Anda di halaman 1dari 10

Pemanfaatan Aplikasi Daring Media Sosial WhatsApp,

sebagai Media Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis ICT


(Information and Communication Technologies)

Muh. Murtaqi Makarima


IAIN Pekalongan
makarima.ahmad@gmail.com

Abstrak
Artikel ini berusaha melihat sejauh mana efektivitas pemanfaatan aplikasi daring
WhatsApp, Facebook, dan Instagram sebagai aplikasi sosial media yang digunakan
sebagai sarana guru dalam mendidik dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
WhatsApp (WA) merupakan terobosan baru bagi pendidik untuk berkomunikasi kepada
siswa maupun orang tua siswa dalam memberikan layanan informasi terkait program
pembelajaran sekolah yang terhubung didalam sebuah group chatting. Artikel ini
bertujuan melihat bagaimana guru menggunakan WhatsApp sebagai sarana komunikasi
pembelajaran. Artikel ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang
digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data dan kesimpulan.
Artikel ini menunjukkan bahwa untuk menunjang kegiatan pembelajaran siswa adalah
guru menjadikan aplikasi WhatsApp sebagai aplikasi edukasi yang melibatkan antara
guru, siswa dan orang tua. Penggunaan WhatsApp dalam aktivitas pembelajaran
tersebut berfungsi sebagai sarana edukasi, sarana evaluasi, sarana penyambung
informasi, serta sarana layanan konsultasi dan menjalin silaturrahmi. Guru membentuk
grup komunikasi melalui WhatsApp antara guru dengan siswa, dan guru dengan orang
tua.

Kata Kunci: Media, Pembelajaran, WhatsApp, ICT

PENDAHULUAN
Penggunaan media online sebagai sarana pendidikan dewasa ini mulai menjadi
alternatif dalam dunia pendidikan. Dalam menyampaikan materi-materi pendidikan,
seorang pendidik bisa saja memiliki akun di media sosial seperti; facebook, instagram,
twitter, LINE, WhatsApp, Path atau media online lainnya seperti; Youtube, Weblog,
LinkedIn dan lain sebagainya. Selain sebagai sarana pendidikan, aplikasi media sosial
juga dilakukan sebagai sarana dakwah, sarana bisnis, sarana penyebaran berita, sarana
pengumpulan massa, dan bentuk komunikasi lainnya. Fadly menyebutkan di dalam jurnal
Al-Tsiqoh bahwa media online sangat efektif untuk berdakwah, penelitiannya
menyebutkan dari hasil uji korelasi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi lama
penggunaan smartphone dengan aktivitas mencari informasi tentang dakwah Islam
adalah 0.8035, bahkan 46% sangat sering mencari literatur tentang pengetahuan agama
melalui media online. Hal ini menunjukkan bahwa materi-materi dakwah Islam yang
disampaikan melalui media online sangat efektif, khususnya bagi pengguna telepon pintar
atau smartphone.1 Dalam promosi kesehatan juga demikian, bahwa efektivitas media
sosial dalam menjangkau masyarakat pengguna WhatsApp menjadi lebih cepat dan
efisien untuk memperkenalkan produk-produknya. Dalam hal ini, Nopriyan
menyampaikan bahwa sarana ini sangat membantu dalam promosi kesehatannya
menggunakan gambar dan teks melalui aplikasi WhatsApp.
Salah seorang peneliti dampak penggunaan media sosial terhadap penyebaran
maklumat kehalalan produk, Moh. Anuar Ramli menyampaikan bahwa pengaruh yang
positif dapat meningkatkan profit industri halal suatu negara, sebaliknya motif yang
negatif mampu menghambat perkembangan industri halal. Dampaknya justru
menimbulkan implikasi terhadap para pengguna, pengusaha industri dan pihak otorisasi
halal. Dalam penelitiannya, penyebaran maklumat halal dan haram sangat efektif melalui
sarana media sosial seperti Facebook, Line, Instagram, dan WhatsApp.
Begitupun dengan pendidikan, guru dan dosen juga tidak luput dalam penggunaan
media ini sebagai sarana penyampaian materi-materi pendidikan karena hal ini dipandang
lebih menyeluruh penyampaiannya dan menghemat tenaga, tidak perlu mengeluarkan
biaya besar apalagi harus menuju ke suatu tempat. Salah seorang guru bahasa arab
menggunakan aplikasi WhatsApp dalam memberikan modul pembelajaran yang
dilakukan secara tutorial. Cara ini dapat memudahkan pembelajaran dengan cara diskusi
dan tanya jawab, sehingga dirinya bisa melakukan kegiatan lain, di samping tutorial
pembelajaran juga tetap dilaksanakan.
Artikel ini bertujuan untuk melihat sejauh mana efektivitas pembelajaran yang
dilakukan dengan sarana media sosial berupa WhatsApp. Muatan dalam artikel ini
membatasi fokus penelitian pada bagaimana cara guru menggunakan aplikasi WhatsApp,
sebagai metode pembelajaran, serta efektivitas pencapaian prestasi siswa melalui
komunikasi interaktif antara guru kelas dengan orang tua siswa.

