Anda di halaman 1dari 29

Makalah

Islam di Andalusia

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Hj. Ratu Suntiah, M.Ag.

Disusun oleh :

Muhammad Abizar Wildan 1192020139


Muhammad Daffa Fauzan 1192020149
Muhammad Faruq Alghifari 1192020150
Neng Dini Siti Juariah 1192020170
PAI II D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2020
Kata Pengantar
Segala puja hanya milik Allah yang Maha Kuasa. Segala puji hanya milik Allah
Robbul Izzati karena berkat Rahman Rahimnya kita semua bisa melakukan kegiatan
belajar mengajar dengan sebaik-baiknya.

Shalawat serta salam semoga terus tercurahkan kepada junjunan kita semua,
pahlawan islam, Sang Revolusioner Islam, pemilik tahta tertinggi di Madinah,
Rosulullah Muhammad SAW. karena berkat beliau kita semua bisa mengenal Dinnul
Islam.

Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam yang diberikan oleh Hj. Ratu Suntiah, M.Ag. dengan judul
“Islam di Andalusia”.

Kita semua sudah memaklumi bahwa tiada yang sempurna di dunia ini. Begitu
pula dengan makalah ini, begitu banyak kekurangan yang ada. Maka dari ini saya
sebagai penyusun dengan lapang dada menerima segala masukan dari pembaca.

Terakhir, semoga makalah ini bisa menjadi pelajaran serta inspirasi bagi
pembacanya.

Bandung, 4 April 2020

Penyusun

2
Daftar Isi
Kata Pengantar...........................................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................................3

BAB I...........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.......................................................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah............................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................4

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Andalusia menjadi titik terang di lautan kegelapan hati serta keilmuan para muslim
di dunia. Cahayanya yang begitu benderang menyilaukan kegelapan di Eropa,
mengundang para pencari ilmu untuk mendekati menyapa kegemilangan kotanya.

Andalusia pernah menjadi pusat poros peradaban keilmuan di dunia. Para ilmuan
yang ada di sana mengembangkan ilmunya di berbagai lini. Mulai dari agama,
kedokteran, botani, fisika, astronomi, tata Negara, bahkan sampai ke bidang musik.

Di Andalusia pula berdiri universitas-universitas hebat di masanya sebagai


lingkungan akademis yang membantu pelajarnya untuk mengembangkan keilmuan.
Tercatat bahkan Roger Bacon dan Francis Bacon yang terkenal sebagai filsuf-filsuf
hebat sampai hari ini. Di sini juga terlahir ilmuan hebat seperti Ibnu Sina, Al-Kindi,
Ibnu Haitsam dll. Lalu bagaimana keindahan dan kemegahan Andalusia seperti yang
dikisahkan oleh para orientalis dan manuskrip-manuskrip lainnya?

B. Rumusan Masalah
1. Proses masuknya Islam ke Andalusia
2. Sistem politik dan pemerintahan di Andalusia
3. Kemajuan dan kemunduran peradaban Islam di Andalusia
4. Kontribusi Islam di Andalusia terhadap kemajuan Eropa
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui proses masuknya Islam ke Andalusia
2. Untuk mengetahui sistem politik dan pemerintahan di Andalusia
3. Untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran peradaban Islam di
Andalusia
4. Untuk mengetahui kontribusi Islam di Andalusia terhadap kemajuan
Eropa

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Masuknya Islam ke Andalusia

Pemerintahan Islam yang pertama kali menduduki Spanyol adalah Khalifah dari
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus (Salwasalsabila, 2008: 21). Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas
Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abd Malik (685-705 M). Khalifah Abd
Malik mengangkat Ibnu Nu’man al Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa
Khalifah al Walid (705-715 M), Hasan Ibnu Nu’man sudah digantikan oleh Musa Ibnu
Nushair. Di saat al Walid berkuasa, Musa Ibnu Nushair sukses memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menduduki daerah Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga
menyempurnakan penaklukan ke berbagai wilayah bekas kekuasaan Bangsa Barbar di
sejumlah pegunungan sehingga mereka menyatakan loyal dan berjanji tidak akan
membuat kekacauan seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya.

Penaklukan wilayah Afrika Utara hingga menjadi salah satu propinsi dari Khalifah Bani
Umayyah membutuhkan waktu selama 53 tahun, sejak tahun 30 H (masa pemerintahan
Muawiyah Ibnu Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa al Walid). Sebelum dikalahkan
dan kemudian dikuasai Islam, kawasan itu merupakan basis kekuasaan Kerajaan
Romawi, yaitu Kerajaan Gothik. Kerajaan ini seringkali mendatangi penduduk dan
mendorong mereka untuk membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah
kawasan ini dapat dikuasai secara total, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya
untuk menaklukkan Spanyol. Dari sini dapat diketahui bahwa penaklukan Afrika Utara
adalah batu loncatan bagi kaum Muslimin untuk menguasai wilayah Spanyol (Syalabi,
1995: 156). Dalam sejarah penguasaan Spanyol, ada tiga pahlawan Islam yang dapat
dikatakan paling berjasa dalam proses penaklukan Spanyol. Mereka adalah Tharif Ibnu
Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa ibn Ibnu Nushair. Tharif dinilai sebagai perintis

5
dan penyelidik wilayah Spanyol karena ia merupakan orang pertama yang sukses
menyeberangi selat antara Maroko dan Benua Eropa. Ia pergi bersama satu pasukan
perang berjumlah lima ratus orang dengan menaiki empat buah kapal yang disediakan
oleh Julian. Dalam penyerbuan itu, Tharif menang dan kembali ke Afrika Utara
membawa harta rampasan yang banyak jumlahnya. Termotivasi oleh keberhasilan
Tharif dan krisis kekuasaan dalam kerajaan Gothic yang menguasai Spanyol pada saat
itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, pada tahun
711 M Musa Ibnu Nushair mengirim pasukan sebanyak 7000 orang ke Spanyol di
bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad (Hitti, 2005: 628).
Thariq Ibnu Ziyad lebih terkenal sebagai penakluk Spanyol sebab jumlah
pasukannya lebih besar dan efeknya pun lebih nyata (Syalabi, 1995: 159-1960; Hill,
1996: 10). Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh
Musa Ibnu Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al Walid
(Yatim, 1994:86). Orang Barbar merupakan suatu bangsa yang masih mempunyai
pertalian keturunan dengan Bangsa Hamiyah, suatu cabang dari bangsa kulit putih dan
dalam masa pra sejarah mungkin berasal dari Bangsa Samyah. Kebanyakan orang
Barbar (Berber) yang mendiami daerah pesisir beragama Kristen. Orang terkemuka
dalam agama Kristen tua, seperti Tertullianus, Santa Cyprianus, dan terutama Santa
Augustinus berasal dari negeri ini (Hitti, 2005: 83). Pasukan itu kemudian
menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad. Gunung tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya hingga kini dapat
dikenang dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di suatu tempat
yang bernama Bakkah, ada pula yang menyebutnya Lakkah (Wadil Lakkah atau
Goddelete), tepatnya tanggal 19 Juli 711 M, Thariq berhasil mengalahkan Raja
Roderick. Selanjutnya, Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting di
sana, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. Ia pun sempat meminta tambahan pasukan
kepada Musa Ibnu Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan
sebanyak 5000 tentara, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang.
Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Bangsa Gothic itu yang jauh lebih besar,
100.000 orang (Yatim, 1994: 86). Kekalahan pasukan Roderick, menurut Syalabi,

