Anda di halaman 1dari 133

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia
2015

HALAMAN JUDUL

Hukum Maritim 2

SMK / MAK
Kelas X Semester 2

i
DISKLAIMER

Penulis :
Editor Materi :
Editor Bahasa :
Ilustrasi Sampul :
Desain & Ilustrasi Buku :
Hak Cipta @2015, Kementrian Pendidikan & Kebudayaan

Milik Negara
Tidak Diperdagangkan

Semua hak cipta dilindungi undang-undang, Dilarang memperbanyak


(mereproduksi), mendistribusikan, atau memindahkan sebagian atau seluruh isi
buku teks dalam bentuk apapun atau dengan cara apapun, termasuk fotokopi,
rekaman, atau melalui metode (media) elektronik atau mekanis lainnya, tanpa izin
tertulis dari penerbit, kecuali dalam kasus lain, seperti diwujudkan dalam kutipan
singkat atau tinjauan penulisan ilmiah dan penggunaan non-komersial tertentu
lainnya diizinkan oleh perundangan hak cipta. Penggunaan untuk komersial harus
mendapat izin tertulis dari Penerbit.
Hak publikasi dan penerbitan dari seluruh isi buku teks dipegang oleh Kementerian
Pendidikan & Kebudayaan.

ii
KATA PENGANTAR

Pembaca yang budiman, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, penulis
akhirnya dapat menyelesaikan Buku Teks Bahan Ajar Hukum Maritim kelas X Semester 2.
Buku Teks Bahan Ajar ini disusun untuk memberikan gambaran, pengetahuan dan
informasi bagi para siswa, guru, nelayan, ataupun pembaca pada umumnya. Buku Teks
Bahan Ajar ini disusun, untuk memberi bekal dalam mengembangkan kemampuan
siswa bidang keahlian pelayaran yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan pelayaran
dan keselamatan pelayaran.
Keberadaan Buku Teks Bahan Ajar ini diharapkan menjadi jembatan dalam
menstimulus siswa untuk lebih tertarik lagi mempelajari hukum maritim, memahami fakta
bahwa Indonesia adalah negara maritim dan dikenal dengan kebahariannya. Buku Teks
Bahan Ajar ini disusun dengan mengacu pada Ujian profesi kepelautan dan dapat
digunakan sebagai bahan ajar untuk persiapan menghadapi ujian Negara Kepelautan.
Akhirul Kalam, selamat membaca semoga buku teks ini bermanfaat. Tidak ada
motivasi lain dalam penulisan buku teks ini kecuali niat terbesar memberikan
sumbangan yang terbaik bagi bangsa dengan niat ikhlas hanya untuk Allah SWT semata.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................... i


DISKLAIMER............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................v
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... vi
I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Deskripsi .................................................................................................................... 1
1.2 Prasyarat ................................................................................................................... 2
1.3 Petunjuk Penggunaan Buku Teks Bahan Ajar ......................................................... 2
1.4 Tujuan Akhir .............................................................................................................. 3
1.5 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ................................................................... 3
1.6 Cek Kemampuan Awal .............................................................................................. 5
II. PEMBELAJARAN .............................................................................................................. 6
2.1 Kegiatan Pembelajaran 1 : Peraturan Hak dan Kewajiban Awak Kapal .................. 6
2.2 Kegiatan Pembelajaran 2 : PKL (Perjanjian Kerja Laut) ........................................ 34
2.3 Kegiatan Pembelajaran 3 : Kelaiklautan Kapal ...................................................... 54
III. PENUTUP ....................................................................................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 125

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Kecelakaan transportasi laut ........................................................................................ 62


Gambar 2. 2. Contoh Alat Keselamatan “Pelampung” SOLAS 1974 .................................................. 62
Gambar 2. 3Life jacket (alat bantu keselamatan) ............................................................................... 63
Gambar 2. 4.Beberapa contoh alat bantu keselamatan ..................................................................... 63
Gambar 2. 5 Penyebab kecelakaan pelayaran, kedaruratan pelayaran dan penanganannya ........... 66
Gambar 2. 6.Contoh Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dari kapal .............. 87
Gambar 2. 7. Contoh sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi pencemaran Laut ..................................... 88
Gambar 2. 8. Plimsoll mark pada kapal barang kapal pengangkut Log ........................................... 102
Gambar 2. 9. Prosedur Penertiban Sertifikat Keselamatan Kapal .................................................... 105
Gambar 2. 10Contoh Sertifikat Keterampilan SCRB (Survival Craft and Rescue Boats) ................. 116

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1Jadwal Penerapan dan pemenuhan ISM Code diberlakukan secara internasional ............90
Tabel 2. 2Jadwal Penerapan ISM Code bagi kapal-kapal berbendera Indonesia ..............................90
Tabel 2. 3Jadwal Penerapan ISM Code yang dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention ..............92
Tabel 2. 4Jadwal permohonan verifikasi periodik kepada BKI ...........................................................93

vi
I PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi
Hukum laut tumbuh dan berkembang senantiasa dalam kaitan dan
hubungannya yang sangat erat dengan pertumbuhan dan perkembangan politik,
baik yang berhubungan dengan perkembangan sejarah maupun yang berkaitan
dengan kepentingan yang kini sedang timbul. Menilik perkembangan jumlah negara
yang merdeka yang naik sangat cepat dan meluas sesudah berakhirnya Perang
Dunia II maka tidak mengherankan jika perkembangan terus menimbulkan
gelombang perubahan baru dalam suasana dan selera perikehidupan umat manusia
dan masyarakat bangsa-bangsa dewasa ini. Hal tersebut tercermin sangat jelas
sekali dalam perubahan dari perkembangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sebagai organisasi internasional bagi negara-negara merdeka. Perubahan yang
demikian cepat dan luas dalam jumlah negara itu sudah barang tentu
mempengaruhi tata pengaturan dan tata pengelolaan kehidupan bangsa-bangsa di
bidang maritim.
Buku Teks Bahan Ajar ini mengacu pada ujian profesi kepelautan untuk calon
perwira di kapal niaga, untuk memberi bekal dalam mengembangkan kemampuan
siswa bidang pelayaran yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan
pelayaran, dan keselamatan pelayaran.
Keberadaan Buku Teks Bahan Ajar ini diharapkan menjadi jembatan dalam
menstimulus siswa untuk lebih tertarik lagi mempelajari hukum maritim. Apalagi jika
memahami fakta bahwa Indonesia adalah negara maritim yang dikenal dengan
kebahariannya. Tetapi dalam konteks keilmuan, hal ini merupakan langkah
maju menuju pembumian kembali nilai dan makna kebaharian atau kemaritiman di
kalangan generasi penerus.
Materi Hukum Maritim ini disajikan dalam 2 (dua) semester di kelas X, untuk
materi pokok dari kegiatan pembelajaran di semester 2 ini disajikan dalam 3 (tiga)
pokok materi pembelajaran yaitu :
Kegiatan Pembelajaran I: Peraturan Hak dan Kewajiban Awak Kapal.
Kegiatan Pembelajaran II: Perjanjian Kerja Laut (PKL).
Kegiatan Pembelajaran III: Kelaikan Laut Kapal.
Setelah menguasai Buku Teks Bahan Ajar ini diharapkan para siswa SMK di
bidang Keahlian Pelayaran memiliki pemahaman, kesadaran, kepedulian, kearifan
serta komitmen terhadap penegakan dalam menerapkan dan melaksanakan
hukum maritim sesuai hukum yang berlaku, khususnya yang berkaitan dengan
1
peraturan hak dan kewajiban awak kapal, Perjanjian Kerja Laut (PKL) dan Kelaikan
laut kapal dalam rangka menjaga keselamatan pelayaran dan kapal beserta
seluruh isinya, termasuk manusia dan barang bawaannya, baik selama pelayaran
maupun ketika berada dan keluar atau masuk pelabuhan.
1.2 Prasyarat
Sebelum mempelajari Buku Teks Bahan Ajar, sebaiknya siswa memiliki
pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kepedulian terhadap fakta
(ruang lingkup) hukum maritim, sejarah, perkembangan hukum maritim, teori,
ketentuan-ketentuan, prinsip-pinsip serta peraturan-peraturan yang berkaitan
tentang pelayaran, kepelautan dan perkapalan.

1.3 Petunjuk Penggunaan Buku Teks Bahan Ajar


Untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam Buku Teks Bahan Ajar sebaiknya
Anda :
1. Mempelajari isi Buku Teks Bahan Ajar ini mulai dari pendahuluan
(uraian materi), bahan latihan, rangkuman sampai dengan tes formatif
sebagai kesatuan utuh.
2. Memperkaya pemahaman dan memperluas wawasan para siswa di
sarankan agar membaca buku-buku referensi yang menunjang
pemahaman Anda dalam mempelajari lembar informasi, lembar kerja dan
lembar evaluasi.
3. Berkonsentrasi secara penuh dalam memperhatikan uraian-uraian serta
langkah-langkah kerja agar benar-benar dapat di pahami dan bukan
menghapalnya.
4. Menanyakan langsung kepada guru pembimbing apabila terdapat kata atau
istilah yang tidak Anda pahami atau tidak terdapat pada daftar peristilahan
(glossary).
5. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam lembar cek
kemampuan untuk mengetahui apakah Anda benar-benar membutuhkan
Buku Teks Bahan Ajar.
6. Mempelajari isi Buku Teks Bahan Ajar secara sistematis.
7. Mengerjakan semua soal-soal latihan dan evaluasi secara cermat dan teliti
dengan tetap mengacu pada kriteria keberhasilan yang ada.
8. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, kemudian buatlah
kelompok belajar, buatlah berbagai soal-soal latihan, sebab semakin
banyak berlatih penguasaan materi atau keterampilan akan semakin
meningkat.

2
9. Konsultasikan segera dengan guru atau pembimbing apabila Anda
menemukan kesulitan-kesulitan dalam mempelajari isi Buku Teks Bahan
Ajar.

Peranan Guru dalam Penggunaan Buku Teks Bahan Ajar


Untuk suksesnya proses pembelajaran dan pencapaian kompetensi siswa,
kepada rekan guru diharapkan untuk :
1. Membantu siswa dalam merencanakan proses belajar.
2. Membimbing dan mengkoordinir siswa melalui tugas-tugas pelatihan siswa
dalam tahap belajar.
3. Membantu siswa dalam memahami konsep dan praktik serta menjawab
pertanyaan siswa mengenai proses belajar siswa.
4. Membantu siswa untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain
yang diperlukan (referensi) untuk belajar.
5. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
6. Merencanakan proses penilaian dan menyiapkan perangkatnya.
7. Melaksanakan evaluasi (penilaian) terhadap pembelajaran siswa.
8. Menjelaskan kepada siswa tentang sikap, keterampilan, dan pengetahuan
dari suatu kompetensi, yang perlu dibenahi dan merundingkan rencana
pembelajaran selanjutnya.
9. Mencatat data pencapaian kemajuan belajar siswa.
1.4 Tujuan Akhir
Setelah mempelajari Buku Teks Bahan Ajar ini, Anda sebagai siswa SMK
bidang Keahlian Pelayaran diharapkan memiliki kemampuan, pemahaman,
kesadaran, kepedulian, kearifan serta komitmen terhadap penegakan dalam
menerapkan dan melaksanakan hukum maritim sesuai hukum yang berlaku
khususnya yang berkaitan dengan peraturan hak dan kewajiban awak kapal,
penerapan perjanjian kerja laut dan kelaikan laut kapal dalam kegiatan Pelayaran.
1.5 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Hukum Maritim Kelas
XSemester 2 sebagai berikut :
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan 1.1 Meyakini anugerah Tuhan pada
ajaran agama yang dianutnya. pembelajaran hukum maritim
sebagai amanat untuk
kemaslahatan umat manusia
2. Menghayati dan mengamalkan 2.1 Menghayati pentingnya kerjasama

3
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
perilaku jujur, disiplin, sebagai hasil pembelajaran
tanggungjawab, peduli (gotong hokum maritim.
royong, kerjasama, toleran, damai), 2.2 Menghayati pentingnya kepedulian
santun, responsif dan pro-aktif dan terhadap kebersihan lingkungan
menunjukan sikap sebagai bagian praktek sebagai hasil dari
dari solusi atas berbagai pembelajaran hukum maritim.
permasalahan dalam berinteraksi 2.3 Menghayati pentingnya bersikap
secara efektif dengan lingkungan jujur, disiplin serta bertanggung
sosial dan alam serta dalam jawab sebagai hasil dari
menempatkan diri sebagai cerminan pembelajaran hukum maritim
bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Menerapkan pengetahuan
menganalisis pengetahuan faktual, Peraturan Hak dan Kewajiban Awak
konseptual, dan prosedural Kapal
berdasarkan rasa ingin tahunya 3.2 Menerapkan pengetahuan
tentang ilmu pengetahuan, Perjanjian Kerja Laut
teknologi, seni, budaya, dan 3.3 Menerapkan pengetahuan
humaniora dalam wawasan Kelaiklautan Kapal
kemanusiaan,kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian
dalam bidang kerja yang spesifik
untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.1 Menalar Peraturan Hak dan
dalam ranah konkret dan ranah Kewajiban Awak Kapal.
abstrak terkait dengan 4.2 Menalar Perjanjian Kerja Laut.
pengembangan dari yang 4.3 Menalar Kelaiklautan Kapal.
dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu
melaksanakan tugas spesifik
dibawah pengawasan langsung.

4
1.6 Cek Kemampuan Awal
Pernyataan Jawaban
Ya Tidak
1. Apakah Anda mengetahui peraturan tentang
kepelautan ?
2. Apakah Anda mengetahui hak-hak dan kewajiban-
kewajiban seorang awak kapal ?
3. Apakah Anda mengetahui kewajiban dan
kewenangan seorang nakhoda?
4. Apakah Anda mengetahui pengertian Perjanjian
Kerja Laut (PKL)?
5. Apakah Anda mengetahui Isi Perjanjian Kerja Laut
(PKL) ?
6. Apakah Anda mengetahui Jenis-jenis Perjanjian
Kerja Laut (PKL) ?
7. Apakah Anda mengetahui Pengertian Kelaik laut
kapal?
8. Apakah Anda mengetahui Syarat-syarst Kelaik laut
kapal ?
9. Apakah Anda mengetahui Status hukum kapal ?
10. Apakah Anda tahu tentang Manajemen
Keselamatan kapal ?
11. Apakah Anda tahu tentang Manajemen Keamanan
Kapal ?

Apabila Jawaban Anda adalah “ Ya” untuk semua pertanyaan, maka


sebenarnya Anda tidak memerlukan Buku Teks Bahan Ajar ini, silahkan Anda
lanjutkan dengan mengerjakan Tes Formatif pada Buku Teks Bahan Ajar ini.
Apabila salah satu atau lebih jawaban Anda adalah ”tidak” maka Anda perlu
mempelajari Buku Teks Bahan Ajar ini.

5
II. PEMBELAJARAN

2.1 Kegiatan Pembelajaran 1 : Peraturan Hak dan Kewajiban Awak Kapal


2.1.1. Deskripsi
Indonesia dengan ciri sebagai negara kepulauan dan negara
maritim, maka peranan transportasi laut bagi Indonesia adalah sangat
strategis dalam berbagai aspek mulai dari aspek ekonomi, ideologi, politik,
budaya maupun dalam aspek pertahanan dan keamanan. Sebagai negara
kepulauan sudah selayaknya Indonesia memiliki armada laut yang sangat
kuat bukan hanya armada militer, tetapi juga armada-armada atau kapal-
kapal niaga yang kuat yang mampu bersaing dengan kapal niaga asing.
Namun pada kenyataannya kita belum banyak memiliki armada-armada
kapal yang bisa mendukung keberadaan sebagai negara kepulauan,
apalagi sebagai negara maritim. Sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia, industri pelayaran merupakan infrastruktur dan tulang punggung
(backbone) kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian,
industri pelayaran nasional saat ini dalam kondisi terpuruk yang antara lain
disebabkan oleh sulitnya memperoleh pendanaan dari lembaga keuangan
yang berakibat pada kesulitan dalam pengadaan kapal, sehingga berdampak
pada masih dominannya kapal asing terutama pada kegiatan ekspor impor
dan berakibat pada hilangnya peluang pendapatan negara dari sektor
pelayaran. Meskipun daya saing sumberdaya manusia pelayaran, baik
pelaut maupun sumberdaya manusia di industri pelayaran masih relatif
rendah.
Pelayaran (Shipping) sebagai salah satu kegiatan di laut khususnya
pelayaran niaga nasional baik pelayaran luar negeri maupun pelayaran
dalam negeri, merupakan sektor yang penting dalam menggerakkan dan
meningkatkan perekonomian atau perdagangan internasional suatu
negara serta faktor pemersatu bangsa. Masalah dibidang pelayaran tidak
berdiri sendiri karena terkait dengan beberapa aspek. Oleh karena itu untuk
terciptanya kegiatan pelayaran yang handal, diperlukan faktor-faktor
pendukung yang kondusif, meliputi aspek publik seperti tersedianya armada
kapal niaga yang cukup, laik laut dan sesuai dengan perkembangan
perdagangan serta teknologi modern; tersedianya kapal perikanan yang
sesuai dengan perkembangan teknologi modern; keselamatan pelayaran-
navigasi; awak kapal; kepelabuhanan; galangan kapal/reparasi kapal,

6
industri permesinan; pendaftaran kapal. Sedangkan aspek keperdataaan
seperti perjanjian pengangkutan di laut; asuransi laut; hipotik atas kapal;
Perjanjian Kerja Laut (PKL).
Pentingnya keselamatan pelayaran bagi para pihak yang
bersangkutan dengan pengangkutan di laut terutama bagi para pemakai jasa
angkutan sudah tidak dapat disangkal lagi. Telah menjadi prinsip umum
bahwa setiap orang yang mengirim barang atau penumpang kapal
sebagaimana menghendaki terjaminnya keselamatan jiwa dan barang itu
sejak saat pemberangkatannya sampai di tempat tujuan. Untuk maksud
itulah maka kapal sebagai alat angkutan tersebut terjamin “laik laut“ nya (sea
worthiness), sehingga penyelenggaraan pengangkutan itu dapat terlaksana
dengan tertib, aman dan sempurna.
Tentang layak lautnya kapal itu hanyalah merupakan salah satu
faktor saja bagi terjaminnya keselamatan pelayaran, sebab masih ada faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi keselamatan pelayaran, antara lain:
diisyaratkannya kemampuan dan kebijaksanaan nahkoda sebagai pemimpin
kapal atau bidang teknis-nautis serta adanya pengetahuan dan keahlian dari
perwira kapal serta kepandaian yang cukup dari anak buah kapal tersebut
dalam melakukan tugasnya. Hal ini sehubungan dengan adanya suatu
pendapat yang mengatakan bahwa
apabila kapal telah berada dilautan merupakan suatu masalah tersendiri dan
disinilah kedudukan nahkoda memegang peranan yang sangat penting
dan menentukan.
Dengan alasan inilah pemerintah perlu mengadakan usaha-usaha
yang diperlukan guna mengatur terjaminnya keselamatan pelayaran bagi
para penumpang dan
barang yang diselenggarakan dengan menggunakan kapal itu. Disini tampak
bahwa kapal yang digunakan pelayaran di laut itu hanya dilengkapi dengan
segala alat-alat perlengkapan yang diperlukan, terutama tentang teknik-
konstruksi kapal tersebut.
Meskipun nahkoda telah memenuhi persyaratan dalam memimpin
kapal baik mengenai kemampuan dan keahliannya, tapi kalau kapal yang
dipimpinnya itu belum cukup diperlengkapi dan belum cukup diawaki. Sudah
barang tentu tentang keselamatan itu belum terjamin, maka sebelum kapal
digunakan perlu terlebih dahulu diadakan penelitian tentang” laik-laut “kapal
tersebut;

7
2.1.2. Kegiatan Belajar
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 1, siswa diharapkan mampu
:
a. Mensyukuri anugerah Tuhan Yang Maha Esa dengan menghargai
dan mempelajari peraturan hak dan kewajiban awak kapal
sebagai sarana menyajikan informasi secara lisan dan tulisan.
b. Bersikap cermat, teliti dan bertanggungjawab sebagai hasil dari
pembelajaran peraturan hak dan kewajiban awak kapal.
c. Menghayati pentingnya kerjasama sebagai hasil pembelajaran
peraturan hak dan kewajiban awak kapal.
d. Menghayati pentingnya bersikap jujur, disiplin serta bertanggung
jawab sebagai hasil dari pembelajaran peraturan hak dan
kewajiban awak kapal.
e. Menerapkan peraturan hak dan kewajiban awak kapal.
f. Melaksanakan peraturan hak dan kewajiban awak kapal.
g. Menyebutkan peraturan-peraturan yang mengatur hak dan
kewajiban Awak kapal.
h. Menyebutkan syarat-syarat untuk bekerja di laut.
i. Menyebutkan jabatan-jabatan Kepelautan.
j. Menyebutkan hak-hak Awak Kapal.
k. Menjelaskan hak atas upah.
l. Menjelaskan hak atas tempat tinggal dan makan.
m. Menjelaskan hak atas cuti.
n. Menjelaskan hak awak kapal waktu sakit atau kecelakaan.
o. Menjelaskan tugas atau Jabatan-jabatan seorang nakhoda.
p. Menyebutkan kewajiban dan wewenang dari seorang nakhoda.

B. Uraian Materi
Keahlian atau keterampilan yang dimiliki oleh seorang awak kapal, dari waktu
ke waktu perlu dibina keseimbangannya antara jumlah kesediaan dengan jumlah
kebutuhan pelaut. Bahwa untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai
penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang
berkeahlian, berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang
akan berlayar harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan cakap untuk
melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya dengan
mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran.

8
Mengingat tugas sebagai awak kapal memiliki ciri khusus yang antara lain
meninggalkan keluarga dalam waktu yang relatif lama, saat terjadi kerusakan kapal
harus menangani sendiri tanpa batas waktu dan jam kerja, dan bekerja pada
segala cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja tersendiri.
Atas dasar hal-hal tersebut maka disusunlah peraturan pemerintah yang mengatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, pelatihan, perijasahan,
kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut.
a. Peraturan Pemerintah yang berkait dengan Hak dan Kewajiban Awak
kapal adalah :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang kepelautan.
2. UU RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. UU RI No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
4. UU RI Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
5. UU RI No. 1 tahun 2008 tentang pengesahan ILO Convention No.185
Concering Revising The Seafarers‟ Identity Documents Convention,
1958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen
Identitas Pelaut, 1958).
6. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) Buku Kedua.
b. Jabatan-Jabatan Kepelautan
Pengertian Jabatan-jabatan Kepelautan
1. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau di pekerjakan di atas kapal
oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal
sesuai dengan jabatan yang tercantum dalam buku sijil (UU RI No.
17/2008 tentang pelayaran).
2. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal
oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal
sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (PP. RI No.
7 /2000 tentang kepelautan).
3. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau yang dipekerjakan di atas
kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas
kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (PP
RI. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).
4. Anak kapal adalah mereka yang tercantum dalam daftar anak
kapal(KUHD).

9
5. Anak buah kapal adalah awak kapal selain nakhoda ataupun pemimpin
kapal (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).
6. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain nakhoda (UU
RI.No.17/2008 tentang pelayaran).
7. Anak Buah Kapal adalah semua orang yang ada di kapal selain
nakhoda (KUHD).
8. Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagai awak kapal ( PP 7/ 2000 tentang kepelautan ).
9. Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan
umum di atas kapal serta menjadi wewenang dan tanggung jawab
tertentu sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku (UU RI
No. 17/2008).
10. Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD pasal34 ).
11. Nakhoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi
pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan
tanggug jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (UU RI No. 17/2008).
12. Nakhoda kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi
pimpinan umum di atas kapal serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
13. Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi
pimpinan umum di atas kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta
mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu, berbeda dengan
yang di miliki Nakhoda (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
14. Perwira adalah mereka yang dalam daftar anak kapal di berikan
pangkat sebagai perwira ( KUHD ).
15. Rating adalah awak kapal selain nakhoda, para mualim, masinis dan
operator radio.
16. Perwira-perwira kapal : mualim, masinis dan operator radio, ahli
mesin.
17. Pelayar adalah semua orang yang ada di atas kapal (PP RI.
No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).

10
18. Dinas awak kapal adalah pekerjaan yang lazimnya dikerjakan oleh
anak kapal yang diterima untuk bekerja di kapal, kecuali pekerjaan
nakhoda.
19. Penumpang adalah mereka yang termasuk sebagai pelayar tetapi
bukan merupakan awak kapal di atas kapal dan mereka membayar
untuk perjalanan tersebut.
20. Penumpang adalah pelayar yang ada di atas kapal selain awak kapal
dan anak berumur kurang dari 1 (satu) tahun (PP RI. No. 51 tahun
2002 tentang Perkapalan).
21. Operator kapal adalah orang atau badan hukum yang
mengoperasikan kapal (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
Adapun syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi untuk dapat
bekerja sebagai anak buah kapal sesuai dengan Pasal 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, antara lain:
1. memiliki sertifikat keahlian pelaut dan / atau sertifikat keterampilan pelaut.
2. berumur sekurang-kurangnya 18 tahun.
3. memiliki buku pelaut (passport untuk yang bekerja di luar negeri).
4. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang
khusus dilakukan untuk itu.
5. Disijl.
6. Sudah menandatangani PKL (Perjanjian Kerja Laut).
c. Hak dan Kewajiban Awak Kapal
Hak- hak Awak Kapal
Pada dasarnya hak-hak awak kapal, baik itu nahkoda, kelasi adalah
sama, walaupun ada perbedaan sedikit namun tidak begitu berarti. Hak
disebutkan dalam pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2000
tentang Kepelautan antara lain menjelaskan Hak-hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak sekurang-kurangnya adalah (a) Hak pelaut
Menerima gaji, upah, lembur, uang pengganti hari-hari libur, uang delegasi,
biaya pengangkutan dan upah saat diakhirinya pengerjaan, pertanggungan
untuk barang-barang milik pribadi yang dibawa serta, kecelakaan pribadi serta
perlengkapan untuk musim dingin untuk yang bekerja di wilayah yang suhunya
15 derajat celcius atau kurang yang berupa pakaian dan peralatan musim
dingin;

11
UU No.17 tahun 2008 (Pasal 151) tentang pelayaran, mengenai
kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang menjelaskan :
1. Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi :
a. gaji;
b. jam kerja dan jam istirahat;
c. jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke
tempat asal;
d. kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami
kecelakaan;
e. kesempatan mengembangkan karier;
f. pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman;
dan
g. pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi
kecelakaan kerja.
2. Kesejahteraan kerja dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak
Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan Pasal 152 UU No. 17 tahun 2008 menerangkan
bahwa :
a. Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan
fasilitas kesehatan bagi penumpang.
b. Fasilitas kesehatan meliputi ruang pengobatan atau perawatan,
peralatan medis dan obat-obatan serta tenaga medis.
1. Hak atas Upah
Besarnya upah yang diperoleh anak buah kapal didasarkan atas perjanjian
kerja laut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang kepelautan, dan tidak bertentangan
dengan peraturan gaji pelaut Berdasarkan Pasal 21 ayat (1), (2), PP No.7 tahun
2000, Upah tersebut didasarkan atas:
a. 8 Jam Setiap hari.
b. 44 jam perminggu.
c. Istirahat sedikitnya 10 jam dalam jangka waktu 24 jam.
d. Libur sehari setiap minggu.
e. Ditambah hari-hari libur resmi.
Ketentuan di atas tidak berlaku bagi pelaut muda, artinya mereka
berumur antara 16 tahun sampai 18 tahun tidak boleh bekerja melebihi 8 jam

12
sehari dan 40 jam seminggu serta tidak boleh dipekerjakan pada waktu istirahat,
kecuali dalam pelaksanaan tugas darurat demi keselamatan berlayar. Dalam
perjanjian kerja laut upah yang dimaksud tidak termasuk tunjangan atas upah
lembur atau premi sebagaimana diatur dalam pasal : 402, 409, dan 415 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD ).
Biasanya jumlah upah yang diterima anak buah kapal paling sedikit adalah
yang sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian laut, kecuali upah yang
dipotong untuk hal-hal yang sudah disetujui oleh anak buah kapal tersebut atau
pemotongan yang didasarkan pada hukum yang berlaku. Pengaturan mengenai
pemotongan tersebut sehingga gaji bisa berkurang menurut pasal 1602r Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut :
a. Ganti rugi yang harus dibayar.
b. Denda-denda yang harus dibayar kepada perusahaan yang harus diberi
tanda terima oleh perusahaan (Pasal 1601s KUHPerdata).
c. Iuran untuk dana (Pasal 1601s Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
d. Sewa rumah atau lain-lain yang dipergunakan oleh anak buah kapal di
luar kepentingan dinas.
e. Uang Muka (Persekot) atas upah yang telah diterimanya.
f. Harga pembelian barang-barang yang dipergunakan oleh anak buah
kapal di luar kepentingan dinasnya.
g. Kelebihan pembayaran upah-upah yang lalu.
h. Biaya pengobatan yang harus dibayar oleh anak buah kapal
(Pasal 416 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
i. Istri atau anggota keluarga lainnya sampai dengan keempat dengan
jumlah maksimum 2/3 dari upah (pasal 444-445 Kitab Undang-Undang
hukum dagang ).
Selain, pemotongan-pemotongan tersebut di atas, maka besarnya upah
anak buah kapal juga dapat berkurang disebabkan :
a. Denda oleh nahkoda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Pengurangan upah karena sakit yang sampai membuat anak buah
kapal tidak dapat bekerja.
c. Perjalanan pelayaran terputus.
d. Ikatan kerja terputus karena alasan-alasan yang sah.

