Anda di halaman 1dari 30

PANDUAN

PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI


ANTIMIKROBA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIRACAS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CEMPAKA PUTIH


TAHUN 2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................1

DEFINISI...................................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Tujuan..........................................................................................................2

C. Definisi.........................................................................................................3

BAB II........................................................................................................................4

RUANG LINGKUP....................................................................................................4

A. Batasan Operasional...................................................................................4

B. Kualifikasi SDM............................................................................................5

C. Distribusi Ketenagaan..................................................................................5

D. Pengaturan Jadwal......................................................................................5

BAB III ……………………………………………………………………………………6


KEBIJAKAN………………………………………………………………………………6
BAB IV.......................................................................................................................7

TATA LAKSANA.......................................................................................................7

A. Pengendalian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit................................7

B. Prinsip Pencegaan Penyebaran Mikroba Resisten.....................................8

C. Pemeriksaan Mikrobiologi, Pelaporan Pola Mikroba dan Kepekaannya. .11

D. Evaluasi Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit......................................15

E. Tim Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba...............20

F. Indicator Mutu Program Pengendalian Resistensi Antimikroba...................24

BAB IV.....................................................................................................................26

DOKUMENTASI......................................................................................................26

A. Form Gyssens...........................................................................................26

B. SPO yang digunakan.................................................................................26

ii
iii
BAB I
DEFINISI
A. Latar Belakang
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistempelayanan dalam suatu RS
yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman.Resiko terjadinya kesalahan
medis yang dialami pasien di Rumah Sakit sangat besar. Besarnya resiko
dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain lamanya pelayanan, keadaan pasien,
kompetensi dokter, serta prosedur dan kelengkapan fasilitas. Kesalahan medis
tersebut bias saja terjadi pada saat komunikasi dengan pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis maupun terapi dan tindak lanjut, namun bukan
disebabkan oelh penyakit underlying disease. Resiko klinis tersebut bias berakibat
cedera, kehilangan/keruskan atau bias juga karena factor kebetulan atau ada
tindakan dini tidak berakibat cedera.
Kejadian resiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebagian besar dapat
dicegah dengan beberapa cara. Antara lain mningkatkan kompetensi diri,
kewaspadaan dini, dan komunikasi aktif dengan pasien. Salah satu yang bias
dilakukan untuk mendukung program patient safety tersebut adalah penggunaan
antibiotik secara bijak dan penerapan pengendalian infeksi secara benar.
Diharapkan penerapan “Pedoman Pengendalian Resistensi Antimikroba”
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-
kasus infeksi di Rumah Sakit serta mempu meminimalkan resiko terjadinya
kesalahan medis yang dialami pasien di Rumah Sakit.
Resistensi antibiotika telah menjadi masalah di Indonesia dengan merujuk
pada Pedoman Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) yang melibatkan 20
Rumah Sakit pendidikan. Permenkes no 2406/Menkes/PER.XII/2011 tentang
Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dan beberapa hasil penelitian telah
dilakukan antara lain Antimcrobial Resistance in: Indonesia Prevalence and
Prevention (AMRIN) menyatakan bahwa Indonesia memiliki resistensi terhadap
mikroba. Akibat dari resistensi antibiotika yaitu pengobatan pasien menjadi gagal
atau tidak sembuh, biaya jadi meningkat karena LOS (Length of Stay) lebih lama
dan jenins antibiotika beragam serta keberhasilan program kesehatan masyarakat
dapat terganggu.

1
Badan eksekutif WHO telah merekomendasikan untuk memasukkan resistensi
antibiotika ke resolusi EB134.R13 pada World Health Assembly 2014 bulan Mei
lalu, dengan penyusunan Rencana Aksi Global untuk Resistensi Antibiotika.World
Health Assembly mengusung tema Antimicrobial Resistance (AMR).Hal ini
kemudian dilanjutkan oleh penandatanganan “Jaipur Declaration on Antimicrobial
Resistance 2011” oleh menteri-menteri kesehatan dari Negara-negara anggota
WHO Regional Asia Tenggara.Dimana pada Deklarasi Jaipur tersebut ditekankan
pentingnya pemerintah menempatkan prioritas antimikroba.Mengatasinya dengan
melakukan rencana aksi yang melibatkan multisektor.
Untuk mendukung kegiatan PPRA di Rumah Sakit perlu kesiapan infrastruktur
Rumah Sakit melalui kebijakan pimpinan Rumah Sakit yang mendukung
penggunaan antibiotic secara bijak (prudent use of antibiotic), pelaksanaan
pengendalian infeksi secara optimal, pelayanan mikrobiologi klinik dari pelayanan
farmasi klinik secara professional. Hal ini sesuai dengan hasil rekomendasi
Lokakarya Nasional Kedua ‘Strategy to Combat the Emergence and Spread of
Antimicrobial Resistant Bacteria in Indonesia’ di Jakarta tanggal 6-7 Desember
2006 bahwa setiap Rumah Sakit diharapkan segera menerapkan PPRA