6
disebabkan karena pasukannya itu terdiri dari para hamba sahaya dan orang-orang
lemah. Selain itu, di antara mereka ada pula musuh-musuh Roderick. Ditambah lagi,
orang-orang Yahudi secara rahasia juga mengadakan persekutuan dengan kaum
Muslimin (Syalabi, 1995: 159-1960). Kemenangan pertama yang diperoleh Thariq Ibnu
Ziyad merupakan jalan lapang untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk
itu, Musa Ibnu Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran
dengan maksud membantu perjuangan Thariq (Syalabi, 1995: 161-1962). Dengan suatu
pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu. Satu demi satu kota yang
dilewatinya berhasil dikuasai. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona,
Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di
Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai Saragosa
sampai Navarre (Yatim, 1994: 90).

Dari kisah penaklukan Spanyol di atas, dapat diketahui bahwa keberhasilan tiga
pahlawan Islam: Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair, tidak
lepas dari semangat mereka melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada waktu
yang tepat. Di saat seluruh wilayah Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan kerajaan
Gothic mulai melemah, lompatan berikutnya adalah penguasaan daerah Spanyol yang
berada di seberang. Keberanian Tharif sebagai orang pertama yang menyeberang selat
antara Maroko dan benua Eropa itu patut dihargai meskipun dalam ekspedisinya belum
banyak melibatkan pasukan sehingga hasilnya belum kentara. Keberhasilan Tharif
mendorong Thariq untuk mengadakan ekspedisi berikutnya dengan pasukan lebih besar.
Hasil yang dicapai telah dicatat dalam sejarah sehingga membuat Thariq lebih layak
dianggap sebagai penakluk Spanyol. Peran serta sang Gubernur Afrika Utara, Musa
Ibnu Nushair, dalam penaklukan Spanyol memperkuat sekaligus melengkapi
keberhasilan Thariq dalam upaya penguasaan Spanyol. Kerjasama satu tim dan
keterlibatan aktif pimpinan pusat dan pelaksana lapangan telah membuahkan hasil
maksimal dalam perluasan kekuasaan Islam ke Spanyol.1
1
Hasan, Sudirman (2011) Islam dan peradaban Spanyol: Catatan kritisbeberapa faktor
penyebabkesuksesan Islam Spanyol. el-Harakah, 13, (2), 20 halaman. ISSN 1858-4357. Tersedia:

7
Masa selanjutnya di Barat, peradaban Islam senantiasa mempersembahkan
pengabdian dan kontribusinya di Andalusia berkat kebijakan salah seorang pemimpin
dari Bani Umayyah bernama Abdurrahman Ad-Dakhil, yang mendapat julukan Shnqar
Quraisy, yang berarti Elang kaum Quraisy. Ia mendapat kesempatan untuk melarikan
diri pada masa kekhalifahan Abu ]a'far Al-Manshur ke wilayah Andalusia dan
mendirikan pemerintahan Bani Umayyah di sana tahun 756 - 1031 I\,t, yang mamPu
mencaPai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abdurrahman At-Tsani antara
tahun 822-852 M. Tepatnya ketika ia menginstruksikan transformasi berbagai warisan
pemikiran Yunani, Persia, dan India yang dikuasai Bani Abbasiyah ke Cordova dan
menempatkan Andalusia se$rgai pesaing utama pemerintahan Bani Abbasiyah dalam
bidang kemakmuran, kemajuan peradaban dan ilmiah. Kemajuan ini merupakan nutrisi
penting bagi kebangkitan bangsa Ergpa modem hingga abad keenam belas Masehi 2

Terdapat beberapa manuskrip bersejarah yang menjelaskan bahwa para Ilmuwan


Barat yang mencapai popularitasnya pada saat itu seperti Roger Bacon, telah mendalami
warisan para intelektual muslim dan mengembangkan pandangan-pandangan
eskperimental mereka, yang diyakini sebagai nukleus utama bagi perkembangan ilmu
dan teknologi pada masa modem. Bangsa Eropa sangat terlambat untuk mengakui
keunggulan dan keteladanan bangsa Arab dan umat Islam ini dalam merumuskan
metode ilmiah. Hingga kemudian datanglah pakar seiarah Prevolt yang dalam Banah
Al-lnsaniyyah, mengatakaru "Sesungguhnya Roger Bacon telah mempelajari bahasa
Arab dan ilmu-ilmu Arab di akademi Oxford dari para gurunya dari Arab di Andalusia.
Roger Bacon dan juga Francis Bacon yang datang sesudahnya tidak berhak mengklaim
sebagai penemu metode eksperimen ini. Sebab Roger Bacon hanyalah salah satu
delegasi ilmu dan metode ilmiah umat Islam ke Kristen Eropa. Ilmu merupakan
persembahan paling berharga dari peradaban Arab kepada dunia modem.3

http://repository.uin-malang.ac.id/1333/
2
Basya, Ahmad Fuad. 2015. Sumbangan Keilmuan Islam Pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al-kautsar. hlm.
50-51

3
Idem.hlm. 115

8
Al-Bairuni menceritakan bahwa setelah menyebarnya agama Islam dan menguatnya
pondasi Islam di negara-negara jauh dan dekat, di mana Islam masuk ke negara India,
China, Andalusia, Ethopia, Afrika, Turki, Sicilia, maka situasi dan kondisi berubah;
keamanan menjadi stabil, hubungan-hubungan antara sesama semakin erat, memperoleh
informasiinformasi berkaitan dengan tempat-tempat di berbagai penjuru bumi lebih
mudah dan aman daripada sebelumnya.4

B. Sistem Politik dan Pemerintahan di Andalusia5

Selama periode ini kelompok etnis berkuasa yang disebut dengan masa Muluk
al-Thawaif. Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara
kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk al-Thawaif, yang berpusat
di suatu kota seperti Sevilla, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar
diantaranya adalah Abbadiyah di Sevila. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali
memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat
kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama
kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan.
Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus
berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan
untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.
Perpecahan politik tersebut sakaligus mencerminkan perbedaan anggota militer
pada masa kerajaan Abbadiyah yang kemudian melepaskan diri dari pemerintahan
pusat, selain itu hal ini dapat juga dipahami sebagai ketidakharmonisan umat Islam di
Sevilla, karena terlalu mengedepankan perbedaan etnik dan golongan masing-masing,
disamping ambisi yang terlalu kuat dari masing-masing golongan untuk berkuasa di
Sevilla, ditambah lagi dengan dihapuskannya jabatan Khalifah oleh dewan menteri yang
semakin membuka peluang untuk perebutan kekuasaan, hingga berujung kepada tidak
jelasnya peralihan kekuasaan.
4
Idem.hlm. 269
5
Saiful (2013)Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol pada Masa Muluk Al-Thawaif.Undergraduate (S1)
thesis, Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar. Tersedia: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/1188/