1
Fadly Usman, ‘Efektivitas Penggunaan Media Online Sebagai Sarana Dakwah’, Jurnal
Ekonomi dan Dakwah Islam (Al-Tsiqoh), 2016.
Kenapa Harus WhatsApp ?
Saat ini sudah banyak sekali bentuk aplikasi bersifat sosial yang dapat di-install
di smartphone. Cara meng-install pun tidak membutuhkan waktu yang lama, pengguna
smartphone dapat menginstal aplikasi berupa Facebook, WhatsApp, Line, Instagram,
Twitter, Path, Massanger, dan aplikasi chatting lainnya melalui Play Store yang tersedia
di dalam smartphone. Pengguna hanya membutuhkan koneksi internet saja untuk
mengunduhnya. Kemudahan ini sudah hampir terpasang di seluruh handphone yang
berbasis Android maupun iOS. Salah satunya adalah WhatsApp, Mengapa aplikasi sosial
ini yang digunakan? Tentu jawabannya terpulang lagi kepada para pengguna. Namun
demikian, dari hasil penelitian tentang aplikasi sosial yang sering digunakan sebagai
sarana metode suatu kegiatan adalah aplikasi WhatsApp. 2 WhatsApp atau lebih sering
disebut WA telah menjadi “portal komunikasi” untuk jaringan sosial yang mengubah cara
orang berkomunikasi seseorang lebih cepat dan tetap terhubung. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa penggunaan WA menjadi lebih luas dalam pembelajaran dan
menjadi alat yang efektif. WA tidak hanya mudah digunakan, tetapi juga membantu
mendorong belajar mandiri dalam lingkungan sosial bagi siswa dan menempatkan kontrol
untuk belajar siswa.3

Definisi WhatsApp
WhatsApp merupakan aplikasi pesan instan untuk smartphone, jika dilihat dari
fungsinya WhatsApp hampir sama dengan aplikasi SMS yang biasa kita gunakan di
ponsel lama. Tetapi WhatsApp tidak menggunakan pulsa, melainkan data internet jadi
penggunaannya memerlukan koneksi internet agar dapat terhubung secara online.
Aplikasi ini tidak terdapat batasan panjang pendek karakter yang digunakan selama kuota
internet memadai.
WhatsApp diciptakan pada awal tahun 2009 oleh Ian Koum seorang imigran
Ukraina yang tinggal di Mountain View, California. Ian Koum memiliki keinginan untuk
memberikan pengguna smartphone cara berbagi status yang instan seperti “I am busy”

