat kapitalisasi perusahaan, baik untuk modal sendiri maupun pinjaman setelah
perusahaan merubah struktur modalnya (leverage) melewati batas tertentu. Perubahan
tingkat kapitalisasi ini disebabkan adanya risiko yang berubah.

Pendekatan Modigliani dan Miller (MM Approach) Tanpa Pajak


________________________________________________________________________________________________________
13

Franco Modigliani dan MH Miller (disingkat MM) menentang pendekatan


tradisional dengan menawarkan pembenaran perilaku tingkat kapitalisasi perusahaan
yang konstan. Pada tahun 1985 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah tentang
struktur modal perusahaan. MM berpendapat bahwa resiko total bagi seluruh pemegang
saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan mengalami perubahan. Hal ini
didasarkan pada pendapat bahwa pembagian struktur modal antara hutang dan modal
sendiri selalu terdapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai investasi total
perusahaan tergantung dari keuntungan dan resiko, sehingga nilai perusahaan tidak
berubah walaupun struktur modalnya berubah.

Asumsi-asumsi yang digunakan MM adalah :

a) Risiko bisnis perusahaan yang diukur dengan standar deviasi EBIT (Standar
Deviation Earning Before Interest and Taxes) dikatakan berada dalam kelas yang
sama.

b) Semua investor dan investor potensial memiliki pengharapan/estimasi yang sama


tentang EBIT perusahaan dimasa mendatang, dengan demikian investor memiliki
harapan yang sama atau homogeneous expectations tentang laba perusahaan dan
tingkat resiko perusahaan.

c) Saham dan obligasi diperjual belikan dalam pasar modal yang sempurna atau perfect
capital market. Adapun kriteria pasar modal yang efisien adalah :

1). Informasi selalu tersedia bagi semua investor (symmetric information) dan
dapat diperoleh tanpa biaya.
2). Tidak ada biaya transaksi dan investor bersikap rasional.
3). Investor dapat melakukan diversifikasi investasi secara sempurna
4). Tidak ada baik pajak penghasilan perseorangan maupun pajak penghasilan
perusahaan.
5). Investor baik individu maupun institusi dapat meminjam dengan tingkat
bunga yang sama seperti halnya perusahaan sebesar tingkat bunga bebas
risiko. Utang adalah tanpa risiko sehingga suku bunga pada utang adalah suku
bunga bebas risiko.

d) Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga waktu
tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT
selalu sama.
________________________________________________________________________________________________________
14

Pendapat MM didukung oleh adanya proses arbitrasi, yaitu proses mendapatkan 2


aktiva yang pada dasarnya sama dengan cara membelinya dengan harga yang termurah
kemudian menjualnya lagi pada harga yang lebih tinggi.

Untuk memperjelas proses arbitrasi akan diberikan contoh sebagai berikut :

Ada dua perusahaan yang serupa yaitu perusahaan A yang modal seluruhnya merupakan
modal sendiri, dengan keuntungan yang disyaratkan sebesar 15%. Perusahaan kedua
adalah perusahaan B yang sebagian modalnya berupa obligasi sebesar Rp 240.000.000,-,
dengan bunga 12% dan keuntungan yang disyaratkan pemegang saham sebesar 16%.
Maka penilaian kedua perusahaan adalah sebagai berikut:

Keterangan Perusahaan A Perusahaan B


Laba operasi bersih (O) 80.000.000 80.000.000
Bunga hutang obligasi (I) 0 28.800.000
Laba yg tersedia utk pemegang saham (E) 80.000.000 51.200.000
Keuntungan yang disyaratkan (ke) 15% 16%
Nilai pasar saham (S) 533.333.333 320.000.000
Nilai pasar hutang (B) 0 240.000.000
Nilai total perusahaan (V) 533.333.333 560.000.000

Tingkat kapitalisasi keseluruhan (ko)


Perusahaan A = (Rp 80.000.000/Rp 533.333.333) x 100% = 15%
Perusahaan B = ( Rp 80.000.000/ Rp 560.000.000) x 100% = 14,3%

Menurut MM, situasi di atas tidak dapat berlangsung terus karena akan terjadi
proses arbitrase yang menjadikan kedua nilai perusahaan sama. Perusahaan B tidak akan
memiliki nilai yang lebih tinggi karena perusahaan tersebut memiliki struktur modal yang
berbeda dengan perusahaan A. Menurut MM investor dalam perusahaan B akan mampu
memperoleh keuntungan yang sama tanpa peningkatan resiko keuangan dengan cara
menginvestasikan dananya pada perusahaan A. Transaksi arbitrase ini terus berlangsung
sampai membuat nilai total kedua perusahaan sama. Misalnya seorang investor memiliki
5% saham di perusahaan B, maka langkah-langkah yang dilakukan oleh investor tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Investasi saham pada perusahaan B adalah sebesar Rp 16.000.000,- yaitu dari 5%


x Rp 320.000.000,-
2. Investor tersebut mengharapkan keuntungan investasinya dari perusahaan B
sebesar 16% dari nilai investasinya, Rp 16.000.000 yaitu sebesar = 16% x Rp
16.000.000= Rp 2.560.000,-.
3. Menjual semua saham yang dimilikinya pada perusahaan B, digunakan untuk
membeli saham pada perusahaan A.
4. Membeli 5% saham perusahaan A seharga 26.666.666,65,- (dibulatkan
26.666.667) yaitu 5% dari Rp 533.333.333.
________________________________________________________________________________________________________
15

5. Meminjam dana Rp 12.000.000 yaitu dari 5% x 240.000.000 dengan bunga 12 %


sehingga total dana yang dimilikinya sebesar =Rp 16.000.000 + Rp 12.000.000 =
Rp 28.000.000
6. Keuntungan yang ia harapkan dari perusahaan A sebesar 15% dari investasi
sebesar Rp 26.666.667 yaitu sama dengan 15% x Rp 26.666.667 = Rp 4.000.000,-
dengan keuntungan ini investor harus mengurangi sebagian keuntungannya untuk
membayar bunga pinjaman, sehingga keuntungan bersihnya adalah :

 keuntungan investasi dari perusahaan A


= Rp 4.000.000
 bunga yang harus dibayar (12% x Rp
12.000.000) = Rp 1.440.000
 keuntungan bersih
Rp 2.560.000
============
keuntungan bersih sebesar Rp 2.560.000 sama dengan keuntungan investasi pada
perusahaan B. Tetapi pengeluaran kas untuk investasi perusahaan A hanya sebesar Rp
14.666.667 (dari Rp 26.666.667- Rp 12.000.000) dibandingkan pengeluaran kas untuk
investasi pada perusahaan B sebesar Rp 16.000.000,-.