13
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa upah anak buah kapal
dapat bertambah besarnya (bertambah) karena:
a. Pengganti libur yang seharusnya dinikmati anak buah kapal, akan
tetapi tidak diambilnya (Pasal 409 dan 415 KUH Dagang ) atau atas
permintaan pengusaha angkutan perairan paling sedikit 20 hari
kalender untuk setiap jangka waktu 1 tahun bekerja akan
mendapatkan imbalan upah sejumlah cuti yang tidak
dinikmati (Pasal24 PP No.7tentang kepelautan).
b. Pembayaran waktu tambahan pelayaran, jika perjanjian kerja laut
untuk suatu pelayaran karena suatu kerusakan, sehingga terpaksa
berhenti di pelabuhan darurat (Pasal 423 KUH Dagang).
c. Pembayaran kerja lembur, yaitu jam kerja melebihi jam kerja wajib.
Khusus untuk upah lembur hari minggu dihitung dua kali lipat pada hari
biasa. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tentang
Kepelautan, Perhitungan upah lembur sebagai berikut:

d. Pembayaran istimewa, karena mengangkut muatan


berbahaya,menunda menyelamatkan kapal lain atau mengangkut
muatan di daerah yang sedang perang. Kecuali tugas negara (Pasal
452f Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ).
e. Mengemban tugas yang lebih tinggi yang tidak bersifat insidentil,
seperti Mualim II (Pasal 443 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
f. Kenaikan upah minimum yang ditetapkan oleh negara.
g. Keterlambatan pembayaran upah dari waktu biasa (Pasal1801/ dan
1602n Kitab Undang-undang Hukum Perdata, jika itu sebagai akibat
dari kelalaian perusahaan pelayaran (Pasal 1602q Kitab Undang-
undang Hukum Perdata dan Pasal 452c Kitab Undang-undang Hukum
Dagang).
h. Tidak diberikan makanan sebagaimana ditetapkan yang menjadi hak
anak buah kapal (Pasal 436 dan 437 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang).
2. Hak atas tempat tinggal dan makan
Peraturan mengenai hak tempat tinggal dan makan bagi anak buah kapal
diatur pada pasal 436-438 Kitab Undang-Undang-Undang Hukum Dagang dan
Pasal 13 Schepelingen Ongevalin (S.O) 1935. Berdasarkan ketentuan pasal

14
tersebut. Anak buah kapal berhak atas tempat tinggal yang baik dan layak
serta berhak atas makan yang pantas yaitu cukup untuk dan dihidangkan
dengan baik dan menu yang cukup bervariasi setiap hari. Ketentuan ini
dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan
pasal 25 yaitu :
a. Pengusaha atau perusahaan angkutan di perairan wajib menyediakan
makanan, alat-alat pelayanan dalam jumlah yang cukup dan layak untuk
setiap pelayaran bagi setiap awak kapal di atas kapal .
b. Makanan harus memenuhi jumlah, serta nilai gizi dengan jumlah minimum
3.600 kalori perhari yang diperlukan anak buah kapal agar sehat dalam
melaksanakan tugas-tugasnya di kapal.
c. Air tawar harus tetap tersedia di kapal dengan cukup dan memenuhi
kesehatan. Apabila ketentuan diatas dilanggar, maka dapat dikatakan
sebagai pelanggaran hukum, dimana anak buah kapal dapat melakukan
pemaksaan terhadap pelayaran untuk membayar ganti rugi terhadap
kerugian yang diderita.
3. Hak Cuti
Ketentuan yang mengatur hak cuti anak buah kapal terdapat dalam Pasal-
pasal 409 dan 415 KUHDagang, yang prinsipnya sama dengan cuti yang
diberikan kepada tenaga kerja di perusahaan pada umumnya.
Pasal 409 KUH Dagang menyebutkan:
“ Bilamana nahkoda atau perwira kapal telah bekerja selama setahun
berturut –turut atau terus menerus, maka berhak atas cuti selama 14 hari atau
bila di kehendaki pengusaha pelayaran bisa dilakukan dua kali, masing
masing delapan hari. Ini dilakukan mengingat kepentingan operasional kapal
atau permintaan nahkoda”
Hak cuti ini gugur bila diajukan sebelum satu tahun masa kerjanya
berakhir. Hak ini berlaku untuk perjanjian kerja laut yang didasarkan atas
pelayaran. Pasal 415 KUH Dagang yang menyebutkan :
“Bilamana anak buah kapal telah bekerja selama setahun terus menerus
sedangkan perjanjian kerja lautnya bukan perjanjian kerja laut pelayaran, maka
berhak atas cuti selama 7 hari kerja atau dua kali lima hari kerja dengan upah
penuh “

15
4. Hak waktu sakit atau kecelakaan
Pengertian sakit dalam perjanjian kerja laut dilihat dari sebabsebabnya
antara lain meliputi :
a. Sakit Biasa
Seorang anak buah kapal apabila sewaktu bertugas menderita sakit maka berhak
atas:
 Pengobatan sampai sembuh, akan tetapi paling lama 52 minggu
bilamana diturunkan dalam kapal, demikian juga bila dia tetap berada
dikapal berhak mendapatkan pengobatan sampai sembuh (Pasal 416
KUH Dagang).
 Pengangkutan cuma-cuma ke rumah sakit atau ke kapal lain dimana ia
akan dirawat dan ke tempat ditandatanganinya perjanjian kerja laut (Pasal
416 KUH Dagang).
Selama anak buah kapal sakit atau kecelakaan ia berhak atas upah
sebesar 80 % dengan syarat tidak lebih dari 28 minggu (Pasal 416a KUH
Dagang) dan jaminan diperoleh disamping biaya perawatan sampai sembuh.
Pasal tersebut mensyaratkan bahwa anak buah kapal mengadakan perjanjian
kerja laut untuk waktu paling sedikit satu tahun atau bekerja terus menerus
selama paling sedikit satu setengah tahun. Demikian juga sebaliknya, Pasal 416b
Kitab Undang-undang hukum dagang menentukan bahwa jika anak buah kapal
mengadakan perjanjian kerja laut kurang dari satu tahun, maka ia hanya
mendapat perawatan sampai sembuh, dan upah yang diterima diperhitungkan
dengan interval waktu tidak kurang dari 4 (empat) minggu tapi tidak lebih dari 26
(dua puluh enam) minggu.
Jaminan-jaminan dalam hal perawatan dapat ditolak oleh perusahaan
pelayaran, apabila:
 Anak buah kapal menolak menghindari pengobatan dokter atau lalai
mengobatkan diri ke dokter.
 Anak buah kapal tidak menggunakan kesempatan pengobatan menurut
ketentuan Pasal 416f Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, tunjangan
atau upah dapat tidak dibayarkan oleh perusahaan pelayaran atau
dikurangi jumlahnya bila sakitnya atau kecelakaan yang terjadi karena
adanya faktor kesengajaan atau akibat kerja yang kasar atau tidak hati-
hati dari anak buah kapal.

16
b. Sakit karena kecelakaan
Berdasarkan Pasal 1602 KUHPerdata, anak buah kapal yang mengalami
sakit karena kecelakaan maka berhak atas:
 Tuntutan ganti rugi bila terbukti kecelakaan tersebut disebabkan oleh
kelalaian pihak perusahaan pelayaran
 Jika kecelakaan menimpa anak buah kapal dan mengakibatkan
meninggal, maka ganti ruginya diberikan kepada ahli warisnya
 Penggantian akibat kecelakaan ditambah dengan hak-hak atas
perawatan.
Berdasarkan pasal 30 PP. RI. No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan menyebutkan :
2.1.1 Jika awak kapal setelah dirawat akibat kecelakaan kerja menderita cacat
tetap yang mempengaruhi kemampuan kerja besarnya santunan ditentukan :
a. Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja hilang 100%
besarnya santunan minimal Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);
b. Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja berkurang besarnya
santunan ditetapkan persentase dari jumlah sebagaimana ditetapkan
dalam huruf a sebagai berikut :
 Kehilangan satu lengan : 40%;
 Kehilangan dua lengan : 100%;
 Kehilangan satu telapak tangan : 30%;
 Kehilangan kedua telapak tangan : 80%;
 Kehilangaan satu kaki dari paha : 40%;
 Kehilangan dua kaki dari paha : 100%;
 Kehilangan satu telapak kaki : 30%;
 Kehilangan dua telapak kaki : 80%;
 Kehilangan satu mata : 30%
 Kehilangan dua mata : 100%;
 Kehilangan pendengaran satu telinga : 15%;
 Kehilangan pendengaran dua telinga : 40%;
2.1.2 Jika awak kapal kehilangan beberapa anggota badan sekaligus besarnya
santunan ditentukan dengan menjumlahkan persentase dengan ketentuan
tidak melebihi jumlah sebagaimana ditetapkan dalam ayat (1) huruf a.
Berdasarkan Pasal 31 (PP. No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.)
1. Jika awak kapal meninggal dunia di atas kapal, pengusaha angkutan di perairan
wajib menanggung biaya pemulangan dan penguburan jenazahnya ke tempat
17
yang dikehendaki oleh keluarga yang bersangkutan sepanjang keadaan
memungkinkan.
2. Jika awak kapal meninggal dunia, pengusaha angkutan di perairan wajib
membayar santunan :
a. Untuk meninggal karena sakit besarnya santunan minimal Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah);
b. Untuk meninggal dunia akibat kecelakaan kerja besarnya santunan minimal
Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
3. Santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan kepada ahli warisnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 440 Kitab Undang Undang Hukum Dagang
a. Perusahaan pelayaran berkewajiban menanggung biaya penguburan atau
pembuangan jenazah ke laut Jika awak kapal meninggal dunia, di atas kapal.
5. Hak menggugat dan menuntut
Selain hak-hak yang telah diterangkan di atas, anak buah kapal juga
mempunyai hak-hak yang bersifat azasi dan kebebasan serta hak-hak untuk
menuntut jika diperlakukan tidak adil.
a. Awak kapal berhak atas perlakuan yang patut. Hal ini tercermin dari
beberapa alasan mendesak untuk awak kapal yang dapat membatalkan
perjanjian kerja laut. Jika diperlakukan itu merupakan penghinaan atau
merusak nama baik awak kapal maka awak kapal yang bersangkutan
mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi atas penghinaan tersebut.
b. Awak kapal berhak meminta izin mempelajari Perjanjian Kerja Laut dan
melihat sijil anak buah kapal.
c. Anak Buah kapal berhak mengadukan nakhoda kepada syahbandar atau
konsul (di luar negeri) jika ternyata mereka diberi perintah oleh nakhoda yang
bertentangan dengan hukum.
d. Anak buah Kapal berhak mengetahui tujuan kapalnya.
e. Bilamana 1/3 atau lebih anak buah kapal meminta untuk diadakan
penyelidikan terhadap makanan tersebut harus diselidiki apakah pantas dan
memenuhi syarat gizi atau sesuai dengan perjanjian.
f. Jika makanan tidak diberikan, maka awak kapal berhak menuntut ganti rugi
sesuai dengan nilai makanan yang tidak diberikan.
g. Anak buah kapal berhak naik banding ke pengadilan Negeri atas hukuman
yang dijatuhkan oleh nakhoda jika hukuman tersebut dianggap tidak
sepatutnya.

18
6. Hak Pengangkutan
a. Setelah berakhirnya PKL atau kapalnya musnah atau dimutasikan ke kapal
(Lain) berhak atas angkutan cuma-cuma ke tempat dimana perjanjian kerja
laut ditandatangani atau ke tempat tinggal awak kapal atau ke tempat lain
yang dicantumkan dalam perjanjian.
b. Pelaut Indonesia yang terlantar di luar negeri, berhak untuk mendapat
pengangkutan pulang ke Indonesia, atas permintaan konsul Indonesia atau
pejabat setempat. Berdasarkan PP No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan
pasal 26 menerangkan bahwa :
1. Awak kapal yang habis masa kontrak kerjanya harus dikembalikan ke
tempat domisilinya atau ke pelabuhan ditempat perjanjian kerja laut
ditandatangani.
2. Jika awak kapal memutuskan hubungan kerja atas kehendak sendiri,
pengusaha angkutan dibebaskan dari kewajiban pembiayaan untuk
pemulangan yang bersangkutan.
3. Apabila masa kontrak dari awak kapal habis masa berlakunya pada saat
kapal dalam pelayaran, awak kapal yang bersangkutan diwajibkan
meneruskan pelayaran sampai di pelabuhan pertama yang disinggahi
dengan mendapat imbalan upah dan kesejahteraan sejumlah hari
kelebihan dari masa kontrak.
4. Biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3), merupakan
tanggungan pengusaha angkutan diperairan yang meliputi biaya-biaya
pemulangan, penginapan dan makanan sejak diturunkan dari kapal
sampai tiba ditempat domisilinya.
d. Kewajiban Awak Kapal
1. Bekerja sekuat tenaga, wajib mengerjakan segala sesuatu yang
diperintahkan oleh nakhoda.
2. Tidak boleh membawa atau memiliki minuman keras, membawa barang
terlarang, senjata di kapal tanpa izin nakhoda ( Pasal 391 Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang).
3. Keluar dari kapal selalu dengan ijin nahkoda dan pulang kembali tidak
terlambat (Pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
4. Wajib membantu memberikan pertolongan dalam penyelamatan kapal
dan muatan dengan menerima upah tambahan (Pasal 452/c Kitab
Undang-undang Hukum Dagang).

19
5. Menyediakan diri untuk nakhoda selama 3 hari setelah habis
kontraknya untuk kepentingan membuat kisah kapal (Pasal 452/b Kitab
Undang-undang Hukum Dagang).
6. Taat kepada atasan, teristemewa menjalankan perintah-perintah
nahkoda (Pasal 384 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
7. Kewajiban pelaut : Pasal 18ayat3 PP RI. No.7 tahun2000 adalah
Melaksanakan tugas sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan sesuai
dengan perjanjian, menanggung biaya yang timbul karena kelebihan
barang bawaan di atas batas ketentuan yang ditetapkan perusahaan,
mentaati perintah perusahaan dan bekerja sesuai dengan jangka waktu
perjanjian.
Pekerjaan Awak kapal di jelaskan di dalam :
a. Perjanjian kerja laut.
b. Sijil awak kapal.
c. Peraturan dinas di kapal yang di buat oleh Nakhoda.
Hak Perusahaan adalah mempekerjakan pelaut sesuai perjanjian Kewajiban
Perusahaan adalah memenuhi semua hak pelaut sesuai perjanjian.
e. Kewajiban-kewajiban Nakhoda
Nakhoda disamping hak-hak dan kewenangan jabatan mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap kapal, anak buah kapal, pengusaha kapal,
pemilik muatan, pemerintah atau terhadap keselamatan pelayaran.
1. Kewajiban sebelum berlayar nakhoda harus meyakinkan bahwa
kapal berada dalam keadaan laik laut.
2. Kewajiban umum Nakhoda wajib mentaati peraturan-peraturan
pengusaha selama tidak menyimpang dari Perjanjian Kerja Lautnya
dan undang-undang atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lazim.
3. Kewajiban selama pelayaran. Nakhoda harus selalu berada di atas
kapal selama pelayaran.
4. Kewajiban untuk memberikan pertolongan bagi orang-orang
yang dalam bahaya di laut.
5. Kewajiban mengikuti haluan.
6. Kewajiban menyimpan dan merawat surat-surat kapal.
7. Kewajiban menyelenggarakan Buku Harian kapal.
8. Kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang
berhak atas kapal.
9. Kewajiban mentaati perintah penguasa.

20
10. Kewajiban melaksanakan register hukum.
11. Berusaha melakukan perbaikan-perbaikan guna meneruskan
pelayaran dengan cara bagaimanpun. Bilamana tidak bias
mendapatkan biaya dari pengusaha atau tidak mendapatkan
hubungan dengan pengusaha, misalnya menggadaikan kapalnya
atau menjual sebagian muatan atau kapalnya untuk perbaikan guna
meneruskan pelayaran.
12. Berusaha menyelamatkan kapalnya dari penghancuran atau
penangkapan dari pihak lawan, jika negaranya dalam keadaan
berperang, kemudian memasuki pelabuhan aman dan melaporkan
keadaannya kepada pengusaha dan menunggu perintah
selanjutnya.
13. Bertindak sebagai penuntut atau penggugat, apabila kapalnya disita
atau ditahan oleh suatu negar dan melaporkannya kepada
pengusaha.
14. Mengatur pekerjaan anak buah kapal sebaik-baiknya asal tidak
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan umum
pengusaha.
15. Menindak anak buah kapal atau penumpang yang melakukan
pelanggaran demi terlaksananya tertib hukum dan disiplin.
16. Mengusahakan permakanan semua pelayar di atas kapal secara
optimal.
17. Mengatur tempat tinggal anak buah kapal sesuai dengan
persyaratan kesehatan dan peraturan yang berlaku.
18. Menyerahkan semua dokumen-dokumen kapal (surat-surat kapal,
sertifikat-sertifikat) kepada pengusaha dengan mendapat tanda
terima, setelah berakhir suatu pelayaran.
f. Kewenangan lain dari Nahkoda
1. Dalam keadaan darurat berhak memakai bahan makanan milik pelayar.
2. Ditempat tidak ada perwakilan dapat mengadakan perlengkapan kapal.
3. Dalam keadaan mendesak diluar wilayah Indonesia berwenang menjual
kapal.
4. Mempekerjakan atau menurunkan penumpang gelap.
5. Apabila dalam musyawarah dengan perwira diminta sumbangan pikiran
nahkoda bebas untuk menerima atau mengabaikan saran tersebut.

21
6. Ditempat yang tidak ada perwakilan perusahaan nahkoda berhak
menandatangani konosemen.
7. Menjatuhkan hukuman disipliner terhadap ABK berupa peringatan sampai
pemotongan upah maximum 10 hari kerja.
8. Sebagai wakil dari pengusaha kapal.
Pasal 143 UU RI No. 17 tahun 2008 tentang kepelautan menjelaskan bahwa :ayat
(1)Nakhoda berwenang memberikan tindakan disiplin atas pelanggaran yang
dilakukan setiap Anak Buah Kapal yang :
a. Meninggalkan kapal tanpa izin Nakhoda;
b. Tidak kembali ke kapal pada waktunya;
c. Tidak melaksanakan tugas dengan baik;
d. Menolak perintah penugasan;
e. berperilaku tidak tertib; dan/atau
f. berperilaku tidak layak.

Nakhoda
Ketentuan Pasal 341 dan Pasal 377 KUHD menyebutkan bahwa nahkoda
adalah pemimpin kapal, yaitu seorang tenaga kerja yang telah menandatangani
perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran sebagai nakhoda yang
memenuhi syarat dan tercantum dalam sijil anak buah kapal sebagai nakhoda
ditandatangani dengan mutasi dari perusahaan dan pencantuman namanya dalam
surat laut. Nakhoda dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diatas kapal
mempunyai jabatan penting .
“ Tugas Nakhoda Secara Umum “ yaitu :
1. Pemimpin kapal.
2. Pemegang kewibawan umum di atas kapal.
3. Pegawai kepolisian atau abdi hukum/jaksa.
4. Pegawai pencatatan sipil.
5. Notaris.
6. Nakhoda sebagai wakil perusahaan.
7. Nakhoda sebagai wakil muatan.
1. Nahkoda sebagai Pemimpin kapal
Tugasnya selaku pemimpin kapal, mengandung arti nahkoda merupakan
pemimpin tertinggi dalam mengelola, melayarkan dan mengarahkan kapal
tersebut. Mampu membawa kapal dengan selamat kepelabuhan tujuan, Mampu

22
mengurus kapal, penumpang dan muatan,Mampu memelihara kapal agar tetap
layak Laut, mampu mengelola tertib administrasi kapal.
Demikian pula, setiap anak buah kapal akan turun ke darat bila kapal
sedang berlabuh, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu kepada nakhoda,
dan jika ijin tersebut ditolaknya, maka nakhoda harus menulis dalam buku
harian kapal dengan alasan yang cukup sebagaimana ditentukan pada pasal
385 KUHD. Selain itu nakhoda harus melayarkan kapalnya dari suatu tempat ke
tempat lain dengan aman, tepat waktu, praktis dan selamat.
2. Nahkoda sebagai pemegang kewibawaan umum di atas kapal
a. Kewibawaan terhadap semua pelayar, artinya semua orang yang berada
di kapal, wajib menuruti perintah-perintah nahkoda guna kepentingan
keselamatan atau ketertiban umum. berwibawa terhadap semua orang di
atas kapal demi keselamatan kapal.
b. Kewibawaan disiplin terhadap anak buah kapal, artinya Berwibawa
menegakan disiplin di atas kapal, para awak kapal berada dibawah
perintah nahkoda.
3. Nahkoda sebagai kepolisian atau abdi hukum/jaksa
Di tengah laut nahkoda wajib menyelidiki atau mengusut kejahatan yang
terjadi di dalam kapalnya :
a. Mengumpulkan bahan-bahan untuk proses verbal (mengumpulkan bahan-
bahan mengenai peristiwa yang terjadi).
b. Menyita barang-barang bukti (menyita barang-barang yang dipakai dalam
peristiwa itu).
c. Mendengar para tertuduh dan saksi serta mencatat dalam berita acara
keterangannya.
d. Mengamankan tertuduh, mengambil tindakan terhadap tertuduh, menurut
kebutuhan. Misalnya mengasingkan (menutup) di dalam kamar tertutup.
e. Menyerahkan berkas, barang bukti dan tertuduh kepada polisi setibanya
kapal kepada Pengadilan negeri di pelabuhan pertama yang disinggahi.
Nahkoda wajib pula mencatat peristiwanya dan tindakan-tindakan yang
telah diambilnya di dalam daftar hukuman. (Djoko Triyono, 2005:34).
4. Nahkoda sebagai pegawai catatan sipil
Apabila selama dalam pelayaran ada seseorang anak lahir atau seseorang
meninggal dikapal, nahkoda harus membuatkan akta-akta pencatatan sipil yang
bersangkutan di dalam buku harian kapal.

23
a. Pada kelahiran
Apabila ada seorang anak lahir, nahkoda harus membuat akta
kelahiran didalam buku harian kapal, dalam waktu 24 jam, dengan dihadiri
oleh si ayah dan dua orang saksi.
b. Pada Kematian
Apabila ada seorang meninggal dunia dikapal, nahkoda harus
membuat akta kematian juga dalam waktu 24 jam dengan dihadiri pula
oleh dua orang saksi. Sebab-sebab kematian tidak boleh disebutkan,
karena sebab-sebab kematian hanya dapat diberikan oleh orang yang
berwenang/ahli dengan otopsi. Nakhoda menyerahkan berita acara kepada
catatan sipil di pelabuhan berikutnya atau kalau di luar negeri melalui
perwakilan RI, baru dibuatkan akte kelahiran atau kematian.
5. Nakhoda menjabat sebagai wakil pengusaha kapal dalam hal :
a. Penandatangan Perjanjian Kerja Laut.
b. Pengaturan tugas anak buah kapal.
c. penandatangan konosemen.
d. pemungutan uang tambang atau upah-upah lain.
e. memperlengkapi kapalnya untuk berlayar.
f. sebagai tergugat dan penggugat untuk pengusaha dalam proses pengadilan.
6. Nakhoda sebagai wakil pemilik muatan
Dalam beberapa kasus nakhoda dapat menjabat sebagai wakil pemilik muatan
(pengirim atau penerima), hal ini terjadi jika :
a. Jika kapal ditahan atau disita, nakhoda mengambil tindakan untuk
menanggulanginya atas nama pemilik barang (KUHD pasal 369).
b. Jika memerlukan biaya untuk muatan, nakhoda boleh menjual sebagian
muatan (KUHD pasal 371).
c. Pengganti Nakhoda : jika nakhoda berhalangan atau nakhoda tidak
mampu memimpin kapal karena sesuatu hal, misalkan sakit dll, maka
nakhoda di ganti oleh Mualim I. Jika Mualim I juga berhalangan misalnya
untuk datang, maka diganti oleh Mualim lainnya berurutan menurut
tingkatnya. Mualim yang dimaksud disini ialah Mualim yang berijazah
yang mempunyai wewenang untuk itu.
d. Mualim yang berwenang, sebab mungkin sekali di kapal ada mualim yang
tidak berwewenang misalnya untuk sesuatu pelayaran dan untuk besar
kapalnya tertentu hanya diwajibkan, nahkoda harus berijazah Mualim II.