2
Mohamed Nazul Ismail, dkk, ‘WhatsApp: Komuniti Maya Dalam Teknologi
Komunikasi Mudah Alih’, Sains Humanika, 2014.
3
Adhi Susilo, ‘USING FACEBOOK AND WHATSAPP TO LEVERAGE LEARNER
PARTICIPATION AND TRANSFORM PEDAGOGY AT THE OPEN UNIVERSITY OF
INDONESIA USE OF ICT IN COURSE DELIVERY’, Jurnal Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh,
2014.
atau “At the gym” dengan komunitas mereka. Inilah sebabnya mengapa aplikasi ini
disebut WhatsApp. Nama aplikasi ini dipilih karena terdengar seperti “what’s up” yang
berarti “apa tentang apa”. Aplikasi ini pada mulanya hanya digunakan untuk
berkomunikasi dengan daftar kontak yang tersimpan di smartphone secara langsung yang
sudah terafiliasi di dalam aplikasi google. WhatsApp pertama kali diluncurkan pada
iPhone dan hanya digunakan oleh pengguna iPhone saja. Kemudian Apple
memperkenalkan pemberitahuan “push” pada iOS di bulan Juni 2009. Melihat hal ini
Koum memanfaatkan fitur baru tersebut untuk dipasangkan dalam aplikasi WhatsApp
dengan tujuan agar setiap orang yang terdaftar dikontak handphone-nya saat mengirim
status, maka dirinya akan mendapatkan tanda.
Sehingga secara perlahan banyak orang yang mulai menggunakan aplikasi ini
sebagai layanan pengiriman pesan suara (Voice Messaging Service) dan update status.
WhatsApp bukan yang pertama sebagai Platform messaging service dan yang
menggunakan nomor telepon user untuk login, tidak seperti aplikasi pada Skype atau
Gtalk di mana user register menggunakan account. Begitu juga dengan BlackBerry
Messenger (BBM) yang juga melakukan hal yang sama namun terbatas pada perangkat
BlackBerry.
Sejak awal tahun 2009 WhatsApp mulai digunakan secara menyeluruh sehingga
menjadi raksasa aplikasi sosial dengan memperluas ke aplikasi Android, BlackBerry serta
platform lainnya juga terus menambahkan fitur-fitur baru untuk mengungguli.
Peran guru untuk menjadikan perkembangan media sosial sebagai sarana
penyampaian materi yang bersifat edukatif sangatlah penting. Salah satunya adalah
menjadikan aplikasi WhatsApp sebagai aplikasi edukasi yang melibatkan antara guru,
siswa dan orang tua. Penggunaan WA dalam aktivitas edukasi tersebut bertujuan;
1. Sebagai sarana edukasi
WhatsApp merupakan aplikasi chatting yang dapat menampung sebanyak
257 kontak person dalam satu group. Anggota dalam group WA adalah pemilik
smartphone yang juga meng-install aplikasi ini melalui Play Store. Setelah
aplikasi terpasang maka dengan sendirinya akan muncul tampilan pemilik nomor
handphone dalam bentuk akun WA dan langsung terkoneksi melalui jaringan
internet. Setelah saling terkoneksi maka penambahan anggota group chatting
dapat ditambahkan sehingga anggota group hanya membuat satu status/ tulisan
dalam group tersebut dan anggota yang lain dapat membacanya. Hal ini
menghemat efisiensi waktu dan tenaga dalam menyampaikan suatu informasi.
WA sebagai sarana edukasi dalam kaitannya dengan aktivitas pembelajaran
adalah alat untuk mengontrol ucapan, sikap dan karakter seseorang. Dalam hal
ini, jika dalam grup tersebut berisikan siswa sekolah maka WA adalah jendela
untuk mengamati aktivitas siswa sekaligus mengontrolnya.
Guru sebagai tenaga pengajar menjadikan WA sebagai sarana pengontrol
sikap siswa. Sikap siswa dapat dibentuk melalui komunikasi multidimensi. 4
Siswa akan menjaga pola tutur katanya dalam berkomunikasi antar sesama
anggota. Hal ini akan memunculkan suatu tabiat yang baik, suatu kebiasaan
positif hingga menjadi karakter. Sebagai contoh, ketika terlontar pesan yang
kotor, guru dapat segera menegur dan memperbaiki. Guru akan terus mengamati
alur diskusi para siswanya didalam grup. Saat terdapat perbincangan yang
menyimpang dirinya segera terlibat di dalam percakapan, dan jika bersifat pribadi
maka nasihat akan disampaikannya melalui japri/menghubungi langsung secara
pribadi melalui chat. Sehingga sang siswa tidak merasa dipermalukan di dalam
komunitas grup.
Selain sebagai kontrol ucapan, guru juga menjadikan WA sebagai sarana
edukasi bertujuan membentuk jiwa sosialis. Sebagai salah satu contoh adalah saat
ada salah satu teman yang tidak masuk kelas akibat kecelakaan, maka melalui
WA inilah seorang guru dapat memberikan sampel konkret akibat dan penyebab
terjadinya kecelakaan. Ketika seorang siswa tidak membuat tugas PR-nya di
rumah, guru dapat mengingatkan pada malam harinya. Ketika seorang siswa
terkena peringatan oleh wali kelas di sekolah, seorang guru dapat mencarikan
jalan keluar melalui diskusi di dalam grup. Demikian juga dalam hal ibadah,
seorang guru dapat mengingatkan salat, mengaji dan menghafal saat tiba
waktunya. Di samping itu guru dapat membuat daftar (list) kejujuran dengan cara
membuat daftar (list) bagi siswa yang telah melaksanakan salat ataupun
menyelesaikan hafalan. Banyak lagi contoh kegiatan lain yang dapat dikontrol
oleh guru melalui WA.