Karena investor dapat memperoleh keuntungan yang sama dengan menggunakan


jumlah investasi yang lebih kecil dan resiko finansial yang sama, maka investor akan
melakukan langkah arbitrase tersebut. Dan apabila karena suatu alasan kemudian harga
saham perusahaan A lebih tinggi dari perusahaan B, maka proses arbitrase akan
berlangsung juga, namun dalam arah yang sebaliknya.

Arbitrase adalah proses penjualan aktiva (saham) yang dinilai terlalu tinggi dan
pembelian aktiva yang dinilai terlalu rendah agar supaya terjadi keseimbangan di mana
semua aktiva dinilai secara wajar.

Contoh Lain :
Dua perusahaan sejenis A dan B. Perusahaan A tidak memiliki leverage atau
seratus persen modalnya terdiri atas modal sendiri, sedangkan perusahaan B memiliki
utang dalam bentuk obligasi 7,5% sebesar Rp 900.000.000. kedua perusahaan tersebut
memiliki laba sebelum bunga dan pajak [EBIT = Net Operating Income (NOI) sebesar
300.000.000. tingkat risiko kedua perusahaan yang ditunjukkan oleh standat deviasi laba
sebelum bunga dan pajak sama. Anggaplah bahwa sebelum terjadi proses arbitrase, biaya
modal sendiri kedua perusahaan sebagai tingkat kapitalisasi modal sendiri adalah k su = ksL
= 10%. Dengan kondisi semacam ini maka nilai kedua perusahaan tersebut adalah :

Perusahaan A Perusahaan P
Keterangan
(Unlevered Firm) (Levered Firm)
Laba operasi bersih (O) Rp. 300.000.000 Rp 300.000.000
Bunga utang (7,5%) (I) 0 Rp 67.500.000
________________________________________________________________________________________________________
16

Laba sebelum pajak Rp. 300.000.000 Rp 232.500.000


Pajak penghasilan (0%) 0 Rp 0
Laba bersih setelah pajak (E) Rp. 300.000.000 Rp 232.500.000
Nilai perusahaan (V) Rp. 3.000.000.000 Rp 3.225.000.000

Nilai perusahaan A (vu) :

E Rp 300.000.000
ke = Su=
Su 0.10
Su = 3.000.000.000

Vu = B + S
Vu = 0 + Rp 3.000.000.000
Vu = Rp 3.000.000.000

Nilai perusahaan B (VL):

Rp 232.500.000
SL =
0,10

SL = Rp 2.325.000.000
VL = Rp 2.325.000.000 + Rp 900.000.000
VL = Rp 3.225.000.000

Dari perhitungan diatas tampak bahwa sebelum proses arbitrase, nilai perusahaan yang
meiliki leverage lebih tinggi daripada nilai perusahaan yang tidk memiliki leverage. MM
berpendapat bahwa ketidakseimbangan ini tidak mungkin akan terjadi. Untuk
membuktikan hal ini misalkan kita memiliki 10% saham perusahaan B yang memiliki
leverage, maka nilai pasar saham kita adalah 10% × Rp 2.325.000.000 atau sebesar
232.500.000. Menurut MM kita dapat memeroleh tingkat keuntungan total yang lebih
besar tanpa menghadapi risiko yang paling tinggi atau dengan risiko yang sama. Untuk
itu kita dapat:

1. Menjual saham perusahaan B dan kita memeroleh dana sebesar Rp 232.500.000


2. Meminjam sebesar10% dari total utang perusahaan B atau sebesar Rp 900.000.000
dengan bunga 7,5%.
3. Membeli 10 saham perusahaan A atau sebesar 10% × Rp 3.000.000.000 =
300.000.000
4. Total dana yang tersedia Rp 322.500.000 sementara hanya diperlukan Rp
300.000.000 untuk membeli saham perusahaan A; dengan demikian terdapat
kelebihan dana sebesar Rp 22.500.000
________________________________________________________________________________________________________
17

Apabila tetap mempertahankan saham B dan kita memperoleh dana sebesar 10% ×
Rp 232.5000.000 = Rp 23.250.000.

Dengan cara semacam ini kita akan memperoleh keuntungan investasi sebesar 10%
dari saham perusahaan A (10% × Rp 300.000.000 = Rp 30.000.000) ditambah dengan
pendapatan bunga diatas kelebihan dana Rp 22.500.000 (7,5% × Rp 22.500.000 =
Rp1.687.500 ). Tetapi perlu dingat bahwa kita harus membayar bunga sebesar 7,50% atas
utang Rp 90.000.000 = Rp 6.750.000

Pendapatan bersih investasi A Rp 30.000.000


Bunga atas utang (7,5)=% × Rp 90.000.000) Rp 6.750.000
Pendapatan investasi saham A Rp 23.250.000
Pendapatan bunga (7,5% × Rp 22.500.000) Rp 1.687.500
Total pendapatan bersih Rp 24.937.500

Dengan demikian kita dapat meningkatkan pendapatan tanpa menghadapi risiko


yang lebih tinggi. Bahkan kita dapat memperkecil risiko dengan ekstra dana sebesar Rp
232.500.000. paling tidak kita dapat memperoleh pendapatan yang sama sebesar Rp
23.250.000 dengan tingkat risiko yang lebih kecil karena adanya kelebihan dana. Sekali
lagi MM berpendapat bahwa proses arbitrase ini terjadi karena penjualan saham
perusahan B akan mengakibatkan harga saham turun. Sedangkan pembelian saham
perusahaan A akan mengakibatkan harga saham naik hingga nilai pasar kedua perusahaan
tersebut sama.

Pada saat keseimbangan tercapai, nilai perusahaan A dan B serta biaya modal rata-
rata tertimbang akan sama. Degan demikian menurut Modigliani-Miller nilai perusahaan
dan biaya modal rata-rata tertimbang adalah independen terhadap struktur modal dalam
kondisi keseimbangan.