9
Pemerintah pada periode ini diwarnai dengan berbagai peperangan antara
golongan kerajaan yang kuat menyerang yang lemah sehingga untuk mempertahankan
kekuasaannya ada sebagian golongan yang minta bantuan kepada non Muslim.
Perpecahan politik di kalangan umat Islam ini menimbulkan hasrat orang-orang nasrani
untuk merebut kembali daerah Sevilla, hal ini diwujudkan dengan berbagai serangan
oleh pihak nasrani kepada pihak Islam. Pihak Nasrani yang diwakili oleh Alvonsovi
berhasil merebut kota Toledo pada tahun 1805 M. dan serangan-serangan lain
dilancarkan kepada daerah-daerah kekuasaan Islam lainnya. Al-Mu’tamad bin Ubbad
salah seorang dari raja bani Ubbad meminta bantuan kepada Dinasti Murabithun di
Afrika utara, yang pada saat itu dipimpin oleh Yusuf bin Tashifin. Yusuf datang
bersama pasukan pada tahun ( 1806 M). dan bergabung dengan pasukan Al-Mu’tamid
di daerah Zalaka dan berhasil mengalahkan pasukan Alfonso ke VI, walaupun kota
Toledo tidak dapat direbutnya kembali sejak saat itu diambil alih oleh Dinasti
Murabithun. Walaupun pada masa ini merupakan masa perpecahan tapi peradaban dan
seni dianggap memasuki masa kejayaanya, tetap memberikan dorongan kepada
ilmuwan dan sastrawan untuk mengembangkan ilmunya bahkan mereka mendapat
perlindungan dari kalangan penguasa. Bahkan para pemimpin setiap golongan
berlomba-lomba untuk menyaingi kemajuan Cordoba sebagai pusat ilmu, sehingga pada
masa tersebut bermunculan pusat-pusat peradaban baru yang lebih maju dari Cordova.
Setelah Islam mengalami kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangan
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi kemajuan
dalam bidang politik. Kemajuan yang dicapai oleh Eropa ini tidak lepas dari peran
penting dari permerintahan Islam di Sevilla. Pada masa keemasannya, Spanyol
merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur.
Banyak orang – orang Eropa Kristen yang belajar di perguruan – perguruan tinggi Islam
disana, sehingga Islam menjadi guru bagi orang Eropa.
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd.Rahman III yang bergelar
an-Nashir sampai munculnya raja-raja kelompok yang dikenal dengan sebutan Muluk
al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah,
penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abd. Rahman III,

10
bahwa Muktadir, Khalifah Daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh
oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukan bahwa
suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa
saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah hilang dari
kekuasaan Bani Umayyah selama 158 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai
tahun ( 929 M). Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga
orang yaitu Abd. Rahman an-Nashir ( 912-961 M), Hakam II ( 961-976 M), dan Hisyam
II ( 976-1889 M). Alfonso VI telah menyatukan imperium Asturias, Leon dan Castilla.
Ia memandang perlu memanfaatkan kemelut raja-raja Klan sedang memanfaatkan diri
pada Alffonso VI dengan memberi hadiah dan suap demi memperoleh perlindungan.
Alfono VI menghimpun semua hadiah itu sehingga menjadi perbekalan untuk
membinasakan mereka tanpa terasa. Senantiasa memanfaatkan setiap kesempatan untuk
merebut kembali berbagai benteng dan kastil, satu demi satu dan tepat tahun (470 H/
1806 M), ia melakukan penyerbuan hingga berhasil merebut Toledo, dan menyimpan
pasukan garnisun sebanyak 120888 prajurit di benteng latih di pusat Andalusia. Dari
benteng inilah pasukan keluar untuk melakukan penyerangan dan perampasan. Cerita
lucu dalam sejarah adalah ketika oaring-oarang menghadang serbuan Bani Abbadiyah di
Timur tahun ( 505 H/1198 M), dan yang memimpin penghadangan terhadap pasukan
Bani Jauhar di Zaragosa adalah Yusuf bin Tasyifin tahun ( 479 H/ 1807 M), hanya saja
keuntungan popularitas yang di raih Yusuf al-Ayyubi lebih tinggi, sebab ia lebih banyak
di sebut dalam sejarah. Sementara Yusuf bin Tasyifin tidak memperoleh perhatian
seperti itu, padahal ia orang yang menyelamatkan Andalusia dari kehancuran pada saat
itu.
Ibnu Tasyifin melihat kemewahan dan perilaku berlebih-lebihan para raja, dan
kewajiban pajak yang di bebankan kepada rakyat, maka ia memerintahkan mereka
untuk menghapus sebagian besar pajak. Namun seruannya hanya di respon oleh Ibnu
Ubbad. Lebih dari itu, para raja itu telah memenuhi telinga ibnu Tasyifin mengetahui
semuanya. Akhirnya, ia pun tidak percaya lagi kepada mereka semua. Raja-raja klan
telah putus asa untuk bersatu. Lantas delegasi meeka berangkat ke Daulah Murabithun
di Afrika utara menyampaikan undangan. Namun sebagian penasihat Ibnu Ubbad, Raja

11
Sevilla dan Cordova, merasa takut denngan adanya undangan ini. Hanya saja raja
menyuruh mereka diam sambil berujar, menjadi pengembala unta di padang pasir
Afrika lebih baik dari menggembala babi di Castilla.
Al-Mutamid bin Ubbad adalah raja terakhir Bani Ubbad. Ia orang Arab penyair.
Hanya saja , ia takluk di hadapan Alfonso, di mana ia membayar hadiah kepadanya
sebagaimana raja lain. Hingga suartu hari Alfonso memohon izin kepadanya agar
memperbolehkan istri Alfonso untuk melahirkan bayi di Masjid Jami’ Cordova
berdasarkan fatwa seorang pendeta. Tentu saja hal ini membuat Ibnu Ubbad tidak bisa
menahan emosinya, ia langsung membunuh pembawa surat itu karena tidak memiliki
rasa malu. Ia memerintahkan agar tubuhnya di salib terbalik di Cordova. Ia juga
menitahkan agar semua pasukan tawanan yang mengiringinya turut di bunuh.
Kabar pembunuhan ini sampai ke Alfonso. Ia pun bersumpah akan menyerang
Sevilla. Untuk itu, ia mempersiapkan dua pasukan tentara, satu pasukan bergerak ke
Toledo lalu Sevilla, dan pasukan lain di pimpin oleh Alfonso. Kemudian pasukannya
bertemu dengan pasukan pertama. Alfonso bersama kedua pasukannya singgah bersama
di depan istana Ibnu Ubbad di seberang tepi sungai Guadalquivir. Lantas Alfonso
menulis surat kepada Ibnu Ubbad berisi olok-olok, Semakin lama aku diam di
tempatku, semakin banyak lalat dan panas begitu menyengatku. Karena itu,
persembahkanlah untuku kipas angin dari istanamu untuk mengipasi diriku dan
mengusir lalat dari mukaku. Ibnu Ubbad menjawab surat ini dengan tulisannya
langsung, Aku sudah membaca suratmu dan memahami keangkuhan dan
kesombonganmu. Aku akan memperlihatkan kepadamu kipas-kipas angin dari kulit
bangsa Lumthiyah, sehingga aku bisa tenang dan kamu merasakan kegerahan. Ibnu
Ubbad memberi isyarat dengan kulit-kulit Lumthiyah artinya memohon bantuan kepada
Murabithun di Afrika Utara. Para fuqaha menghalalkan sumpah ibnu Tasyifin untuk
tidak menggabungkan Andalusia ke kerajaanya. Bahkan mereka menambahkan
fatwanya yang mengharuskan ibnu Tasyifin melakukannya demi meraih keridhaan
Allah agar kaum Muslimin terbebas dari kejahatan para raja. Selanjutnya dating fatwa
dari Timur yang memperkuat fatwa fuqaha Andalusia. Semua fatwa ini mendorong
Yusuf bin Tasyifin, seorang Arab Badui yang