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan program pengendalian resistensi
antimikroba di RSUD Ciracas, agar berlangsung secara baku, terpadu,
berkesinambungan, terukur dan dapat dievaluasi
2. Tujuan Khusus :
a) Memahami kebijakan di RSUD Ciracas dalam program pengendalian
resistensi antimikroba
b) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran kepada seluruh staf, pasien
dan keluarga pasien tentang masalah resistensi antimikroba
c) Sebagai pengendalian penggunaan antibiotic di RSUD Ciracas
d) Sebagai surveiland pola penggunaan antiniotik di RSUD Ciracas

2
e) Untuk forum kajian penyakit infeksi yag terintegrasi

C. Definisi
1. Penyakit infeksi adalah penyakir yang disebabkan oleh agen biologi (virus,
bakteri, parasite, jamur) bukan disebabkan factor fisik (seperti luka bakar)
atau kimia (seperti keracunan)
2. Antimikroba adalah bahan-bahan/ obat-obat yang digunakan untuk
memberantas/membasmi infeksi mikroba khususnya yang merugikan
manusia
3. Antibiotika adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dalam konsntrasi kecil mempunyai kemampuan
mengahambat atau membunuh mikroorganisme lain
4. Antijamur adala senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh jamur
5. Antivirus adalah senyawa yang digunkan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh virus
6. Antiparasti adalah senyawa yang digunakan utnk pengobatan penyakit
yang disesbabkan oleh parasite
7. Resistensi adalh kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan
daya kerja antimikroba

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Peningkatan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan pasien tentang :


penggunaan obat secara benar, memperoleh, dan membuat obat secara benar di
RSUD Ciracas, termasuk penggunaan antibiotic secara bijak. Perubahan perilaku
termasuk obat bebas (OTC) dalam swamedikasi dan obat keras (ethical) yang
diperoleh melalui resep doker.Antibiotik prinsip BENAR -> sesuai petunjuk tenaga
kesehatan dan referensi yang tepat dan akurat, bukti ilmiah terkini, termasuk
informasi pada kemasan obat.

A. Batasan Operasional
1) SMF atau Dokter Spesialis
Adalah unit pelayanan di RSUD Ciracas yang menerapkan prinsip
penggunaan antibiotic secara bijak dan menerapkan kewaspadaan secara
standar pada pasien yang membutuhkan pengawasan dari tenaga medis
karena kondisi tertentu dan melakukn koordinasi program pengendalian
resistensi antimikroba di SMF/bagian
2) Bidang Keperawatan
Adalah unit pelayanan di RSUD Ciracas yang memberikan prlayanan
tatalksana dan menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya
mencegah penyebaran mikroba resisten
3) PPI
Adalah upaya pengendalian dan pencegahan
infeksi/penularan/penyebarluasan penyakit yang terjadi di lingkungan
Rumah Sakit hingga ke masyarakat
4) Instalasi Farmasi
Adlah unit pelayanan yang mengelola serta menjamin mutu dan
ketersediaan antibiotic yang tercantum dalam formularium dan
memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang
tepat dan benar
5) Laboratorium Mikrobiologi Klinik

4
Unit pelayanan yang melakukan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi dan
memberikan informasi pola mikroba dan pola resistensi secara berkala
setiap tahun.

B. Kualifikasi SDM
Pola ktenagaan dan kualifikasi SDM yang menjalankan program pengendalian
resistensi antimikroba adalah :
No Nama Jabatan Kualifikasi Formal Keterangan
1 Dokter spesialis Dokter Spesialis Bersertifikat / terlatih
penyakit dalam Penyakit Dalam PPRA
bersertifikat / terlatih
3. Dokter Umum Dokter Umum Terlatih internal
2 Perawat Minimal DIII Terlatih internal
Keperawatan
3 Dokter Spesialis TDokter Spesialis Terlatih internal
Patologi Klinik Patologi Klinik
4 Farmasi Minimal DIII Farmasi Terlatih internal

C. Distribusi Ketenagaan
Pola penganturan ketenagaan di setiap unit pelayanan RSUD Ciracas saat ini
dengan dokter, perawat, analis dan farmasi yang sudah dilatih oleh tim
pengendalian resistensi antimikroba yang sudah bersertifikat pelatihan.

D. Pengaturan Jadwal
Pengaturan jadwal SDM Tim PPRA sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat
oleh penanggungan jawab profesi masing-masing dan sudah disetuji oleh
pimpinan RSUD Ciracas.