Argumen yang Menentang Proses Arbitrase Modigliani & Miller

 Adanya biaya kebangkrutan


Apabila ada kemungkinan untuk bangkrut, dan apabila biaya kebangkrutan tersebut
cukup besar, maka perusahaan yang menggunakan hutang (leverage) mungkin
menjadi kurang menarik bagi investor dibandingkan dengan perusahaan tanpa
hutang. Apabila suatu perusahaan bangkrut, maka pada hakekatnya aset perusahaan
dianggap dapat di jual pada harga (nilai) ekonomisnya, dan tidak ada biaya-biaya
likuidasi. Apabila ada biaya kebangkrutan, maka aktiva-aktiva tersebut mungkin
harus dijual pada harga yang lebih rendah (distres price) daripada nilai ekonomisnya.
Pengurangan ini merupakan kemungkinan para kreditur dan pemegang saham tidak
mendapat claim mereka sepenuhnya.
________________________________________________________________________________________________________
18

 Adanya biaya agensi


Biaya agensi adalah biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk
meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian
perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham. Manajemen merupakan agen dari
pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Untuk dapat melakukan fungsinya
dengan baik, manajemen harus diberikan insetif dan pengawasan yang memadai.
Pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengikatan agen, pemeriksaan laporan
keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang diambil oleh manajemen.
Kegiatan pengawasan itu tentunya membutuhkan biaya.
Jensen dan Meckling telah mengembangkan suatu teori yang disebut agensi. Salah
satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya
pengawasan, maka biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham.
Apabila kita memegang obligasi maka dalam mengantisipasi biaya pengawasan,
akan dibebankan pada bunga yang lebih tinggi. Jumlah pengawasan yang diminta
oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
obligasi yang beredar. Biaya pengawasan seperti halnya biaya kebangkrutan
cenderung meningkat pada tingkat kecepatan yang meningkat dengan adanya
financial leverage.

 Hutang dan insetif bagi efisiensi manajemen 


Dengan adanya tingkat hutang yang tinggi, maka manajemen berada pada posisi
yang “terdesak” karena harus memastikan arus kas yang dihasilkan mencukupi
pembayaran hutang. Oleh karena itu, manajemen memiliki insentif untuk
menggunakan dana yang ada bagi investasi yang menguntungkan dan berusaha
menghindari timbulnya beban yang akan menghabiskan dana. Caranya adalah
perusahaan yang menggunakan leverage akan lebih efisien karena manajemen
berusaha menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu. Sedangkan perusahaan
dengan sedikit pinjaman memiliki kecenderungan untuk tidak perlu mengawasi
pemakaian biaya-biaya yang sebenarnya dapat dikurangi. Kekhawatiran karena tidak
mampu membayar hutang merupakan insentif bagi manajemen dalam hal efisiensi.

 Batasan-batasan institusional 
Batasan-batasan ini dimiliki oleh lembaga-lembaga yang membeli saham sering
membatasi proses arbitrase. Misalnya lembaga dana pensiun, perusahaan asuransi
dan lembaga pendidikan yang memiliki saham, tidaklah mudah untuk membuat
hutang. Lembaga-lembaga tersebut harus menjaga hutang dalam tingkatan yang tetap
“aman”. Di samping itu mereka juga tidak boleh begitu saja membeli saham
perusahaan-perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi. Dengan
demikian perusahaan-perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan
“kehilangan” pembeli saham (lembaga-lembaga tersebut).

 Biaya-biaya transaksi
Biaya-biaya transaksi cenderung membatasi proses arbitrase. Arbitrase akan terjadi
jika biaya transaksi mencapai jumlah tertentu, di luar itu arbitrase tidak akan
memberikan keuntungan lagi akibatnya, perusahaan yang menggunakan leverage
akan memiliki nilai total yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang diperkirakan.
________________________________________________________________________________________________________
19

MODEL MODIGLIANI-MILLER (MM) DENGAN PAJAK

Tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM Tahun 1958.


Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan (corporate
income taxes). Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan utang
(leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga utang adalah biaya
yang mengurangi pembayaran pajak (a tax deductible expense)

Manfaat yang diperoleh apabila perusahaan menggunakan utang, dengan asumsi


bahwa utang bersifat permanen, yaitu perusahaan akan memperoleh manfaat yang berupa
penghematan pajak setiap tahun untuk selamanya. Nilai penghematan pajak adalah nilai
atas penghematan pajak setiap tahun untuk selamanya.

PV Penghematan Pajak = T.B

PV = nilai sekarang
T = tariff pajak
B = nilai pasar utang/obligasi

Nilai perusahaan yang memiliki leverage adalah sama dengan nilai perusahaan
yang tidak memiliki leverage ditambah dengan nilai perlindungan pajak (pajak
penghasilan perusahaan dikalikan dengan utang peusahaan).

VL = VU + PV Penghematan Pajak

VL = VU + T.B

Contoh :

Perusahaan A dan B memiliki laba bersih (net operating income) masing-masing sebesar
Rp 16.000.000,-. Perusahaan B memiliki hutang sebesar Rp 40.000.000,- dengan bunga
12%, sedangkan perusahaan A tidak memiliki hutang. Jika tarif pajak sebesar 40%, maka
diperoleh:

Keterangan Perusahaan A Perusahaan B


(Rp) (Rp)
Laba operasi bersih 16.000.000 16.000.000
Bunga hutang 0 4.800.000
Keuntungan sebelum pajak 16.000.000 11.200.000
Pajak 40% 6.400.000 4.480.000
Laba yg tersedia bagi pemegang saham 9.600.000 6.720.000
Total laba yg tersedia bagi kreditor dan 9.600.000 11.520.000
pemegang saham
________________________________________________________________________________________________________
20

Perlindungan pajak atas bunga (interest 1.920.000


taxshield)

Perbedaan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham antara perusahaan A dan B
adalah = Rp 11.520.000-Rp 9.600.000 = Rp 1.920.000. Hal ini bisa terjadi karena
investor pada perusahaan B (pemegang obligasi) akan menerima pembayaran bunga
sebelum dikurangi pajak, sedangkan investor pada perusahaan A (pemegang saham) akan
menerima deviden setelah digunakan untuk membayar pajak sehingga investor
diperusahaan A akan menerima laba yang lebih kecil.

Mengacu pada contoh perusahaan A dan B diatas, jika biaya modal sendiri untuk
perusahaan A sama dengan perusahaan B sebesar 18%, dan biaya utang sebelum pajak
sebesar 12%, maka hitunglah besarnya nilai perusahaan B dan biaya modal ekuitasnya ?