24
C. Refleksi
a. Berdasarkan pembahasan materi 1 tentang peraturan hak dan kewajiban
Awak Kapal dapat disimpulkan sebagai berikut : Peraturan-peraturan yang
mengatur tentang hak dan kewajiban Awak kapal adalah :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang kepelautan.
2. UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. UU RI No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri.
4. UU RI Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
5. UU RI No. 1 tahun 2008 tentang pengesahan ILO Convention No.185
Concering Revising The Seafarers‟ Identity Documents Convention,
1958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen
Identitas Pelaut, 1958).
6. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) Buku Kedua.
b. Hak Awak Kapal adalah mendapatkan gaji, cuti, makan dan tempat tinggal,
perawatan pada saat sakit dan kecelakaan, hak menggugat dan menuntut,
hak pengangkutan.
c. Kewajiban Awak kapal adalah mentaati perintah perusahaan, bekerja sesuai
dengan jangka waktu perjanjian, melaksanakan tugas sesuai jam kerja yang
ditetapkan, mentaati semua perintah nakhoda (atasan), tidak membawa
barang-barang terlarang.
d. Pihak tenaga kerja di kapal atau awak kapal dan ABK seharusnya
semakin menumbuhkan kesadaran hokum yang tinggi pada diri sendiri
sehingga pelanggaran-pelanggaran di atas kapal tidak akan terjadi.
Dengan adanya kesadaran hukum yang tinggi maka kinerja tenaga kerja tidak
terganggu sehingga dapat terwujud situasi kerja yang saling menghormati,
menghargai antara pihak perusahaan dan pihak tenaga kerja atau awak
kapal.
e. Pihak Perusahaan, seharusnya lebih meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja di kapal atau awak kapal dan ABK dan keluarganya. Salah satunya
dengan mengingat resiko bahaya dalam berlayar dan jauh dari keluarga. Dan
harusnya pihak perusahaan lebih menaikkan upah kerja.
f. Pihak Pemerintah, hendaknya dapat merespon dan lebih memperhatikan
nasib para tenaga kerja baik yang di darat maupun yang dilaut. Dan lebih aktif
untuk mengadakan pengawasan agar tenaga kerja dapat memperoleh hak
mereka sesuai dengan sifat pekerjaan yang mereka lakukan. Dan lebih

25
memperhatikan terhadap segala permasalahan yang dialami oleh Perusahaan
yang bergerak dibidang jasa transportasi laut maupun darat.
D. Tugas
Tugas individu :
Siswa diminta untuk mempelajari kegiatan pembelajaran 1, kemudian membuat
resume dari materi yang sudah dipelajari.
Tugas Kelompok :
Untuk memahami materi 1, siswa diminta untuk tampil bersama kelompoknya
melakukan role play (bermain peran) beberapa naskah drama yang diberikan oleh
guru yang berhubungan dengan materi yang sudah dipelajari (naskah
terlampir). Kemudian tiap kelompok menyimpulkan isi dari naskah drama.
Laporkan hasil kegiatanmu kepada guru pembimbing.
Skenario
Dialog I. (siswa dapat memahami syarat-syarat menjadi awak kapal (pelaut)
atau yang ingin bekerja ke laut).
Amir adalah seorang pelaut yang berhasil, ia bekerja di kapal ikan/kapal kargo di
negara Spanyol. Amir mendapatkan cuti dan pulang ke Indonesia. Sesampainya di
kampung halaman, ia bertemu dengan sahabatnya Darto.

Darto : Apa kabar Amir ? kapan datang ke Indonesia ?

Amir : Kabar baik, saya datang sore kemarin. Bagaimana kabar


kamu ?

Darto : Kabar saya baik juga.

Amir : Apa kegiatan kamu sekarang ?

Darto : Masih menganggur, (sambil menarik nafas panjang).

Amir : Mau kan kamu bekerja bersama saya ke negara Spanyol?


Sebagai seorang nelayan.

Darto : Mau ... .mau..mau... .!!!! apa persyaratannya.

Amir : Persyaratannya mudah, pertama bekerja keras pantang


menyerah, disiplin. Kedua kamu harus punya dokumen atau
sertifikat kepelautan, yang harus dimiliki yaitu sertifikat
kepelautan Basic Safety Trainning (BST), sertifikat BST ini
sebagai syarat kamu untuk membuat buku pelaut, lalu kamu
urus passport.

Darto : baiklah mulai besok saya akan daftar BST, dimana ya?

Amir : kamu daftar saja di SMKN 1 Mundu Cirebon, dan disana bias
juga dengan pembuatan buku pelautnya.
26
Darto : besok saya akan ke Mundu, terima kasih kawan .
Pada saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba handphone Amir berbunyi, lalu
Amir menjawab nada panggilan dari handphone nya.
Agen : hallo, assalamu‟alaikum.
Amir : wa‟alaikum salam, dengan siapa ini ?
Agen : Budi dari PT. Internasioanal Maritim Jaya.
Amir : oh iya pa Budi, gmn pa ada yang bisa saya bantu?
Agen : tolong kamu carikan ABK untuk kapal ikan di negara Spanyol,
nanti berangkatnya bersama kamu.
Amir : kebetulan pa, ini ada sahabat saya, yang mau kerja di kapal
ikan/kapal kargo, saya jamin teman saya ini orang siiip dah,...
.bagus pa orangnya.
Agen : ya...sudah kalo begitu, kamu persiapkan saja segala
persyaratannya, setelah komplit langsung kamu ajak temanmu
itu ke Jakarta untuk pengurusan visa, gaji dan sebagainnya, ok?
Amir : ok kalo begitu pa.....selamat siang.
Dialog 2 :
(Siswa dapat memahami Hak-hak dan kewajiban sebagai seorang awak kapal)
Satu bulan kemudian Amir membawa Darto ke PT. Internasional Maritim Jaya,
sesampainya di kantor mereka langsung menemui Bapak Budi.
Amir : Selamat siang Pak ?
Budi : Selamat siang, silahkan masuk,
(kemudian keduanyabersalaman dan Pak Budi mempersilahkan
duduk kepada Amirdan Darto).
Amir : Pak, kenalkan ini Darto, yang satu bulan saya perkenalkan
kepada Bapak lewat telepon.
Darto : Saya Darto Pak, ini persyaratannya
(sambil mengeluarkan map yang isinya sertifikat BST, buku
pelaut), (Pak Budi meneliti isi map)
Budi : Selain persyaratan kamu harus membayar uang administrasi
sebesar Rp. 3.500.000,00 (kemudian Pak Budi menjelaskan
penggunaan uang tersebut).
Darto : Pak Budi Apa hak-hak dan kewajiban saya sebagai anak buah
kapal di negara Spanyol .
Budi : Hak yang kamu peroleh, kamu akan mendapatkan gaji (upah,
bonus, asuransi, uang lembur), makan, cuti, tempat tinggal,
perawatan kesehatan jika sakit atau kecelakanan, hak

27
pemulangan atau pengangkutan. (Darto menyimak penjelasan
yang diutarakan Pak Budi).
Darto : Kalau kewajiban-kewajiban yang harus saya lakukan apa Pak ?
(tanya Darto).
Budi : (Pak Budi menjelaskan kewajiban-kewajiabn ABK kepada Darto)
Kewajiban-kewajiban kamu adalah kamu harus taat kepada
perintah atasan, teristimewa terhadap perintah nakhoda, kamu
harus meminta izin pada saat meninggalkan kapal, melakukan
tugas tambahan atau kerja lembur jika dianggap perlu oleh
nakhoda, membantu menyelamatkan kapal, penumpang dan
muatannya dalam kecelakaan kapal, berperilaku sopan, serta
tidak mabuk-mabukan di kapal, melakukan tugas dengan penuh
dedikasi (Darto menyimak penjelasan dari pak Budi dengan
penuh perhatian).
Dialog 3 (Siswa memahami jabatan-jabatan kepelautan)
Satu bulan kemudian Amir beserta Darto sudah berada di negara Spanyol, dan
bertemu dengan nakhoda kapal (Amir memperkenalkan Darto kepada nakhoda
dalam bahasa Spayol, lalu diterjemahkan kepada Darto).
Darto : Apa yang kamu bicarakan Amir ?
Amir : Mr. Captain menceritakan bahwa kamu disini sebagai ABK,
selain gaji, kamu juga akan mendapatkan bonus setiap satu
ton hasil tangkapan akan mendapatkan bonus uang sebesar
$ 50.
Kemudian Amir menjelaskan jabatan-jabatan yang ada di kapal, Darto kemudian
diperkenalkan kepada perwira deck yang berasal dari Indonesia yang bernama
Syamsul.
Amir : Mas Syamsul kenalkan ini Darto, yang saya bawa dari
kampung.
Syamsul : Darto, tugas kamu disini adalah sebagai ABK yang melayani,
penyortiran hasil tangkapan dan membersihkan deck, setelah
proses penyortiran.
Darto : Baik Mas Syamsul.
Syamsul : saya harap kamu dapat bekerja dengan baik, penuh
rasatanggung jawab dan dengan disiplin yang tinggi, dengan
modal itu saya yakin kamu akan menjadi pelaut yang sukses.
Darto : Baik mas, terima kasih.

28
E. Tes Formatif
a. Tuliskan peraturan-peraturan yang mengatur hak dan kewajiban Awak kapal !
b. Tuliskan syarat-syarat bekerja di laut !
c. Tuliskan dan Jelaskan jabatan kepelautan !
d. Tuliskan Hak-hak awak kapal !
e. Jelaskan Hak atas upah seorang awak kapal !
f. Jelaskan Hak atas tempat tinggal dan makan seorang awak kapal !
g. Jelaskan Hak atas cuti seorang awak kapal !
h. Jelaskan Hak awak kapal waktu sakit atau kecelakaan !
i. TuliskanTugas atau Jabatan-jabatan seorang nakhoda !
j. Tuliskan kewajiban dan wewenang dari seorang nakhoda !
2.1.3 Penilaian
A. Sikap
Nilai diperoleh dari pengamatan guru terhadap keaktifan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung
Lembar Penilaian Sikap
No Nama Kriteria Penilaian Jumlah Ket
Siswa skor
Bertanya (4)
Perhatian(1)

Mendengar
Disiplin (2)

Tekun (3)

Aktif

dan

1.
2.
3.

Keterangan Skor
Kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta didik,
dengan kriteria sebagai berikut :

4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.


3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan
kadang-kadang tidak melakukan.
2 =kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering
tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.

29
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

Peserta didik memperoleh nilai :


1. Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor 3.66 s.d 4.
2. Baik (B) : apabila memperoleh skor 2.66 s.d 3.65.
3. Cukup (C) : apabila memperoleh skor 1.66 s.d 2.65.
4. Kurang (K) : apabila memperoleh skor < 1.65.
B. Pengetahuan
Nilai diperoleh dari Pengamatan selama proses diskusi kelompok,
presentasi dan tes tertulis dan penugasan.
Pedoman penilaian :

Nilai untuk Keterampilan menggunakan penilaian kuantitatif 1 - 4 :


a. Sangat Baik = 4
b. Baik = 3
c. Cukup = 2
d. Kurang = 1
C. Keterampilan
Nilai diperoleh dari penyelesaian tugas (baik individu maupun
kelompok) pada saat diskusi, dan presentasi (bermain peran).
a. Rubrik kegiatan Diskusi
No Nama Aspek Penilian Jml Nilai Ket
Siswa Skor
Mengkomunikasikan

pendapat teman
Menghargai
Kerja sama

pendapat

Keaktifan
Toleransi

1
2
dst

30
Keterangan Skor :
Kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta didik,
dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-
kadang tidak melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak
melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

b. Rubrik Penilaian Presentasi


No Nama Aspek Penilaian Ʃ Nilai Ket
Siswa Skor
dan
penyampaian
Komuni Kasi

Sistematika

penampilan
Keberanian
Wawasan

Antusias
Gesture

1
2
3
4
5
dst

Keterangan Skor :
kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta
didik, dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan
kadang-kadang tidak melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan
sering tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.

31
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :
Keterangan Skor

c. Lembar Pengamatan Bermain Peran


Kelompok /Kelas : ............................
Kegiatan : Bermain peran /role play
Tema /KD :............................

Aspek Penilaian
Rata-Rata
Nama Penghayatan
Partisipasi Kerjasama Nilai
peran
1
2
3
4
5
6
dst

Pedoman Penskoran
Aspek Penilaian Deskripsi Nilai
 Keterlibatan dalam bermain
peran
Partisipasi 60 – 100
 Peran dari tokoh yang
diperankan
 Penjiwaan terhadap tokoh
Penghayatan Peran  Kesesuaian kostum tokoh 60 – 100
 Semangat bermain peran
 Membantu teman
Kerjasama  Tenggang rasa dengan 60– 100
teman

32
Kriteria Pencapaian Kompetensi /Ketuntasan Belajar
Aspek
Pengetahuan Predikat Keterampilan Predikat Sikap
1-4 1-4 SB/ B/ C/ K

Keterangan KKM Pengetahuan dan Keterampilan KKM


> 2.66
KKM Sikap : Baik

Bila tingkat pencapaian kompetensi anda mencapai KKM > 2.66,


maka anda dinyatakan tuntas dan dapat melanjutkan ke kegiatan belajar
selanjutnya. Tetapi apabila tingkat pencapaian kompetensi anda
mencapai KKM < 2.66 maka anda dinyatakan belum tuntas, maka anda
harus mengulangi mulai dari kegiatan belajar, terutama pada bagian yang
masih belum anda kuasai.

33
2.2 Kegiatan Pembelajaran 2 : PKL (Perjanjian Kerja Laut)
2.2.1 Deskripsi
Pelayaran (Shipping) sebagai salah satu kegiatan di laut khususnya
pelayaran niaga nasional, baik pelayaran luar negeri maupun pelayaran
dalam negeri, merupakan sektor yang penting dalam menggerakkan dan
meningkatkan perekonomian atau perdagangan internasional suatu
negara serta faktor pemersatu bangsa. Masalah dibidang pelayaran tidak
berdiri sendiri karena terkait dengan beberapa aspek. Oleh karena itu untuk
terciptanya kegiatan pelayaran yang handal, diperlukan faktor-faktor
pendukung yang kondusif, meliputi aspek publik seperti tersedianya armada
kapal niaga yang cukup, laik laut dan sesuai dengan perkembangan
perdagangan serta teknologi modern; tersedianya kapal perikanan yang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi;
keselamatan pelayaran-navigasi; awak kapal yang handal; kepelabuhanan;
galangan kapal atau reparasi kapal, industri permesinan; pendaftaran kapal.
Sedangkan aspek keperdataaan seperti perjanjian pengangkutan di laut;
asuransi laut; hipotik atas kapal; Perjanjian Kerja Laut (PKL).
Dalam rangka memperlancar pembangunan di Indonesia perlu untuk
memperhatikan di sektor perhubungan laut atau pelayaran dan serta di
susun system transportasi yang baik dengan memperhatikan sumberdaya
manusia. Negara Republik Indonesia adalah negara yang terbesar dalam
menyediakan tenaga kerja bidang kelautan atau pelayaran dan untuk
menjamin perlindungan ketenaga kerjaan di bidang ini pemerintah
berkewajiban untuk membentuk undang-undang pelayaran yang tidak lepas
dari perjanjian internasional.
Untuk melindungi tenaga kerja pelaut Indonesia, yang bekerja di kapal-
kapal bendera asing maupun Indonesia dalam memberikan kemudahan
untuk dapat ijin turun ke darat (landing shore pass) diperlukan suatu bentuk
standar internasional. Indonesia sebagai negara anggota ILO, telah
meratifikasi beberapa konvensi ILO dalam rangka penerapan standar-
standar internasional dan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia.
LO Convention NO. 185 Concering Revising Seafarers‟ Identity
Document Convention, 1985 (Konvensi ILO NO. 185 mengenai Konvensi
Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958) merupakan salah satu
instrumen yang memberikan perlindungan dan kemudahan bagi tenaga kerja

34
pelaut dalam menjalankan profesinya dengan menggunakan identitas diri
pelaut yang berstandar internasional.
Selain itu, sesuai dengan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, yang menyatakan bahwa “setiap calon tenaga kerja Indonesia
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan mengingat tenaga kerja pelaut merupakan bagian
dari Tenaga Kerja Indonesia, maka para tenaga kerja pelaut ini wajib
dilindungi yang dalam hal dokumen identitas pelaut, yang merupakan bentuk
lain dari Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas, maka Indonesia perlu meratifikasi Konvensi
ILO NO. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut,
1958.
2.2.2 Kegiatan Belajar
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 2 siswa diharapkan
mampu :
a. Mensyukuri anugerah Tuhan Yang Maha Esa dengan menghargai
dan mempelajari Perjanjian Kerja Laut (PKL) sebagai sarana
menyajikan informasi secara lisan dan tulisan.
b. Bersikap cermat, teliti dan bertanggung jawab sebagai hasil dari
pembelajaran Perjanjian
c. Menghayati pentingnya kerjasama sebagai hasil pembelajaran
Perjanjian Kerja Laut.
d. Bersikap jujur, disiplin serta bertanggungjawab sebagai hasil dari
pembelajaran Perjanjian Kerja Laut.
e. Menjelaskan pengertian Perjanjian Kerja Laut (PKL).
f. Menyebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam PKL.
g. Menjelaskan jenis-jenis (bentuk-bentuk) PKL.
h. Menjelaskan isi PKL.
i. Menjelaskan keuntungan dari PKL kolektif (Kesepakatan Kerja
Bersama).
j. Menjelaskan berakhirnya PKL.

35
B. Uraian Materi
Perjanjian Kerja Laut (PKL)
a. Pengertian Perjanjian Kerja Laut (PKL)
Mengenai Perjanjian Kerja Laut diatur dalam BAB IV, Buku II KUHD
Pasal 395 sampai 465 (70 buah pasal).
Pasal 395 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian
Kerja Laut adalah perjanjian yang diadakan antara seorang pengusaha
perkapalan pada satu pihak dengan seorang buruh di pihak lain, di mana
yang terakhir ini mengikat dirinya untuk melakukan pekerjaan dalam dinas
pada pengusaha perkapalan dengan mendapat upah sebagai nakhoda
atau anak buah kapal. (KUHD 341,375, 399 dst.) terhadap perjanjian kerja
antara majikan lain dan seorang buruh di mana yang terakhir ini mengikat
diri untuk melakukan dinas anak buah kapal berlaku selama waktu buruh
itu terdapat dalam daftar anak buah kapal, ketentuan bab ini, kecuali
pasal-pasal 399-402 dan 404. (KUHD 375 dst., 396, 398-401, 408 dst.,
413 dst.; KUHP 567.)
Pasal 396 KUHD Terhadap Perjanjian Kerja Laut di samping
ketentuan bab ini berlaku ketentuan-ketentuan dari Kitab Undang-undang
Hukum Perdata Buku Ketiga, Bab VIIA Bagian ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
bila berlakunya itu tidak dilarang. (KUHD 402, 4042, 4104, 416h, 4205,
4282, 4292, 4302, 4352, 4413, 444, 4452 , 4463, 4482, 4493, 4504 ,
452c2 , 452d.)
Pasal 397 KUHD Selama perjalanan, nakhoda mewakili pengusaha
kapal dan majikan lainnya yang buruhnya bekerja di kapal yang
dipimpinnya dalam melaksanakan perjanjian kerja yang diadakan dengan
mereka. (KUHD 341a, 405, 5302.)
Pasal 398 KUHD Perjanjian Kerja Laut dapat diadakan untuk waktu
tertentu, untuk satu perjalanan atau lebih, untuk waktu yang tidak tertentu
atau sampai pemutusan perjanjian. (KUHPerd. 1603g; KUHD 405.)
Pasal 399 KUHD Perjanjian kerja antara pengusaha kapal dan
seorang buruh yang akan bertindak sebagai nakhoda atau perwira kapal,
harus diadakan secara tertulis dengan ancaman hukuman jika perjanjian
kerja menjadi batal.
1. Perjanjian Kerja Laut atau PKL adalah perjanjian yang dibuat
antara seorang pengusaha kapal di suatu pihak dengan
seorang buruh di pihak lain, dengan mana pihak tersebut

36
menyanggupi untuk di bawah perintah pengusaha itu
melakukan pekerjaan dengan mendapat upah baik sebagai
nakhoda atau anak buah kapal (KUHD Pasal 395).
2. Perjanjian Kerja Laut (PKL) adalah perjanjian kerja
perorangan yang di tanda tangani oleh Pelaut Indonesia
dengan pengusaha angkutan di perairan (PP. 7 Tahun 2000
Pasal 1 tentang Kepelautan).
3. Menurut KUHD PKL antara pengusaha harus dibuat tertulis
tapi tidak harus di hadapkan kepada pejabat pemerintah, tapi
PKL untuk anak kapal harus tertulis dan dibuat dihadapkan
pejabat pemerintah.
4. Tapi sesuai peraturan pemerintah No. 7 tahun 2000 tentang
kepelautan, semua PKL harus di ketahui pejabat pemerintah
yang di tunjuk oleh Menteri.
5. Selain dari PKL kita mengenal Perjanjian Kerja Kolektif
(PKK) atau di sebut juga Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
yaitu perjanjian antara satu atau beberapa pengusaha kapal
dengan satu atau beberapa organisasi perburuhan .
6. Pasal 1601a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyebutkan : “ Persetujuan perburuhan adalah persetujuan
dengan mana pihak yang satu, si buruh mengikatkan dirinya
untuk dibawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk
sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan
menerima upah.
7. Pengertian Perjanjian Kerja laut diatur dalam Pasal 395 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Jadi, secara singkat
perjanjian kerja laut dapat dikatakan sebagai perjanjian kerja
yang dibuat antara seorang majikan atau pengusaha kapal
dengan seseorang yang mengikatkan diri untuk bekerja
padanya, baik nakhoda atau anak kapal dengan menerima
upah dan perjanjian tersebut harus dibuat atau
ditandatangani dihadapan pejabat yang ditunjuk pemerintah
serta pembuatannya harus pula menjadi tanggung jawab
perusahaan pelayaran. Maksud dari perjanjian kerja dibuat di
hadapan pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah
(administratur pelabuhan) adalah agar pembuatan akta

37
perjanjian tersebut harus berdasarkan atas kemauan kedua
belah pihak atau tanpa adanya paksaan dan dalam
perjanjian tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan yang berlaku. Dengan
demikian dalam pelaksanaannya administratur pelabuhan
harus memberitahu yang seterang-terang nya. Melakukan
perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal dengan
nakhoda atau perwira kapal harus dibuat secara tertulis,
supaya dianggap sah (berlaku) dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak (Pasal 399 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang).
8. Melakukan perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal
dengan anak kapal harus dibuat dihadapan anak kapal,
dihadapan syahbandar atau pegawai yang berwajib dan
ditandatangani olehnya, pengusaha kapal dan anak buah
kapal tesebut (Pasal 400 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang).
9. Disamping syarat tertulis perjanjian kerja laut harus
memenuhi pula ketentuan yang diatur dalam pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain:
a. Adany kesepakatan atau kemauan secara sukarela dari
kedua belah pihak.
b. Masing-masing mempunyai kecakapan untuk bertindak.
c. Persetujuan mengenai atau mengandung suatu hak
tertentu.
d. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Faktor yang penting diperhatikan saat penandatanganan PKL antara
lain :
1. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (terkait financial dan
aturan yang mengikatnya).
2. Pengawasan (penilaian kerja).
3. Gaji (gaji pokok, uang lembur, fee, bonus, tunjangan dll).
4. Hubungan antar pribadi (struktur organisasi di kapal dan
perusahaan).

38
5. Kondisi pekerja (jaminan penempatan sesuai keahlian dan
keterampilannya).
6. Keamanan kerja (jaminan keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan di atas kapal).
PKL antara pengusaha kapal dengan awak kapal pada dasarnya adalah
ikatan kerja berdasarkan perjanjian keperdataan, yaitu pihak-pihak yang terlibat
tidak dapat dipaksakan melalui tindakan kepolisian untuk mentaati perjanjian. Pada
umumnya sanksi yang diberikan adalah dikenakan ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan.
c. Bentuk-bentuk atau Jenis-jenis Perjanjian Kerja Laut :
1. Perjanjian kerja laut dapat dilakukan untuk 3 macam ikatan kerja
(pembagian berdasarkan waktu terbagi 3 )
(Pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang):
a. PKL yang diselenggarakan untuk waktu tertentu atau
perjanjian kerja laut periode, misal: untuk 2 (dua) tahun,
5(lima) tahun atau 10(sepuluh) tahun, dan lain-lain. Dalam
perjanjian ini para pihak telah menentukan secara tegas
mengenai lamanya waktu untuk saling mengikatkan diri,
dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
Pada Perjanjian Kerja Laut ini biasanya disebutkan atau
ditentukan juga kapal dan trayeknya.
b. PKL yang diselenggarakan untuk waktu tidak tertentu.. Dalam
perjanjian ini hubungan kerja berlaku terus sampai ada
pengakhiran oleh para pihak atau sebaliknya hubungan kerja
berakhir dalam waktu dekat (besok), besok lusa dan
sebagainya jika memang salah satu pihak ataupun para pihak
menghendakinya. Perjanjian Kerja Laut yang tidak ditetapkan
masa berlakunya. Dalam perjanjian kerja laut jenis ini
berakhirnya sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak
c. PKL yang diselenggarakan untuk satu atau beberapa
perjalanan atau trip adalah perjanjian kerja laut yang
diselenggarakan berdasarkan pelayaran yang diadakan
perusahaan pelayaran dari suatu pelabuhan ke pelabuhan
lain.

39
2. PKL jika ditinjau dari sudut perbedaan perjanjian kerja laut dalam Undang-
undang, yaitu menyangkut persoalan alasan-alasan yang sah untuk melakukan
pemutusan hubungan kerja,maka perjanjian kerja laut dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Perjanjian kerja laut untuk nahkoda.
b. Perjanjian kerja laut untuk anak buah kapal.
Perbedaan antara kedua jenis ini menyangkut persoalan alasan-alasan
yang sah untuk pemutusan hubungan kerja.