5
BAB III
KEBIJAKAN

1. RSUD Ciracas memiliki Komite Program Pengendalian Resistensi


Antimikroba.
2. Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit yang
meliputi:
a. Pengendalian resistensi antimikroba.
b. Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis
pembedahan.
c. Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga
kesehatan yang kompeten dari unsur:
 Staf Medis
 Staf Keperawatan
 Staf Instalasi Farmasi
 Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi
klinik
 Komite Farmasi dan Terapi
 Komite PPIT
 Komite Farmasi dan Terapi
 Komite PPI
3. Komite PPRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat
pelatihan PPRA.
4. RSUD Ciracas menyusun program pengendalian resistensi antimikroba di
rumah sakit terdiri dari:
a. peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,pasien dan
keluarga
b. tentang masalah resistensi anti mikroba;
c. pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;
d. surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit;
e. surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit
f. forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

6
5. Komite PPRA RSUD Ciracas membuat laporan pelaksanaan program/
kegiatan meliputi:
a. kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang
pengendalian
b. resistensi antimikroba
c. surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuklaporan
pelaksanaan
d. pengendalian antibiotik)
e. surveilans pola resistensi antimikroba
f. forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
6. Rumah sakit (Komite PPRA) menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan
analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan
meliputi:
a. perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b. perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c. peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan
terintegrasi
d. penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba
resisten
e. indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
7. Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan
penurunan mikroba resisten sesuai indikator bakteri multi-drug resistant
organism (MDRO), antara lain: bakteri penghasil extended spectrum beta-
lactamase (ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA),
Carbapenemase resistant enterobacteriaceae (CRE) dan bakteri pan-
resisten lainnyA

7
BAB IV
TATA LAKSANA

A. Pengendalian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


Pengendalian penggunaan antibiotic dalam upaya mengatasi masalah
resistensi antimikroba dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan
Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit”
1. Kebijakan penggunaan antibiotik di Rumah Sakit, berisi hal berikut ini :
a. Kebijakan umum
1) Kebijakan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin
2) Kebijakan pemberian antibiotic terapi meliputi antibiotik empiris
dan definitive. Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan
antibiotic pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya. Terapi
antibiotik definitive adalah penggunaan antibiotik pada kasus
infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyabab dan pola
kepekaannya
3) Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotic
profilaksis atas indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi
sebagaimana tercantum dalam ketentuan yang berlaku. Antibotik
Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotic sebelum, selama,
dan paling lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara
klinis tidak memperlihatkan tandat infeksi dengan tujuan
mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi
4) Pemberian antibiotickpada prosedur operasi terkontaminasi dan
kotor tergolong dalam pemberian antibiotic terapi sehingga tidak
perlu ditambahkan antibiotic profilaksis
b. Kebijakan khusus
1) Pengobatan awal
a) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentfikasi mengalami
infeksi bakteri diberi antibotik empiric selama 46 – 72 jam
b) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil
pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi

8
c) Sebelum pemberian antibiotic dilakukan pengambilan spesimen
untuk pemeriksaan mikrobiologi
2. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan
antibiotik setempat
3. Prinsip pemilihan antibiotik
a. Pilihan pertama (first choice)
b. Pembatasan antibiotik (restricted/reserved)
c. Kelompok antibiotic profilaksis dan terapi
4. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan
automatic stop order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotic yaitu
profilaksis, terapi ampirik atau terapi definitif
5. Pelayanan laboratorium mikrobiologi
a. Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotic dikeluarkan secara
berkala setiap tahun
b. Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat
c. Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka
diupayakan adanya pemeriksaan pulasan gram dan KOH. Tetapi pada
pemeriksaan pulasan gram dan KOH tidak dapat dilakukan jika tidak
terdapat permintaan dikarenakan pemerikssan tersebut biasanya
diminta khusus pada pemeriksaan poli kulit.

A. Prinsip Pencegaan Penyebaran Mikroba Resisten


Pencegahan penyebaran mikroba resisten di Rumah Sakit dilakukan
melalui upaya Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI).Pasien yang
terinfeksi atau membawa koloni mikroba resisten dapat menyebarkan
mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya
membatasi terjadinya transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat)
upaya berikut ini.
1. Meningkatkan kewaspadaan standar (standar precaution), meliputi :
a. Kebersihan tangan
b. Alat Perlindungan Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca
mata pelindung) face shield (pelindung wajah) dan gaun
c. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien

9
d. Pengendalian lingkungan
e. Penatalaksanaan linen
f. Perlindungan petugas kesehatan
g. Penempatan pasien
h. Hygiene respirasi/etika batuk
i. Praktek penyuntik yang aman
j. Praktek yang aman untuk lumbai punksi
2. Melaksanakan kewaspadaan transmisi. Jenis kewaspadaan transmisi
meliputi :
a. Melalui kontak
b. Melalui droplet
c. Melalui udara (airborne)
d. Melalui common vehicle (makan, air, obat, alat, peralatan)
e. Melalui vektro (lalat, nyamuk, tikus)
Pada kewaspadaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah,
bila tidak memungkinakan, maka dilakukan cohortingyaitu merawat
beberapa pasien dengan pola penyebab infeksi yang sama dalam
satu ruangan
3. Dekolonisasi
Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba
multiresisten pada individu pengidap (carrier). Contoh: pemberian
mupirosin topical pada carrier MRSA
4. Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB)
Mikroba multiresisten atau Multidrug-Resistant Organisms (MDRO)
seperti Methicillin ResistantStephylococcus Aereus (MRSA), bakteri
pengahsil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), atau mikroba
multiresisten yang lain. Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai
penyebab infeksi, maka laboratorium mikrobiologi segera melaporkan
kepada tim PPI dan dokter penanggung jawab pasien, agar segera
dilakukan tindakan untuk membatasi penyebaran strain mikroba
multiresisten tersebut
Penanganan KLB mikroba multiresisten dilakukan berdasarkan prinsip
berikut ini