VU = Rp. 9.600.000 : 18% = Rp. 53.333.333

PV penghematan pajak = 40% x Rp. 40.000.000 = Rp. 16.000.000

VL = Rp. 53.333.333 + Rp. 16.000.000 = Rp. 69.333.333

Jadi besarnya nilai perusahaan B yaitu Rp. 69.333.333,00

B = Rp. 4.800.000 : 0,12 = Rp. 40.000.000

Nilai modal sendiri (S) = VL – B


= Rp. 69.333.333,00 – Rp. 40.000.000,00
= Rp. 29.333.333,00
 
Biaya modal sendiri = (ks) = Rp. 6.720.000 : Rp. 29.333.333
= 0,229 x 100%
= 22,9%

Jadi besarnya biaya modal sendiri perusahaan B sebesar 22,9%

Jika disusun secara lengkap, maka perbandingan nilai antara perusahaan yang tidak
menggunakan leverage (perusahaan A) dengan perusahaan yang menggunakan leverage
(perusahaan B) adalah sbb :
________________________________________________________________________________________________________
21

Keterangan Perusahaan A Perusahaan B


(Rp) (Rp)
Laba operasi bersih 16.000.000 16.000.000
Bunga hutang 0 4.800.000

Keuntungan sebelum pajak 16.000.000 11.200.000


Pajak 40% 6.400.000 4.480.000
Laba yg tersedia bagi pemegang saham 9.600.000 6.720.000
Biaya utang -- 0,12
Nilai utang -- 40.000.000
Biaya modal sendiri 0,18 0,229
Nilai modal sendiri 53.333.333 29.333.333
Nilai perusahaan 53.333.333 69.333.333

Beberapa titik kelemahan pendekatan MM adalah :

1) Pendekatan MM mengasumsikan bahwa tidak ada biaya transaksi, maka proses


arbitrase boleh dikatakan tanpa biaya; sementara kenyataanya komisi broker ini
cuku besar.

2) MM pada awalnya mengasumsikan bahwa investor dan perusahaan memiliki akses


yang sama terhadap lembaga keuangan. Artinya kedua pihak dapat meminjam
dengan tingkat bunga sebesar tingkat keuntungan bebas resiko. Dalam
kenyataannya kita secara mudah dapat menganalisis bahwa investor besar mungkin
memperoleh utang dengan bunga yang lebih rendah sedangkan investor individu
mungkin harus meminjam dengan tingkat bunga yang lebih tinggi.

MODEL MILLER

Tahun 1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga meliputi pajak
untuk penghasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah :

1. Pajak Penghasilan dari saham (Ts), dan


2. Pajak Penghasilan dari obligasi (Td)

Menurut Miller :

VL = VU + T.B

Dimana :
________________________________________________________________________________________________________
22

( 1 – Tc) (1 – Ts)
T = 1 - -----------------------
( 1 – Td)

Sehingga :
( 1 – Tc) (1 – Ts)
VL = VU + { 1 – [1 - -----------------------]} B
( 1 – Td)

Di mana:
Tc = pajak perusahaan (corporate Tax Rate)
Ts = pajak pribadi pada penghasilan saham (personal tax rate on stock income)
Td = pajak pribadi pada penghasilan obligasi (personal tax rate on bond income)
B = utang perusahaan

 Jika tidak ada pajak, maka Tc = Ts = Td = 0, model Miller akan menjadi model MM
tanpa pajak yaitu VL = VU.
Jika tidk ada pajak pribadi, maka T s = Td = 0, model Miller akan menjadi model MM
dengan pajak yaitu VL = VU + T.B
Keuntungan dari penggunaan utang pada model Miller tergantung pada T c, Ts, Td dan
B
 Karena pajak pada capital gains suatu saham biasanya dibayar belakangan atau
tertunda (pajak dibayar setelah saham terjual), pada umumnya Ts < Td
 Kelemahan utama model Miller dan MM adalah mengabaikan faktor yang disebut
sebagai :
o Financial Distress
o Agency Costs

FINANCIAL DISTRESS DAN AGENCY COSTS

Financial Distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan
terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya
kebangkrutan (bankcruptcy costs) yang disebabkan oleh :

1. Keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar,


2. Biaya likuidasi perusahaan,
3. Rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dsb

Bankcruptcy Costs ini termasuk “Direct cost of finacial distress”.

Selain itu, ancaman akan terjadinya financial distress juga merupakan biaya karena
manajemen cenderung menghabiskan waktu untuk menghindari kebangkrutan dari pada
________________________________________________________________________________________________________
23

membuat keputusan perusahaan yang baik. Ini termasuk “Indirect costs of financial
distress”.

Pada umumnya, kemungkinan terjadinya financial distress semakin meningkat dengan


meningkatnya penggunaan utang. Logikanya adalah semakin besar penggunaan utang,
semakin besar pula biaya bunga, semakin besar probabilita bahwa penurunan penghasilan
akan menyebabkan financial distress.

Keterangan Jumlah Utang

Rp. 0 Rp. 20.000.000 Rp. 30.000.000


Probabiltas 0 20% 40%
Financial Distress
Present Value Biaya
Financial Distress Rp. 0 Rp. 4.000.000 Rp. 12.000.000

Agency Costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan
menggunakan utang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang
saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan (agency
problem). Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan
melakukan tindakan yang merugikan kreditor. Misalnya perusahaan melakukan investasi
pada proyek-proyek yang beresiko tinggi. Ini jelas merugikan kreditor. Karena kreditor
menerima keuntungan yang tetap (bunga utang) berapapun keuntungan perusahaan. Ini
tidak sesuai dengan konsep “jika resiko bertambah, keuntungan bertambah”. Untuk
menghindari kerugian semacam ini biasanya kreditor melindungi diri dengan perjanjian-
perjanjian pada saat penandatanganan pemberian kredit (covenant). Covenant ini
merupakan klausul dalam perjanjian kredit yang mengurangi kebebasan perusahaan
dalam membuat keputusan. Ada dua macam covenant yaitu :

1. Negative Covenant
Yaitu batas-batas atau larangan-larangan tindakan yang perusahaan harus patuhi,
antara lain : batas deviden yang boleh dibayarkan, perusahaan tidak boleh
menjaminkan asset-assetnya kepada kreditor lainnya, perusahaan tidak boleh
melakukan merger dengan perusahaan lain, perusahaan tidak boleh menjual atau
menyewakan asset-assetnya tanpa persetujuan kreditor, dan perusahaana tidak
boleh menerbitkan obligasi tambahan yang berjangka panjang.

2. Postive Covenant
Merupakan perincian tindakan yang perusahaan harus patuhi. Antara lain :
perusahaan setuju untuk mempertahankan modal kerjanya pada suatu tingkatan
minimum, perusahaan harus menyerahkan laporan keuangan periodik terhadap
kreditor.

Agar covenant ditaati biasanya kreditor ikut memonitor perusahaannya. Biaya untuk
monitor ini dibebankan kepada perusahaan dalam bentuk bunga utang yang lebih tinggi.
________________________________________________________________________________________________________
24

Jadi Agency Costs terdiri dari :

1. Biaya kehilangan kebebasan atau efisiensi, dan


2. Biaya untuk memonitor perusahaan

MODEL GABUNGAN (TRADE OFF MODEL)

Jika kita memasukkan pertimbangan financial distress dan agency costs kedalam
model MM dengan pajak, kita akan memperoleh model struktur modal berikut ini :

VL = VU + TB – ( PV biaya financial distress yang iharapkan) – (PV agency costs )

Semakin besar penggunaan utang (B), semakin besar keuntungan dari penggunaan
utang (leverage gain atau T.B), tetapi PV biaya financial distress dan PV agency costs
juga meningkat, bahkan lebih besar. Kesimpulannya adalah : penggunaan utang akan
meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut,
penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan
dari penggunaan utang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan
agency costs. Titik balik tersebut disebut struktur modal yang optimal, menunjukkan
jumlah utang yang optimal yang bisa diterima perusahaan.