3. PKL dilihat dari pihak yang mengikatkan diri, perjanjian kerja laut terbagi
menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Perjanjian kerja laut pribadi atau perseorangan, yaitu perjanjian kerja
laut yang dibuat antara seorang tenaga kerja dengan perusahaan
pelayaran.
b. Perjanjian kerja laut kolektif atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
yaitu perjanjian kerja laut yang dibuat antara perusahaan pelayaran atau
gabungan perusahaan pelayaran dengan gabungan tenaga kerja (anak
buah kapal), dengan syarat masing-masing pihak harus berbentuk
badan hukum. Atau Perjanjian Kerja Laut antara majikan atau gabungan
dari majikan dengan gabungan pelaut. Kedua belah pihak harus
berbentuk badan hukum. Perjanjian ini pada hakekatnya belumlah
Perjanjian Kerja dengan pelaut, jadi perjanjian kerja secara individu
masih harus dibuat. Akan tetapi isi perjanjian kerja dengan individu
pelaut kemudian tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja laut
kolektif. Bilamana ada pertentangan yang dapat mengakibatkan
dibatalkannya perjanjian tersebut. Perjanjian Kerja Laut Kolektif sangat
menguntungkan buruh (pelaut), sebab mereka berunding dengan
majikan sebagai satu kesatuan, yaitu organisasi yang sah dan diakui (di
Indonesia : Kesatuan Pelaut Indonesia), sehingga tidak mudah ditekan
oleh majikan, karena jika perundingan atau musyawarah mendapat jalan
buntu, secara kuantitatif majikan akan lebih banyak menderita rugi
daripada pelautnya, karena kapalnya tidak beroperasi. Namun demikian
majikan juga mendapat keuntungan berupa kepastian mengenai syarat-
syarat kerja, sehingga tidak dapat pula dituntut perubahan-perubahan
oleh pelaut setiap waktu sebelum berakhirnya Perjanjian Kerja laut
Kolektif tersebut. Kedua belah pihak tidak perlu berunding setiap waktu

40
dan kedua belah pihak dapat bekerja dengan tenang tanpa kecurigaan
akan sesuatu pihak untuk mengambil kesempatan dalam hal-hal yang
menyulitkan pihak yang lain. Pelaut juga mendapat keuntungan berupa
jaminan lapangan kerja yang merata, sebaliknya majikan juga mendapat
jaminan penyediaan pelaut, sehingga kurang kemungkinan terhalangnya
operasi kapal, disebabkan karena kekurangan pelaut yang tersedia. Jika
sistem ini telah diterapkan benar-benar secara konsisten, maka tidak
akan ditemui lagi pelaut perusahaan, sebab semua pelaut tidak terikat
dengan perusahaan pelayaran, akan tetapi kepada organisasi
pelautnya. Dengan demikian masing-masing pelaut akan mendapat
pengalaman yang seragam atau hampir seragam, sehingga istilah
pelaut domestik dan pelaut internasional tidak mungkin kita temui lagi.
Untuk perusahaanpun dapat menyeragamkan ongkos exploitasi
perusahaannya dengan perusahaan lain, paling kurang dalam bidang
pembiayaan personil, yang di negara-negara yang sudah berkembang
merupakan
Keuntungan dari KKB (Kesepakatan Kerja Bersama atau PKL Kolektif)
adalah :
a. Persyaratan kerja sudah di tentukan.
b. Berlaku secara luas dan dalam waktu tertentu.
c. Pelaut tidak harus bernegosiasi setiap pembutan PKL karena
PKL tidak boleh bertentangan dengan KKB.
d. Jaminan lapangan kerja lebih merata.
Menurut UU RI. NO. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran (Sijil Awak Kapal)
Pasal 224 :
1. Setiap orang yang bekerja di kapal dalam jabatan apa pun harus
memiliki kompetensi, dokumen pelaut, dan disijil oleh Syahbandar.
2. Sijil Awak Kapal dilakukan dengan tahapan :
a. penandatanganan perjanjian kerja laut yang dilakukan oleh pelaut
dan perusahaan angkutan laut diketahui oleh Syahbandar; dan
b. berdasarkan penandatanganan perjanjian kerja laut, nakhoda
memasukkan nama dan jabatan awak kapal sesuai dengan
kompetensinya ke dalam buku sijil yang disahkan oleh
Syahbandar.

41
Isi Perjanjian Kerja Laut (PKL)
Isi dari Perjanjian Kerja Laut (Pasal 401 Kitab Undang-undang Hukum Dagang)
antara lain :
a. Nama lengkap, tanggal lahir dan tempat kelahiran dari anak kapal.
b. Tempat dan tanggal dilakukan perjanjian.
c. Jenis PKL
d. Dikapal mana ia akan bekerja.
e. Perjalanan-perjalanan yang akan ditempuh.
f. Sebagai apa ia dipekerjakan atau jabatan tenaga kerja di kapal, baik sebagai
nahkoda atau anak buah kapal.
g. Pernyataan yang berisi : apakah tenaga kerja tersebut mengikatkan diri untuk
tugas-tugas lain selain tugas di kapal.
h. Nama syahbandar yang menyaksikan atau mengesahkan perjanjian kerja laut itu.
i. Gaji atau upah dan jaminan-jaminan lainnya selain yang harus atau diharuskan
oleh Undang-undang.
j. Saat perjanjian kerja laut itu dimulai.
k. Pernyataan yang berisi : Undang-undang atau peraturan yang berlaku dalam
penentuan hari libur atau cuti .
l. Hak dan kewajiban pelaut.
m. Hak dan kewajiban pengusaha.
n. Tanda tangan tenaga kerja, pengusaha pelayaran dan syahbandar.
o. Tanggal ditandatanganinya atau disahkannya perjanjian kerja laut tersebut.
p. Perihal pengakhiran hubungan kerja.
q. Penyelesaian perselisihan (PP No. 7 tahun 2000)
r. Jabatan pelaut di kapal
s. Tanda tangan buruh, majikan dan syahbandar
t. Tanggal di tanda tanganinya atau disyahkannya perjanjian kerja laut.
Berlakunya Perjanjian Kerja Laut adalah seperti yang telah ditetapkan dalam
perjanjian atau setelah pelaut terdaftar dalam sijil anak buah kapal. Jika tidak ada
keterangan apa-apa, maka Perjanjian Kerja Laut berlaku mulai tanggal penanda
tanganan (pasal 408 dan 413 KUHD).

42
Mengakhiri Hubungan Kerja (Berakhirnya PKL )
Akhir perjanjian kerja laut dapat terjadi beberapa alasan, alasan yang wajar
(biasa) atau secara sah
a. waktu perjalanan berakhir. Jika waktu perjanjian berakhir pada waktu kapal
sedang dalam pelayaran, maka perjanjian kerja laut dianggap berlaku
sampai di pelabuhan berikutnya, dimana perjanjian kerja boleh berakhir.
Dalam hal ini perjanjian boleh diteruskan dengan syarat-syarat yang sama
dengan PKL yang lama (PKL yang lama masih berlaku).
b. Pelaut meninggal dunia.
c. Persetujuan kedua belah pihak.
d. Jika perjanjian tidak sah.
e. Jika salah satu pihak tidak setuju selama dalam jangka akte percobaan (tiga
bulan menurut undang-undang perburuhan).
f. Perusahaan likwidasi.
Alasan mendesak bagi majikan ialah tindakan, sifat atau perilaku buruh yang
mengakibatkan bahwa dari pihak majikan secara wajar tidak dapat dibenarkan
(tolelir) untuk hubungan kerja selanjutnya misalnya :
a. Pelaut menipu waktu pembuatan PKL (penipuan dengan memberikan
keterangan palsu seperti ijazah, surat-surat dan bukti-bukti palsu).
b. Tidak cakap untuk melakukan tugasnya.
c. Suka mabuk, madat dan perbuatan buruk lainnya.
d. Mencuri atau melakukan penggelapan.
e. Menganiyaya, menghina majikan atau teman kerja.
f. Menolak perintah majikan atau atasan.
g. Membawa barang selundupan.
h. Sipelaut memberikan keterangan-keterangan palsu atau menyesatkan,
sehubungan dengan pekerjaan.
i. Pelaut kurang pander atau tidak cakap.
j. Pelaut melakukan pencurian, penggelapan, penipuan atau kejahatan-
kejahatan lain.
k. Pelaut dengan sengaja merusak milik majikan atau mengancam majikan
walaupun telah diperingatkan.
l. Pelaut sangat melalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya
sesuai dengan persetujuan.
m. Membocorkan rahasia perusahaan.

43
Alasan mendesak dari pihak buruh adalah :
a. Majikan menganiaya, mengancam secara kasar.
b. Membujuk untuk membuat hal–hal yang bertentangan dengan undang–
undang.
c. Tidak membayar upah pada waktunya.
d. Melalaikan kewajiban yang di beban kan pada PKL.
e. Bila kapal di operasikan untuk penyelundupan.
f. Bila makanan tidak layak.
g. Bila tempat tinggal tidak memenuhi syarat sehingga mempengaruhi kesehatan
h. Buruh sakit menjadi tidak mampu bekerja
i. Bila kapal kehilangan hak atas negara bendera.
j. Bila PKL dibuat satu/beberapa perjalanan, sedangkan majikan
menyuruhmelakukan perjalanan lain.
k. Bila majikan member tugas yang bertentangan dengan perjanjian dan undang-
undang.
l. majikan menyuruh kapal berlayar ke wilayah perang.
m. Majikan memerintahkan buruh bekerja pada majikan lain yang tidak
diperjanjikan.
n. Bila kapal dipergunakan untuk perdagangan budak, pembajakan atau
pengangkutan barang-barang yang dilarang.
Bila PKL ingin di putuskan dengan alasan mendesak maka harus di
sampaikan secepat mungkin kepada pihak lain. Apabila tidak di sampaikan
secepat mungkin maka alasan mendesak berubah jadi alasan penting. Untuk
pemutusan dengan alasan penting harus di ajukan melalui Pengadilan Negeri atau
kalau di luar negeri melalui perwakilan RI.
Pemutusan hubungan kerja juga sah, jika :
a. dengan ganti rugi, ganti biaya plus bunga uang.
b. pelaut mendapat pekerjaan lain yang lebih tinggi gaji atau jaminannya,
asal pelaut dapat mencarikan penggantinya, akan tetapi dengan syarat
bahwa perjanjian kerja laut yang telah ditanda tangani tersebut jangka
waktunya kurang satu tahun.

44
C. Refleksi
Berdasarkan pembahasan mengenai penerapan Hukum Maritim dalam
Perjanjian Kerja Laut dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Para tenaga kerja (pelaut) perlu mendapatkan perlindungan dan
jaminan sosial berupa kontrak kerja yang bisa menjamin kesejahteraan
mereka.
b. Khusus untuk para pekerja di atas kapal harus mendapatkan jaminan
ekstra berupa jaminan kesehatan dan keselamatan.
c. Pihak–pihak yang terlibat dalam Perjanjian Kerja Laut adalah calon
pelaut, nakhoda, perusahaan dan pejabat pemerintah yang ditunjuk
(syahbandar).
d. Pengertian PKL adalah perjanjian yang dibuat antara seorang
pengusaha kapal di suatu pihak dengan seorang buruh di pihak lain,
dengan mana pihak tersebut menyanggupi untuk di bawah perintah
pengusaha itu melakukan pekerjaan dengan mendapat upah baik
sebagai nakhoda atau anak buah kapal (KUHD ps 395).
e. Isi dari Perjanjian Kerja Laut (PKL) :
1. Nama lengkap, tanggal lahir dan tempat kelahiran dari anak kapal.
2. Tempat dan tanggal dilakukan perjanjian.
3. Jenis PKL.
4. Dikapal mana ia akan bekerja.
5. Perjalanan-perjalanan yang akan ditempuh.
6. Sebagai apa ia dipekerjakan atau jabatan tenaga kerja di kapal,
baik sebagai nahkoda atau anak buah kapal.
7. Pernyataan yang berisi : apakah tenaga kerja tersebut
mengikatkan diri untuk tugas-tugas lain selain tugas di kapal.
8. Nama syahbandar yang menyaksikan atau mengesahkan
perjanjian kerja laut itu.
9. Gaji atau upah dan jaminan-jaminan lainnya selain yang harus
atau diharuskan oleh Undang-undang.
10. Saat perjanjian kerja laut itu dimulai.
11. Pernyataan yang berisi : Undang-undang atau peraturan yang
berlaku dalam penentuan hari libur atau cuti .
12. Hak dan kewajiban pelaut.
13. Hak dan kewajiban pengusaha.

45
14. Tanda tangan tenaga kerja, pengusaha pelayaran dan
syahbandar.
15. Tanggal ditandatanganinya atau disahkannya perjanjian kerja laut
tersebut.
16. Perihal pengakhiran hubungan kerja.
17. Penyelesaian perselisihan (PP No. 7 tahun 2000)
f. Bentuk-bentuk atau Jenis-jenis Perjanjian Kerja Laut
Perjanjian Kerja Laut dapat dilakukan untuk 3 macam ikatan kerja
(Pasal 398 Kitab Undang-Undang HukumDagang) :
1. Pembagian PKL berdasarkan waktu atau periode yaitu ada 3 :
a. PKL yang diselenggarakan untuk waktu tertentu atau perjanjian kerja
laut periode, misal: untuk 2 (dua)tahun, 5 (lima)tahun atau 10 (sepuluh)
tahun, dan lain-lain. Dalam perjanjian ini para pihak telah menentukan
secara tegas mengenai lamanya waktu untuk saling mengikatkan diri,
dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Pada
perjanjian kerja laut ini biasanya disebutkan atau ditentukan juga kapal
dan trayeknya.
b. PKL yang diselenggarakan untuk waktu tidak tertentu , dalamperjanjian
ini hubungan kerja berlaku terus sampai ada pengakhiran oleh para
pihak atau sebaliknya hubungan kerja berakhir dalam waktu dekat
(besok), besok lusa dan sebagainya jika memang salah satu pihak
atupun para pihak menghendakinya. Perjanjian Kerja Laut yang tidak
ditetapkan masa berlakunya. Dalam Perjanjian Kerja Laut ini
berakhirnya sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak.
c. PKL yang diselenggarakan untuk satu atau beberapa perjalanan atau
trip adalah perjanjian kerja laut yang diselenggarakan berdasarkan
pelayaran yang diadakan perusahaan dari suatu pelabuhan ke
pelabuhan lain.
2. PKL jika ditinjau dari sudut perbedaan Perjanjian Kerja Laut dalam
Undang-Undang, yaitu menyangkut persoalan alasan-alasan yang sah
untuk melakukan pemutusan hubungan kerja, maka Perjanjian Kerja Laut
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Perjanjian Kerja Laut untuk nahkoda.
b. Perjanjian Kerja Laut untuk anak buah kapal.
Perbedaan antara kedua jenis ini menyangkut persoalan alasan-alasan
yang sah untuk pemutusan hubungan kerja.

46
3. PKL dilihat dari pihak yang mengikatkan diri, Perjanjian Kerja Laut terbagi
menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Perjanjian Kerja Laut pribadi atau perseorangan, yaitu Perjanjian Kerja
Laut yang dibuat antara seorang tenaga kerja dengan perusahaan
pelayaran.
b. Perjanjian Kerja Laut kolektif atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
yaitu Perjanjian Kerja Laut yang dibuat antara perusahaan pelayaran
atau gabungan perusahaan pelayaran dengan gabungan tenaga kerja
(anak buah kapal), dengan syarat masing-masing pihak harus
berbentuk badan hukum. Atau Perjanjian Kerja Laut antara majikan
atau gabungan dari majikan dengan gabungan pelaut.
Kedua belah pihak harus berbentuk badan hukum. Perjanjian ini pada
hakekatnya belumlah perjanjian kerja dengan pelaut, jadi perjanjian
kerja secara individu masih harus dibuat. Pihak tenaga kerja dikapal
anak buah kapal (ABK) seharusnya semakin menumbuhkan
kesadaran hukum yang tinggi pada diri sendiri sehingga pelanggaran-
pelanggaran diatas kapal tidak akan terjadi. Dengan adanya
kesadaran hukum yang tinggi maka kinerja tenaga kerja tidak
terganggu sehingga dapat terwujud situasi kerja yang saling
menghormati. menghargai antara pihak perusahaan dan pihak tenaga
kerja atau anak buah kapal (ABK).
g. Keuntungan dari PKL kolektif (KKB)
1. Persyaratan kerja sudah di tentukan.
2. Berlaku secara luas dan dalam waktu tertentu.
3. Pelaut tidak harus bernegosiasi setiap pembutan PKL karena PKL tidak
boleh bertentangan dengan KKB.
4. kesempatan kerja lebih merata dan luas.
h. Berakhirnya PKL
Mengakhiri secara sah
1. Kedua belah pihak menyetujui.
2. PKL sudah berakhir.
3. Salah satu pihak membayar Kompensasi.
4. Pelaut meninggal dunia.

47
5. Alasan mendesak.
6. Alasan penting.
7. Perusahaan likuidasi atau bangkrut.
Alasan mendesak bagi majikan ialah tindakan, sifat atau perilaku buruh yang
mengakibatkan bahwa dari pihak majikan secara wajar tidak dapat dibenarkan
(tolelir) untuk selanjutnya hubungan kerja misalnya :
a. Pelaut menipu waktu pembuatan PKL.
b. Tidak cakap untuk melakukan tugasnya .
c. Suka mabuk, madat dan perbuatan buruk lainnya.
d. Mencuri atau melakukan penggelapan.
e. Menganiyaya, menghina majikan atau teman kerja.
f. Menolak perintah majikan / atasan.
g. Membawa barang selundupan.
h. Si pelaut memberikan keterangan-keterangan palsu atau menyesatkan,
sehubungan dengan pekerjaan.
i. Pelaut kurang pander atau tidak cakap.
j. Pelaut melakukan pencurian, penggelapan, penipuan atau kejahatan-
kejahatan lain.
k. Pelaut dengan sengaja merusak milik majikan atau mengancam majikan
walaupun telah diperingatkan
l. Pelaut sangat melalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan
kepadanya sesuai dengan persetujuan.
m. Membocorkan rahasia perusahaan.
Alasan mendesak dari pihak buruh adalah :
a. Majikan menganiaya, mengancam secara kasar.
b. Membujuk untuk membuat hal–hal yang bertentangan dengan undang–
undang.
c. Tidak membayar upah pada waktunya.
d. Melalaikan kewajiban yang di beban kan pada PKL.
e. Bila kapal di operasikan untuk penyelundupan.
f. Bila makanan tidak layak.
g. Bila tempat tinggal tidak memenuhi syarat sehingga mempengaruhi
kesehatan.
h. Buruh sakit menjadi tidak mampu bekerja.
i. Bila kapal kehilangan hak atas negara bendera.

48
j. Bila PKL dibuat satu/beberapa perjalanan, sedangkan majikan menyuruh
melakukan perjalan lain.
k. Bila majikan memberi tugas yang bertentangan dengan perjanjian dan
undang-undang.
l. Majikan menyuruh kapal berlayar ke wilayah perang.
m. Majikan memerintahkan buruh bekerja pada majikan lain yang tidak
diperjanjikan.
n. Bila kapal dipergunakan untuk perdagangan budak, pembajakan atau
pengangkutan barang-barang yang dilarang.
Bila PKL ingin di putuskan dengan alasan mendesak maka harus di
sampaikan secepat mungkin kepada pihak lain. Apabila tidak di sampaikan
secepat mungkin maka alasan mendesak berubah jadi alasan penting. Untuk
pemutusan dengan alasan penting harus di ajukan melalui Pengadilan Negeri
atau kalau di luar negeri melalui perwakilan RI.

D. Tugas
a. Tugas individu : Siswa diminta untuk mempelajari materi 2, kemudian
membuat resume. Guru memberikan contoh bentuk Perjanjian Kerja
Laut dan siswa diminta untuk mempelajari isi dari PKL dan berlatih
untuk mengisi contoh naskah dari Perjanjian Kerja Laut yang diberikan
oleh guru.
b. Tugas Kelompok: Siswa ditugaskan mencari materi PKL dan
mendiskusikan masalahmasalah yang sering atau banyak ditemukan
dalam PKL dan merekomendasikan bentuk-bentuk pemecahan
masalahnya dan bagaimana upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk
melindungi hak-hak pelaut sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
E. Tes Formatif
Jelaskan pengertian Perjanjian Kerja Laut (PKL) !
a. Tuliskan pihak-pihak yang terlibat PKL !
b. Jelaskan jenis-jenis atau bentuk-bentuk PKL !
c. Tuliskan isi PKL!
d. Tuliskan keuntungan dari PKL kolektif (KKB)
e. Tuliskan sebab-sebab berakhirnya PKL !

49
2.2.3 Penilaian
A. Sikap
Nilai diperoleh dari pengamatan guru terhadap keaktifan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung
Lembar Penilaian Sikap
No Nama Kriteria Penilaian Jumlah Ket
Siswa skor
Aktif
Perhatian Disiplin Tekun Mendengar
(1) (2) (3) dan Bertanya
(4)

1.
2.
3.

Keterangan Skor
Kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta didik,
dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan
kadang-kadang tidak melakukan.
2 =kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering
tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

Peserta didik memperoleh nilai :


1. Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor 3.66 s.d 4.
2. Baik (B) : apabila memperoleh skor 2.66 s.d 3.65.
3. Cukup (C) : apabila memperoleh skor 1.66 s.d 2.65.
4. Kurang (K) : apabila memperoleh skor < 1.65.

50
B. Pengetahuan
Nilai diperoleh dari Pengamatan selama proses diskusi kelompok,
presentasi dan tes tertulis dan penugasan.
Pedoman penilaian :

Nilai untuk Keterampilan menggunakan penilaian kuantitatif 1 - 4 :


Sangat Baik = 4
Baik = 3
Cukup = 2
Kurang = 1
C. Keterampilan
Nilai diperoleh dari penyelesaian tugas (baik individu maupun kelompok)
pada saat diskusi, dan presentasi (bermain peran).
a. Rubrik kegiatan Diskusi
No Nama Aspek Penilian Jml Nilai Ket
Siswa Skor
Mengkomunikasikan

pendapat teman
Menghargai
Kerja sama

pendapat

Keaktifan
Toleransi

1
2
dst

Keterangan Skor :
Kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta didik,
dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-
kadang tidak melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak
melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.

51
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

b. Rubrik Penilaian Presentasi


No Nama Aspek Penilaian Ʃ Nilai Ket
Siswa Skor

dan
penyampaian
Komuni Kasi

Sistematika

penampilan
Keberanian
Wawasan

Antusias
Gesture
1
2
3
4
5
dst

Keterangan Skor :
kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta
didik, dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan
kadang-kadang tidak melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan
sering tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :
Keterangan Skor

52
Kriteria Pencapaian Kompetensi /Ketuntasan Belajar
Aspek
Pengetahuan Predikat Keterampilan Predikat Sikap
1-4 1-4 SB/ B/ C/ K

Keterangan KKM Pengetahuan dan Keterampilan KKM


≥2.66
KKM Sikap : Baik

Bila tingkat pencapaian kompetensi anda mencapai KKM ≥ 2.66,


maka anda dinyatakan tuntas dan dapat melanjutkan ke kegiatan belajar
selanjutnya. Tetapi apabila tingkat pencapaian kompetensi anda
mencapai KKM < 2.66 maka anda dinyatakan belum tuntas, maka anda
harus mengulangi mulai dari kegiatan belajar, terutama pada bagian yang
masih belum anda kuasai.

53
2.3 Kegiatan Pembelajaran 3 : Kelaiklautan Kapal
3.1 Kelaikalautan Kapal dan BKI (Balai Klasifikasi Indonesia)
3.2 Pencegahan Pencemaran dari Kapal
3.3 Manajemen Keselamatan dan Keamanan Kapal
2.3.1 Deskripsi

Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan


bangsa Indonesia. Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia yang
terdiri dari berbagai matra (transportasi laut dan transportasi lainnya)
semakin meningkat. Hal ini merupakan dampak dari aktivitas perekonomian
dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat. Disamping itu, proses deregulasi
proses pembaruan regulasi di bidang transportasi secara nasional juga telah
memicu peningkatan aktifitas transportasi. Memahami sepenuhnya bahwa
kesadaran manusia terhadap pelestarian lingkungan semakin tinggi,
sehingga kecelakaan transportasi di laut yang dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan (pencemaran) menjadi bahan pertimbangan yang
signifikan.
Peningkatan aktifitas transportasi secara nasional baik dalam matra
transportasi darat, laut, udara, perkeretaapian tersebut di sisi lain juga
berdampak semakin meningkatnya insiden dan kecelakaan transportasi.
Tingginya kasus kecelakaan laut di Indonesia saat ini harus menjadi
perhatian seluruh pihak, bukan hanya pemilik kapal tetapi juga pemerintah,
instansi terkait dan masyarakat yang harus lebih aktif dalam memberikan
informasi. Penyebab utama kecelakaan laut pada umumnya adalah karena
faktor kelebihan angkutan dari daya angkut yang ditetapkan, baik itu
angkutan barang maupun orang. Bahkan tidak jarang pemakai jasa
pelayaran memaksakan diri naik kapal meskipun kapal sudah penuh dengan
tekad asal dapat tempat di atas kapal.
Dalam rangka pengintegrasian sarana dan prasarana transportasi yang
memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan transportasi, perlu
standarisasi atau peraturan sistem dan prosedur, serta sumber daya
manusia yang profesional untuk mewujudkan pelayanan penyelenggaraan
transportasi yang utuh dan berhasil guna serta berdaya guna. Maka untuk itu
diperlukan suatu sistem tata pemerintahan yang baik dimana pemerintah
mempunyai fungsi sebagai pembinaan terhadap pelayanan transportasi
meliputi aspek pengaturan, aspek pengawasan dan aspek pengendalian.
Aspek pengaturan, meliputi penetapan kebijakan umum dan kebijakan teknis

54
antara lain penentuan standar, norma, pedoman, kriteria, perencanaan,
prosedur termasuk persyaratan keamanan dan keselamatan. Aspek
pengawasan, meliputi kegiatan pemantauan, penilaian, dan investigasi,
rekomendasi dan tindakan korektif serta penegakan hukum terhadap
penyelenggaraan transportasi agar sesuai standar, norma, pedoman, kriteria,
prosedur dan perencanaan yang telah ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan. Aspek pengendalian meliputi arahan, bimbingan dan
petunjuk, perijinan, sertifikasi dan pelatihan serta bantuan teknis di bidang
pembangunan dan pengoperasian dan dalam proses pelaksanaannya selalu
ada badan independen yang menjadi pengawasnya.
2.3.2 Kegiatan Belajar
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 3, siswa mampu :
a. Mensyukuri anugerah Tuhan Yang Maha Esa dengan
menghargai dan mempelajari kelaikan laut kapal, sebagai sarana
menyajikan informasi secara lisan dan tulisan.
b. Bersikap cermat, teliti dan tanggung jawab sebagai hasil dari
pembelajaran kelaikan laut kapal.
c. Menghayati pentingnya kerjasama sebagai hasil pembelajaran
kelaikan laut kapal.
d. Bersikap jujur, disiplin serta bertanggung jawab sebagai hasil dari
pembelajaran kelaikan laut kapal.
e. Menjelaskan pengertian kelaik lautan kapal.
f. Menjelaskan pengertian keselamatan kapal.
g. Menyebutkan persyaratan kapal laik laut.
h. Menjelaskan tentang status hukum kapal.
i. Menyebutkan peran dan fungsi dari BKI (Balai Klasifikasi
Indonesia).
j. Menyebutkan jenis-jenis dokumen (sertifikat-sertifikat) yang harus
dimiliki oleh sebuah kapal.
k. Menyebutkan dokumen-dokumen awak kapal.
l. Menjelaskan pencegahan pencemaran dari kapal.
m. Menjelaskan fungsi sertifikat garis muat kapal dan pemuatannya.
n. Menjelaskan sertifikat kesempurnaan, surat laut dan sertifikat
keselamatan.
o. Menjelaskan Manajemen Keselamatan kapal.
p. Menjelaskan Manajemen Keamanan Kapal.
55
Pengertian Kelaiklautan kapal
Sejak kapal dipesan untuk dibangun hingga kapal beroperasi, selalu ada
aturan yang harus dipatuhi, dan di dalam semua proses pelaksanaannya selalu
ada badan independen yang menjadi pengawasnya. Pada saat kapal dirancang
kemudian pemilihan bahan, dan selama proses pembangunannya, selain pemilik
kapal, pihak galangan kapal, dan pihak pemerintah selaku administrator dan pihak
Klasifikasi dalam hal ini di Indonesia oleh Biro Klasifikasi Indonesia yang akan
melakukan pengawasan dan pemberian kelas bagi kapal yang telah selesai dibuat,
hingga nanti setelah kapal beroperasi mereka juga akan melakukan tindakan
pencegahan dan pengendalian kecelakaan di laut.
Sebagai suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan
keamanan yang menyangkut angkutan di perairan dan kepelabuhan. Terdapat
banyak penyebab kecelakaan kapal laut; karena tidak diindahkannya keharusan
tiap kendaraan yang berada di atas kapal untuk diikat (lashing), hingga pada
persoalan penempatan barang yang tidak memperhitungkan titik berat kapal dan
gaya lengan stabil. Dengan demikian penyebab kecelakaan sebuah kapal tidak
dapat disebutkan secara pasti, melainkan perlu dilakukan pengkajian.
Aturan internasional keselamatan pelayaran :
Usaha dalam penyelamatan jiwa di laut merupakan suatu kegiatan yang
dipergunakan untuk mengendalikan terjadinya kecelakaan di laut yang dapat
mengurangi sekecil mungkin akibat yang timbul terhadap manusia, kapal dan
muatannya. Untuk memperkecil terjadinya kecelakaan di laut diperlukan suatu
usaha untuk penyelamatan jiwa tersebut dengan cara memenuhi semua
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime
Organization), ILO (International Labour Organization), dan ITU (International
Telecomunication Union) maupun oleh pemerintah. Dan lebih lanjut untuk dapat
menjamin keselamatan di laut tersebut diperlukan suatu standard (aturan) yang
berlaku secara nasional dan internasional antara lain :
a. Standar Nasional
Standar Nasional meliputi :
1. Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang dijabarkan
dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri, Peraturan
pelaksanaanya.
2. Undang-undang No. 3 tahun 1988 pengganti Undang-undang No. 5 tahun
1964 tentang Telekomunaksi yang dilengkapi dengan PP No. 22 Tahun
1974 tentang Telekomunikasi untuk umum.