10
a. Mikroba multiresisten adalah mikroba yang resisten terhadap paling
sedikit 3 kelas antibiotic
b. Indikator pengamatan
1) Angka MRSA
Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini”
Jumlah Isolat MRSA
Angka MRSA = x
100%
Jumlah isolate staphylococcus aureus + isolate MRSA

2) Angka mikroba penghasil ESBL


Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini
Jumlah Isolat ESBL
Angka ESBL = x
100%
Jumlah isolate bakteri non-ESBL + isolate ESBL

Contoh :Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL


Jumlah K.pneumonia ESBL
Angka ESBL = x
100%
Jumlah K.pneumonia non-ESBL + K.pneumonia ESBL

3) Angka mikroba multiresisten lain dihitung dengan rumus yang sama


dengan poin b
4) Selain indikator diatas, Rumah Sakit dapat menetapkan indikator
KLB sesuai dengan kejadian setempat
5) Untuk bias mengenali indictor tersebut, perlu dilakukan surveilans
dankerja sana dengan laboratorium mikrobiologi klinik
c. Upaya menekan mikroba multiresisten, dilakukan baik ketika tidak ada
KLB maupun ketika terjadi KLB
1) Jika tidak ada KLB, maka pengendalian mikroba multiresisten
dilakukan dengan dua cara utama, yakni :
a) Meningkatkan penggunaan antibiotic secara bijak, baik melalui
kebijakan manajerial maupun kebijakan professional
b) Meningkatkan kewaspadaan standar

11
2) Jika ada KLB mikroba multiresisten, maka dilakukan usaha
penanganan KLB mikroba multiresisten sebagai berikut.
a) Menetapkan sumber penyebaran, baik sumber incidental (point
source) maupun sumber menetap (continuous sources)
b) Menetapkan modus transmisi
c) Tindakan penanganan KLB, yang meliputi:
1. Membersihkan atau menghilangkan sumber KLB
2. Meningkatkan kewaspadaan baku
3. Isolasi atau tindakan sejenis dapat diterapkan pada penderita
yang terkolonisasi atau menderita infeksi akibat mirkoba
multiresisten, pada MRSA biasanya dilakukan juga
pembersihan kolonisasi pada penderita sesuai dengan
pedoman. Pada keadaan tertentu ruang rawat dapat ditutup
sementara serta dibersihkan dan didesinfeksi. Tindakan
tersebut diatas sangat diperngaruhi oleh sumber dan pola
penyebaran mikroba multiresisten yang bersangkutan

B. Pemeriksaan Mikrobiologi, Pelaporan Pola Mikroba dan Kepekaannya


Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi ada atau
tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau specimen yang
mungkin menjadi penyebab timbulnya proses infeksi
Selanjutnya, apabila terdapat pertumbuhan, dan mikroba tersebut
dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi maka pemeriksaan dilanjutkan
dengan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Akurasi hasil
pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh penanganan specimen
pada fase pra analitik, pemeriksaan pada fase analitik, interpretasi,
ekspertis, dan pelaporannya (fase pasca analitik)
Kontaminasi merupakan masalah yang sangat mengganggu dalam
pemeriksaan mikrobiologi, sehingga harus dicegah di sepanjang proses
pemeriksaan tersebut
1. Prinsip pengambilan spesimen mikrobiologi
a. Keamanan

12
Setiap tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan specimen harus
mengikuti pedoman kewaspadaan standar. Semua sepismen
dianggap sebagai bahan infeksius
b. Pedoman umum dalam pengambilan specimen yang tepat adalah
sebagai berikut:
1) Pengambilan sepsimen dilakukakn sebelum pemberian antibiotic
dan mengacu pada standar prosedur operasional yang berlaku
2) Pengambilan specimen dilakukan secara aseptic dengan peralatan
steril sehingga mengurangi terjadinya kontaminasi flora normal
tubuh atau bakteri lingkungan
3) Specimen diambil pada saat yang tepat, dari tempat yang diduga
sebagai sumber infeksi, dengan volume yang cukup
4) Wadah specimen diberi label identitas pasien (nama, nomer ekam
medis, tempat rawat) jenis specimen, tanggan dan jam
pengambilan specimen
5) Lembar permintaan pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap
dan jelas, meliputi identitas pasien, ruang perawatan, jenis da nasal
specimen, tanggal dan jam pengambilan specimen, pemeriksaan
yang diminta, diagnosis klinik, nama antibiotic yang telah diberikan
dan lama pemberian, identitas dokter yang meminta pemeriksaan
serta nomer kontak yang bias dihubungi