Struktur modal yang optimal dapat dicapai dengan menyeimbangkan keuntungan


perlindungan pajak dengan beban biaya sebagai akibat penggunaan utang yang semakin
besar. Dengan kata lain terdapat trade off biaya dan manfaat atas penggunaan utang.
Semakin besar proporsi utang akan semakin besar perlindungan pajak yang diperoleh
tetapi semakin besar pula biaya kebangkrutan yang mungkin timbul. Namun perlu diingat
bahwa model ini juga tidak dapat menentukan struktur modal yang optimal secara pasti.

Salah satu kelebihan dari model ini adalah didukung oleh beberapa studi penelitian
empiris. Sebagai contoh, perusahaan yang memiliki aktiva berwujud cukup besar
cenderung untuk menggunakan utang dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan yang memilki aktiva tak berwujud dalam jumlah besar meskipun
memiliki kesempatan untuk tumbuh lebih baik. Ini mudah dipahami karena sulit untuk
memperkirakan kinerja perusahaan yang katakanlah hanya memiliki goodwill sementara
tidak didukung aktiva berwujud yang cukup. Namun dalam praktek, rasio utang dalam
struktur modal sangat bervariasi dari satu perusahaan dengan perusahaan lain. Bagi
perusahaan lebih baik menggunakan utang secara konsisten, sesuai dengan rata-rata
industri yang memiliki tingkat resiko yang setara.

Terlepas dari pendekatan mana yang akan diambil untuk menentukan struktur
modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor
penting sebagai berikut :

1) Tingkat penjualan, perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti


memilki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan utang lebih
________________________________________________________________________________________________________
25

besar dari pada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. Sebagai contoh
perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis, dimana harga produknya sangat
berfluktuasi, maka aliran kasnya tidak stabil. Oleh sebab itu sebaiknya tidak
dibiayai dengan utang dalam jumlah besar.
2) Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar
dapat menggunakan utang dalam jumlah besar, hal ini disebabkan karena dari
skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber dana
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian besarnya aktiva tetap dapat
digunakan sebagai jaminan atau kolateral utang perusahaan.
3) Tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin cepat pertumbuhan perusahaan
maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar
kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan
perusahaan untuk menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya
tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk
pembiayaan investasi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya
penelitian dan pengembangan. Semakin besar biaya penelitian dan
pengembangannya berarti semakin menjamin prospek pertumbuhan perusahaan
dimasa yang akan datang.
4) Kemampuan menghasilkan laba, kemampuan menghasilkan laba periode
sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan struktur modal. Dengan
laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan
sebelum menggunakan utang atau menerbitkan saham baru. Hal ini sesuai dengan
Pecking Order Theory yang menyarankan bahwa manajer lebih senang
menggunakan pembiayaan dengan urutan pertama, laba ditahan, kemudian utang
dan terakhir penjualan saham baru. Meskipun secara teoritis sumber modal yang
biayanya paling murah adalah utang, kemudian saham preferen sedangkan yang
paling mahal adalah saham biasa dan laba ditahan.Pertimbangan lain karena biaya
langsung untuk pembiayaan dari dalam yaitu dari laba yang ditahan lebih murah
bila dibandingkan dengan biaya modal yang berasal dari penerbitan emisi saham
baru. Emisi saham baru justru merupakan signal negatif karena pasar
mengintrespestasikan perusahaan dalam keadaan kesulitan likuiditas. Emisi
saham baru juga tidak terlepas adanya informasi yang tidak simetris atau
asymmetric information antara manajemen dengan pasar. Manajemen jelas
memiliki informasi yang lebih tentang prospek perusahaan dibandingkan dengan
pasar. Dengan demikian jika tidak ada alasan yang kuat seperti untuk diversifikasi
misalnya, maka penjualan saham baru justru akan mengakibatkan harga saham
turun.
5) Variabilitas laba dan perlindungan pajak, perusahaan dengan variabilitas laba
yang kecil akan memilki kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban
tetap yang berasal dari utang. Ada kecenderungan bahwa penggunaan utang akan
memberikan manfaat berupa perlindungan pajak.
6) Skala perusahaan, perusahaan besar yang sudah mapan akan lebih mudah
memperoleh modal di pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas
yang lebih besar pula.
________________________________________________________________________________________________________
26

7) Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro, perusahaan perlu melihat saat
yang tepat untuk menjual saham dan obligasi. Secara umum kondisi yang paling
tepat untuk menjual obligasi atau saham adalah pada saat tingkat bunga pasar
sedang rendah dan pasar modal sedang bullish. Tidak jarang perusahaan harus
memberikan signal-signal dalam rangka memperkecil informasi yang tidak
simetris agar pasar dapat menghargai perusahaan secara wajar. Sebagai contoh
perusahaan membayar deviden sebagai upaya untuk meyakinkan pasar tentang
prospek perusahaan dan kemudian menjual obligasi. Strategi itu diharapkan dapat
meyakinkan investor bahwa prospek perusahaan baik. Alternatif lain adalah
perusahaan segera mengumumkan setiap keberhasilan dalam hal research and
development dan secara konsisten serta kontinyu memberikan informasi yang
relevan ke pasar.

TEORI INFORMASI TIDAK SIMETRIS (ASYMMETRIC


INFORMATION THEORY)

Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan


teori tentang informasi yang tidak simetris. Asymmetric Information adalah kondisi
dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena
asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan
dibanding investor di pasar modal. Jika manajemen perusahaan ingin memaksimumkan
nilai untuk pemegang saham saat ini (current stockholder), bukan pemegang saham baru,
maka ada kecenderungan bahwa :

1) Jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan
saham baru tetapi menggunakan laba ditahan (supaya prospek cerah tersebut
dinikmati current stockholder), dan
2) Jika prospek perusahaan kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk
memperoleh dana (ini akan menguntungkan current stockholder karena tanggung
jawab mereka berkurang).

Masalahnya adalah para investor tahu kecenderungan ini sehingga mereka melihat
penawaran saham baru sebagai sinyal (pertanda) berita buruk sehingga harga saham
perusahaan cenderung turun jika saham baru diterbitkan. Ini menyebabkan biaya modal
sendiri menjadi tinggi. Rata-rata tertimbang biaya modal (Weighted Average Cost of
Capital) semakin tinggi dan nilai perusahaan cenderung turun.