Fathurrahman, ‘Konsep Komunikasi Dakwah Persuasif Dalam Perspektif Al-Qur’an’,


4

AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 2015.


Berdasarkan bentuk contoh penggunaan WA yang bersifat edukasi diatas,
setidaknya terdapat 3 unsur penting yang harus dijaga oleh seorang guru.
Pertama, guru berperan sebagai lalu lintas, yaitu mengatur ketertiban diskusi dan
segera memperingatkan dengan cara yang baik jika ada anggota yang mulai
melanggar. Kedua, guru sebagai teman yaitu guru tidak berperan seperti bos yang
ingin ditakuti oleh karyawannya. Maksudnya adalah guru bersikap merangkul
siswa untuk berdiskusi, menawarkan pilihan yang baik dan ikut terlibat dalam
percakapan siswa sehingga suasana diskusi terkesan lebih hangat dan responsif.
Ketiga, guru sebagai klarifikator maksudnya adalah guru harus memberikan
klarifikasi yang benar terhadap percakapan-percakapan yang berlangsung. Jika
tidak, siswa akan memiliki pemahaman yang keliru dalam memandang suatu arah
pembicaraan. Perlu juga diketahui bahwa, karakter siswa sangat beragam saat
melakukan chatting. Ada siswa yang terlihat datar dalam berkomentar, ada yang
dengan penuh emosi, ada yang bijaksana , hingga ada yang suka bercanda. Dalam
hal ini perlu seorang klarifikator untuk menjelaskan karakter anggota agar tidak
terjadi kesalahpahaman.
2. Sebagai sarana evaluasi
WA juga berfungsi sebagai sarana mengevaluasi, baik evaluasi kegiatan,
evaluasi nilai ulangan, maupun evaluasi sikap siswa selama proses pembelajaran
di sekolah. Sebagai evaluasi kegiatan misalnya dalam kegiatan upacara. Seorang
guru dapat memberikan saran yang bersifat konstruktif saat siswanya menjadi
pelaksana. Misalnya dengan mengatakan bahwa penampilannya sudah bagus,
namun perlu ditingkatkan atau perlu dimaksimalkan saat pengibaran bendera,
atau saat pembacaan undang-undang dasar intonasi suaranya perlu ditingkatkan
maupun bentuk pujian lainnya. Seperti halnya saat memberikan kritikan didalam
grup lokalnya terkait pelaksanaan upacara. Seorang guru hendaklah menjadikan
grup WA sebagai sarana penyampai masukan yang santun dalam mengkritisi
hasil kegiatan siswa.
Kemudian sebagai sarana evaluasi nilai ulangan maupun harian, guru
dapat memberikan motivasi kepada siswa yang nilainya rendah untuk
menyampaikan kesulitannya dalam menjawab soal, sehingga pemecahan
masalah siswa tersebut dapat dicarikan solusinya.
Sebaliknya bagi siswa yang mendapatkan nilai tinggi guru dapat
memberikan komentar agar nilai tersebut dipertahankan bahkan ditingkatkan
lagi. Sebagai evaluasi sikap juga demikian, seorang guru bisa menulis pesan di
grup agar siswa dapat mengikuti peraturan sekolah, guru berhak mengingatkan
siswa yang tidak sopan dan menegur siswa tersebut dengan cara yang baik. Salah
satu contoh cara yang dilakukan adalah dengan mem-posting kisah-kisah teladan,
seperti kisah Nabi Yusuf kepada bapaknya, maupaun kisah Nabi seorang alim
yang bernama Uwais al-Qarni. Dengan demikian, secara tidak langsung pesan
moral dalam kisah tersebut memberikan nasihat kepada anak yang ingin di
nasihati.
Berdasarkan beberapa contoh di atas, aplikasi WhatsApp akan efektif
digunakan sebagai sarana evaluasi dalam pendidikan jika melekat padanya tiga
unsur. Pertama, guru hendaknya memberi kritikan yang sifatnya membangun,
bukan sebaliknya yang justru merendahkan siswa. Kedua, guru secara
berkesinambungan memberikan motivasi terhadap hasil kinerja siswa, sekalipun
hasilnya belum maksimal. Ketiga, evaluasi sikap bisa dilakukan dengan kisah
orang lain untuk di ambil pesan moralnya yang bersifat mendidik.
3. Sebagai sarana penyambung informasi
Aplikasi WA dapat dijadikan sebagai penyambung informasi. Baik
informasi dari pihak sekolah ke siswa, pihak sekolah ke orang tua, maupun
sebaliknya. Pemanfaatan WA untuk meneruskan informasi sangat membantu dan
bersifat lebih menyeluruh. Dahulu kala saat belum ada alat komunikasi genggam,
informasi yang diterima dari guru di sampaikan dari mulut ke mulut dengan cara
mendatangi rumah teman satu persatu. Namun, cara ini nampaknya sudah
berubah menjadi efektif dengan hadirnya smartphone. Melalui aplikasi WA
informasi mendadak bisa saja terjadi dan berubah seketika. Untuk menanyakan
hal-hal yang belum dipahami pun lebih cepat responnya, sehingga tidak
membutuhkan banyak waktu untuk mencapai informasi yang akurat.
Di lingkup sekolah, informasi bisa saja dilakukan di luar jam sekolah.
Kepala sekolah menginformasikan kepada seluruh Guru dan Wali Kelas agar
besok pagi siswa membawa alat-alat kebersihan untuk melaksanakan gotong