12
beriman, yang belum tercemar kemewahan, untuk masuk kembali ke Andalusia dalam
rangka mengembalikan persatuannya. Kemudian melalui eksepedisinya pada tahun
( 430 H/ 1847 M) di Granada dan berlangsung hingga tahun ( 495 H/ 1182 M). dalam
waktu itu ia berhasil menumbangkan kekuasaan para raja, termasuk Ibnu Ubbad yang
meminta bantuan Alfonso VI untuk melawan seri bin Abi Bakar, pegawai Ibnu Tasyifin
dengan demikian Andalusia menjadi bagian dari kerajaan Murabithun di Afrika.
Tak lama kemudian pecah pemberontakan sengit di Afrika untuk menumpas Al-
Murabithun. Tentu saja hal ini mempengaruhi kondisi mereka di Andalusia. Akhirnya
Andalusia kembali ke kebiasaan lama dan terpecah-pecah dalam bentuk lebih besar lagi,
sehingga jumlah raja-raja di Andalusia sama dengan jumlah kotakotanya.

C. Kemajuan dan Kemunduran peradaban Islam di Andalusia

Tak dapat dipungkiri bahwa Islam memainkan peranan yang penting di Spanyol
selama sekitar delapan abad. Di Spanyol, Bangsa Arab memperoleh kemenangan paling
besar dan paling lama di Eropa walaupun juga penderitaan yang dramatis terjadi di sana
(Lewis,1988: 122; Al Siba’i,1987: 33). Sejarah panjang yang dilewati umat Islam
Spanyol menurut Hamka (1994: 293-294) terbagi dalam tiga masa saja, yaitu masa saat
diperintah oleh wakil khalifah dari Damaskus, masa diperintah oleh para amir, dan masa
dipimpin oleh seorang khalifah. Namun menurut Badri Yatim (1994: 92), masa Islam di
Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode sebagai berikut.

1. Periode Pertama (711-755 M)


Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas politik negeri Spanyol belum
tercapai secara sempurna karena banyak gangguan baik gangguan internal maupun
eksternal. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan dan pertengkaran di
kalangan para elit penguasa, terutama akibat perbedaan suku dan golongan. Begitu pula
terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara
yang berpusat di Qairawan yang masing-masing mengaku paling berhak atas daerah

13
Spanyol. Konsekuensinya, terjadilah dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol
dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Etnis Arab
sendiri terdiri dari dua golongan yang selalu bersaing, yaitu suku Qaisy (Arab Utara)
dan Arab Yaman (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini tak jarang menyebabkan konflik
politik terutama ketika ada figur yang kuat dan tangguh. Wajarlah jika di Spanyol pada
saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya dalam jangka
waktu yang agak lama. Gangguan dari luar muncul dari “mantan” musuh Islam di
Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak
pernah loyal kepada pemerintahan Islam. Mereka sangat benci Islam dan terus
menyusun kekuatan. Sebagai hasilnya, mereka mampu mengusir Islam dari bumi
Andalus walau harus berjuang lebih dari 500 tahun. Dengan banyaknya konflik internal
dan eksternal, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Datangnya Abd al Rahman al
Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755M menjadi tanda berakhirnya periode pertama
(Yatim,1994: 94).

2. Periode Kedua (755-912 M)


Pada masa ini, Spanyol diperintah oleh seorang amir (panglima atau gubernur)
tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan yang ketika itu dipegang oleh Khalifah
Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol
tahun 138 H/755M dan diberi gelar al Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Abdurrahman
al Dakhil adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil melarikan diri dan lolos dari
kejaran Bani Abbasiyah yang telah menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus.
Abdurrahman melakukan pengembaraan ke Palestina, Mesir, dan Afrika Utara, hingga
akhirnya tiba di Cheuta. Di wilayah ini, ia memperoleh bantuan dari Bangsa Barbar
dalam menyusun kekuatan militer. Selanjutnya, ia sukses mendirikan Dinasti Bani
Umayyah di Spanyol. Pemerintah setelah Abdurrahman al Dakhil adalah Hisyam I,
Hakam I, Abd al Rahman al Ausath, Muhammad Ibnu Abd al Rahman, Munzir Ibnu
Muhammad, dan Abdullah Ibnu Muhammad (Ali, 1996: 302-312). Pada periode ini,

14
umat Islam Spanyol mulai memperoleh banyak kemajuan, baik dalam bidang politik
maupun dalam bidang peradaban. Abd Rahman al Dakhil mendirikan masjid Kordova
dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam I dikenal berjasa sebagai
pembaharu dalam kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Ia
juga orang pertama yang menjadikan Madzhab Maliki sebagai Madzhab resmi negara.
Adapun Abd. Al Rahman al Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Pemikiran filsafat mulai masuk, terutama di zaman Abdurrahman al Ausath, yang
mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol. Akhirnya,
kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol kian berkembang. Gangguan politik serius yang
terjadi pada periode ini justru datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di
Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun.
Di samping itu, sejumlah orang yang tak puas menuntut terjadinya revolusi.
Pemberontakan yang dipimpin oleh Hafsun dan anaknya, Umar, yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga merupakan yang gangguan penting. Selain itu, perselisihan
antara orang-orang Barbar dan orang Arab masih seringkali terjadi (Yatim, 1994: 96).