2. Tahapan pemeriksaan mikrobiologi


Pemeriksaan mikrobiologi terdiri dari beberapa tahap yaitu pemeriksaan
secara makroskopik dan mikroskopik yang dilanjutkan dengan
pembikakan, identitas mikroba dan uji kepekaan mikroba terhadap
antimikroba. Apabila mikroba tidak dapat dibiakkan secara in vitro maka
dipilih metode pemeriksaan lan yaitu uji serologi (deteksi antigen atau
antibody) atau biologi molecular (deteksi DNA/RNA) antara lain dengan
metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
a. Pemeriksaan mikroskopik

13
Pemeriksaan mikroskopik paling seikit mencakup pengcatan Gram,
Ziehl Neelsen dan KOH. Hasil pemerinksaan ini berguna untuk
mengarahkan diagnosis awal dan pemilihan antimikroba
b. Pemeriksaan kultur
Pemeriksaan kultur menurut metode yang baku dilakukan untuk
identifikasi bakteri atau jamur penyebab infeksi dan kepekaannya
terhadap antibiotic atau antijamur. Laboratorium mikrobiologi
hendaknya dapat melakukan pemeriksaan untuk menumbuhkan
mikroba yang sering ditemukan sebagai penyebab infeksi (bakteri
aerob non fastidious dan jamur)
c. Uji kepekaan antibiotik atau antijamur
Hasil uji kepekaan antibiotic atau antijamu digunakan sebagai dasar
pemilihan terapi antimikroba definitive. Untuk uji kepekaan ini
digunakan metode difusi cakram menurut Kirby Bauer, sedangkan
untuk mengetahui KHM (konsentrasi hambat minimal atau Minimum
Inhibitory Concentration, MIC) dilakukan cara manual atau dengan
mesin otomatis. Hasil pemeriksaan dikategorikan dalam Sensitif (S),
Intermediate (I), dan Resistensi (R) sesuai dengan kriteria yang
ditentukan oleh Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI) revisi
terkini. Masing-masing antibiotic memiliki rentang S,I,R yang berbeda
sehingga antibiotic yang memiliki zona hambatan lebih luas belum
tentu memiliki kepekaan yang lebih baik. Laboratorium mikrobiologi
hendaknya melakukan control kualitas berbagai tahap pemeriksaan
diatas sesuai dengan ketentuannya.
3. Pelaporan pola mikroba dan kepekaannya secara periodic
Laboratorium mikrobiologi klinik juga bertugas menyusun pola
mikroba (pola bakteri, bila memungkinkan juga jamur) dan kepekaannya
terhadap antibiotic (atau disebut antibiogram) yang diperbarui setiap
tahun. Pola bakteri dan kepekaannya memuat data isolate menurut jenis
specimen dan lokasi atau asal ruangan. Antibiogram ini digunakan
sebagai dasar penyusunan dan pembaharuan pedoman penggunaan
antibiotic empiric di Rumah Sakit
a) Tujuan

14
1) Mengetahui pola bakteri (dan jamur bila memungkinkan)
penyebab infeksi
2) Mendapatkan antibiogram lokal
b) Dasar penyusunan laopran hasil identifikasi mikroba melalui
pemeriksaan mikrobiologis yang dikerjakan sesuai dengan standar
yang berlaku

c) Pelaporan
1) Format laporan
a. Untuk Rumah Sakit, laporam berbentuk dokume tercetak
b. Untuk diseminasi ke masing-masing departemen /SMF
/Instalasi /Unit, laporan dapat berbentuk cetakan lepas
2) Halaman judul
a. Laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotic di
Rumah Sakit (tuliskan nama Rumah Sakit)
b. Bulan dan tahun periode datayang dilaporkan
d) Isi Laporan
1) Gambaran umum yang berisi : jenis specimen dan sebaran
specimen secara keseluruhan maupun berdasarkan lokasi
(misalkan rawat jalan/ rawat inap non bedah/ rawat inap bedah/
HCU)
2) Pelaporan pola bakteri dibuat berdsarkan distribusi bakteri
penyebab infeksi berdasarkan jenis specimen. Pola disusun
berurutan dari jumlah bakteri terbanyak sampai paling. Jika jumlah
spesies terlalu sedikit, digabung dalam genus
3) Bila ada data mikroba multiresisten dengan perhatan khusus
misalnya MRSA (Methicillin Resistance Staphylococcus Aureus),
baling Gram negative pengahsil enzim ESBL atau VRE
(Vancomycin Resistance Enterococcus) dilaporkan terpisah
4) Antibiogram yag dilaporkan adalah persen sensitive
5) Antibiogram dilaporkan berdasarkan lokasi/jenis perawatan, jenis
specimen, genus/spesies mikroba
6) Frekuensi pelaporan setiap tahun