Hal ini mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi atau berhutang daripada
menerbitkan saham baru.

 Karena adanya asymmetric information, Gordon Donaldson menyimpulkan


bahwa perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan :

1) Laba ditahan dan dana depresiasi


2) Utang dan
________________________________________________________________________________________________________
27

3) Penjualan saham baru.

 Dengan mengkombinasikan teori Trade-off dan teori asymmetric information kita


dapat menyimpulkan perilaku perusahaan sebagai berikut :

a Penggunaan utang memberikan keuntungan karena adanya pengurangan


pembayaran-pembayaran pajak akibat bunga utang. Oleh karena itu
perusahaan sebaiknya menggunakan utang dalam struktur modal mereka,
b Namun demikian, financial distress dan agency costs membatasi
penggunaan utang. Melewati suatu titik tertentu, biaya tersebut menutup
keuntungan penggunaan utang,
c Karena adanya asymmetric information , perusahaan cenderung
memelihara kemungkinan berutang untuk dapat mengambil keuntungan
dari kesempatan investasi yang baik tanpa harus menerbitkan saham baru
pada harga yang sdang turun akibat “pertanda yang jelek (bad signaling)”.

Soal-soal untuk latihan


Soal 1 :
P.T. Bunga Matahari adalah perusahaan yang tidak menggunakan hutang (unlevered
firm) dan memiliki expected EBIT yang konstan Rp 2.000.000.000 per tahun. Tarif pajak
perusahaan adalah 20 %. Nilai pasar perusahaan V = S = 16.000.000.000. Manajemen
sedang mempertimbangkan untuk menggunakan utang sebagai alternative pendanaan.
Jika perusahaan menggunakan utang , hasilnya digunakan untuk membeli kembali saham
sehingga ukuran tidak berubah. Penggunaan hutang tidak hanya meningkatkan
penghematan terhadap pajak tetapi juga menghemat financial distress. Diperkirakan nilai
sekarang dari biaya ini adalah Rp 5. 000.000.000, dengan probabilitas sebagai berikut :

Nilai utang perusahaan Probabilitas financial distress


________________________________________________________________________________________________________
28

Rp 2.500.000.000 0%
Rp 5.000.000.000 2%
Rp 7. 500.000.000 4%
Rp 10.000.000.000 8%
Rp 12.500.000.000 15 %
Rp 15.000.000.000 30 %
Rp 20.000.000.000 70 %

a) Biaya modal sendiri dan WACC ?


b) Menurut teori MM dengan pajak, berapa tingkat utang yang optimal?
c) Berapa struktur modal yang optimal jika biaya financial distress diperhitungkan?
d) Gambarkan nilai perusahaan dengan dan tanpa biaya financial distress sebagai
fungsi dari tingkat uang?

Jawaban
a) Biaya modal sendiri (KS) dicari dengan dalil teori MM dengan pajak.

EBIT (1-T)
Vu =
ksu
Vu = Nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang
ksu = biaya modal sendiri untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang

Rp 2.000.000.000 (1-0,20)
Rp 16.000.000.000 = ---------------------------------
ksu
Rp 16.000.000.000
ksu = ------------------------
Rp 1.600.000.000
ksu = 10%

karena persamaan tidak mengunakan utang maka Wd = 0 sehingga


WACC = Ws. Ks + Wd.kd (1 - T)
WACC = Ws. Ks + 0
WACC = Ksu = 10%

b) Proposisi teori MM dengan pajak :


c) Vl = Vu + T.D
d) Vl = Nilai perusahaan yang menggunakan utang,
e) Vu = Nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang,
f) T = Pajak
g) D = Debt (Utang = D)

Utang (Debt = D) V T.D Vl = Vu – T.D


0 16 01 6
________________________________________________________________________________________________________
29

2,5 16 0,5 16,5


5 16 1 17
7,5 16 1,5 17,5
10 16 2 18
12,5 16 2,5 18,5
15 16 3 19
20 16 4 20

c). Jika financial distress diperhitungkan, maka :


Vl = Vu + T.D – P.C

Dimana :
P = Probabilitas financial distress,
C = Presnt value biaya financial

Dari tabel diatas terlihat bahwa :

- Jumlah utang optimal Rp 12.500.000.000


- Nilai perusahaan maksimum Rp 17.750.000.000

Rp 12.500.000.000
- Struktur modal (D/V) optimal = = 70,42 %
Rp 17.750.000.000

Biaya modal 0 %

Vl
________________________________________________________________________________________________________
30

0 D/V Rasio D/V (%)

Soal 2:

Perusahaan P.T.A dan P.T.B sama persis kecuali bawah P.T.A tidak menggunakan
hutang sedangkan P.T.B mempunyai hutang sebesar 100.000.000 dengan bunga
10%.Asumsikan bahwa semua asumsi MM terpenuhi,EBIT perusahaan rp 40.000.000
dan biaya modal sendiri perusahaan A adalah 20%.Asumsi baru khusus untuk pertanyaan
3:Investor di kenai pajak penghasilan dari hutang (Td) dan paajak penghasilan untuk
saham (Ts) masing masing sebesar 15 % dan 10 %.Selain itu perusahaan tetap di kenakan
20% (Tc).

1.Teori MM tanpa pajak :


a) Berapa nilai ke 2 perusahaan menurut teori MM tanpa pajak?
b) Berapa biaya modal sendiri (Ks) untuk ke dua perusahaan ?
c) Berapa rata-rata tertimbang biaya modal (WACC)untuk kedua perusahaan ?

2.Teori MM dengan pajak:


a) Berapa nilai ke 2 perusahaan menurut teori MM dengan pajak?
b) Berapa biaya modal sendiri (Ks)untuk ke dua perusahaan ?
c) Berapa rata-rata tertimbang biaya modal (WACC)untuk kedua perusahaan?

3.Teori Miller:
a) berapa nilai kedua perusahaan menurut teori Miller?
b) Berapa keuntungan dari penggunaan hutang ?
c) Jika Tc=Ts=Td=0,berapa Vldan keuntungan penggunaan hutang?
d) Jika Ts=Td=0,berapa Vl dan keuntungan penggunaan hutang?
e) Jika Td=Ts=15% serta Tc=20%, berapa Vl dan keuntungan penggunaan hutang?

Jawaban:

1.Teori MM tanpa pajak :


a) Proposisi teori MM tanpa pajak untuk ke dua perusahaan:

Vu =

=
________________________________________________________________________________________________________
31

= Rp 200.000.000

b) Ksu=20% dan Kd=10%.