56
3. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan yang antara
lain mengatur kompetensi, kualifikasi keahlian dan keterampilan bagiawak
kapal dan Nakhoda pada semua kapal kecuali kapal layar motor, kapal
layar, kapal motor dengan ukuran kurang dari GT 35, kapal pesiar pribadi
yang dipergunakan untuk tidak berniaga dan kapal-kapal khusus.
4. KUHD (Kitab Undang-undang Dagang) Buku Kedua.
b. Standar Internasional
Dalam standar Internasional terdapat tiga organisasi dunia yang
mengatur tentang keselamatan kapal yaitu IMO (International Maritime
Organization), ILO (International Labour Organization) dan ITU (International
Telecomunication Union), Indonesia salah satu anggota dari ketiga organisasi
tersebut dan telah meratifikasi konvensi-konvensinya. Sebagai konsekwensi
dari keanggotaannya, Indonesia harus melaksanakan aturan tersebut secara
baik dan dibuktikan secara kongkrit dalam suatu sertifikasi melalui
independent evaluation setiap 5 tahun. Konvensi-konvensi Internasional yang
mengatur tentang keselamatan kapal tersebut meliputi :
1. SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea) dan amandemen amandemennya.
2. Marpol 73/78 dan protocol-protocolnya.
3. Load Line Convention (LLC, 1966).
4. Collreg 1972 (Collision Regulation).
5. Tonnage Measurement 1966.
6. STCW 1978 Amandemen 95 International Convention on Standards of
Training, Certification dan Watchkeeping for Seafarers, tahun 1978 dan
terakhir diubah pada tahun 1995.
7. International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979.
8. International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual
(IAMSAR) dalam 3 jilid.
9. ILO NO. 147 Tahun 1976 tentang Minimum Standar Kerja bagi Awak
Kapal Niaga.
10. ILO Convention NO. 185 Tahun 2008 tentang SID (Seafarers
Identification Document) yang telah diratifikasi berdasarkan UU No. 1
Tahun 2009.
11. Demikian pula bab-bab lain dalam SOLAS yaitu Penerapan ketentuan-
ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran
termasuk didalamnya penerapan of the International Safety
Management (ISM) Code dan International Ship and Port Facility

57
Security (ISPS) Codeserta IMDG Code (international maritime
dangerous Goods) yang baru di revisi 1 Januari 2002 dan mulai
berlaku 1 Juli 2002.
Selain konvensi yang disebutkan di atas terdapat satu aturan yang tidak
dapat dilepaskan dari keselamatan pelayaran yang mengatur tentang Radio
Komunikasi Laporan yang erat hubungannya dengan GMDSS yaitu Radio
Regulation (RR), Telegraph and Telephone Regulation di bawah konvensi
International Telecomunication Union (ITU). Dari semua standard konvensi di
atas disimpulkan bahwa untuk mencapai sasaran keselamatan jiwa di laut
dapat diperlukan 4 (empat) kelompok persyaratan utama yaitu :
1. Persyaratan kapal (keselamatan dan keamanan kapal).
2. Persyaratan SDM.
3. Persyaratan pengoperasiannya.
4. Pengaruh faktor external terhadap pengoperasian kapal.
Persyaratan Kapal
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kapal di laut, maka kapal harus
memenuhi semua persyaratan mengenai keselamatan berdasarkan aturan-aturan
yang didapat dari konvensi Internasional seperti halnya disebut di atas, yaitu
SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea) yaitu salah satu konvensi internasional yang
berisikan persyaratan-persyaratan kapal dalam rangka menjaga keselamatan jiwa
di laut untuk menghindari atau memperkecil terjadinya kecelakaan di laut yang
meliputi kapal, crew dan muatannya. Untuk dapat menjamin kapal beroperasi
dengan aman harus memenuhi ketentuan-ketentuan di atas khususnya konvensi
internasional tentang SOLAS 1974 pada Chapter I s.d V, yang mencakup tentang :
1. Konstruksi kapal yang berhubungan dengan struktur, subdivisi dan
stabilitas, instalasi permesinan dan instalasi listrik di kapal .
2. Konstruksi kapal yang berhubungan dengan kebakaran baik mengenai
perlindungan kebakaran, alat penemu kebakaran dan alat pemadam
kebakaran.
3. Pengaturan dan penggunaan alat keselamatan jiwa (seperti :
pelampung, life jacket, sekoci dll).
4. Perlengkapan alat komunikasi radio. (struktur, stabilitas, permesinan dan
instalasi listrik, perlindungan api, detoktor api dan pemadam kebakaran);
5. Alat-alat keselamatan navigasi.
Di dalam Marpol diatur tentang pencegahan dan penanggulangan
pencemaran di laut baik berupa minyak, muatan berbahaya, bahan kimia, sampah,

58
kotoran (sewage) dan pencemaran udara yang terdapat dalam annex Marpol
tersebut. Dalam hal ini kapal jenis penumpang sangat erat kaitannya dengan
tumpahan minyak, kotoran dan sampah dalam menjaga kebersihan lingkungan
laut. Sertifikat yang berhubungan dengan konvensi tersebut adalah :
1. Sertifikat pencegahan pencemaran disebabkan oleh minyak (oil).
2. Sertifikat pencegahan pencemaran yang disebabkan oleh kotoran
(sewage).
3. Sertifikat pencegahan pencemaran yang disebabkan oleh sampah
(garbage).
Dalam hubungannya dengan kecelakaan kapal, Marpol memegang peranan
penting terutama mengenai limbah yang dibuang yang berbentuk minyak kotor,
sampah dan kotoran (sewage). Untuk mengetahui bahwa kapal tersebut telah
memenuhi konvensi internasional mengenai Marpol 73/78 dibuktikan dengan
adanya sertifikasi.
Load Line Convention (LLC 1966)
Kapal yang merupakan sarana angkutan laut mempunyai beberapa
persyaratan-persyaratan yang dapat dikatakan laik laut. Persyaratan-persyaratan
kapal tersebut diantaranya Certificate Load Line yang memenuhi aturan pada Load
Line Convention (LLC 1966). Pada umumnya semua armada telah memiliki
Certificate Load Line baik yang berupa kapal barang maupun kapal penumpang.
Certificate Load Line tersebut adalah kapal harus melalui pemeriksaan dan
pengkajian yang telah diatur dalam Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang
Pelayaran. Kapal yang telah diuji dan diperiksa tersebut, apabila telah memenuhi
persyaratan keselamatan kapal dapat diberikan Certificate Load Line yang
diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yang berlaku secara nasional.
Sertifikat tersebut juga berlaku secara internasional sesuai dengan SOLAS 1974.
Dari tahun ke tahun kecelakaan pelayaran di Indonesia tak pernah
berkurang. Bahkan, sebab kecelakaan laut seperti mengulang-ulang kesalahan di
masa lalu, yaitu kecelakaan tidak pernah jauh dari cuaca buruk, kelebihan beban,
atau kapal yang tidak memenuhi standar kelayakan. Setidaknya, ada 2 (dua)
sebab penting terjadinya kecelakaan laut di Indonesia. Pertama kondisi armada,
kapal-kapal transportasi pada umumnya dibuat tanpa menggunakan standar-
standar tertentu dalam keselamatan.
Selain itu, banyak armada kapal di Indonesia merupakan kapal bekas yang
dibeli dari negara lain. Perawatan kapal-kapal ini juga di bawah standar, umur
kapal bekas yang dipakai dalam pelayaran di Indonesia biasanya sangat tua.

59
Sehingga kapal-kapal ini tidak laik berlayar. Kapal-kapal bekas tersebut, di negara
asalnya, sebetulnya sudah tidak digunakan sebagai salah satu modal transportasi
laut. Sebab kedua adalah operasional armada, baik aspek kapal maupun aspek
muatan. Problem ini adalah problem yang muncul karena lemahnya pengawasan
standar keselamatan pelayaran yang akhirnya mengakibatkan masalah kelebihan
beban atau muatan berbahaya yang tidak dilaporkan. Alasan tentang cuaca buruk
dan kondisi alam, sebenarnya tidak layak diajukan sebagai alasan utama
kecelakaan pelayaran, karena Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) selalu mengumumkan kondisi cuaca berikut prakiraan-prakiraannya.
Disinilah pentingnya peranan Syahbandar pelabuhan yang harus secara
tegas menyeleksi, kapal mana yang diijinkan berlayar dan kapal yang harus
menunggu cuaca mereda, sedangkan yang boleh ditahan oleh Syahbandar adalah
kapal-kapal khusus seperti High Speed Craft (HSC). Disamping itu kita ketahui
bersama ada banyak penyebab terjadinya kecelakaan di laut, antara lain :
1. Cuaca buruk (Bad Weather).
2. Kebakaran termasuk akibat muatan berbahaya.
3. Stabilitas kapal termasuk akibat muatan yang bergeser.
4. Tidak ada daya apung cadangan akibat muatan yang berlebihan.
5. Kandas (Grounding), terdampar (stranding).
6. Tubrukan (Collision).
7. Desain dan struktur yang tidak sempurna.
8. Kelalaian manusia (Human Negligence).
9. Blow Out (Offshore Oil Platform).
Dapat di simpulkan bahwa penyebab kecelakaan kapal terjadi pada :
1. Operator
a. Keselamatan Kapal
 Banyak kapal dibuat secara tradisional dan tidak mempunyai
sertifikat
 Banyak pembuatan kapal tidak mengikuti arahan gambar
kapal yang sudah disyahkan.
 Banyak sertifikat kapal sudah kadaluarsa.
 Peralatan komunikasi dan navigasi kapal kurang berfungsi.
b. Pemuatan
 Pemuatan berlebihan terutama on-deck.
 Penempatan muatan atau peningkatan tidak benar.
 Pemuatan penumpang berlebihan.

60
 Kesadaran penumpang masih kurang.
2. Pengawasan Aparat
a. Kapal dapat keluar atau masuk tempat dimana saja.
b. Jumlah lokasi aparat pengawas terbatas, Tidak semua tempat
singgah kapal dapat diawasi.
c. Kemungkinan pemeriksaan kurang teliti.
3. Pengguna Jasa dan masyarakat
a. Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya
keselamatan pelayaran.
b. Sering memaksakan kehendak tanpa memperdulikan
keselamatan pelayaran.
Berdasarkan survey dan audit atas pelaksanaan semua aturan keselamatan
yang harus dipenuhi. Kecelakaan angkutan laut yang menelan banyak korban jiwa
dan harta benda terjadi silih berganti, dalam beberapa tahun belakangan ini
diantaranya Kecelakaan KM Digoel. Sedangkan faktor-faktor penyebab terjadinya
kecelakaan secara langsung di laut seperti :
1. Faktor manusia.
2. Faktor teknis.
3. Faktor alam.
1. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling besar yang antara lain
meliputi:
a. Kecerobohan didalam menjalankan kapal.
b. Kekurang mampuan awak kapal dalam menguasai berbagai
permasalahan yangmungkin timbul dalam operasional kapal.
c. Secara sadar memuat kapal secara berlebihan.
2. Faktor teknis
Faktor teknis biasanya terkait dengan kekurang cermatan didalam
desain kapal, penelantaran perawatan kapal sehingga mengakibatkan
kerusakan kapal atau bagian-bagian kapal yang menyebabkan kapal
mengalami kecelakaan, terbakarnya kapal seperti yang dialami Kapal
Tampomas diperairan Masalembo, Kapal Livina.
3. Faktor alam
Faktor cuaca buruk merupakan permasalahan yang seringkali
dianggap sebagai penyebab utama dalam kecelakaan laut. Permasalahan
yang biasanya dialami adalah badai, gelombang yang tinggi yang

61
dipengaruhi oleh musim atau badai, arus yang besar, kabut yang
mengakibatkan jarak pandang yang terbatas.

Gambar 2. 1. Kecelakaan transportasi laut


SOLAS merupakan ketentuan yang paling penting dan juga yang tergolong paling tua
berkaitan dengan keselamatan kapal-kapal niaga. International Convention for the Safety of
Life at Sea (SOLAS), 1974.

Perangkat keselamatan kapal


Perangkat keselamatan yang digunakan dalam evakuasi kapal dalam hal terjadi
kebakaran ataupun kapal tenggelam berupa :
a. Sekoci.
b. Baju pelampung.
c. Rakit penolong.

Gambar 2. 2. Contoh Alat Keselamatan “Pelampung” SOLAS 1974

62
Gambar 2. 3Life jacket (alat bantu keselamatan)

(Sumber : alat keselamatan Jpg)


Gambar 2. 4.Beberapa contoh alat bantu keselamatan
Perangkat yang penting dalam komunikasi adalah sistem komunikasi yang meliputi :

1. Radio komunikasi antar kapal, kapal dengan pelabuhan, kapal dengan radio
pantai.
2. Telepon satelit.

63
Jenis-jenis kecelakaan meliputi :
1. Bocor.
2. Hanyut.
3. Kandas.
4. Kerusakan Konstruksi.
5. Kerusakan Mesin.
6. Meledak.
7. Menabrak Dermaga.
8. Menabrak Tiang Jembatan.
9. Miring.
10. Orang Jatuh ke Laut.
11. Tenggelam.
12. Terbakar.
13. Terbalik.
14. Tubrukan.
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keselamatan nelayan dan
jaminan keselamatan sumberdaya, pihak Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap perlu menerapkan ketentuan-ketentuan dan persyaratan mengenai “
Kelayakan Kapal Perikanan yang bertanggung jawab” melalui satu Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan. Setiap kapal yang akan melakukan operasi
penangkapan ikan harus memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan laik tangkap
untuk menghindari terjadinya pelanggaran di laut yang mengakibatkan kapal tenggelam,
melindungi pekerja di atas kapal untuk menghindari kecelakaan di laut saat melakukan
kegiatan operasi penangkapan ikan serta menjaga potensi sumberdaya perikanan agar
dapat dikelola secara berkelanjutan. Berdasarkan Bab VIII ayat 1 dan 2, NO.17 Tahun
2008 tentang Keselamatan dan keamanan angkutan diperairan, pelabuhan, serta
perlindungan lingkungan maritim. Penyelenggaraan keselamatan dan keamanan
pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh pemerintah.
BAB VIII pasal 117 ayat 1, menyatakan keselamatan dan keamanan angkutan
perairan wajib terpenuhinya persyaratan : Kelaiklautan kapal dan kenavigasian.
Menurut UU RI No. 17 tahun 2008 pasal 117 dan pasal 118 menerangkan
bahwa Kelaiklautan kapal wajib dipenuhi setiap kapal sesuai dengan daerah-daerahnya
meliputi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal,
pengawakan kapal, garis muat kapal dan pemuatan, kesehatan penumpang dan
kesejahteraan awak kapal, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan

64
pencegahan pencemaran dari kapal dan manajemen keamanan kapal. Pemenuhan
setiap persyaratan kelaiklautan kapal harus dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal.
Sedangkan untuk persyaratan kenavigasian terdiri sarana bantu navigasi-
pelayaran, telekomunikasi–pelayaran, hidrografi dan meteorology, alur dan perlintasan,
pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal dan salvage dan
pekerjaan bawah air.

Pengertian Kelaiklautan kapal dan Keselamatan kapal :


Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis
muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang status hukum
kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal , manajemen
keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
material, kontruksi, bangunan, permesinan dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal yang
dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Laik tangkap adalah kesesuaian hubungan antara ukuran kapal, mesin, alat
tangkap, alat bantu penangkapan, jalur penangkapan, dan kecakapan pekerja (ABK) di
atas kapal ikan. Sarana Bantu Navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun atau
terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu navigasi
dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta memberitahukan bahaya dan atau
rintangan pelayaran untuk kepentingan keselamatan berlayar.

65
Gambar 2. 5 Penyebab kecelakaan pelayaran, kedaruratan pelayaran dan penanganannya

Peraturan Pengawakan Kapal


Dengan diberlakukannya Amandemen International Convention on Standard of
Training Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) 1995 sebagai
penyempurnaan STCW 1978, maka Menteri Perhubungan menetapkan peraturan dalam
bentuk keputusan Menteri perhubungan No. 70 tahun 1998 tanggal 21 Oktober 1998
tentang Pengawakan Kapal Niaga.
Pada BAB. II Pasal 2 ayat (1) dan (2) bahwa pada setiap kapal niaga yang berlayar
harus diawaki dengan susunan terdiri dari : seorang nakhoda, sejumlah rating. Susunan
awak kapal didasarkan pada daerah pelayaran, tonase kotor kapal (Gross tonnage/GT) dan
ukuran tenaga penggerak kapal (kilowatt/KW).
Pada pasal 8 menetapkan dan memperjelas bahwa awak kapal yang mengawaki
kapal niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Bagi nakhoda , mualim atau masinis harus memiliki sertifikat keahlian pelaut yang
jenis dan tingkat sertifikatnya sesuai dengan daerah pelayaran, tonase kotor dan
ukuran tenaga penggerak kapal dan memiliki sertifikat keterampilan pelaut.
2. Bagi operator radio harus memiliki sertifikat keahlian pelaut bidang radio yang jenis
dan tingkat sertifikatnya sesuai dengan peralatan radio yang ada di kapal dan di
kapal dan memiliki sertifikat keterampilan pelaut.

66
3. Bagi ratting harus memiliki sertifikat keahlian pelaut dan sertifikat keterampilan
pelaut yang jenis sertifikatnya sesuai dengan jenis tugas, ukuran dan jenis kapal
serta tata susunan kapal.
(Pasal 135) menyebutkan setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang
memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan
internasional.
Pengawakan Kapal Niaga dan kewenangan jabatan
Kapal harus diawaki dengan awak kapal yang cukup, cakap dan memiliki sertifikat
yang diharuskan, serta sehat jasmani dan rohani sesuai pemeriksaan dari rumah sakit yang
ditunjuk pemerintah. Setiap awak kapal harus familiar dengan tugas-tugasnya di kapal dan
menguasai peralatan yang ada di kapal serta dapat ber koordinasi dengan baik dalam
menanggulangi keadaan darurat. Jumlah awak kapal minimum sesuai dengan Safe
Manning Certificatedan susunan perwiranya sesuai ketentuan pemerintah.
Pasal 3 PP RI NO. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan menerangkan ;
1. Setiap awak kapal harus memiliki sertifikat kepelautan.
2. Jenis sertifikat kepelautan terdiri dari :
3. Sertifikat Keahlian Pelaut;
4. Sertifikat Keterampilan pelaut.
Pasal 4
1. Jenis Sertifikat Keahlian Pelaut terdiri dari :
a. Sertifikat Keahlian Pelaut Nautika;
b. Sertifikat Keahlian Pelaut Teknik Permesinan;
c. Sertifikat Keahlian Pelaut Radio Elektronika.
2. Jenis Sertifikat Keterampilan Pelaut b terdiri dari :
a. Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut;
b. Sertifikat Keterampilan Khusus.
Pasal 5
1. Sertifikat Keahlian Pelaut Nautika terdiri dari :
a. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat I;
b. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat II;
c. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat III;
d. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat IV;
e. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat V;
f. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat Dasar.
2. Sertifikat Keahlian Pelaut Teknik Permesinan terdiri dari :
a. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat I;

67
b. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat II;
c. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat III;
d. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat IV;
e. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat V;
f. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat Dasar.
3. Sertifikat Keahlian Pelaut Radio Elektronika terdiri dari :
a. Sertifikat Radio Elektronika Kelas I;
b. Sertifikat Radio Elektronika Kelas II;
c. Sertifikat Operator Umum;
d. Sertifikat Operator Terbatas.
Pasal 6
1. Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut adalah Sertifikat Keterampilan dasar
Keselamatan (Basic Safety Training).
2. Jenis Sertifikat Keterampilan Khusus terdiri dari :
a. Sertifikat Keselamatan Kapal Tanki (Tanker safer);
b. Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang Roro;
c. Sertifikat Keterampilan Penggunaan Pesawat Luput Maut dan Sekoci
Penyelamat (Survival Craft dan Rescue Boats );
d. Sertifikat Keterampilan Sekoci Penyelamat Cepat (Fast Rescue Boats);
e. Sertifikat Keterampilan Pemadaman Kebakaran Tingkat Lanjut (Advance
Fire Fighting);
f. Sertifikat KeterampilanPertolongan Pertama (Medical Emergency First Aid);
g. Sertifikat Keterampilan Perawatan Medis di atas kapal (Medical Care on
Boat).
h. Sertifikat Radar Simulator;
i. Sertifikat ARPA Simulator.
Pasal 7 (1) Pada setiap kapal yang berlayar harus berdinas :
1. Seorang nahkoda dan beberapa perwira kapal yang memiliki sertifikat keahlian
pelaut dan sertifikat keterampilan pelaut sesuai dengan daerah pelayaran,
ukuran kapal, jenis kapal dan daya penggerak kapal;
2. Sejumlah rating yang memilki sertifikat keahlian pelaut dan/atau sertifikat
keterampilan pelaut sesuai dengan jenis tugas, ukuran dan tata susunan kapal.

68
Menurut UU RI. No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Kesejahteraan Awak Kapal dan
Kesehatan Penumpang
Pasal 151
1. Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraanyang meliputi:
a. gaji;
b. jam kerja dan jam istirahat;
c. jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat
asal;
d. kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami
kecelakaan;
e. kesempatan mengembangkan karier;
f. pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
g. pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi
kecelakaan kerja.
2. Kesejahteraan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam
perjanjian kerja antara Awak Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 152
1. Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas
kesehatan bagi penumpang.
2. Fasilitas kesehatan meliputi :
a. ruang pengobatan atau perawatan;
b. peralatan medis dan obat-obatan; dan
c. tenaga medis.
Pasal 153
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja dan persyaratan fasilitas kesehatan
penumpang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Biro Klasifikasi (Clasification Bureau)
Clasification Bureau (Biro Klasifikasi ) adalah suatu badan atau lembaga yang
berfungsi dan berwenang untuk memberikan kelas kepada kapal-kapal dalam rangka
pengawasan dan jaminan kekuatan konstruksi kapal, serta mesin dan perlengkapan kapal
lainnya.
Biro klasifikasi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengadakan survey dan menguji
serta meneliti kepada setiap kapal pada periode-periode tertentu, dengan tujuan agar kapal
tetap berada dalam kelasnya atau kelaik lautannya.