royong. Tidak lama kemudian, guru dan wali kelas pun meneruskan pesan yang
sama didalam grup siswa dan wali murid. Bahkan kebutuhan alat-alat kebersihan
dapat dibuat daftar (list)-nya di dalam grup agar bentuk alat kebersihan beragam
macamnya. Contoh lain adalah pemberitahuan libur, guru meneruskan instruksi
dari ketua Yayasan bahwa pada tanggal tertentu kegiatan belajar mengajar
diliburkan karena rapat guru atau kegiatan lainnya. Saat bulan Haji mulai tiba,
kepala sekolah menginformasikan kepada guru bahwa target kurban tahun 2019
ini adalah satu ekor sapi tiap lokal. Informasi ini juga dengan cepat
disosialisasikan kepada orang tua dan siswa melalui grup WhatsApp. Sehingga
terjadi diskusi dan dialog di luar jam aktivitas pembelajaran. Dalam hal ini
penyampaian visi dan misi secara tidak langsung sudah bersinergi antara pihak
sekolah, siswa dan guru dalam melaksanakan pendidikan. Maka, aplikasi WA ini
akan efektif digunakan sebagai alat informasi dalam kaitannya sebagai sarana
pendidikan minimal memiliki tiga unsur. Pertama, informasi yang disampaikan
adalah informasi yang benar-benar penting. Karena dikhawatirkan jika guru
menyampaikan informasi yang bersifat guyonan, maka wibawa dan martabat
guru akan jatuh di hadapan orang tua dan siswa itu sendiri, sehingga apapun
informasi berikutnya tidak akan ditanggapi dengan serius. Kedua, Informasi yang
disampaikan menggunakan bahasa yang jelas dan tepat, baik itu waktu, tempat,
teknik hingga data pendukung lainnya. Ketiga, informasi yang disampaikan ada
kaitannya dengan tujuan grup yang dibuat. Adapun jika ingin menyebar
informasi lainnya maka anggota grup harus meminta izin kepada admin (guru
kelas) apakah info tersebut bermanfaat bagi tujuan grup atau tidak. Atau dengan
membuat hari tertentu untuk memasang informasi lain, baik iklan usaha,
pengetahuan agama, maupun isu politik. Dengan demikian, tujuan dari grup
sebagai sarana informasi di bidang pendidikan berjalan dengan tertib.
4. Sebagai sarana layanan konsultasi dan menjalin silaturahmi
Salah satu tujuan edukatif lainnya adalah sebagai sarana konsultasi dan
menjalin silaturahmi. Sebagai contoh, orang tua siswa yang ingin berbagi cerita
didalam grup tentang sikap bohong anaknya di rumah serta bagaimana cara
memperbaiki sifat tersebut. konsultasi ini bisa dilakukan di dalam grup maupun
secara privasi. Untuk itu, seorang guru harus bersikap bijaksana dalam menjawab
keluhan orang tua siswa. Jangan sampai guru menyalahkan ataupun
mengeluarkan ungkapan yang merendahkan siswa ataupun yang membuat orang
tua tersebut malu di dalam forum grup.
Peran serta pendidik dan orang tua untuk ikut terlibat dalam dunia aplikasi
menjadi suatu kebutuhan, bahkan kewajiban untuk mengetahuinya. Dengan
tujuan orang tua dan pendidik dapat memberikan pilihan-pilihan aplikasi positif
yang mendukung perkembangan anak, terutama dalam menunjang pendidikan
mereka. Aplikasi smartphone yang positif dapat menunjang prestasi seorang
siswa.5 Sebagai contoh hadirnya aplikasi “ruang guru, jarimatika, aljabar, bahasa
inggris cepat, bahasa arab cepat, qur’an hafalan dan aplikasi lainnya yang dapat
di-download melalui play store dapat menunjang wawasan anak. Aplikasi ini
bersifat mendidik dan bermanfaat di usianya.
.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa efektivitas penggunaan
aplikasi WhatsApp sebagai media pembelajaran bahasa Arab tidak terlepas dari fungsi
dan peranannya. Pertama, sebagai sarana edukasi yaitu WA sebagai alat untuk
mentransformasi materi bahan ajar kepada siswa serta alat untuk mengontrol ucapan,
sikap dan karakter siswa. Kedua, sebagai sarana evaluasi yaitu mencakup evaluasi
kegiatan, evaluasi nilai ulangan, maupun evaluasi sikap siswa selama proses
pembelajaran di sekolah. Ketiga, sebagai sarana penyambung informasi baik dari pihak
sekolah ke siswa, pihak sekolah ke orang tua, maupun sebaliknya. Pemanfaatan WA
untuk meneruskan informasi sangat membantu dan bersifat lebih menyeluruh. Keempat,
sebagai sarana layanan konsultasi dan menjalin silaturrahmi, bahwasannya WhatsApp
dijadikan sebagai media konsultasi melalui pesan sekaligus sarana penghubung ukhuwah
antara guru dengan orang tua siswa, serta antar orang tua siswa itu sendiri. Kendala yang
ditemukan pada penerapan aplikasi WhatsApp sebagai salah satu metode pembelajaran
adalah keaktifan diskusi anggota grup yang tidak menyeluruh. Kajian ilmiah ini tidak
terlepas dari kekurangan, maka dari itu diharapkan kepada pembaca agar dapat
memberikan masukan yang bersifat konstruktif.