Proporsi = Ksu+(Ksu-Kd) (D/S)
= 20%+(20%-10%)(100/100)
= 30%

c) karena tidak menggunakan hutang ,WACC perusahaan A =Ksu


Catatan:
D = Hutang = Rp 100.000.000
S = Modal sendiri

d) Karena tidak menggunakan hutang,WACC perusahaan A = Ksu, yaitu 20%


- Untuk perusahaan B yang menggunakan hutang :

WACC = Ws.KsL + Wd.Kd


= . Ksl + . Kd

= . 30% + . 10%

= 20%

C atatan:WACC bukan WS.KSL + Wd.Kd(1-T) karena diasumsikan tidak ada pajak.


- Karena WACC sama, nilai perusahaan Adan B juga sama.

2. Teori MM dengan pajak, besarnya pajak penghasilan perusahaan 20% maka:


a. Proposisi MM dengan pajak:

Vu =

Vu=

Vu=Rp 160.000.000

VL = Vu + T.D
VL =Rp 160.000.000 + (0,20) (Rp 100.000.000)
VL =Rp 180.000.000
________________________________________________________________________________________________________
32

Nilai perusahaan A hanya Rp 160.000.000, lebih rendah dari nilai perusahaan B yang
sebesar Rp 180.000.000. Perbedaan Rp 20.000.000 disebabkan karena penggunaan Rp
100.000.000 Utang memberikan penghematan pajak sebesar Rp 20.000.000.

b. Ksu = 205 dan Kd = 10% serta T = 20%.


Proposisi 2 dari MM dengan pajak:
KSL = KSU + (KSU – Kd) (1-T) (D/S)
= 20% + ( 20% - 10%) (1-20%) ( )
= 30%

Catatan:
VL = Rp 180.000.000,
D = Rp 100.000.000,

Maka modal sendiri untuk perusahaan B yang menggunakan hutang adalah V L - D = Rp


180.000.000 – Rp 100.000.000 = Rp 80.000.000.

Biaya modal sendiri untuk perusahaan A adalah 20% dan biaya modal sendiri untuk
perusahaan B adalah 30%.

c. -WACC perusahaan A:KSU = 20%


- WACC perusahaan B:

WACC = .kd (1-T ) + .ks

= . 10% (1 – 20%) + . 30%

= 17,77%

Catatan;
ks yang digunakan kSL.
- Biaya modal perusahaan B lebih rendah sehingga nilai perusahaan B lebih tinggi.
Nilai perusahaan P :

VL =

= Rp 180.000.000.

3. Model Miller
________________________________________________________________________________________________________
33

EBIT (1 - Tc) (1 – Tg)


a. Vu = ------------------------------
ksu

Rp 40.000.000 (1 – 0,20) (1 – 0)
= ------------------------------------------
0,20

(1 - Tc) (1 – Tg)
VL = Vu + [1 - -------------------- D]
(1 – 0,15)

(1 – 0,20) (1 – 0,10)
= 144.000.000 + [1 - -------------------------- Rp 100.000.000]
(1 – 0,15)

VL = 159.300.000

b. keuntungan dari penggunaan Model Miller:

VL - Vu = Rp 159.300.000 – Rp 144.000.000 = Rp 15.300.000.

 menurut MM dengan pajak pada point 2, keuntungan penggunaan utang adalah


VL - Vu = Rp 180.000 – Rp 160.000.000 = Rp 20.000.000
 adanya pajak penghasilan untuk investor (pemegang saham dan kreditor)
mengurangi keuntungan dari penggunaan utang.

c. Vu = VL = 200.000.000 (MM tanpa pajak). Tidak ada keuntungan penggunaan


utang .

d. MM dengan pajak
VL = Rp 180.000.000 dan keuntungan penggunaan pajak = Rp 180.000.000 –
Rp 160.000.000 = 20.000.000.000.

(1 - Tc) (1 – Tg)
e. VL = Vu + [1 - -------------------- B]
(1 – Td)
VL = Vu + Tc. B

Atau sama dengan MM dengan pajak.

Contoh Soal dan Penyelesaiannya :


________________________________________________________________________________________________________
34

1. Perusahaan ‘NAZAR’ diperkirakan akan mendapatkan laba operasi bersih (net


operating income) Rp. 75.000.000., Perusahaan mempunyai aktiva sebesar
Rp.75.000.000., dengan dua alternatif struktur modal sebagai berikut :
a. Hutang Rp.300.000.000., dengan bunga 11% dan keuntungan yang
disyaratkan sebesar 16%
b. Hutang Rp. 450.000.000., dengan bunga 12% dan keuntungan yang
disyaratkan sebesar 17%

Dari data diatas hitunglah nilai pasar perusahaan dan biaya modalnya serta tentukanlah
struktur modal yang optimal.

Penyelesaiannya:

Keterangan Alternatif 1 (Rp) Alternatif 2


(Rp)
Laba operasi bersih (O) 75.000.000 75.000.000
Bunga hutang obligasi (I) 33.000.000 54.000.000
Laba yg tersedia utk pemegang saham (E) 42.000.000 21.000.000
Keuntungan yang disyaratkan (ke) 16% 17%
Nilai pasar saham (S) 262.500.000 123.529.412*
Nilai pasar hutang (B) 300.000.000 450.000.000
Biaya hutang 11% 12%
Nilai total perusahaan (V) 562.500.000 573.529.412

Biaya modal alternatif 1 = Rp (75.000.000/562.500.000) x 100% =13.33%


Biaya modal alternatif 2 = Rp (75.000.000/573.379.000) x 100% =13.08%

Dari perhitungan di atas dapat dikemukakan struktur modal yang optimal adalah
alternatif 2, karena menghasilkan nilai perusahaan yang lebih besar dengan biaya
modal yang relatif lebih kecil.

2. Perusahaan “ANTENA” dan perusahaan “PARABOLA” adalah dua perusahaan yang


identik. Perusahaan “ANTENA” dalam struktur modalnya menggunakan hutang,
sedangkan perusahaan “PARABOLA” tidak menggunakan hutang. Berikut perkiraan
laba kedua perusahan tersebut :

Keterangan Perusahaan Perusahaan


PARABOLA ANTENA
EBIT (O) Rp 125.000.000 Rp 125.000.000
Bunga (I) 0 Rp 45.000.000
Laba sebelum pajak Rp 125.000.000 Rp 80.000.000
Pajak 20% Rp 25.000.000 Rp 16.000.000
________________________________________________________________________________________________________
35

EAT (laba setelah pajak) (E) Rp 100.000.000 Rp 64.000.000

Perusahaan “PARABOLA” mempunyai kapitalisasi modal sendiri sebesar 20% dan


Perusahaan “ANTENA” memiliki biaya hutang 19%. Berapa nilai pasar masing-
masing perusahaan dan biaya modalnya.