69
Penelitian dan uji mutu serta survei yang dilakukan oleh Biro Klasifikasi antara lain :
a. Survey tahunan adalah survey yang dilakukan satu kali dalam satu tahun.
b. Survey besar adalah survey yang dilakukan oleh Biro Klasifikasi secara khusus
dan lebih ketat (biasanya 2 tahun sekali).
c. Survey berlanjut adalah suatu survey dari Biro Klasifikasi yang sifatnya berlanjut
dan kontinyu.
d. Survey permulaan/pembuatan/pembangunan adalah suatu survey dari Biro
Klasifikasi dilakukan pada saat dibangun atau baru dibeli.
e. Survey sewaktu-waktu adalah survey dari Biro Klasifikasi dilakukan pada waktu
setelah kapal mengalami kecelakaan, tabrakan, kandas atau ada perubahan
nama kapal.
Beberapa Biro Klasifikasi yang terkenal di dunia :
1. Biro Klasifikasi Indonesia Jakarta BKI
2. Lioy‟s Registrered of Shipping London LR
3. The British Corporation Glasgow BC
Regsitered of Shipping and Air
Craft
4. Bureau Veritas Paris BV
5. Germanisher Lloyd Jerman GL
6. Registro Italiano Navale Genoa RI
7. Det Norske Veritas Oslo NV
8. Nippon Taikako Kaiji Kyokai Tokyo NK
9. Register of Shipping of USSR Moskwa PC
10. American Bureau of Shipping New York AB
11. Hellenic Register of Shipping Athena HS
Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) adalah badan hukum yang dimodali oleh
pemerintah dengan bentuk Perum (Perusahaan Umum) yang dikelola oleh suatu
management tersendiri. Sesuai dengan surat keputusan Menteri Perhubungan Laut RI
No.th. 1/17/1 tertanggal, 26 September 1964 tugas BKI adalah sebagai berikut :
a. Meng “kelas” kan kapal-kapal yang dibangun di bawah pengawasan BKI baik
selama pembuatannya maupun setelah beroperasi.
b. Berwenang untuk menetapkan dan memberikan tanda-tanda lambung timbul pada
kapal-kapal tersebut.
c. Mengeluarkan sertifikat garis muat pada kapal-kapal berbendera nasional yang
dikeluarkan oleh BKI.
Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses :
a. pengukuran kapal;

70
b. pendaftaran kapal; dan
c. penetapan kebangsaan kapal.
Kapal harus mempunyai surat tanda kebangsaan yang masih berlaku sesuai ukuran
kapal.
Pasal 155 UU RI No. 17 tahun 2008 menjelaskan :
1. Setiap kapal sebelum dioperasikan wajib dilakukan pengukuran oleh pejabat
pemerintah yang diberi wewenang oleh Menteri.
2. Pengukuran kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
menurut 3 (tiga) metode, yaitu:
a. pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang
dari 24 (dua puluh empat) meter;
b. pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua
puluh empat) meter atau lebih; dan
c. pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu.
3. Berdasarkan pengukuran diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran
tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
4. Surat Ukur diterbitkan oleh Menteri dan dapat dilimpahkan kepada pejabat
yang ditunjuk.
Pasal 156
1. Pada kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur wajib dipasang
Tanda Selar.
2. Tanda Selar harus tetap terpasang di kapal dengan baik dan mudah dibaca.
Sertifikat kapal dan surat kapal harus dimiliki oleh sebuah kapal pertama sekali
disaat kapal baru selesai dibangun atau baru dibeli. Tentu perlu diadakan survey
untuk melengkapi data-data kapal yang diperlukan mengeluarkan sertifikat atau surat-
surat kapal oleh instansi yang berwenang dan sesuai dengan peraturan dan undang-
undang yang berlaku, setelah segala sesuatunya selesai, maka kapal yang
bersangkutan diberikan sertifikat Kapal dan atau surat-surat kapal antara lain sertifikat
ukur kapal, surat tanda pendaftaran kapal, Flag of Convenience, sertifikat garis muat,
sertifikat penumpang kapal, sertifikat hapus tikus dan surat kapal lainnya.
Klasifikasi kapal merupakan kewajiban para pemilik kapal berbendera Indonesia
sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa kapal -
kapal yang wajib klas adalah kapal - kapal dengan ketentuan :
1. Panjang >= 20 m dan atau
2. Tonase >= 100 GT dan atau Mesin Penggerak >= 250 PK (PM. 7 Tahun
2013)

71
3.2 Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Pasal 134 (Menurut PP. RI No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan)
menerangkan Pencegahan Pencemaran dari Kapal
1. Setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi
persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran.
2. Pencegahan dan pengendalian pencemaran ditentukan melalui
pemeriksaan dan penyelidikan.
3. Kapal yang dinyatakan memenuhi persayaratan pencegahan dan
pengendalian pencemaran diberikan sertifikasi dan pengendalian
pencemaran oleh menteri.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan pencemaran diatur dengan
peraturan menteri.
MARPOL (MARINE POLUTION 73/78)
Mengapa ada MARPOL 73/78 ?
Usaha mengadakan pencegahan pencemaran minyak mulai muncul sejak
tahun 1885 saat peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama “GLUKAUF”
dan penggunaan pertama mesin diesel sebagai penggerak utama kapal .
Sekitar tahun 1920 atau sebelum perang dunia II gagasan untuk mencegah
dan menanggulangi terjadinya pecemaran di laut akibat minyak sebenarnya telah
ada namun setelah perang dunia II masih saja membuang ke laut air cucian ke
tangki dan residu minyak ke laut . Di Inggris pada tahun 1954 telah di adakan
konvensi internasional tentang pencegahan pencemaran laut oleh minyak „”Oil
Pollution Convention yang di undangkan pada tanggal 26 Juli 1958 di sponsori oleh
IMCO (Internasional Govermental Maritime Consultative Organization) yaitu suatu
badan Internasional PBB yang khusus menangani masalah-masalah kemaritiman
yang baru diakui secara Internasional tahun 1958 (1948-1958) yang kemudian
berubah nama menjadi IMO pada tanggal 22 Mei 1982 .
IMO (Internatonal Maritime Organization) berkedudukan di London yang
merupakan satu-satunya badan Internasional PBB yang bermarkas di Inggris.
Konvensi ini berisi persyaratan-persyaratan operasi dari kapal dan
perlengkapannya pembuangan minyak atau air campuran minyak dilarang pada
tempatnya, waktu dan keadaan-keadaan tertentu, serta disyaratkan adanya Oil
Record Book.
Perubahan-perubahan berikut dari konvensi 1954 tersebut diselenggarakan
pada tahun 1962, 1969, dan 1971.

72
Amandemen tahun 1962 yang mulai diundangkan pada tanggal 18 Mei 1967
mewajibkan tambahan terhadap pembuangan minyak atau campuran minyak serta
menetapkan penyediaan sarana penampungan limbah (Shore Reception Facilities)
terutama di loading Terminal.
Pada tahun 1967 terjadi pencemaran dari sebuah kapal tanker “ TORREY
CANYON “di pantai selatan Inggris yang menumpahkan menyak sekitar 35 juta
gallond crude oil.
Amandemen tahun 1969 di maksud untuk mengganti jenis pembatasan
terhadap pembuangan minyak yang persisten ( kuat ikatan unsur – unsurnya ) yang
meyakinkan bahwa pembuangan tersebut di izinkan asalkan berada di bawah batas-
batas yang telah tentukan. Air yang bercampur minyak dari kapal tanker di larang di
buang ke laut kecuali keadaan tersebut di bawah ini di penuhi :
Kapal tanker sedang berlayar.
Kecepatan pembongkaran dari minyak yang terkandung dalam campuran
tidak boleh lebih dari 60 liter/mil.
Kapal tanker harus berada pada lokasi laut yang jaraknya dari pantai terdekat
lebih dari 50 mil.
Jumlah minyak yang boleh di buang 1/5000 kapasitas angkut dari kapal
tanker.
Maksud dan persyaratan tersebut di atas selain untuk membatasi
pembuangan minyak bisa dengan cepat di cerai beraikan dan di musnakan dalam
waktu 2-3 jam .
Amandement tahun 1971 membatasi ukuran muatan keadaan kompartement-
kompartement dengan maksud untuk memperkecil aliran keluar minyak apabila
terjadi kecelakaan di laut.
Selanjutnya Konvensi 1954 tersebut berikut amandement- amandementnya di
sidangkan dan hasilnya konvensi Internasional tentang pencegahan pencemaran di
laut oleh kapal (International Convension For the Prevention of Pollution from Ship)
tahun 1973 dan kemudian di sempurnakan oleh TSPP (Tanker Safety and Pollution
Prevention) protokol pada tahun 1978 biasa disebut dengan MARPOL 1973 protokol
1978 memuat 6 annex yang berlaku sampai sekarang.
MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexs yakni :
Annex I: Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh Minyak.
Annex II:Peraturan-peraturan untuk pengawasan pencemaran oleh
zat-zat cair beracun dalam jumlah besar.

73
Annex III:Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemarean oleh zat-zat
berbahaya yang diangkut melalui laut dalam kemasan, atau peti atau tangki jinjing
atau mobil tangki dan gerbong tangki.
Annex IV:Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh
kotoran dari kapal
Annex V:Peraturan-peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh
sampah dari kapal.
Annex VI:Peraturan untuk pencegahan pencemaran udara dari
kapal-kapal.
Konvensi ini berlaku secara International sejak 2 Oktober 1983. Annex 1
MARPOL 73/78 yang berisi mengenai peraturan untuk mencegah pencemaran oleh
tumpahan minyak dari kapal sampai 6 Juli 1993 sudah terdiri dari 26 regulation.
Dokumen penting yang menjadi bagian integral dari Annex I adalah:
Appendix 1 : Mengenai daftar dan Jenis minyak.
Appendix 2 : Bentuk format dari IOPP certificate.
Appendix 3 : Bentuk Formal dari Oil Record Book.
Berikut adalah isi dan bentuk dari dokumen berdasarkan MARPOL 73/78 :
1. List of oil “sesuai appendix I MARPOL 73/78 adalah daftar dari
minyak yang akan menyebabkan pencemaran apabila tumpah ke laut
dimana daftar tersebut tidak akan sama dengan daftar minyak sesuai
kriteria industri perminyakan.
2. International Oil Pollution Prevention Certificate (IOPC) untuk semua
kapal dagang, dimana supplement atau lampiran mengenai “Record
of Construction and Equipment for ship other than oil tankers and oil
tankers”
3. Oil Record Book adalah buku catatan yang ditempatkan di atas kapal,
untuk mencatat semua kegiatan menangani pembuangan sisa-sisa
minyak serta campuran minyak dan air di kamar mesin, semua jenis
kapal, dan untuk kegiatan bongkar muat muatan dan air ballast kapal
tanker.
Pendekatan yang di lakukan IMO untuk mencegah jangan sampai terjadi
tumpahan minyak ke laut yakni melakukan kontrol pada struktur kapal di lakukan
pada tahun 1970 – an. Selanjutnya IMO pada tahun 1984 melakukan beberapa
modifikasi yang menitik berkaitan pencegahan hanya ada kegiatan operasi tanker
pada Annex 1 dan terutama adalah keharusan kapal di lengkapi dengan Oil Water
Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring System.

74
Karena itu MARPOL1973/1978 dapat di bagi dalam 3 (tiga) kategori :
a. Peraturan pencegahan terjadinya pencemaran.
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran.
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut.
Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran Peraturan dalam MARPOL
73/78 sangat kompleks, memuat banyak kreteria dan spesifikasi. Karena itu
memerlukan kesabaran dan ketelitian untuk mempelajari dan melaksanakannya.
Penting untuk diketahui waktu atau tanggal berlakunya suatu peraturan karena
berbeda satu dengan yang lainnya, dan kaitannya dengan kapal bangunan baru (New
Ships ) dan kapal yang sudah ada ( Existing Ships ).
Pasal 65 ayat (1) UU. No.21 tahun 1992 menegaskan bahwa setiap kapal
dilarang melakukan pembuangan limbah atau bahan lainnya apabila tidak memenuhi
persyaratan yang ditentukan. Pembuangan limbah atau bahan lain yang dilarang itu
antara lain : Pembuangan (dumping) limbah air got dari kapal tanpa prosedur,
membuang sampah atau kotoran dan sisa-sisa muatan (dirty Sweeping), membuang
air cleaning dari tangki muat kapal dan lain sebagainya.
Menurut pasal 67 UU. No. 21 tahun 1992, setiap Nakhoda atau Pemimpin
perusahaan kapal mempunyai kewajiban dalam upaya menanggulangi atau mencegah
pencemaran laut yang bersumber dari kapalnya. Wajib segera melaporkan kepada
pejabat pemerintah atau instansi yang berwenang yang menangani penanggulangan
pencemaran laut , mengenai terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh
kapalnya, atau oleh kapal lain atau apabila melihat adanya pencemaran di laut.
MARPOL 1973/1978 juga masih melanjutkan ketentuan hasil Konvensi 1954
mengenai Oil Pollution 1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua
bentuk termasuk minyak mentah, minyak hasil olahan, sludge atau campuran minyak
dengan kotoran lain dan fuel oil, tetapi tidak termasuk produk petrokimia (Annex II ).
Ketentuan Annex I Reg. 9 menyebutkan bahwa pembuangan minyak atau
campuran minyak hanya diperbolehkan apabila :
a. Tidak di dalam “ Special Area “ seperti Laut Mediteranean,
b. Laut Baltic, Laut Hitam, Laut Merah dan daerah Teluk,
c. Lokasi pembuangan lebih dan sama dengan 50 mil laut dari daratan,
d. Pembuangan dilakukan waktu kapal berlayar,
e. Tidak membuang lebih dari 30 liter/nautical mile,
f. Tidak membuang lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan,
g. Tangker harus dilengkapi dengan Oil Discharge Monitoring (ODM) atau ODM
dengan kontrol sistemnya.

75
Peraturan MARPOL 73/78 Annex 1 Reg.16 menyebutkan bahwa :
Kapal ukuran 400 GRT atau lebih tetapi lebih kecil dari 1.000 GRT harus
dilengkapi dengan Oil Water Separating Equipment yang dapat menjamin pembuangan
minyak ke laut setelah melalui sistim tersebut dengan kandungan minyak kurang dari
100 parts per million (100 ppm ),
Kapal ukuran 10.000 GRT atau lebih harus dilengkapi dengan kombinasi antara
Oil Water Separating Equipment dengan Oil Discharge Monitoring and Control
Systems, atau dilengkapi dengan Oil Filtering Equipment yang dapat mengatur
buangan campuran minyak ke laut tidak lebih dari 15 parts per million (alarm akan
berbunyi bila melebihi ukuran tersebut).
Dalam melakukan usaha mencegah sekecil mungkin minyak mencemari laut,
maka sesuai MARPOL 1973/1978 dimana sisa-sisa dari campuran minyak di atas
kapal terutama di kamar mesin yang tidak mungkin untuk diatasi seperti halnya hasil
purifikasi minyak pelumas dan bocoran dari sistim bahan bakar minyak, dikumpulkan
dalam tangki penampungan seperti slop tanks yang daya tampungnya mencukupi,
kemudian dibuang ke tangki darat. Peraturan ini berlaku untuk kapal ukuran 400 GRT
atau lebih.
Peraturan untuk Menanggulangi Pencemaran
BAB. III dari MARPOL Annex I Reg.22 dan 23 mengatur mengenai “ Usaha
mengurangi seminim mengkin polusi minyak akibat kerusakan lambung dan plat dasar
dari kapal “. Dengan melakukan perhitungan secara hipotese aliran minyak dari tangki
muatan, maka pada annex I dibuat petunjuk perhitungan untuk mencegah sekecil
mungkin minyak yang tumpah ke laut apabila terjadi tabrakan atau kandas.
Semua tanker minyak segala ukuran diharuskan menggunakan Oil Discharge
Monitoring (ODM) Centrak System dan Oil Water Separating atau Filtering Equipment
yang bisa membatasi kandungan minyak dalam air yang akan dibuang ke laut
maksimum 15 ppm.
Segregated Ballast Tanks (SBT) sesuai Reg. 13 E, harus berfungsi juga sebagai
pelindung atau “Protective Location “daerah tangki muatan pada waktu terjadi tabrakan
atau kandas, untuk tangker minyak mentah 20.000 dwt atau lebih.
Regulation 24, membatasi volume tangki muatan yang mengatur sedemikian
rupa sehingga tumpahan minyak dapat dibatasi bila kapal bertabrakan atau kandas
Annex I MARPOL 73/78 berlaku untuk semua jenis kapal, dimana membuang
minyak ke laut di beberapa lokasi dilarang dan di tempat lain sangat dibatasi Karena itu
kapal harus memenuhi persyaratan konstruksi dan peralatan serta mempersiapkan “Oil
Record Book”

76
Kapal-kapal ukuran besar dan terlibat dalam perdagangan international harus
disurvey dan diberikan sertifikat. Pelabuhan diharuskan menyediakan fasilitas
penampungan campuran minyak dan residu dari kapal. Pemerintah negara anggota
IMO atau Marine Administration berkewajiban melaksanakannya terhadap kapal sendiri
(Flag State Duties), terhadap kapal asing yang memasuki pelabuhannya (Port State
Duties) dan terhadap pengawasan pantainya (Coastal State Duties).
Ketentuan selanjutnya mengenai pelaksanaan konvensi MARPOL adalah
sebagai berikut :
1. Kapal ukuran di bawah dari 400 grt, tidak perlu diperiksa kelengkapannya dan
tidak bersertifikat, tetapi harus diawasi agar kapal tetap memenuhi peraturan
sesuai Annex I MARPOL 73/78 (Reg.4.2) dan kondisi kapal tetap terpelihara,
2. Tanker ukuran di bawah 150 grt tidak perlu pemeriksaan tidak bersertifikat
IOPP ( International Oil Pollution Prevention ), tetapi harus mengikuti peraturan
dalam Annex I MARPOL 73/78 dan kondisi kapal serta peralatan lainnya
terpelihara (Re.4.4 ),
3. Oil Record Book tetap dibutuhkan di atas kapal dan diisi sesuai dengan
Regulation 15.4.
4. Tanker ukuran 150 grt atau lebih harus memenuhi semua persyaratan sesuai
Reg. 4 Annex I dan kondisi serta peralatan kapal harus dipelihara untuk
menghindari pencemaran,
5. Sertifikat IOPP hanya untuk tanker yang berlayar Internasional, dan tidak
dibutuhkan untuk tanker domestik, tetapi ditentukan sendiri oleh Pemerintah
yang ada hubungannya dengan survey (Reg.5).
Kelengkapan Dokumen yang harus dibawa berlayar bersama kapal sesuai
dengan Annex I MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut :
1. Oil Record Book, Part I mengenai operasi di Kamar Mesin dan Part II operasi
Bongkar Muat Cargo dan Air Ballast, Reg. 20,
2. Loading and Damage Stability Information Book Reg, 25,
3. Oil Discharge Monitoring Operation Manual, Reg. 15.3
4. Crude Oil Washing Operation and Equipment Manual, Reg. 13.B
5. Clean Ballast Tank Opeartion Manual, Reg. 13.A,
6. Instruction and Operation Manual of Oil Water Separating and Filtering
Equipment. Reg. 16,
7. Shipboard Oil Pollution Emergency Plan, Reg. 26.

77
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 4 tahun 2005 Tentang
Pencegahan Pencemaran dari Kapal
BAB I. KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pencegahan Pencemaran adalah Upaya yang diambil oleh nakhoda atau awak kapal
sedini mungkin untuk menghindari atau mengurangi tumpahan minyak atau bahan
cair beracun dari kapal ke perairan.
BAB II. RUANG LINGKUP
Pasal 2
1. Kapal dengan jenis tertentu dan tonase kotor tertentu harus memenuhi ketentuan
Konvensi Internasional tentang Pencegahan Pencemaran Dari kapal
(International Convention of marine Pollution Prevention from Ships, 1973,
protocol 1978) yang diratifikasi dengan keputusan Presiden Nomor 46 tahun
1986 tentang pengesahan International Convention for The Prevention of Oil
Pollution from Ships, 1973 and the protocol of 1978 Relating Thereto (Lembaran
Negara tahun 1986 . Nomor 59).
2. Kapal dengan jenis tertentu dan tonase kotor tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat ( 1), yaitu:
a. Kapal tangki minyak dengan tonase kotor GT 150 atau lebih dan kapal selain
kapal selain kapal tangki minyak dengan tonase kotor GT 400 atau lebih
wajib memenuhi ketentuan pencegahan pencemaran oleh minyak sesuai
dengan Annex I konversi MARPOL 73/ 78.
b. Kapal tangki denga ukuran berapapun yang mengangkut bahan cair beracun
wajib memenuhi ketentuan pencegahan pencemaran oleh bahan cair
beracun sesuai dengan Annex II KONVENSI MARPOL 73/78.
c. Kapal dengan ukuran berapapun yang mengangkut bahan pencemar dalam
bentuk kemasan yang tercantum dalam ketentuan IMDG Code wajib
memenuhi ketentuan pencegahan pencemaran sesuai dengan ANNEX III
KONVENSI MARPOL 73/78.
d. Kapal dengan tonase kotor GT 200 atau lebih dan/atau kapal yang
mengangkut lebih dari 10 orang wajib memenuhi ketentuan pencegahan
pencemaran oleh kotoran dari kapal sesuai dengan ANNEX V KONVENSI
MARPOL 73/78.
e. Kapal dengan jenis tertentu dan tonase kotor tertentu wajib memenuhi
ketentuan pencegahan pencemaran oleh sampah dari kapal sesuai dengan
ANNEX IV KONVENSI MARPOL 37/78.

78
f. Kapal dengan jenis tertentu dan tonase kotor tertentu wajib memenuhi
ketentuan pencegahan pencemaran udara sesuai dengan Annex VI
KONVENSI MARPOL 73/78.
Pasal 3
1. Kapal tangki minyak dengan tonase kotor GT 100 sampai dengan (GT) 149 dan
selain kapal tangki minyak dengan tonase kotor (GT) 100 sampai dengan (GT)
399 dan/atau yang menggunakan mesin penggerak utama 200 PK atau lebih
wajib memenuhi ketentuan Bab III peraturan ini.
2. Kapal berbendera asing dengan ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang beroperasi secara tetap sekurang-kuangnya dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan, wajib memenuhi ketentuan Bab III peraturan ini.
BAB III
PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH MINYAK DARI KAPAL
Pasal 4
1. Kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, wajib memenuhi persyaratan
kontruksi dan peralatan untuk pencegahan pencemaran sebagai berikut :
a. Pondasi-pondasi, tangki-tangki dan pipa-pipa yang berkaitan dengan
pemasangan peralatan pencegahan pencemaran dirancang dan dibangun
dengan kontruksi yang kuat dan menggunakan bahan yang memadai.
b. Sistem pipa balas di kapal terpisah dari system pipa minyak bahan bakar,
minyak muatan dan minyak pelumas.
c. Tangki penampungan minyak kotor dari ruang permesinan berkapasitas
sekurang-kurangnya :
V= 0,15 x C
Dimana :
V = kapasitas minimum tangki tangki dalam m3
C= Pemakaian bahan bakar minyak setiap hari, dalam ton
d. Pada pipa saluran pembuangan dari kapal ke darat dipasang flense sambungan
pembuangan dengan ukuran standar sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
A dan I B peraturan ini;
e. Pada peralatan pemisah air berminyak (Oily Water Separator) yang dipasang di
ruang mesin dengan pembuangan berkadar tidak melebihi 15 ppm (part per
million) dengan kapasitas sebagai berikut :
 0,10 m3/jam untuk kapal dengan mesin penggerak utama kurang dari 500
PK;
 0,25 m3/jam untuk kapal dengan mesin penggerak utama 500 PK atau lebih;

79
f. Menyediakan Buku Catatan Minyak (Oil Record Book) untuk mencatat kegiatan-
kegiatan di kapal sebagai berikut :
 Untuk kapal tangki minyak :
1. Buku catatan minyak untuk ruang permesinan :
a. Pencucian tangki minyak bahan bakar.
b. Pembuangan air bilga melalui alat pemisah air dan minyak.
c. Penyaluran limbah berminyak dari tangki penampungan minyak
kotor ke fasilitas penampungan di darat.
2. Buku Catatan minyak untuk ruang muatan :
a. Pemuatan minyak muatan.
b. Pemindahan muatan minyak di dalam kapal selagi berlayar.
c. Pembongkaran minyak muatan.
d. Pencucian tangki muatan.
e. Pengisian tolak bara di tangki muatan.
f. Pembuangan air bilga ke luar kapal melalui alat pemisah air dan
minyak.
g. Pencucian tangki minyak bahan bakar.
h. Penyaluran limbah berminyak dari tangki slop kapal ke fasilitas
penampungan di darat.
 Untuk kapal selain kapal tanki minyak :
Buku Catatan Minyak untuk ruang permesinan :
a. Pencucian tangki minyak bahan bakar.
b. Pembuangan air bliga alat melalui alat pemisah air dan minyak.
c. Penyaluran limbah berminyak dari tangki penampungan minyak
kotor ke fasilitas penampungan di darat.
2. Kapal tangki minyak, selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), juga wajib dilengkapi dengan tangki slop penampungan limbah
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Berkapasitas sekurang-kurangnya 3% dari kapasitas ruang muat;
b. Dilengkapi dengan alat pendeteksi batas permukaan air dan minyak (Oil Water
Interface Detector);
c. Dilengkapi dengan instalasi pembuangan ke fasilitas penampungan

80
Pasal 5
Pemilik atau operator kapal bertanggung jawab atas pembuangan dan pemindahan
limbah berminyak dari tangki penampungan di kapal ke fasilitas penampungan di
darat.
Pasal 6
1. Pembuangan limbah berminyak dari kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 5,
hanya dapat dilakukan pada tempat penampungan limbah di darat yang telah
ditetapkan,
2. Pembuangan limbah minyak dari kapal ke tempat penampungan limbah di darat
dilakukan dengan cara diangkut menggunakan drum atau disalurkan melalui pipa.
Pasal 7
1. Pemeriksaan kapal harus meliputi pemeriksaan atas kontruksi, perlengkapan dan
sistem peralatan pencegahan pencemaran di kapal sebagaimana diatur dalam pasal
4 , yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan pertama dilakukan sebelum kapal dioperasikan.
b. Pemeriksaan tahunan (endorse) dilakukan setiap 12 (dua belas) bulan sekali;
dan
c. Pemeriksaan pembaharuan dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya
sertifikat berakhir.
2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat
pemeriksa keselamatan kapal..
Pasal 8
1. Kapal yang telah diperiksa dan memenuhi persyaratan kontruksi, peralatan dan
perlengkapan pencegahan pencemaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh minyak yang bersifat
sementara oleh pejabat pemegang fungsi keselamatan kapal sebagaiman
tercantum dalam Lampiran II A Peraturan ini.
2. Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak yang bersifat sementara
sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) berlaku paling lama 3 (tiga) bulan dan tidak
dapat diperpanjang.
3. Untuk memperoleh Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak yang
bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemilik/operator
mengajukan permohonan dengan dilampiri :
a. Hasil pemeriksaan peralatan pencegahan pencemaran.
b. Fotokopi sertifikat lama.
c. Fotokopi surat ukur.

81
d. Gambar instalasi peralatan pencegahan pencemaran di kapal.
Pasal 9
1. Untuk mendapatkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dari
kapal yang bersifat tetap sebagaimana tercantum dalam Lampiran II B Peraturan ini,
pemilik/operator kapal mengajukan permohonan kepada Direktur Kenderal dengan
melampirkan :
a. hasil pemeriksaan peralatan pencegahan pencemaran.
b. fotokopi sertifikat sementara.
c. fotokopi surat ukur.
d. gambar instalasi peralatan pencegahan pencemaran di kapal.
2. Direktur Jenderal menerbitkan sertifikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan
diterima secara lengkap.
3. Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling
lama 5(lima).
Pasal 10
Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dan pasal (9) ayat . (1),
dinyatakan tidak berlaku apabila terjadi ;
1. Perubahan atas kontruksi, penataan, perlengkapan, atau peralatan pencegahan
pencemaran; atau.
2. Perubahan data kapal yang tercantum dalam sertifikat.
Pasal 11
1. Kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dapat diberikan pembebasan
sebagian atau seluruhnya dari persyaratan pemasangan peralatan pencegahan
pencemaran
2. Kapal-kapal yang dapat diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah :
a. Tongkang tidak berawak.
b. Kapal penyimpan terapung (floating storage).
c. Kapal hidrofil.
d. Kapal negara yang tidak dioperasikan secara komersil.
e. Kapal selam wisata.
f. Kapal yang tidak cukup ruangan di kamar mesin untuk memasang peralatan
pencegahan pencemaran.