15
7) Ringkasan dan rekomendasi meliputi:
a. Antibiotic yang sesndifitasnya baik (lebih dari 80%) untuk setiap
lokasi RS sebagai dasar penyusunan pedoman penggunaan
antibiotic empiric
b. Mikroba multiresisten jika ada (penghasil ESBL, MRSA, VRE,
dan Acinetobacter)
8) Data mikroba multiresisten dilaporkan juga kepada tim PPI
sebagai pelengkap data surveilans HAIS di Ruma Sakit

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


Evaluasi penggunaan antibiotic merupakan salah satu indicator mutu
program pengendalian resistensi antimikroba di Rumah Sakit, bertujuan
memberikan informasi pola penggunaan antibiotic di Rumah Sakit baik
kuantitas maupun kualitas
Pelaksanaan evaluasi penggunaan antibiotk di Rumah Sakir menggunakan
sumber data dan metode secara standar
1. Sumber data penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit
a. Rekam Medik
Penggunaan antibiotic selama pasien dirawat di Rumah Sakit dapat
diukur secara retrospektif setelah pasien pulang dengan melihat
kembali Rekam Medik (RM) pasien, resep dokter, catatan
perawat, catatan farmasi baik manual atau melalui Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit (SIM RS). Dari penulisan resep antibiotic
oleh dokter yang merawat dapt dicatat beberapa hal berikut ini :
jenis antibiotic, dosis harian, dan lama penggunaan antibiotic
sedangkan salam catatan perawat dapat diketahui jumlah antibiotic
yang diberikan kepada pasien selama pasien dirawat
b. Unit Farmasi
Pengelolaan antibiotic di Unit Farmasi di Rumah Sakit yang sudah
melaksanakan kebijakan pelayanan farmasi satu pintu, kuantitas
antibiotic dapat diperoleh dari data penjualan antibiotic di Unit
Farmasi. Data jumlah penggunaan antibiotic dapat dipakai untuk
mengukur besarnya belanja antibiotic dari waktu ke waktu,

16
khususnya untuk mengevaluasi biaya sebelum dan sesudah
dilaksanakannya program di Rumah Sakit

2. Audit jumlah penggunaan antibiotic di Rumah Sakit


Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan
data di tempat lain, maka Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menganjurkan klasifikasi penggunaan antibiotik secaraAnatomical
Therapeutic Chemical (ATC) Classification dan pengukuran jumlah
penggunaan antibiotic dengan Defined Daily Dose (DDD)/100 patient
days. Defined Daily Dose (DDD) adalh dosis harian rata-rata antibiotic
yang digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu
ditekankan disini bahwa DDD adalah unit baku pengukuran, bukan
mencerminkan dosis harian yang sebenernya diberikan kepada pasien
(prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu
pasien bergantung pada kondisi pasien tersebut (berat badan,
dll).Dalam system klasifikasi ATC obat dibagi dalam kelompok menurut
system organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya
dalam farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasifikasi, yaitu:
a. Tingkat pertama : kelompok anatomi (misalnya untuk saluran
pencernaan metabolism)
b. Tingkat kedua : kelompok terapi/farmakologi obat
c. Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi
d. Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat
e. Tingkat kelima : substansi kimiawi obat, contoh:
1) J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik (Tingkat pertama :
kelompok anatomi)
2) J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik (Tingkat kedua:
kelompok terapi/farmakologi) J01C beta lactam antibacterial,
penicillin (tingkat ketiga: subkelompok farmakologi) J01C A
Penicilin berspektrum luas (Tingkat Keempat: subkelompok
kimiawi obat)

17
Perhitungan DDD setiap antibiotk mempunyai nilai DDD yang
ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis pemeliharaan rata-rata untuk
indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg
a. Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif,
maka rumusnya sebagai berikut:
Perhitungan numerator :
Jumlah kemasan x jml tab perkemasan x jml gram pertab
Jumlah DDD = x 100
DDD antibiotic dalam gram

Perhitungan denominator:
Jumlah hari - pasien = jumlah hari perawtaan seluruh pasien
dalam suatu periode studi
b. Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk
setiap pasien:
Jumlah konsumsi AB dlm gram jumlah konsumsi
AB = (dalam DDD)
DDD AB dalam gram

Total DDD
DDD/100 Patient days = x 100
Total jumlah hari-pasien

3. Audit kualitas penggunaan antibiotic di Rumah Sakit


Kualitas penggunaan antibiotic dapat dinilai dengan melihat data dari
form penggunaan antibiotik dan rekam medic pasien untuk melihat
perjalanan penyakit. Setiap kasus dipelajari dengan
mempertimbangkan gejala klinis dan melihat hasil laboratoirum apakah
sesuai dengan indikasi antibiotic yang tercatat dalam Lembar
Pengumpul Data (LPD). Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 (satu)
orang tim PPRA dan digunakan alur penilaian menurut Gyssens untuk
menentukan kategori kualitas penggunaan setiap antibiotic yang
digunakan
Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata diantara reviewer maka
dapat dilakukan diskusi panel untuk masing-masing kasus yang
berbeda penilaiannya