3. PT ”ANJANI” mempunyai aktiva sebesar Rp 2 milyar, dan diperkirakan akan


memperoleh laba operasi sebesar Rp 40 juta. Ada beberapa alternatif struktur modal
yang akan dipilih perusahaan, yaitu :

Alternatif Hutang Biaya Bunga Keuntungan yang


disyaratkan
1 Rp 240.000.000 13% 15%
2 Rp 200.000.000 !2% 16%
3 Rp 160.000.000 11% 17%

Dari data di atas hitunglah nilai pasar perusahaan dan biaya modal masing-masing
struktur modal serta struktur modal yang optimal.

4. PT Sumber Makmur dan PT Sumber Rejeki identik dalam segala hal, kecuali bahwa
PT Sumber Makmur tidak mempunyai leverage, sedangkan PT Sumber Rejeki
mempunyai obligasi yang beredar sebesar Rp. 2.000.000.000,00 dengan bunga 12%.
Tidak ada pajak, dan pasar modal dianggap sempurna. Nilai kedua perusahaan
tersebut adalah sbb :
___________________________________________________________________
Keterangan PT Sumber Makmur PT Sumber Rejeki
Laba operasi bersih Rp. 600.000.000 Rp. 600.000.000
Bunga utang 0 Rp. 240.000.000
------------------------- ------------------------
Laba bagi pemegang shm biasa Rp. 600.000.000 Rp. 360.000.000
Tingkat kapitalisasi ekuitas 0,15 0,16
-------------------------- ------------------------
Nilai pasar saham Rp. 4.000.000.000 Rp. 2.250.000.000
Nilai pasar utang 0 Rp. 2.000.000.000
------------------------- -------------------------

Nilai total perusahaan Rp. 4.000.000.000 Rp. 4.250.000.000

Tingkat kapitalisasi keseluruhan tersirat 15,00% 14,12%

Rasio utang/ekuitas 0 0,89


________________________________________________________________________________________________________
36

a. Seandainya anda memiliki saham PT Sumber Rejeki yang bernilai Rp.


22.500.000,00 tunjukkan proses dan jumlah yang dapat digunakan untuk
mengurangi pengeluaran anda melalui penggunaan arbitrasi.
b. Kapan proses arbitrasi ini akan berhenti ?

5. PT Retalindo Perkasa mempunyai laba sebelum bunga dan pajak sebesar Rp.
100.000.000,00 Saat ini perusahaan tersebut dibelanjai seluruhnya dengan ekuitas. PT
Retalindo Perkasa dapat menerbitkan utang sebesar Rp. 300.000.000,00 dengan
tingkat bunga 12% untuk membeli kembali sahamnya. Dengan cara demikian
perusahaan melakukan rekapitalisasi. Dalam kasus ini, diasumsikan tidak pajak
perorangan. Tentukan :

a. Apabila tingkat pajak perusahaan adalah 36%, berapa laba bagi semua pemegang
surat berharga jika perusahaan tersebut tetap dibiayai seluruhnya dengan ekuitas ?
Jika perusahaan itu direkapitalisasi ?
a. Berapa nilai tunai perlindungan pajak dari utang ?
b. Tingkat kapitalisasi ekuitas untuk saham perusahaan tersebut adalah 20%,
sementara perusahaan itu tetap dibiayai seluruhnya dengan ekuitas. Berapa nilai
perusahaan itu ? Berapa nilai perusahaan itu jika direkapitalisasi ?

6. PT Indosakti Motor mempunyai laba operasi bersih sebesar Rp. 100.000.000,00 dan
utang Rp.200.000.000,00 dengan beban bunga sebesar 12%. Andaikata tidak ada
pajak, tentukan :

a. Dengan menggunakan pendekatan laba operasi bersih dan tingkat kapitalisasi


secara keseluruhan sebesar 18%, hitunglah nilai pasar total, nilai pasar saham, dan
tingkat kapitalisasi ekuitas yang tersirat bagi PT Indosakti Motor ?
b. Hitung jawaban untuk bagian (a) seandainya perusahaan tersebut menjual utang
tambahan sebesar Rp. 100.000.000,00 ?
c. Kesimpulan apa yang bisa anda peroleh ?

7. PT Sumber Makmur dan PT Sumber Rejeki, mempunyai kondisi keuangan yang


sama, kecuali untuk struktur modalnya. PT Sumber makmur mempunyai struktur
modal dengan perbandingan : utang 50% dan ekuitas 50%, sedangkan PT Sumber
Rejeki mempunyai mempunyai perbandingan : utang 40% dan ekuitas 60%. Semua
persentase struktur modal ini dinyatakan dalam bentuk nilai pasar. Tingkat bunga
pinjaman bagi kedua perusahaan tersebut adalah 18%, dalam keadaan tidak ada
pajak, dan pasar modal diasumsikan sempurna. Dari data ini, tentukan :

a. Jika anda memiliki 2% saham PT Sumber Makmur, berapa hasil pengembalian


yang akan diterima dalam rupiah apabila perusahaan tersebut mempunyai laba
operasi bersih (EBIT) sebesar Rp. 400,00 juta dan tingkat kapitalisasi perusahaan
secara keseluruhan (ka) sebesar 18% ? Berapa tingkat kapitalisasi ekuitas yang
tersirat ?
________________________________________________________________________________________________________
37

b. Berapa hasil pengembalian yang akan anda terima dalam rupiah seandainya anda
menginvestasikan jumlah uang yang sama di PT Sumber Rejeki (yang
mempunyai EBIT yang sama dengan PT Sumber Makmur) ? Berapa persentase
saham PT Sumber Rejeki yang akan anda miliki ? Berapa tingkat kapitalisasi
ekuitas yang tersirat dari PT Sumber Rejeki ? Apakah berbeda dari PT Sumber
Makmur ?

8. Perusahaan Prima Multi Perkasa sedang mencoba untuk mengestimasi struktur


modal optimalnya. Perusahaan ini mempunyai struktur modal dengan perbandingan
25% utang dan 75% ekuitas. Pihak manajemen percaya bahwa perusahaan dapat
menggunakan utang lebih dari yang ada sekarang. Tingkat pengembalian bebas
risiko sebesar (Rf) 8%, premi risiko pasar (Rm – Rf) sebesar 10%, dan tingkat pajak
perusahaan sebesar 30%. Saat ini, biaya ekuitas perusahaan sebesar 22%, yang
ditentukan dengan basis CAPM. Berapa biaya ekuitas perusahaan tersebut jika
struktur modalnya berubah menjadi 50% utang dan 50% ekuitas ?

Anda mungkin juga menyukai