5
Afifah Rahma, ‘Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Aktifitas Kehidupan Siswa’,
Jurnal Fisip, 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, J. (2018). Outbound as The Alternative Method to Have Fun Arabic Learning.
ALSINATUNA, 244-261.

Budiana, Dewi, P. K., & Nia. (2018). Media Pembelajaran Bahasa. Malang: UB Press.

Falahudin, I. (2004). Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran. Jurnal Lingkar


Widyaiswara, Vol. 1 No. 4, I(4), 116-117.

Fathurrahman. (2015). Konsep Komunikasi Dakwah Persuasif dalam Perspektif Al-


Qur’an. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 124-139.

Ismail, M. N. (2014). WhatsApp: Komuniti Maya dalam Teknologi Komunikasi Mudah


Alih. Sains Humanika, 73-84.

Rahma, A. (2015). Pengaruh Penggunaan Smartphone Terhadap Aktifitas Kehidupan


Siswa. Jurnal Fisip, 67-85.

Rosyidi, A. W. (2009). Media Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN-Malang Press.

Saefulloh, A. (2018). Penggunaan Aplikasi Whatsapp Sebagai Metode Pembelajaran di


SMP IT Nurul Ilmi Jambi. An-Nahdhah, 126-143.

Sanjaya, W. (2016). Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup.

Suryani, N., Setiawan, A., & Putra, A. (t.thn.). Media Pembelajaran Inovatif dan
Pengembangannya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Susilo, A. (2014). USING FACEBOOK AND WHATSAPP TO LEVERAGE


LEARNER PARTICIPATION AND TRANSFORM PEDAGOGY AT THE
OPEN UNIVERSITY OF INDONESIA USE OF ICT IN COUSE DELIVERY.
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 53-72.

Sutopo, A. H. (2012). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Usman, F. (2016). Efektivitas Penggunaan Media Online sebagai Sarana Dakwah. Al-
Tsiqoh: Jurnal Ekonomi dan Dakwah Islam, 50-62.

Anda mungkin juga menyukai