18
Pola penggunaan antibiotic hendaknya dianalisis dalam hubungannya
dengan laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotic setiap
tahun.
Kategori hasil penilaian (Gyssens Flowchart)
Kategori 0 : Penggunaan antibiotic tepat dan rasional
Kategori I : Tidak teat saat (timing) pemberian antibiotic
Kategori II A : Tidak tepat dosis pemberian antibiotic
Kategori III A : Pemberian antibiotic terlalu lama
Kategori III B : Pemberian antibiotic terlalu singkat
Kategori IV A : Tidak dapat pilihan antibiotic karena ada antibiotic lain
yang lebih efektif
Kategori IV B : Tidak tepat pilihan antibiotic karena ada antibiotic lain
yang lebih aman
Kategori IV C : Tidak tepat pilihan antbiotik karena ada antibiotic lain
yang lebih murah
Kategori V : Tidak dapat indikasi pemberan antibiotic
Kategori VI : Data tidak lengkap sehingga penggunaan antibiotic
tidak dapat dinilai

19
20
D. Tim Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
Agar Rumah Sakit dapat melaksanakan pengendalian resistensi
antimikroba secara optimal, makadibentuk Tim Pelaksana Program
Pengendalian Antimikroba Rumah Sakit (Tim PPRA RS) berdasarkan
keputusan Kepala/Direktur Rumah Sakit. Tim PPRA Rumah Sakit dibentuk
dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi antimikroba di Rumah
Sakir melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi
1. Kedudukan dan tanggung jawab
Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA bertanggung jawab langsung
kepada Kepala/Direktur Rumah Sakit. Keputusan Kepala/Direktur Rumah
Sakit tersebut berisi uraian tugas tim secara lengkap, yang
menggambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab serta
koordinasi antar unit terkait di Rumah Sakit
2. Keanggotaan PPRA
Susunan Tim PPRA terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan
anggota. Kualifikasi ketua tim PPRA adalah seorang klinisi yang
berminat di bidang infeksi. Keanggotaan TimPPRA paling sedikit terdiri
dari tenaga kesehatan yang kompeten dari unsur :
a. Klinisi perwakilan SMF/bagian
b. Keperawatan
c. Unit farmasi
d. Laboratorium mikrobiologi klinik/pathologi klinik
e. Komite/tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI)
f. Komite/tim farmasi dan terapi (KFT)
3. Tugas Pokok Tim
Uraian tugas pokok Tim PPRA adalah :
1) Membantu Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun kebijakan
tentang pengendalian resistensi antimikroba
2) Membantu Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun kebijakan
dan panduan penggunaan antibiotic di Rumah Sakit

21
3) Membantu Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam melaksanakan
program pengendalian resistensi antimikroba di Rumah Sakit
4) Membantu Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam mengawasi dan
mengevaluasi pelaksanaan pengendalian resistensi antimikroba di
Rumah Sakit
5) Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi
terintegrasi
6) Melakukan surveilans pola penggunaan antibiotic
7) Melakukan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan
kepekaannya terhadap antibiotic
8) Menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran
tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan
antibiotic secara bijak dan ketaatan terhadap pencegahan
pengendalian infeksi melaui kegiatan pendidikan dan pelatihan
9) Mengembangkan pelaksanaan program pengendalian resistensi
antimikroba kepada Kepala/Direktur Rumah Sakit

Dalam melakukan tugasnya, Tim PPRA berkoordinasi dengan unit


kerja SMF/Bagian, bidang keperawatan, unit farmasi, laboratorium
mikrobiologi klinik, komite/tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI),
komite/tim farmasi dan terapi (KFT). Tugas masing-masing unti adalah
sebagai berikut:
a. SMF/Klinisi
1. Menerapkan prinsip penggunaan antibiotic secara bijak dan
menerapkan kewaspadaan standar
2. Melakukan koordinasi program pengendalian resistensi
antimikroba di SMF/bagian
3. Melakukan koordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan
antibiotic si SMF/bagian
4. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotic bersama tim
b. Bidang Keperawatan
1. Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya mencegah
penyebaran mikroba resisten

22
2. Terlibat dalam cara pemberian antibiotikyang benar
3. Terlibat dalam pengambilan spesimen mikrobiologi secara teknik
aseptic
c. Unit Farmasi
1. Mengelola serta menjamin mutu dan ketersediaan antibiotic yang
tercantum dalam formularium
2. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata
laksana pasien infeksi, melalui : pengkajian peresepan,
pengendalian dan monitoring penggunaan antibiotic, visit ke
bangsal pasien bersama tim
3. Memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan
antibiotic yang tepat dan benar
4. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotic bersama tim
d. Laboratorium mikrobiologi klinik
1. Melakukan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi
2. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata
laksana pasien infeksi melalui visit ke bangsal pasien bersama
tim
3. Memberikan informasi pola mikroba dan pola resistensik secara
berkala setiap tahun
e. Komite/tim pencegahan pengendalia infeksi (KPPI)
Komite PPI berperanan dalam mencegah penyebaran mikroba
resisten melalui :
1. Penerapan kewaspadaan standar
2. Surveilans kasus infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten
3. Cohorting/isolasi bagi pasien infeksi yag disebabkan mikroba
multiresisten
4. Menyusun pedoman penanganan kejadian luar biasa mikroba
multiresisten

f. Komite/tim farmasi dan terapi (KFT)