3. Periode Ketiga (912-1013 M)


Pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar al Nasir li dinillah (penegak
agama Allah) sampai munculnya raja-raja kelompok (kecil) yang dikenal dengan Muluk
al Thawaif masuk dalam periode ketiga. Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh
penguasa yang bergelar Khalifah. Dengan demikian, pada masa ini terdapat dua
khalifah sunni di dunia Islam, Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan Khalifah Umayyah di
Spanyol, di samping seorang khalifah Syi’ah Fatimiyyah di Afrika Utara (Ali, 1996:
308). Pemakaian gelar khalifah tersebut bermula dari berita bahwa al Muqtadir, khalifah
daulat Bani Abbasiyah Bagdad, tewas dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut
penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang
berada dalam ketidakpastian. Oleh sebab itu, momen tersebut dianggap sebagai waktu
yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah dirampas dari kekuasaan Bani
Umayyah selama 150 tahun lebih (Yatim, 1994: 96). Gelar ini resmi dipakai mulai
tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ketiga ini ada tiga

15
orang, yaitu Abd Rahman al Nasir (912-961), Hakam II (961-976), dan Hisyam II (976-
1009 M). Pada periode ini, umat Islam Spanyol berhasil mencapai puncak kemajuan dan
kejayaannya. Hal ini dapat disejajarkan dengan kejayaan daulat Abbasiyah di Bagdad.
Abd Rahman III merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol. Seluruh gerakan
pengacau dan konflik politik dapat diselesaikan sehingga situasi negara relatif aman.
Penaklukan kota Elvira, Jain, dan Seville merupakan sebagian bukti keberhasilan Abd.
Rahman III dan kekuatan Kristen juga dipaksa menyerah kepadanya. Setelah sukses
mengatasi problem politik dalam negeri, ia juga berhasil menggagalkan cita-cita Daulah
Fatimiyyah untuk memperluas wilayah kekuasaannya ke negeri Spanyol.
Di bawah pemerintahan Khalifah Abd Rahman III, Spanyol mengalami
kemajuan peradaban yang menggembirakan, terlebih di bidang Arsitektur. Tercatat
tidak kurang dari 300 masjid, 100 istana megah, 13.000 gedung, dan 300 tempat
pemandian umum berada di Cordova. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal
sampai di negeri Konstantinopel, Jerman, Perancis, hingga Itali. Bahkan, penguasa
negeri-negeri tersebut mengirim para dutanya ke Istana Khalifah. Armada laut yang
dibentuk berhasil menguasai jalur lautan tengah bersama dengan armada Fatimiyyah.
Kebesaran Abd Rahman III dapat disejajarkan dengan Raja Akbar dari India, Umar bin
Khattab, dan Harun al Rasyid. Jadi, Abdurrahman III bukan hanya sebagai penguasa
terbaik Spanyol, melainkan juga salah satu penguasa terbaik dunia (Ali,1996:309).
Sayangnya, tidak semua tokoh sejarah mengetahui hal ini (Husain,1996: 1). Penguasa
setelah Abd Rahman II adalah Hakam II, yang merupakan seorang kolektor buku dan
pendiri perpustakaan. Koleksi dalam perpustakaannya tidak kurang dari 400.000 buku.
Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran.
Pembangunan kota pun berlangsung cepat. Selanjutnya, Hisyam II naik tahta dalam usia
sebelas tahun merupakan awal kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol. Oleh
karena itu, kekuasaan de facto berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M.
Khalifah menunjuk Ibnu Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia
seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan
wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan dan saingannya. Atas
keberhasilannya, ia mendapat gelar al Mansur billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan

16
digantikan oleh anaknya al Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan
kerajaan. Akan tetapi, setelah ia wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya
yang tidak memiliki kualifikasi untuk jabatan itu. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan
menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol
sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu
(Watt, 1995: 218).

4. Periode keempat (1013-1086 M)


Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negeri kecil di
bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al Muluk al Thawaif, yang antara lain
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, dan Toledo (Bosworth, 1993: 35-40).
Pemerintahan terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini, umat
Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian internal. Sayangnya, jika terjadi
perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu, ada pihak-pihak tertentu
yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Karena menyaksikan kekacauan dan
kelemahan yang menimpa keadaan politik Islam, maka orang-orang Kristen pada
periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan untuk pertama kalinya. Akibat
fatalnya, kekuatan Islam diketahui mulai menurun dan tiba saatnya untuk dihancurkan
(Yatim,1994:96).

5. Periode kelima (1086-1248 M)


Walaupun terpecah dalam beberapa negara, pada periode kelima ini, Spanyol
Islam masih mempunyai suatu kekuatan yang dominan, yaitu dinasti Murabithun (1086-
1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235M). Dinasti Murabithun pada mulanya
adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf Ibnu Tasyfin di Afrika Utara.
Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy.
Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah
berjuang mempertahankan negerinya dari serangan kaum Nasrani. Ia dan tentaranya
memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Perpecahan di kalangan raja-raja Muslim menyebabkan Yusuf bergerak lebih jauh untuk

17
menguasai Spanyol dan ia pun berhasil. Kesuksesan ini ternyata tidak dapat diteruskan
oleh penguasa-penguasa sesudahnya karena mereka adalah raja-raja yang lemah. Pada
tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabithun baik di Afrika Utara maupun di Spanyol
berakhir. Dinasti Muwahhidun muncul sebagai gantinya. Tahun 1146 M penguasa
Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut Spanyol. Muwahhidun didirikan
oleh Muhammad Ibnu Tumart (w. 1128). Ia adalah seorang cerdas, tangkas, dan tak
segan-segan mempunyai pemikiran berseberangan. Ia adalah murid Qadi Ibnu Hamdin
(Urvoy, 1991: 11). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al Munim.
Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting, Cordova, Almeria, dan
Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan terutama saat pemerintahan dipegang oleh Abu Yusuf al
Mansur. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama
kemudian, dinasti Muwahhidun mengalami keruntuhan. Pada tahun 1212 M, tentara
Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan
yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan
Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. keadaan Spanyol kembali runyam,
berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak
mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M,
Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M.
Akhirnya, kecuali Granada, seluruh wilayah Spanyol telah lepas dari kekuasaan Islam
(Yatim, 1994: 99).

6. Periode keenam (1248-1492 M)


Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir Muslim Spanyol di bawah
kekuasaan dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami
kemajuan seperti di zaman Abdurrahman al Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini
hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Persekutuan antara wilayah Aragon dan Castille
melalui perkawinan Ferdinand dan Isabella melahirkan kekuatan besar untuk merebut
kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol (Tim, 1994: 175). Namun beberapa kali
serangan mereka belum berhasil menembus pertahanan umat Islam. Abu Hasan yang

18
menjabat pada waktu itu mampu mematahkan serangan tersebut. Bahkan ia menolak
membayar upeti kepada pemerintahan Castille. Abu Hasan dalam suatu serangan
berhasil menduduki kota Zahra.
Untuk membalas dendam, Ferdinand melancarkan serangan mendadak terhadap
al Hamra dan berhasil merebutnya. Banyak wanita dan anak kecil yang berlindung di
sana dibantai oleh pasukan Ferdinand. Jatuhnya al Hamra ini merupakan pertanda
kejatuhan pemerintahan Granada. Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis
dengan terjadinya beberapa kali perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abul
Hasan dengan anaknya yang bernama Abu Abdullah. Serangan pasukan Kristen yang
berusaha memanfaatkan situasi ini dapat dipatahkan oleh Zaghal, saudara Abul Hasan.
Zaghal menggantikan Abul Hasan sebagai penguasa Granada. Zaghal berusaha
mengajak Abu Abdullah menggabungkan kekuatan dalam menghadapi musuh. Tapi
ajakan itu ditolaknya. Ketika terjadi pergolakan politik antara Zaghal dan Abu
Abdullah, pasukan Kristen melakukan penyerbuan dan berhasil menguasai Alora, Kasr
Bonela, Ronda, Malaga, dan Loxa. Pada serangan berikutnya, Zaghal menyerah dan
melarikan diri ke Afrika Utara. Satu-satunya kekuatan Muslim berada di kota Granada
dipimpin oleh Abu Abdullah yang kemudian dihancurkan oleh Ferdinand. Abu
Abdullah dipaksa menyampaikan sumpah setia kepada Ferdinand dan bersedia
melepaskan harta kekayaan ummat Islam sebagai imbalan dari diberikannya hak hidup
dan kebebasan beragama bagi orang Islam. Peralihan kekuasaan yang menyedihkan itu
terjadi pada tanggal 3 Januari 1492M (Ali, 1996: 315; Yatim, 1994: 99-100). Dengan
demikian, berakhirlah kekuasan Islam di Spanyol. Umat Islam setelah itu dihadapkan
kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Akibatnya, pada
tahun 1609 M, dapat dikatakan tidak ada lagi umat Islam yang hidup di daerah ini.