82
3. Kapal-kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus mempunyai sekurang-
kurangnya tangki yang memadai untuk menampung minyak kotor dan buku catatan
minyak (Oil Record Book).
4. Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Direktur
Jenderal.
BAB IV
PERALATAN PENANGGULANGAN AWAL PENCEMARAN
OLEH MINYAK DI KAPAL
Pasal 12
1. Kapal selain kapal tangki dengan tonase kotor (GT) 400 atau lebih dan kapal tangki
dengan tonase kotor (GT) 150 atau lebih wajib dilengkapi dengan pola
penanggulangan tumpahan minyak dari kapal yang mencantumkan tata cara
penanggulangan tumpahan minyak dari kapal dan mendapat pengesahan dari
Direktur Jenderal.
2. Nakhoda atau pemimpin kapal harus membuat sijil penanggulangan tumpahan
minyak dan harus dipasang ditempat yang mudah terlihat.
Pasal 13
1. Nakhoda harus melaksanakan latihan penanggulangan keadaan darurat tumpahan
minyak di kapal sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau bila terjadi
penggantian awak kapal yang telah melebihi 25% dari jumlah anak buah kapal.
2. Latihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dicatat dalam Buku Harian
kapal.
Pasal 14
1. Apabila nakhoda merasa tidak mampu menanggulangi tumpahan minyak di badan
di sekitar kapal, harus segera meminta bantuan dari pihak-pihak yang memiliki
potensi dalam penanggulangan tumpahan minyak.
2. Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari penanggulangan tumpahan minyak
dan pencemaran perairan, sepenuhnya menjadi beban pemilik atau operator kapal.
Pasal 15
1. Pemilik atau operator kapal wajib melengkapi kapalnya dengan peralatan dan bahan
penanggulangan tumpahan minyak yang berasal dari kapalnya.
2. Peralatan dan bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yaitu ;
a. bahan kimia pengendap (dispersant) 100 liter, untuk kapal tangki minyak
dengan tonase kotor GT 150 atau lebih sampai kurang dari tonase kotor GT
1000;

83
b. bahan kimia pengendap (disperdsant ) 60 liter, untuk kapal selaik dari kapal
tangki minyak dengan tonase kotor GT 400 atau lebih sampai kurang dari
tonase kotor GT 1000;
c. oil boom berukuran panjang sekurang-kurangnya 140 meter, bahan kimia
pengendap (dispersant) 400 liter, alat penyemprot, dan bahan penyerap
(absorber) minyak 100 kg, untuk kapal tangki minyak dengan tonase kotor GT
1000 sampai kurang dari tonase kotor GT 5000;
d. bahan kimia pengendap (dispersant) 400 liter dan bahan penyerap (absorber)
minyak 100 kg, untuk kapal selain dari kapal tangki minyak dengan tonase kotor
GT 1000 atau lebih sampai kurang dari tonase kotor GT 5000.
e. Oil boom berukuran panjang sekurang-kurangnya 200 meter, bahan kimia
pengendap (dispersant) 600 liter, alat penyemprot, dan bahan penyerap
(absorber) minyak 200 kg untuk kapal tangki minyak dengan tonase kotor GT
5000 sampai kurang dari tonase kotor GT 10.000;
f. Bahan kimia pengendap (dispersant) 600 liter, alat penyemprot dan bahan
penyerap (absorber) minyak 200 kg, untuk kapal selain dari kapal tangki minyak
dengan tonase kotor GT 5000 sampai kurang dari tonase kotor GT 10.000;
g. Oil boom yang panjangnya sekurang-kurangnya 300 meter, bahan kimia
pengendap (dispersant) 1000 liter, alat penyemprot, dan bahan penyerap
(absorber) minyak 300 kg untuk kapal tangki minyak dengan tonase kotor GT
10.000 atau lebih
h. Bahan kimia pengendap (dispersant) 1000 liter, alat penyemprot dan bahan
penyerap (absorber) minyak 300 kg, untuk kapal selain dari kapal tangki minyak
dengan tonase kotor GT 10.000 atau lebih.
3. Kapal-kapal yang dilengkapi dengan oil boom harus dilengkapi pula dengan sekoci
kerja.
BAB V
TANGGUNG JAWAB PEMILIK ATAU
OPERATOR KAPAL
Pasal 16
1. Pemilik atau operator kapal tunduk pada ketentuan konversi internasional
tentang tanggung jawab privat atas kerusakan akibat pencemaran oleh minyak
(clc,69 protocol 1992) WAJIB mengasuransikan tanggung jawabnya atas
kerugian yang disebabkan karena pencemaran di perairan oleh minyak yang
berasal dari kapal nya.

84
2. Pemilik atau operator kapal yang mengangkut minyak sebagai muatan secara
curah kurang dari 2000 ton, bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang
disebabkan karena pencemaran di perairan oleh minyak yang berasal dari
kapalnya.
Pasal 17
Kapal yang mengangkut bahan cair pencemar selain minyak, bertanggung jawab
untuk mengganti kerugian yang disebabkan karena pencemaran di perairan yang
berasal dari kapalnya.
Pasal 18
1. Pemilik atau operator kapal yang telah mengasuransikan tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), diterbitkan Sertifikat Dana
Jaminan Ganti Rugi Pencemaran oleh Direktur Jenderal sebagaimana contoh
Lampiran III Peraturan ini.
2. Untuk dapat diterbitkannya sertifikat dana jaminan ganti rugi pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan :
a. Fotokopi dan asli bukti jaminan keuangan (blue card) dari asuransi yang
masih berlaku, yang nilai nominalnya mencapai jumlah tanggung jawab
pemilik kapal; dan
b. Fotokopi sertifikat pencegahan pencemaran oleh minyak di kapal.
3. Sertifikat Dana Jaminan Ganti Pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap.
Pasal 19
1. Masa berlaku sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran oleh Minyak
sama dengan masa berlaku jaminan ganti rugi pencemaran oleh minyak dari
perusahaan asuransi.
2. Sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran oleh Minyak tidak berlaku,
apabila:
a. Kapal ganti nama.
b. Perubahan konstruksi kapal.
c. Perubahan fungsi kapal.
d. Ganti pemilik atau operator.
e. Berakhirnmya masa berlaku jaminan ganti rugi pencemaran.

85
3. Sertifikat Dana jaminan Ganti Rugi Pencemaran oleh Minyak yang masih
berlaku harus berada di kapal; dan siap untuk ditunjukan kepada pejabat yang
berwenang setiap kali diminta.
Pasal 20
Pemilik atau operator kapal bertanggung jawab terhadap pencemaran yang
diakibatkan dari kapalnya sebesar nilai nominal dana jaminan ganti rugi pencemaran
yang dipertanggungkan
Pasal 21
3.1 Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pemilik kapal sekurang-kurangnya
meliputi :
a. Biaya operasi penanggulangan pencemaran tumpahaan minyak.
b. Biaya pemulihan lingkungan laut; dan
c. Biaya kerugian masyarakat.
3.2 Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, sekurang-kurangnya
meliputi :
a. Biaya personil.
b. Biaya perjalanan dan akomodasi.
c. Biaya peralatan.
d. Biaya bahan yang dipakai.
e. Biaya pengangkutan.
f. Biaya penyimpanan sementara limbah.
g. Biaya analisa laboratorium.
h. Biaya administrasi dan komunikasi.
BAB VI
PENCUCIAN TANGKI KAPAL DAN DUMPING
Pasal 22
Pembersihan tangki kapal yang tidak dilakukan oleh awak kapal harus dilaksanakan
oleh badan usaha yang bergerak di bidang pembersihan tangki kapal yang memenuhi
syarat
BAB VII
PENGANGKUTAN LIMBAH BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 30
Pengangkutan limbah bahan Berbahaya dan beracun (limbah B3) melalui kapal,
harus mendapat izin dari pejabat pemegang fungsi keselamatan kapal di pelabuhan
dimana kapal berada sebagai bagian dari Surat Izin Berlayar (SIB) setelah mendapat
rekomendasi dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup.

86
Gambar 2. 6.Contoh Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dari kapal

87
Gambar 2. 7. Contoh sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi pencemaran Laut

88
3.3 Manajemen keselamatan dan Manajemen Keamanan Kapal
Pasal 169
Pengertian Manajemen Keselamatan kapal dan pencegahan pencemaran dari kapal
(UU RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran)
Manajemen Keselamatan kapal dan pencegahan pencemaran dari kapal adalah
satu kesatuan sistem dan prosedur serta mekanisme yang tertulis dan
terdokumentasi bagi perusahaan angkutan laut dan kapal niaga untuk pengaturan,
pengelolaan, pengawasan dan peninjauan ulang serta peningkatan terus menerus
dalam rangka memastikan dan mempertahankan terpenuhinya seluruh kesesuaian
terhadap standar keselamatan dan pencegahan pencemaran yang dipersyaratkan
dalam ketentuan internasional yang terkait dengan manajemen kapal dan
pencegahan pencemaran.
1. Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk jenis dan ukuran
tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal.
2. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal diberi sertifikat.
3. Sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of
Compliance/DOC) untuk perusahaan dan Sertifikat Manajemen Keselamatan
(Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal.
4. Sertifikat diterbitkan setelah dilakukan audit eksternal oleh pejabat pemerintah
yang memiliki kompetensi atau lembaga yang diberikan kewenangan oleh
Pemerintah.
5. Sertifikat Manajemen Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran diterbitkan
oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara audit dan penerbitan sertifikat
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal diatur
dengan Peraturan Menteri.
ISM–code adalah pedoman manajemen keselamatan yang diterapkan di
perusahaan (pelayaran, operator, ship management) dan kapal (armada) perusahaan
guna mengoperasikan kapal secara aman (ABK, muatan, kapal) serta mencegah
terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
ISM code adalah manajemen internasional untuk keselamatan kapal-kapal dan
untuk pencegahan pencemaran yang telah di sahkan oleh IMO (ketentuan ini di revisi

89
pada tanggal 1 Januari 2002 dan mulai berlaku 1 Juli 2002. Perusahaan harus
memiliki DOC (Document of Compliance) berlaku selama 5 tahun diaudit setiap 2,5
tahun. (Safety Management Certificate) berlaku 5 tahun dan diaudit 2,5 tahun.
Sesuai dengan kesadaran terhadap pentingnya faktor manusia dan perlunya
peningkatan manajemen operasional kapal dalam mencegah terjadinya kecelakaan
kapal, manusia, cargo dan harta benda serta mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan laut, maka IMO mengeluarkan peraturan tentang manajemen keselamatan
kapal dan perlindungan lingkungan laut yang dikenal dengan Koda International
Safety Management (ISM Code) yang juga dikonsolidasikan dalam SOLAS
Convention.

Tabel 2. 1Jadwal Penerapan dan pemenuhan ISM Code diberlakukan secara


internasional

Tanggal Ukuran dan Tipe Kapal


01 Juli 1998  Semua Ukuran untuk Kapal Penumpang
dan Kapal Penumpang Kecepatan
Tinggi
 GT >= 500 untuk Kapal Tangki Minyak,
Kapal Tangki Bahan Kimia, Kapal
Tangki Gas Cair, Kapal Muatan Curah,
Kapal Barang Kecepatan Tinggi
01 Juli 2002  GT >= 500 untuk Kapal Barang lainnya
dan Mobile Offshore Drilling Unit
(MODUl)
Pemerintah Indonesia yang meratifikasi Kode tersebut, menetapkan
penjadwalan penerapan ISM Code bagi kapal-kapal berbendera Indonesia yang
beroperasi secara internasional sesuai dengan jadwal tersebut diatas dan bagi yang
beroperasi secara domestik diberlakukan sebagai berikut :
Tabel 2. 2Jadwal Penerapan ISM Code bagi kapal-kapal berbendera Indonesia
Tanggal Ukuran dan Tipe Kapal
01 Juli 1998  Semua Ukuran untuk Kapal
Penumpang, Kapal Penumpang
Penyeberangan dan Kapal
Penumpang Kecepatan Tinggi
 GT >= 300 untuk Kapal
Penyeberangan (Ferry)
 GT >= 500 untuk Kapal Tangki
Kimia dan Kapal Cargo

90
Tanggal Ukuran dan Tipe Kapal
Kecepatan Tinggi
01 Juli 1999  GT >= 500 untuk Kapal Tangki
lainnya dan Kapal Tangki Gas
Cair
01 Juli 2000  GT >= 500 untuk Kapal Muatan
Curah
01 Juli 2002  100 <= GT < 300 untuk Kapal
Penyeberangan (Ferry)
 GT >= 500 untuk Kapal Peti
Kemas
01 Juli 2003  GT >= 500 untuk Mobile Offshore
Drilling Unit (MODU)
01 Juli 2004  GT >= 500 untuk Kapal Barang
Lainnya
01 Juli 2006  150 <= GT < 500 untuk Kapal
Tangki Kimia, Kapal Tangki Gas
Cair dan Kapal Barang Kecepatan
Tinggi

Sesuai dengan persyaratan ISM Code, semua perusahaan yang memiliki atau
mengoperasikan kapal-kapal sesuai dengan penjadwalan di atas, harus menetapkan,
Sistem Manajemen Keselamatan untuk perusahaan dan kapalnya dalam rangka
menjamin operasional kapal dengan aman. Persyaratan tersebut, meliputi
mendokumentasikan, menerapkan dan mempertahankan sistem manajemen
keselamatan yang pada akhirnya akan diverifikasi oleh Pemerintah atau organisasi
yang diakui (Recognized Organization / RO) dalam rangka penerbitan sertifikat
setelah dipenuhinya semua persyaratan ISM Code.
Perusahaan (Company) yang telah memenuhi persyaratan akan diterbitkan
Dokumen Kesesuaian atau Document of Compliance (DOC) dan setiap kapal yang
telah memenuhi persyaratan akan diterbitkan Sertifikat Manajemen Keselamatan atau
Safety Management Certificate (SMC). Baik DOC maupun SMC masa berlakunya 5
tahun. Perusahaan dan kapalnya yang tidak dapat memenuhi persyaratan ISM Code
akan menghadapi kesulitan dalam operasionalnya, baik diperairan internasional
maupun domestik. dan perlunya peningkatan manajemen operasional kapal dalam
mencegah terjadinya kecelakaan kapal, manusia, cargo dan harta benda serta
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan laut, maka IMO mengeluarkan
peraturan tentang manajemen keselamatan kapal dan perlindungan lingkungan laut
yang dikenal dengan Koda International Safety Management (ISM Code) yang juga
dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention.

91
Tabel 2. 3Jadwal Penerapan ISM Code yang dikonsolidasikan dalam SOLAS
Convention
01 Juli 2003  GT >= 500 untuk Mobile Offshore
Drilling Unit (MODU)
01 Juli 2004  GT >= 500 untuk Kapal Barang
Lainnya
01 Juli 2006  150 <= GT < 500 untuk Kapal Tangki
Kimia, Kapal Tangki Gas Cair dan
Kapal Barang Kecepatan Tinggi

BKI sebagai Organisasi yang diakui (RO)oleh Pemerintah Indonesia telah


ditunjuk atas nama Pemerintah untuk melaksanakan approval, verifikasi dan
menerbitkan sertifikat DOC & SMC Interim atau short term. Sedangkan sertifikat
permanen akan diterbitkan oleh Pemerintah cq Ditjen Perhubungan Laut. Data
perusahaan dan kapal yang telah disertifikasi akan didaftarkan dan dipublikasikan
dalam Buku Register ISM Code oleh BKI.
Prosedur untuk mendapatkan sertifikat DOC - ISM Code sebagai berikut :
1. Menyerahkan form aplikasi dengan dilampirkan manual Sistem Manajemen
Keselamatan kepada BKI Kantor Pusat cq Divisi Statutoria atau Kantor Cabang
BKI terdekat.
2. BKI akan melakukan approval atas manual Sistem Manajemen Keselamatan.
Apabila ada kekurangan, maka manual akan dikembalikan untuk diperbaiki.
3. Apabila manual Sistem Manajemen Keselamatan telah memenuhi syarat, maka
dilakukan Verifikasi Awal (Initial Verification) ke kantor perusahaan pemohon
untuk diperiksa kesesuaian antara manual dengan penerapannya. Untuk ini, BKI
akan mengirimkan auditor yang kompeten untuk memeriksa penerapan sistem di
perusahaan.
4. Jika memenuhi syarat, maka BKI akan menerbitkan Laporan Audit dan Sertifikat
DOC sementara yang berlaku 5 bulan.
5. Untuk penerbitan DOC permanen dari Pemerintah, BKI akan mengurus
penerbitannya setelah semua ketidak-sesuaian yang ditemukan saat verifikasi
sudah diperbaiki dan dilaporkan ke BKI.
Prosedur untuk mendapatkan sertifikat SMC - ISM Code sebagai berikut :
1. Kapal harus dioperasikan atau dikelola oleh perusahaan yang telah memiliki
sertifikat DOC
2. Menyerahkan form aplikasi dengan dilampirkan salinan DOC kepada BKI Kantor
Pusat cq Divisi Statutoria atau Kantor Cabang BKI terdekat.
3. BKI akan menunjuk auditor yang kompeten untuk melakukan verifikasi diatas
kapal untuk diperiksa kesesuaian persyaratan ISM Code diatas kapal.

92
4. Jika memenuhi syarat, maka BKI akan menerbitkan Laporan Audit dan Sertifikat
SMC sementara yang berlaku 5 bulan.
5. Untuk penerbitan SMC permanen dari Pemerintah, BKI akan mengurus
penerbitannya setelah semua ketidak-sesuaian yang ditemukan saat verifikasi
sudah diperbaiki dan dilaporkan ke BKI.
Setelah mendapatkan sertifikat, baik DOC atau SMC, maka ada kewajiban dari
Perusahaan dan kapalnya untuk mempertahankan sertifikat tersebut dengan
mengajukan permohonan verifikasi periodik kepada BKI dengan jadwal sebagai
berikut :
Tabel 2. 4Jadwal permohonan verifikasi periodik kepada BKI
Sertifikat Verifikasi Periodik
DOC  Verifikasi Tahunan (Annual
Verification), setiap tahun dengan
masa pengajuan antara 3 bulan
sebelum s.d 3 bulan sesudah dari
ulang tahun sertifikat.
 Verifikasi Pembaruan (Renewal
Verification), pada tahun ke 5 dengan
masa pengajuan 6 bulan sebelum
habisnya masa berlaku sertifikat.
SMC  Verifikasi Antara (Intermediate
Verification), dengan masa pengajuan
antara tahun ke 2 hingga tahun ke 3
dari ulang tahun sertifikat.
 Verifikasi Pembaruan (Renewal
Verification), pada tahun ke 5 dengan
masa pengajuan 6 bulan sebelum
habisnya masa berlaku sertifikat.

Selain itu, BKI juga diberi otorisasi untuk menerbitkan sertifikat DOC atau SMC
Interim yang ditujukan bagi perusahaan atau kapal dengan kondisi sebagai berikut :
1. Perusahaan yang baru didirikan.
2. Tipe Kapal baru ditambahkan pada dokumen DOC yang sudah ada.
3. Kapal yang baru selesai dibangun.
4. Kapal yang baru bergabung dengan perusahaan.
5. Kapal baru berganti bendera kapal.

93
Persyaratan untuk mendapatkan DOC/SMC Interim adalah :
1. Telah memiliki manual Sistem Manajemen Keselamatan sesuai persyaratan
ISM Code.
2. Memiliki jadwal implementasi selama masa berlakunya DOC / SMC Interim.
Masa berlaku DOC Interim adalah 6 bulan dan sertifikat SMC Interim adalah 6 bulan
(dapat diperpanjang maksimal 6 bulan lagi.)
Manajemen Keamanan Kapal
Pasal 170
Pengertian Manajemen Keamanan kapal
(UU RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran)
Manajemen keamanan kapal adalah satu kesatuan sistem dan prosedur dan
mekanisme yang tertulis dan terdokumentasi bagi perusahaan angkutan laut dan
kapal niaga untuk pengaturan, pengelolaan, pengawasan dan peninjauan ulang seta
peningkatan terus menerus dalam rangka memastikan terpenuhinya seluruh
kesesuaian terhadap kesiapan kapal menghadapi, mempertahankan, dan menjaga
keamanan kapal dalam rangka meningkatkan keselamatan kapal.
1. Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk ukuran tertentu
harus memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal.
2. Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keamanan kapal diberi
sertifikat.
3. Sertifikat Manajemen Keamanan Kapal berupa Sertifikat Keamanan Kapal
Internasional (International Ship Security Certificate/ISSC).
4. Sertifikat diterbitkan setelah dilakukan audit eksternal oleh pejabat pemerintah
yang memiliki kompetensi atau lembaga yang diberikan kewenangan oleh
Pemerintah.
5. Sertifikat Manajemen Keamanan Kapal diterbitkan oleh pejabat berwenang yang
ditunjuk oleh Menteri.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara audit dan penerbitan sertifikat
manajemen keamanan kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Pada tanggal 12 Desember 2002, IMO telah menyetujui amandemen SOLAS
dalam meningkatkan sistem keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan. Amandemen
tersebut adalah Chapter baru dari SOLAS yaitu XI-2 "Special Measure to Enhance
Maritime Security". IMO juga menyetujui pemberlakuan International Ship Security
and Port Facility Code (ISPS Code). Pemenuhan Part A dari ISPS Code adalah
mandatory bagi kapal-kapal yang terkena lingkup penerapan serta fasilitas pelabuhan
yang melayani jasa kepelabuhan terhadap kapal`yang beroperasi secara
internasional.
94
ISPS-Code (Internasional Ship and Port Facility Security Code) adalah
manajemen keamanan penanggulangan terhadap ancaman kapal dan pelabuhan dari
gangguan, teror, bajak laut, perampok, pencurian, penyelundupan nakhoda,
penumpang gelap dan sabotase.ISPS-Code diberlakukan bagi pelabuhan dari
ancaman keamanan , berlaku mulai 1 Juli 2004.
Implementasi ISPS-Code :
ISPS Code ini mulai diberlakukan secara internasional mulai 1 Juli 2004, bagi
jenis atau tipe kapal yang melayari perairan internasional, yang meliputi :
1. Kapal Penumpang, termasuk High Speed Passenger Craft (HSC) / kapal
penumpang kecepatan tinggi,
2. Kapal barang termasuk kapal barang berkecepatan tinggi / Cargo Ship, termasuk
High Speed Craft dengan tonase > 500 GT dan
3. Mobile Offshore Drilling Unit (MODU) / Unit pengeboran Lepas Pantai berpindah.
Dan Fasilitas Pelabuhan yang memberi layanan terhadap kapal-kapal yang
melayari perairan internasional.
Resiko jika kapal tidak memilki atau tidak mempunyai ISPS-code : Kapal tidak
dapat berlayar ke luar negeri dan kapal asing tidak akan menyinggahi pelabuhan
company security officer (CSO) : ditunjuk perusahaan bertanggung jawab
terhadappedoman manajemen , Berlaku 5 tahun diaudit setiap 2,5 tahun.
ISPS Code (International Ship and Port facility Security Code) adalah suatu
ketentuan yang berisi tentang tindakan khusus untuk meningkatkan keamanan kapal,
perusahaan, dan fasilitas pelabuhan, tujuannya adalah :
1. Untuk menetapkan suatu kerangka kerja sama antara negara-negara anggota
badan pemerintah, administrasi lokal, industry pelayaran, dan pelabuhan
untuk mendeteksi ancaman keamanan dan mencegah insiden keamanan
serta cara mengatasinya yang berpengaruh terhadap kapal-kapal atau fasilitas
pelabuhan yang dipergunakan untuk perdagangan internasional.
2. Menetapkan peran dan tanggung jawab setiap negara anggota (Contracting
Government), Badan-badan pemerintah, Pemerintah setempat, Industri
Pelayaran dan Pelabuhan, baik ditingkat nasional maupun internasional untuk
menjamin keamanan di laut (maritim).
3. Untuk menciptakan suatu metodologi untuk penilaian keamanan yang
digunakan untuk membuat rencana keamanan dan prosedur-prosedur untuk
mengambil langkah-langkah atau tindakan aksi terhadap perubahan setiap
level atau tingkat keamanan.

95
4. Untuk memastikan pengumpulan dan pertukaran informasi yang terkait
dengan keamanan lebih awal.
5. Untuk memastikan kepercayaan bahwa ketentuan keamanan maritim cukup
dan professional di bidangnya.
Jika merujuk kepada persyaratan ISPS Code, semua kapal yang terkena
peraturan ini, harus menetapkan Sistem Manajemen Keamanan kapal yang di
dokumentasikan dalam manual Ship Security Plan (SSP) dalam rangka menjamin
operasional kapal dengan aman. Persyaratan tersebut, meliputi mendokumentasikan
Ship Security Assessment (SSA) &Ship Security Plan (SSP), menerapkan dan
mempertahankan Sistem Manajemen Keamanan yang pada akhirnya akan diverifikasi
oleh Pemerintah atau organisasi yang diakui (Recognized Security Organization /
RSO) dalam rangka penerbitan sertifikat International Ship Security Certificate (ISSC)
setelah dipenuhinya semua persyaratan ISPS Code.
Masa berlakunya sertifikat ISSC adalah 5 tahun. Kapal yang tidak dapat
memenuhi persyaratan ISPS Code akan menghadapi kesulitan dalam
operasionalnya, khususnya diperairan internasional.
BKI sebagai Organisasi keamanan yang diakui (RSO) oleh Pemerintah
Indonesia telah ditunjuk atas nama Pemerintah untuk melaksanakan approval,
verifikasi dan menerbitkan sertifikat ISSC Interim atau short term. Sedangkan
sertifikat ISSC permanen akan diterbitkan oleh Pemerintah cq Ditjen Perhubungan
Laut.
Data perusahaan dan kapal yang telah disertifikasi akan didaftarkan dan
dipublikasikan dalam Buku Register ISPS Code oleh BKI. Prosedur untuk
mendapatkan sertifikat ISSC - ISPS Code sebagai berikut :
1. Perusahaan pemohon menyerahkan form aplikasi dengan dilampirkan manual
Ship Security Plan (SSP), Ship Security Assessement (SSA) dan salinan
sertifikat Company Security Officer (CSO) / Ship Security Officer (SSO)
kepada BKI Kantor Pusat cq Divisi Statutoria atau Kantor Cabang BKI
terdekat.
2. BKI akan melakukan approval atas manual SSP. Apabila ada kekurangan,
maka manual akan dikembalikan untuk diperbaiki.
3. Apabila manual SSP telah memenuhi syarat, BKI akan memberikan Laporan
Kesesuaian Dokumen SSP dan memberikan stempel 'Approval' pada halaman
depan dan setiap halaman dari manual SSP.
4. Manual SSP yang sudah disetujui dikembalikan ke pemohon untuk diteruskan
ke kapal yang bersangkutan dalam rangka implementasi di atas kapal.

96
5. Setelah diimplementasikan minimal 2 bulan, Perusahaaan pemohon
mengajukan aplikasi untuk dilakukan Verifikasi Awal (Initial Verification) di atas
kapal untuk diperiksa kesesuaian antara manual SSP dengan penerapannya.
Untuk ini, BKI akan mengirimkan auditor yang kompeten dalam memeriksa
penerapan Sistem Manajemen Keamanan di atas kapal.
6. Jika memenuhi syarat, maka BKI akan menerbitkan Laporan Verifikasi Awal
(Initial Verification Report) dan Sertifikat ISSC sementara (short term) yang
berlaku 5 bulan.
7. Untuk penerbitan ISSC permanen dari Pemerintah, BKI akan mengurus
penerbitannya setelah semua ketidak-sesuaian yang ditemukan saat verifikasi
sudah diperbaiki dan dilaporkan ke BKI.
Setelah mendapatkan sertifikat ISSC, maka ada kewajiban dari Perusahaan
dan kapalnya untuk mempertahankan sertifikat tersebut dengan mengajukan
permohonan verifikasi periodik dengan jadwal sebagai berikut :
1. Verifikasi Antara (Intermediate Verification), dengan masa pengajuan antara
tahun ke 2 hingga tahun ke 3 dari ulang tahun sertifikat.
2. Verifikasi Pembaruan (Renewal Verification), pada tahun ke 5 dengan masa
pengajuan 6 bulan sebelum habisnya masa berlaku sertifikat.
Selain itu, BKI diberi otorisasi untuk menerbitkan sertifikat ISSC Interim yang
ditujukan bagi kapal dengan kondisi sebagai berikut :
1. Kapal yang belum memiliki sertifikat ISSC.
2. Kapal ganti perusahaan induknya, yang sebelumnya belum mengoperasikan
kapal tersebut.
3. Kapal baru berganti bendera kapal.
Persyaratan untuk mendapatkan ISSC Interim adalah :
1. Ship Security Assessment (SSA) telah dilakukan dan didokumentasikan untuk
kapal ybs.
2. Ship Security Plan (SSP) telah disusun, telah disetujui oleh Pemerintah /RSO
yang ditunjuk dan siap / sedang diimplementasikan.
3. Kapal dilengkapi dengan Ship Security Alert System (SSAS) sesuai dengan
pemberlakuannya.
4. Company Security Officer (CSO) menjamin SSP diterapkan diatas kapal,
termasuk pelaksanaan security drill, pelatihan dan internal audit.
5. Merencanakan waktu pelaksanaan Verifikasi Awal (Initial Verification).
6. Nakhoda dan awak kapalnya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya
dalam hal keamanan kapal.