1. Berperan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotic di Rumah Sakit

23
2. Memantau kepatuhan penggunaan antibiotic terhadap kebijakan
dan panduan di Rumah Sakit
3. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotic bersama
Tahapan pelaksanaan PPRA di Rumah Sakit dilakukan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut.
a) Tahap Persiapan
1. Identifikasi kesiapan infrastruktur Rumah Sakit yang menjadi
keberadaan dan fungsi unsur infrastruktur Rumah Sakit serta
kelengkapan fasilitas dan sarana penunjang
2. Identifikasi keberadaan dan/atau penyusunan kebijakan dan
pedoman/panduan yang berkaitan dengan pengendalian
resistensi antimikroba, antara lain:
a. Panduan praktek klinik penyakit infeksi
b. Panduan penggunaan antibiotic profilaksis dan terapi
c. Panduan pengelolaan specimen mikrobiologi
d. Panduan pemeriksaan dan pelaporan hasil mikrobiologi
e. Panduan PPI
b) Tahap Pelaksanaan
1. Peningkatan pemahaman
a. Sosialisasi program pengendalian resistensi antimikroba
b. Sosialisasi dan pemberlakuan panduan penggunaan
antibiotik
2. Menetapkan pilot projectpelaksanaan PPRA meliputi:
a. Pemilihan SMF/bagian sebagai lokasi pilot project
b. Pemilihan area ruang rawat inap anak sebagai pilot project
c. Penunjukan penanggung jawab dan tim pelaksana pilot
project
d. Pembuatan rencana kegiatan PPRA untuk 1(satu) tahun
3. Pelaksanaan pilot project PPRA
a. SMF yang ditunjuk untuk melaksanakan pilot projectPPRA
menetapkan PPRA dan algoritme penanganan penyakit
infeksi yang akan digunakan dalam pilot project

24
b. Melakukan sosialisasi dan pemberlakuak PPAB tersebut
dalam bentuk pelatihan
c. Selama penerapan pilot project jika ditemukan kasus infeksi
sulit/kompleks maka dilaksanakan forum kajian kasus
terintegrasi
d. Melakukan pengolahan dan menganalisis data yang
meliputi: data pola penggunaan antibiotik, kuantitas dan
kualitas penggunaan antibiotic setiap bulannya dan
dibuatkan laporkan setiap 3 bulan hingga 1 tahun. Pola
mikroba dan pola resistensi (jika tersedia laboratorium
mikrobiologi)
e. Menyajikan data hasil pilot projectdan dipresentasikan di
rapat jajaran direksi Rumah Sakit setiap 1 tahun
f. Melakukan pembaharuan panduan penggunaan antibiotic
berdasarkan penerapan PPRA
4. Monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap
a. Laporan pola mikroba dan kepekaannya
b. Pola penggunaan antibiotic secara kuantitatif dan kualitas
5. Laporan kepada Kepala/Direktur Rumah Sakit untuk
perbaikan kebijakan/pedoman/panduan dan rekomendasi
perluasan penerapan PPRA di Rumah Sakit
6. Mengajukan rencana kegiatan dan anggaran tahunan PPRA
kepada Kepala/Direktur Rumah Sakit

E. Indicator Mutu Program Pengendalian Resistensi Antimikroba


Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba di Rumah
Sakit dapat dievaluasi dengan menggunakan indicator mutu atau Key
Performance Indicator (KPI) sebagai berikut:
1. Perbaikan kuantitatif penggunaan antibiotic
Menurunnya konsumsi antibiotic, yaitu berkurangnya jumlah dan jenis
antibiotic yang digunakan sebagai terapi empiris maupun definitive
2. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotic

25
Meningkatnya penggunaan antibitoik secara rasional (kategori nol,
Gyssens) dan menurunnya penggunaan antibiotic tanpa indikasi (kategori
lima, Gyssens)
3. Perbaikan pola sensitivitas antibiotic dan penurunan mikroba multiresisten
yang tergambar dalam pola kepekaan antibiotic secara periodic setiap
tahun
4. Penurunan angka infeksi Rumah Sakit yang disebabkan oleh mikroba
multiresisten, contoh Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
dan bakteri penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL)
5. Peningkatan Mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui
forum kajian kasus infeksi terintegrasi

26
BAB V
DOKUMENTASI
A. Form Gyssens

B. SPO yang digunakan


1. SPO Penggunaan antibiotik empiris dan definitive
2. SPO Penggunaan antibiotik profilaksis prabedah
3. Surveilans Kualitatif Penggunaan Antibiotik
4. Surveilans Kualitatif Penggunaan Antibiotik

27

Anda mungkin juga menyukai