D. Kontribusi Islam di Andalusia terhadap Kemajuan Eropa

Eksistensi Andalusia di dunia mendapat perhatian penuh dari berbagai kalangan


masyarakat dunia. Selama tujuh abad kekuasaan Islam di Andalusia memiliki banyak
pengaruh yang besar terhadap dunia Islam maupun dunia Eropa. Eropa yang saat itu
sedang mengalami dark age seakan mendapat cahaya hidayah dari Andalusia. Beragam

19
prestasi pun banyak ditorehkan saat itu, terlihat dari beberapa sektor yang
mempengaruhi keadaan Eropa seperti:

1. Pendidikan6

Para ilmuwan Arab dan Islam menyebar ke kepulauan Iberia (Spanyol dan
Portugal), Perancis Barat, beberapa kepulauan terdekat dan beberapa kepulauan di
daerah Barat Tengah lainnya yang telah dikuasai oleh bangsa Arab-baik dalam jangka
waktu yang lama maupun singkat. Bangsa Arab juga pernah tinggal di daerah bagian
Italia dan Swiss, sekalipun hanya sementara. Pergaulan orang-orang Arab yang baik
kepada orang-orang Eropa telah membangkitkan kekaguman mereka sehingga timbul
keinginan untuk mempelajari peradaban bangsa Arab, ilmu pengetahuan, kebudayaan,
dan pola hiduPnya. Dari sinilah, orangorang Eropa mulai meniru oranS-orang Arab
dalam halhal yang mungkin dapat mereka tiru.

Bahkan seperti di Andalusia, mereka belajar bahasa Arab dan secara bertahap
mendalami ilmu pengetahuan bangsa Arab, sekalipun mereka beragama Kristen. Para
pecinta ilmu dari berbagai penjuru Eropa Barat lalu berdatangan ke Andalusia, seperti
Itali, Perancis, Swiss, |erman, dan kepulauan Inggris. Mereka kemudian mulai
mendalami ilmu-ilmu pengetahuan dan kebudayaan bangsa Arab, lalu menyebarkan
unsur-unsur peradaban Arab dan Islam ke berbagai penjuru di Eropa. Pada saat itulah di
Eropa mulai didirikan lembaga pusat terjemah untuk menerjemahkan warisan pemikiran
dan keilmuanbangsa Arab dan Islam ke dalambahasa Latin, yaitu bahasa ilmu
pengetahuan dan agama di Eropa pada masa itu.

Di samping, sebagai bahasa pengantar orangorang Eropa antara satu dengan lainnya,
sama seperti bahasa Arab resmi sekarang. Di antara lembaga Pusat terjemah tersebut
adalah:

a. Universitas Qordova

6
Gharib Gaudah, M. 2012. 147 Ilmuan Terkemuka Dalam Sejarah Islam. Terjemahan Mas Rida
Muhyidin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 16-19

20
Lembaga terjemah di universitas ini terdapat di Masiid Agung Qordova. Di Universitas
inilah orang-orang Eropa belajar ilmu, di antaranya seperti yar.g dikatakan oleh banyak
saksi mata adalah Uskup Vatikan, Silvaster II. Di universitas ini secara besar-besar
berlangsung Penerjemahan buku-buku Arab ke bahasa Latin, dan dari sinilah pemikiran
ilmuwan besar seperti Ibnu Rusyd dipindahkan ke Eropa.

b. Sekolah Thulaithulah (Toledo)

Sekolah ini didirikan di kota Thulaithulah (Toledo), yaitu sebuah kota penting di
negara Spanyol dan merupakan ibukotanya sebelum ditaklukkan oleh Islam. Di antara
tokoh terkemuka dari sekolah ini yang telah menerjemahkan manuskrip-manuskrip
berbahasa Arab ke bahasa Latin adalah Dominggo Guan De Silva dan ]irar Gherardo de
Cremona yang berkebangsaan Itali, serta Ibnu Daud yang berkebangsaan Yahudi dan
dikenal dengan nama Don Khuwan.

c. Sekolah Salerno

Sekolah ini merupakan sekolah ilmu kedokteran yang didirikan oleh Raja Sisilia, An-
Nurmani, dan pembela kebudayaan Arab, Roger II. Adapun guruguru yang mengajar di
sekolah ini adalah para Ilmuwan muslim dan Yahudi. Di antara tokoh terkemuka dari
sekolah ini adalah Qastantin Al-Afriqi yang berasal dari keturunan Arab dan Machael
Scot dari Skotlandia yang merupakan mediator antara Sekolah Toledo dan Sekolah
Sa1erno. (Sebagai catatan: Sekolah Salerno terletak di kota Salerno di Teluk Salerno
atau di Barat Daya Itali)

Ketika terjadi demonstrasi menuntut pengembalian Andalusia dari tangan kaum


muslimin, mereka berhasil mendapatkannya dan dengan demikian Andalusia telah jatuh
secara mutlak ke tangan oranS-orang Al-Qasytalah (Castilla) dan Al-Arguni (Aragon).
Mereka juga berhasil merampas perPustakaan Arab yang besar yang merupakan harta
kekayaan termahal di dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran. Pada saat
Toledo jatuh ke tangan Alfonso VI, Raja Castilla, tahun 1085 Masehi, para perampok
Spanyol itu meniual perpustakaannya dengan koleksi bukunya yang berjumlah 500.000

21
jilid kepada Para pelancong. Kemudian pada saat jatuhnya Qordova tahun 1236 Masehi,
perbuatan biadab ini terulang kembali. Perpustakaan Qordava dengan jumlah bukunya
440.000 jilid juga dijual. Demikian juga pada saat jatuhnya kota Gharnathah (Granada)
tahun 1.492 Masehi, perpustakaan Granada dengan 500.000 koleksibukunya dijual.
Bagaimana Pun para perampok dan penjajah Castilla dan Aragon adalah orang-orang
bodoh dan tidak memperhatikan nilai dari buku-buku itu selain dari harganya setelah
dijual. Para penjual bukubuku itu kemudian membawanya di atas unta mereka untuk
dijual kepada oranS-orang yangberani membayar dengan harga mahal. Konon, orang-
orang Eropa yang berada di wilayah sekitar Prancis, Itali, dan |erman termasuk orang
yang merindukan ilmu pengetahuan Arab dan kebudayaannya. Maka wajar kalau
mereka memburu buku-buku itu dan membelinya dari penjualnya. Mereka kemudian
mempelaiarinya dan menerjemahkannya ke dalam bahasa latin dan berbagai bahasa
Eropa lainnya.

2. Kedokteran

Bangsa Eropa telah banyak belajar ilmu-ilmu kedokteran Islam. Bahkan banyak
para dokter muslim yang mengajar mahasiswa asal Eropa di Andalusia, Sisilia, dan di
sekolah Salerno yang didirikan di kota Salerno di dekat pantai Barat Daya Itali. Sekolah
ini merupakan sumber ilmu kedokteran Islam di tanah Eropa. Lusian Leclere
menghitung bahwa sebanyak tiga ratus buku kedokteran Arab telah diterjemah ke
dalambahasa Latin oleh orang-orang Eropa. Tentang kemajuan peradaban Arab dan
Islam dalam bidang kedokteran, seorang penulis Inggris bernama Hubert Byrd
mengatakan, "Sejak seribu tahun atau lebih, bangsa Arab telah menjadi penunjuk jalan
dan pelopor dalam riset ilmiah, terutama di bidang kedokteran. Mereka adalah satu-
satunya bangsa yang mengetahui pentingnya rumah sakit dan menganjurkan
keberadaannya di berbagai tempat pada masa itu. Rumah sakit dalam makna yanq
sebenarnya juga merupakan pusat ilmu dan riset ilmiah, dipimpin oleh para pakar
spesialis dan dipelajari oleh mahasiswa yang tekun.7

7
Idem.hlm. 39

22
Ar-Razi menempati posisi puncak, sebagaimana dikatakan oleh para orientalis
dan orang yang berkecimpung dalam sejarah kedokteran dengan menobatkannya
sebagai dokter terbesar yang dilahirkan oleh kebangkitan ilmu pengetahuan Islam.
Sedangkan dokter atrli bedah kebanggaan Arab, Abu Al-Qasim Khalaf bin Abbas Az-
Zalrawi lahir di Az-Zal:ua' yang merupakan bagian wilayah Cordova di Andalusia pada
tahun 325 H (936 M) dan meninggal pada tahun 404H8

Sebagaimana yang diceritakan bahwasanya seorang tabib bernama Al-Harani


datang dari wilayah Timur menuju Andalusia dengan membawa obat penangkal sakit
perut yang diramunya dalam dosis yang tepat. Ketika beberapa temannya mencoba
untuk meramu obat tersebut setelah mereka mencicipinya terlebih dahulu dengan satu
kali tegukarL mereka kemudian memberitahukan kepada Al-Harani tentang bahan-
bahan yang terkandung di dalamnya sekaligus takarannya, Al-Harani berkata, "Kalian
sudah benar dalam masalah bahan-bahary namun kalian salah dalam masalah takaran.9

3. Teknologi Perang

Kaum muslimin juga dianggap unggul dalam mengolah teknologi barang


tambang serta dalam industri besi dan baja yang membuat mereka terkenal dalam
membuat pedang dan peralatan perang. Ketika mereka telah mengetahui rahasia yang
ada pada bubuk senjata yang ditemukan oleh bangsa Cina, mereka membuat meriam
dan memakainya dalam perang di Andalusia. Sedangkan bangsa Eropa mengira bahwa
meriam itu digerakkan oleh setan.10

Inilah pengakuan ahli sejarah, Veiridot yang menjelaskan dalam bukunya


"Pemandangan Umum tentang Akhlak bangsa Arab di Andalusia pada abad kedua
puluh," bahwa kaum muslimin di Andalusia pada masa Raja Al-Manshur bin Abi Amir

8
Basya, Ahmad Fuad. 2015. Sumbangan Keilmuan Islam Pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al-kautsar. hlm.
379

9
Idem. hlm. 432
10
Gharib Gaudah, M. 2012. 147 Ilmuan Terkemuka Dalam Sejarah Islam. Terjemahan Mas Rida
Muhyidin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar . hlm. 48

23
telah membuat pengelompokan tentara menjadi pasukan berkuda, lalu membuat
peraturan-peraturan yang ditiru oleh pasukan berkuda Eropa. Seorang ahli sejarah
berkebangsaan Spanyol, Renauld of Cordova, menegaskan bahwa dasardasar
pengelompokan tentara menjadi pasukan berkuda, keberanian, menjaga kehormatan,
bersikap lembut kepada wanita dan menunjukkan penghormatan kepadanya, serta
bersikap baik kepada para tawanan merupakan akhlak dan prilaku yang bersifat umum
pada masa pemerintahan Raja Al-Manshur.11

4. Pertanian dan Peternakan

Pertanian dan Peternakan Hewan Kaum muslimin banyak memasukkan berbagai


hasil pertanian dan buah-buahan yang belum dikenal oleh bangsa Eropa yang telah
mereka dapatkan dari semua penjuru dunia di masa lampau. Di Andalusia, kaum
muslimin berhasil mengembangkan pola tanam dan sistem irigasi secara besar-besaran.
Mereka merubah kepulauan Iberia (Spanyol dan Portugal) menjadi surga yang hijau dan
teduh karena kebun-kebunnya dipenuhi dengan pohon dan tanaman hias dari berbagai
jenis. Dari Andalusia inilah tersebar taman-taman dan bunga-bunga ke seluruh Eropa
Barat. Suatu kenyataan yang memang dapat kita lihat pada masa sekarang dan tidak kita
temukan di Eropa Timur, sekalipun usia peradaban mereka tebih tua dari pada Eropa
Barat yang masih terendam dalam lumpur dan kebodohan hingga datang kaum
muslimin. Kaum muslimin memiliki banyak karya tulis yang sangat penting dalam
bidang pertanian dan telah diambil oleh bangsa Eropa sehingga turut memberikan
kontribusi bagi kebangkitan dunia pertanian di Eropa.12

5. Tata Kota

Pada bangunan dan perencanaan penataan kota Bangsa Eropa merasa bangga
dengan kebesaran kota Qordova sebagai pusat pemerintahan Umawiyah di Andalusia
yang merupakan kota terbesar di Eropa pada abad kesepuluh Masehi hingga tidak dapat
dibandingkan dengan kota-kota Eropa lainnya, termasuk Konstantinopel yang
merupakan ibukota Imperium Bizantium.
11
Idem. hlm. 72-73
12
Idem. hlm. 49-50

24
Untuk menjelaskan kebesaran Qordova, kita cukup membandingkanbahwa
jalan-jalan di kota Qordova telah dihiasi dan diterangi pada saat jalan-jalan di kota-kota
Eropa lainnya penuh dengan kotoran. ]alan-jalan di Qordova dibekali dengan jaringan
saluran air tawar dan jaringan pelayanan kesehatan, pada saat kota-kota di Eropa
mengalami keterbelakangan dan dipenuhi bau pesing, kotoran manusia dibuang di
tengah jalan, yan9 justru menambah buruk pemandangan kota. Bangsa Eropa telah
belajar tekhnik perencanaan dan penataan kota-kota Islam, dan mereka meniru
bangunan Is1am. Rumah-rumah di Eropa terpengaruh oleh gaya dan arsitektur rumah
Arab yang memiliki halaman dalam. Dari halaman dalam inilah rumah dapat dibuka
tanpa harus membuka bagian luarnya secara langsung. Demikian juga dengan penataan
letak jendela yang membuat rumah orang muslim mendapatkan cukup cahaya dan udara
tanpa kelihatan oleh orang-orang yang melintas di luar rumah. Selain dari itu, banyak
dipergunakan cat warna putih pada rumah. Pengaruh ini telah menyebar di Amerika
Utara dan Selatan bersamaan dengan datangnya orang-orang Spanyol ke Amerika,
hingga saat ini banyak kita jumpai kemiripan antara rumah orang muslim di Andalusia
dengan rumah-rumah lama di wilayah Florida Amerika yang telah dibangun oleh orang-
orang Spanyol, dan rumah-rumah perkampungan di Meksiko. Akibat pengaruh
kebudayaan Arab yang menyeluruh pada berbagai aspek kehidupan, orang-orang Eropa
belajar cara menanam pohon, tumbuh-tumbuhan, dan tanaman hias di halaman rumah
mereka yang pada saat sekarang dikenal dengan sebutan taman rumah. Bangsa Arab
memang bukan yang pertama kali membuat taman di rumah, akan tetapi mereka sangat
memperhatikan dan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan.
Bangsa Eropa telah meniru perhatian seperti ini sehingga menjadi tradisi di kalangan
mereka.13

6. Kebersihan

Dalam menjaga kebersihan dan pendirian toilet umum: Untuk pertama kalinya,
etika hidup bersih menjadi prilaku masyarakat dalam peradaban Islam. Orang muslim
memperhatikan mandi, kebersihan, dan wudhu' sebagai perintah dari hukum agamanya.
13
Idem. hlm. 52-54

25
Prilaku hidup bersih ini telah menjadi tradisihingga menjadi salah satu dari ciri-ciri
mereka. Bahkan orang-orang miskin di Andalusia tetap mempergunakan uang terakhir
yang dimitikinya untuk membeli sabun agar ia dapat pergi ke masjid dan tempat-tempat
umum dalam keadaan bersih dan berpenampilan baik. Ia tidak perduli apakah setelah itu
ia harus tidur di atas tikar. Pemerintahan Islam kemudian memperhatikan perlunya
mendirikan toilettoilet umum dan menyebarkannya di seluruh penjuru kota-kota Islam,
sehingga menjadi fenomena kehidupan sehari-hari umat Islam.14

7. Cara Makan

Dalam tata cara makan: Orang Eropa belajar dari kaum muslimin seni memasak
dan tata cara yang berhubungan dengan penyajian makanan, seperti giliran penyajian
makanan yang diakhiri dengan memakan roti atau buah-buahan. Demikian juga dengan
penyajian makanan kepada orang terhormat yang menggunakan Barpu, pisau, dan
sendok sebagai ganti dari makan dengan tangan. Cara makan seperti ini sebenarnya
didapatkan oleh orang Arab dari peradaban Persia yang merupakan peradaban termaju
pada masanya. Akan tetapi mereka mengembangkarurya sesuai dengan cara-cara yang
Islami dan apa yang seharusnya dilakukan dalam menghormati tamu. Tradisi
iniberpindah ke Eropa secara besar-besaran melalui gaya hidup seorang penyanyi Arab
bernama Zaryab ketika ia pindah dari Baghdad ke Andalusia dengan membawa
kebiasaan orang Persia dan nilai-nilai tradisi Dinasti Abbasiyyah serta selera makannya
yang ti.ggi. Ia berhasil membuat perubahan yang besar dalam kehidupan sehari-harinya
seperti cara berpakaian, berpenampilan, dan penataan perabot rumah serta tradisi-tradisi
yang berhubungan dengan pola makan. Di antaranya dengan mengganti tempat
minuman yang semula menggunakan emas dan perak di rumah para bangsawan dengan
menggunakan gelas kaca. Cara hidup seperti ini tetap bertahan di Andalusia dan
kemudian berpindah ke rumah para bangsawaru lalu menyeluruh ke seluruh lapisan
masyarakat Eropa.15

8. Cara Berpakaian
14
Idem. hlm. 54
15
Idem. hlm. 56-57

26
Mahasiswa di universitas-universitas dunia Islam memiliki pakaian tersendiri
yang berbeda dari seragam kamptts lainnya dan dari tahun ke tahun. Para dosen di
universitas Islam biasa memakai thailasan (baju panjang seperti jubah) dan kebiasaan
ini kemudian ditiru oleh dosen dan mahasiswa di Eropa sehingga mereka juga memakai
seragam kampus. Topi seperti itu sampai sekarang masih selalu dipergunakan pada
acara wisuda mahasiswa. Para dosen dan mahasiswa muslim juga biasa memakai peci,
dan peci ini sangat umum pemakaiannya di Andalusia. Orang-orang lalu menirunya
dengan menambah sebagian aksesoris pada bagian luarnya sehingga menjadi topi resmi
universitas, sekalipun pemakaiannya hanya terbatas ketika wisuda.16

9. Seni Tenun dan Tekstil

Dalam seni tenun dan tekstil: Bangsa Arab juga unggul dalam seni tenun seperti;
menyulam, menjahit, dan membordir. Sebelumnya seni tenun seperti ini dilakukan oleh
orang Arab pedalaman, seperti macrame (bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Arab
"Makhramah." Sebagian seni tenun ini muncul di Syam, Persia, atau di negara lainnya
yang berperadaban. Seni tenun ini kemudian dibawa ke Andalusia dan Sisilia. Dari
kedua kota inilah seni tenun menyebar di Eropa. Sebagaimana juga kesenian
"Aubttsson" yar.g terkenal di Prancis merupakan kesenian asli Andalusia yang masuk
ke Prancis bersamaan dengan datangnya penduduk migran ke Andalusia
danmengungsike Prancis karena lari dari tekanan penguasa pada saat itu. Kesenian ini
kemudian mencapai puncak kemajuannya di Prancis dan menjadi terkenal.17

16
Idem. hlm. 69
17
Idem. hlm. 58

27
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Islam masuk ke Andalusia melalui pembebasan-pembebasan. Diantaranya oleh :
Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair.

Selama periode ini kelompok etnis berkuasa yang disebut dengan masa Muluk
al-Thawaif. Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara
kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk al-Thawaif, yang berpusat
di suatu kota seperti Sevilla, Cordova, Toledo, dan sebagainya.

Kontribusi Islam di Andalusia terhadap Eropa ialah dalam hal : Pendidikan


1. Kedokteran
2. Teknologi Perang
3. Pertanian dan Peternakan
4. Tata Kota
5. Kebersihan
6. Cara Makan
7. Cara Berpakaian
8. Seni Tenun dan Tekstil

28
DAFTAR PUSTAKA

29

Anda mungkin juga menyukai