97
7. Ship Security Officer (SSO) sesuai dengan persyaratan ISPS Code.
Masa berlaku ISSC Interim adalah 6 bulan dan tidak dapat diperpanjang.
Dokumen-dokumen kapal dapat dibagi :
1. Sertifikat-sertifikat dan surat-surat kapal.
2. Sertifikat-sertifikat dan surat-surat kir alat-alat.
3. Surat-surat kapal untuk awak kapal.
4. Surat-surat kapal sehubungan dengan pengoperasian kapal.
Dokumen dan Sertifikat
Dokumen - dokumen dan sertifikat–sertifikat yang harus ada di kapal adalah :
1. Surat tanda kebangsaan (Surat Laut / Pas Tahunan / Pas kecil ).
2. Surat Ukur.
3. Buku Sijil.
4. Sertifikat–sertifikat :
a. Sertifikat keselamatan konstruksi kapal barang.
b. Sertifikat keselamatan perlengkapan kapal barang.
c. Sertifikat keselamatan radio kapal barang.
d. Sertifikat keselamatan kapal penumpang.
e. DOC dan SMC ( Berdasarkan ISM Code ).
f. Sertifikat pencegahan oleh Minyak ( IOPP ).
g. Buku catatan minyak dan SOPEP.
h. Minimum safe Manning Certificate.
i. Sertifikat dari Perwira dan ABK.
j. Load Line Certificate.
k. Surat izin berlayar dari pelabuhan terakhir.
l. Crew List.
m. Cargo Manifest.
n. Buku kesehatan.
1. Surat Tanda Pendaftaran Kapal (Certificate Of Registry)
Surat Tanda Pendaftaran Kapal adalah suatu dokumen yang
menyatakan bahwa kapal telah dicatat dalam register kapal-kapal, yaitu
setelah memperoleh Surat Ukur.
Maksud dan tujuan Pendaftaran kapal ialah untuk mendapatkan bukti
Tanda Kebangsaan dan Surat Laut atau Surat Pas Kapal. Kapal yang belum
didaftarkan dalam register kapal tidak mungkin mendapat suatu bukti
kebangsaan. Tanda bukti kebangsaan berupa Surat laut atau Pas Kapal itu

98
penting karena dengan mengibarkan bendera kebangsaan dapat diketahui
kebangsaan dari kapal yang bersangkutan.
Manfaat dan atau kekuatan dari Bukti Kebangsaan Kapal :
a. Sebagai kekuatan hukum di dalam Negara Indonesia, artinya :Bahwa kapal
sudah didaftarkan dalam register kapal dan kapal itu bukan kapal asing,
melainkan kapal Indonesia yang tundukpada hukum Negara Indonesia.
b. Sebagai kekuatan hukum diluar Negara Indonesia, pada saat kapal berada di
wilayah teritorial negara lain, diatas kapal itu tetap merupakan wilayah
Kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Surat Tanda Kebangsaan kapal Indonesia diberikan oleh Menteri dalam bentuk :
a. Surat Laut untuk Kapal berukuran GT 175 atau lebih.
b. Pas besar (Pas tahunan) untuk kapal berukuran GT 7 sampai dengan ukuran
kurang dari GT 175.
c. Pas kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7.
d. Surat ijin sementara (surat tanda kebangsaan sementara) untuk kapal yang
proses pendaftarannya belum selesai.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kapal diberi Surat Ukur setelah diadakan
pengukuran oleh Juru Ukur, kemudian kapal didaftarkan untuk memperoleh
Tanda Pendaftaran Kapal, setelah itu diberikan Bukti Kebangsaan.
2. Surat Ukur (Certificate Of Tonnage And Measurement)
Surat Ukur (Certificate of Tonnage and Measurement ) ialah suatu
Sertifikat yang diberikan setelah diadakan pengukuran terhadap kapal oleh
juru ukur dan instansi pemerintah yang berwenang, yang merupakan sertifikat
pengesahan dan ukuran-ukuran dan tonase kapal menurut ketentuan yang
berlaku. Setelah diadakan pengukuran kepada kapal diberikan Surat Ukur
Kapal. Isi dari sebuah Surat Ukur itu antara lain, Nama Kapal, Tanda Selar
(Nomor Register resmi kapal), Tempat asal kapal, Jumlah dek, jumlah tiang,
dasae berganda, tangki ballast, Ukuran Tonnage, Volome dan lainnya. Surut
Ukur tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai masa berlaku lagi apabila kapal
tidak berganti nama, tidak berubah konstruksi, tidak tenggelam, tidak terbakar,
musnah dan sejenisnya. Juru ukur dari instansi pemerintah yang berwenang,
biasanya dari pegawai di lingkungan Dirjen Perhubungan Laut, dan hanya
kapal-kapal yang besarnya 20 m3 keatas yang wajib memperoleh Surat Ukur.
3. Sertifikat lambung timbul/ Garis Muat Kapal(Lode Line Certificate)
Sertifikat Garis Muat Kapal (Load Line Certificateional) adalah suatu
sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah Negara kebangsaan kapal,

99
berdasarkan perjanjian internasional tentang garis muat untuk tiap-tiap musim
atau daerah atau jenis perairan dimana kapal berlayar.
Lambung timbul adalah tanda pada lambung kapal yang menunjukkan
batas pemuatan kapal, merupakan salah satu pertimbangan syahbandar
sebelum menerbitkan surat izin berlayar.Lambang lambung timbul berupa
lingkaran beserta beberapa garis yang menunjukkan batas pemuatan pada
beberapa jenis atau daerah yang dilalui, hal ini penting karena berat jenis air di
sungai akan berbeda dengan laut di daerah tropis ataupun di daerah yang
bersuhu dingin.
Maksud dan tujuan dari sertifikat garis muat itu adalah agar kapal tidak
dimuati lebih dari garis muat yang diijinkan sehingga kapal tetap memiliki daya
apung cadangan (reserve of Buoyance) yang cukup sehingga menjamin pula
keamanan selama pelayaran.
Tanda merkah kambangan ini biasanya di cat putih atau kuning dengan
dasar gelap atau di cat hitam dengan latar belakang dengan warna muda.
Semua garis-garisnya mempunyai tebal 1” atau 25”. Tanda ini dibuat
dengan maksud agar setiap kapal membatasi jumlah berat muatan yang
diangkutnya sesuai dengan jenis kapal dan musim yang berlaku di tempat
dimana kapal tersebut berlayar.
Adapun isi dari sertifikat garis muat meliputi nama kapal, nama
panggilan kapal, nama pelabuhan pendaftaran, isi kotor dan ukuran serta
susunan lambung timbul kapal/merkah kambangan/plimsol Mark dituliskan
huruf :
S = Musim panas
W = Musim dingin
WNA = Musim dingin Atlantik utara
T = daerah Tropis
FW = Daerah Air Tawar
TFW = Daerah Air Tawar di tempat Tropis
Pasal 147 UU RI No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran,
Garis Muat Kapal dan Pemuatan
1. Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai dengan
persyaratan.
2. Penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam Sertifikat Garis Muat.
3. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dipasang Marka
Garis Muat secara tetap sesuai dengan daerah-pelayarannya.

100
Pasal 148
1. Setiap kapal sesuai dengan jenis dan ukurannya harus dilengkapi dengan
informasi stabilitas untuk memungkinkan Nakhoda menentukan semua
keadaan pemuatan yang layak pada setiap kondisi kapal.
2. Tata cara penanganan, penempatan, dan pemadatan muatan barang serta
pengaturan balas harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
Pasal 149
1. Setiap peti kemas yang akan dipergunakan sebagai bagian dari alat angkut
wajib memenuhi persyaratan kelaikan peti kemas.
2. Tata cara penanganan, penempatan, dan pemadatan peti kemas serta
pengaturan balas harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
Susunan muatan harus diperhatikan baik yang menyangkut stabilitas
kapal maupun yang menyangkut masalah keselamaatan. Muatan tidak boleh
menggaggu pemandangan dari anjungan serta tidak mengganggu operasi dari
alat-alat penolong dan pemadam kebakaran. Stabilitas kapal harus baik dan
selamat untuk berlayar.
Batas benaman tidak boleh melebihi garis Plimsol Mark didasarkan
perhitungan sesuai Load Line Convention 1966, dimana sertifikatnya harus
ada di kapal.

101
Gambar 2. 8. Plimsoll mark pada kapal barang kapal pengangkut Log

Sertifikat Lambung Timbul sesuai dengan Peraturan Garis Muat


Indonesia (PGMI 1986) yang berlaku untuk perairan Indonesia yang berada di
daerah tropis dan sekitarnya. Sertifikat ini berlaku 4 (empat) tahun.
Sertifikat Lambung Timbul sesuai Internasional Load Line Convention
(ILLC 1966) yang berlaku untuk kapal samudera yang berlayar di daerah
tropis, subtropis maupun perairan yang bermusim dingin. Sertifikat ini berlaku
5 (lima) tahun.

102
4. Sertifikat Kesempurnaan
Sertifikat Kesempurnaan adalah surat keterangan kondisi kapal, alat
perlengkapan, alat navigasi, alat komunikasi kapal berfungsi tertentu dengan
ketentuan setelah diadakan pemeriksaan fisik kapal yang bersangkutan ;
5. Sertifikat Kapal Bendera Kemudahan (Flag Of Convenience)
Bendera kemudahan adalah kapal yang menggunakan bendera
kebangsaan Negara yang tidak sama dengan kebangsaan dari pemilik kapal
tersebut.
Contoh sebuah kapal yang menggunakan bendera kemudahan itu
adalah bila pemilik kapal adalah warga Negara Indonesia akan tetapi kapalnya
didaftarkan di Panam, jadi kapal tersebut mempunyai register Panama.
Ada beberapa hal yang penting perlu diketahui mengapa banyak kapal
yang mencari bendera kemudahan karena :
a. Pemilik kapal dengan sengaja menghindari pajak nasional.
b. Menghindari peraturan-peraturan keselamatan pelayaran.
c. Menghindari adanya standar pelatihan dan sertifikasi untuk para pelaut.
d. Menghindari peranan organisasi pelaut dalam melindungi tenaga kerja
pelaut.
e. Membayar upah pelaut di bawah standar ITF (International Transport
Workers Federation).
6. Sertifikat kapal penumpang (Passanger Ship Safety Certificate)
Sertifikat kapal penumpang hanya diberikan kepada kapal penumpang
yang mengangkut penumpang lebih dari 12 orang. Sebuah kapal penunpang
dapat diberi sertifikat kapal penumpang harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Mengenai kontruksi kapal.
b. Mengenai Radio Telegraphy dan atau radio telephony.
c. Mengenai garis muat.
d. Mengenai Akomodasi penumpangnya.
e. Mengenai alat-alat penolong kapal (safety equipment).
7. Sertifikat hapus Tikus kapal (Dreating Certificate)
Sertifikat hapus Tikus kapal (Dreating Certificate) adalah suatu sertifikat
yang diberikan kepada sebuah kapal oleh Departemen kesehatan yaitu
kesehatan pelabuhan (Port Health), setelah kapal yang bersangkutan di
semprot dengan uap campuran belerang atau cyanide dan telah diteliti tidak
terdapat tikus di kapal atau relatif sudah sangat sedikit jumlahnya.

103
Masa berlaku sertifikat ini adalah 6 bulan dan dapat diperpanjang
selama 1 tahun. Jika telah habis masa berlakunya tetapi kapal belum
disemprot lagi hanya diteliti dan ditemui bahwa tidak ada atau tidak banyak
tikus di kapal, maka kapal itu diberikan Surat keterangan yang disebut dengan
pembebasan Hapus Tikus (Dreating Exemption) yang berlaku 6 bulan.
Pembebasan Hapus tikus di kapal (Dreating Exemption) adalah sebuah
keterangan yang diberikan kepada sebuah kapal yang sertifikat hapus
tikusnya telah gugur atau tidak berlaku lagi, dimana kapal tersebut tidak atau
belum disemprot lagi dengan uap campur belerang atau cyanide, melainkan
hanya diteliti dan didapati bahwa tidak ada atau tidak banyak tikus di kapal.
Pembebasan hapus tikus (Dreating Exemption) diberikan dengan masa
berlakunya 6 bulan.
8. Sertifikat Keselamatan
Berdasarkan UU RI. No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Sertifikat
keselamatan adalah sertifikat yang diberikan, apabila kapal telah memenuhi
syarat-syarat keselamatan kapal (material, kontruksi, bangunan, permesinan
dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan alat penolong dan
radio, elektronika kapal) serta telah memiliki sertifikat kesempurnaan.
Sertifikat keselamatan terdiri atas:
a. Sertifikat keselamatan kapal penumpang.
b. Sertifikat keselamatan kapal barang.
c. Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan.
Nahkoda dan atau ABK harus memberitahukan kepada Pejabat
pemeriksaan keselamatan kapal apabila mengetahui bahwa kondisi kapal atau
bagian dari kapalnya, dinilai tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal
ikan, dan nakhoda wajib membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian.
Pemilik, operator, badan klasifikasi yang ditunjuk sebagimana dimaksud
pada ayat 2 wajib melaporkan kegiatannya kepada menteri.
Kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasi pada
badan klasifikasi untuk keperluan mempersyaratan keselamatan kapal.
Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang memenuhi
persyaratan dengan jenis, ukuran, daerah pelayarannya.
Kapal sesuai dengan jenis, ukuran, daerah pelayarannya wajib
menyebarluaskan kepada pihak lain dan atau instansi pemerintah.

104
Gambar 2. 9. Prosedur Penertiban Sertifikat Keselamatan Kapal
9. Sertifikat Keselamatan radio
Sertifikat yang diberikan, apabila pesawat radio telegraf telah memenuhi
syarat. Sertifikat ini diwajibkan untuk tiap kapal yang menurut undang-undang
harus dilengkapi dengan radio telegraf.
10. Surat-surat kapal yang lain
Kapal yang datang dari laut dengan membawa muatan dan atau
penumpang. Nakhoda sudah membuat dan menyiapkan dokumen-dokumen
kapal yang lain seperti :
a. Crew list adalah Daftar nama dari seluruh anggota atau awak kapal.
b. Personal effect list adalah daftar nama dan jumlah barang pribadi milik
awak kapal dibuat dalam kepentingan pemeriksaan petugas Bea dan
Cukai, dibuat untuk kapal yang dating dari luar negeri.
c. Cargo manifest adalah daftar muatan di kapal.
d. Cargo Discharging list adalah daftar muatan yang akan dibongkar di
pelabuhan yang bersangkutan.
e. Passangers List adalah daftar nama penumpang di kapal.
105
f. Harbor Report (warta kapal) merupakan suatu warta kapal yang berisi
segala keterangan mengenai kapal, muatan, air tawar, bahan
bakar,penumpang, hewan ada tidaknya senjata api di kapal, tempat
berlabuh atau tempat sandar.
g. Intenational Declaration of Health adalah suatu pernyataan bahwa kapal
sehat, tidak tersangka dan tidak terjangkit suatu penyakit menular.
h. Daftar atau sijil Awak kapal adalah suatu buku yang berisi daftar nama
dan jabtan anak kpal, yaitu mereka yang melakukan tugas di atas kapal
yang harus diketahui serta disyahkan oleh syahbandar (Pasal 375
KUHD).
Perbedaan Crew List dengan sijil Awak Kapal dapat dilihat dari :
Crew List hanya berlaku sekali pakai yaitu pada saat kapal memasuki
pelabuhan. Sijil Awak kapal berlaku terus, sepanjang tidak ada alasan untuk
menggugurkannya.Crew List dibuat dan ditanda tangani oleh nakhoda setiap
kali masuk pelabuhan. Sijil Awak kapal ditanda tangani oleh syahbandar setiap
ada awak kapal yang naik dan turun dari kapal (sign on atau sign off)
11. Buku Harian Kapal (BHK)
BHK adalah jurnal yang harus di buat oleh kapal yang berukuran lebih
dari 500 m3 isi kotornya, sedangkan menurut PP No. 51 tahun 2002 tentang
perkapalan kapal dengan isi kotor GT 100 atau lebih.
Isi Buku Harian Kapal :
a. Mengenai kegiatan kapal dan pelayarannya.
b. Pelaksanaan peraturan dan undang-undang di kapal.
c. Aktifitas kerja awak kapal.
d. pertanggung jawaban semua tindakan awak kapal.
Fungsi penyelenggaraan BHK :
a. sebagai bentuk pertanggungjawaban nakhoda.
b. sebagai kontrol apakah peraturan-peraturan telah di laksanakan atau
tidak.
c. bahan pembuktian.
d. sumber data bagi hakim jika terjadi sengketa.
e. sebagai bahan pengawasan oleh pemerintah.
Larangan terhadap BHK :
a. Dilarang mencoret-coret BHK.
b. Menghapus atau merobek BHK.
c. mengosongkan halaman BHK.
d. menyobek halaman BHK.
106
e. menyisipkan halaman BHK (tiap-tiap buku harus diberi nomor halaman).
f. penggantian BHK itu sendiri.
BHK diisi oleh nakhoda atau mualim I tiap hari untuk menghindari lupa,
kekeliuran waktu. Sebagai fungsi kontrol terhadap aspek-aspek keselamatan
yang dilaksanakan di atas kapal selama pelayaran dan sebagai kontrol
terhadap pengisian BHK, buku harus diserahkan untuk diperiksa setiap akhir
pelayaran kepada syahbandar, yang kemudian menanda tanganinya, sebagai
bukti pemeriksaan (EXHIBITUM).
Sistematika Buku Harian Kapal terbagi 2 komponen yaitu
a. Komponen keterangan yang tidak rutin.
b. Komponen keterangan rutin (rutin harian).
Komponen yang tidak rutin terdiri dari keterangan-keterangan :
a. Nama perusahaan.
b. Nama kapal.
c. Ukuran-ukuran kapal.
d. Nama nakhoda.
e. Tanggal mulai pemakaian buku dan tanggal habisnya.
f. Peringatan kepada nakhoda dan perwira akan dasar-dasar hukum yang
menyangkut pengisisan dan penyelenggaraan buku harian.
g. Nama-nama ABK, lengkap dengan jabatan, tanggal mutasi naik dan
turun atau tanggal promosi pangkat (jika BHK sambungan).
h. Tanggal permulaan pelayaran dari pelabuhan asal.
i. Pekerja-pekerja yang ikut (jumlahnya) selain awak kapal.
j. Tanggal latihan sekoci, latihan pemadam kebakaran.
k. Daftar petunjuk halaman pada komponen rutin mengennai; kelahiran,
kematian, hukuman dan pemeriksaan kejahatan, exhibitum, naik dok
dan reparasi yang harus disurvey, inspeksi alat-alat penolong dan
pemadam kebakaran.
l. Tanggal berakhirnya sertifikat-sertifikat.
Komponen-komponen rutin meliputi :
a. Lautan tempat berlayar.
b. Tempat tolak dan tujuan.
c. Hari dan tangggal.
d. Jam jaga.
e. Jarak tempuh dan kecepatan/jam.
f. Haluan sejati dll.

107
BHK merupakan bukti-bukti dan data-data utama mengenai sesuatu kejadian
di kapal, baik kecelakaan ataupun kerusakan.
12. Buku Harian Mesin
Kapal dengan tenaga penggerak utama 200 TK atau lebih harus
menyelenggarakan Buku Harian Mesin adalah Buku yang berisi data-data
mengenai pengoperasian mesin kapal.
13. Buku Harian Radio
Kapal-kapal yang memiliki perangkat radio harus menyelenggarakan
Buku harian Radio. Buku Harian Radio adalah Buku / jurnal yang harus diisi
oleh kapal-kapal yang berukuran lebih besar dari 500 m3. Buku ini diisi oleh
markonis kepala dan ditanda tangani. Diisi setiap hari dan ditandatangani oleh
nakhoda. Prinsipnya pengisian hampir sama dengan Buku Harian Kapal dan
Buku Harian Mesin.
14. Kisah Kapal
Kisah kapal adalah suatu akta yang berisi sebuah laporan mengenai
peristiwa-peristiwa selama dalam perjalanan, dan dapat dibedakan sebagai
berikut :
a. Kisah kapal biasa (tidak wajib)
Setelah tiba di pelabuhan, nakhoda dapat membuatkan kisah kapal oleh
syahbandar apabila selama dalam perjalanan tidak mendapat kerusakan dan
tidak terjadi peristiwa luar biasa. Tidak ditentukan jangka waktunya
b. Kapal (wajib) jika :
1. Mendapat kerusakan pada kapal atau muatan.
2. Terjadi peristiwa luar biasa.
3. Peristiwa yang mengakibatkan luka-luka atau kematian seseorang.
4. Setelah tiba di suatu pelabuhan, nakhoda wajib membuat terlebih
dahulu kisah kapal sementara, dalam waktu 3 x 24 jam, disusul dengan
kisah kapal yang lengkap dalam waktu 30 hari (hari minggu dan hari
besar tidak terhitung).
Pada lazimnya kisah kapal itu dibuat atas dasar buku harian kapal,
dimana diberikan penjelasan-penjelasan dan tambahan-tambahan mengenai
apa yang tercatat dalam buku harian itu. Harus ada persesuaian yang cukup
antara kisah kapal dengan buku harian kapal. Apabila misalnya kapal
tenggelam, dan buku harian itu hilang, maka kisah kapal dapat digunakan
sebagai bukti tersendiri. Tetapi di dalamnya harus disebutkan pula sebab-
sebab mengapa buku harian itu hilang. Pada semua kerugian-laut, paling

108
sedikit satu salinan dari kisah kapal yang resmi, harus dikirimkan kepada
pengusaha kapal. Apabila nakhoda lalai dalam hal ini, dan kemudian buku-
buku harian itu hilang karena kapal tenggelam atau terbakar, maka pengusaha
kapal akan mendapat kesukaran dalam menuntut ganti kerugiannya. Kisah
kapal memuat keterangan lebih rinci yang tidak dapat ditulis dalam buku
harian karena keterbatasan tempat.
Sertifikat kapal tidak berlaku apabila (UU RI. No. 17 tahun 2008)
a. Masa berlaku sudah habis.
b. Tidak melaksanakan pengukuhan sertifikat (endorsement).
c. Kapal rusak dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan keselamatan
kapal.
d. Kapal berubah nama.
e. Kapal berganti bendera.
f. Kapal tidak sesuai lagi dengan data teknis dalam sertifikat keselamatan
kapal.
g. Kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan perubahan
konstruksi kapal, perubahan ukuran utama, perubahan fungsi, kapal
ditutuh (scrapping).
Sertifikat kapal dibatalkan apabila :
a. Keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan untuk penertiban
sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b. Kapal sudah tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
c. Sertifikat diperoleh secara tidak sah.
Dokumen-Dokumen Awak Kapal
1. Sijil Anak Buah kapal (Monsterol)
Sijil Anak Buah kapal adalah suatu buku yang merupakan daftar dari
anak buah kapal lengkap dengan catatan-catatan pribadi anak buah kapal dan
disyahkan oleh syahbandar.
a. ditandatangani oleh oleh nakhoda atau salah seorang perwira yang
ditunjuk nakhoda atas nama nakhoda dan syahbandar.
b. syarat anak buah kapal yang dapat dicantumkan dalam sijil anak buah
kapal adalah para anak buah kapal yang telah menanda tangani
perjanjian kerja laut dengan pengusaha kapal dan telah memenuhi
syarat-syarat yaitu umur paling sedikit 14 tahun (untuk perwira 18
tahun).

109
c. mempunyai buku pelaut.
d. surat buku kesehatan (surat kuning).
e. tanda lulus kir mata dan kir telinga untuk yang kena jaga laut.
f. surat kuasa dari wali untuk yang di bawah umur.
Isi Sijil Anak Buah Kapal
Sijil anak buah kapal merupakan buku yang halaman depannya berisi :
a. Nama kapal, pemilik kapal, pengusaha kapal serta nama nakhoda.
b. Halaman-halaman berisi kolom-kolom nama anak buah kapal, tanggal
naik (mulai dinas) di kapal, tanggal turun kapal, alasan meninggalkan
kapal, jabatan anak buah kapal, jabatan perwira kapal, kolom
tandatangan nakhoda atau personil yang ditunjuk nakhoda atas
namanya, kolom tanda tangan syahbandar (pegawai pencatatan yang
disyahkan).
Personil yang tercantum dalam Sijilnakhoda yaitu anak buah kapal, (perwira
dan bawahan), supercargo, pedagang atau pengusaha yang berusaha di kapal
jika telah diijinkan pengusaha kapal,
Cara Pendaftaran dalam sijil anak buah kapal sebagai berikut :
a. daftar nama-nama anak buah kapal yang akan di sijilkan diajukan
kepada syahbandar di lampiri salinan pejanjian kerja laut;
b. kemudian dicantumkan ke dalam sijil dan ditanda tangani oleh nakhoda
atau orang yang ditunjuk oleh nakhoda atau orang yang ditunjuk oleh
nakhoda daftar nama ini kemudian oleh syahbandar;
c. kapal-kapal yang akan berangkat ke luar negeri, harus ada ijin dari
imigrasi untuk ijin berangkat keluar negeri (exit permit);
d. pada pelabuhan-pelabuhan kecil yang tidak ada syahbandar, dalam
keadaan mendesak seorang ABK boleh dinaikan ke kapal, kemudian
dicantumkan dalam sijil sampai pelabuhan berikutnya baru disyahkan;
e. sijil akan berubah susunannya bilaberganti nakhoda, berganti jabatan
anak buah kapal (satu atau lebih), jika ada anak buah kapal pengganti
di kapal.
f. semua kapal yang berangkat ke laut atau tiba di pelabuhan harus
mempunyai sijil.Kapal tidak akan diijinkan meninggalkan pelabuhan jika
tidak mempunyai sijil ABK. ABK yang tidak sah sebagai ABK kapal, jika
namanya tidak tercantum dalam sijil ABK dan sendirinya membatalkan
hak dan kewajiban serta wewenang baik ABK maupun nakhoda atau
pengusaha dalam hubungan kerja, apabila menyangkut kapal yang

110
berlayar ke luar negeri, bisa dianggap sebagai hal yang menyangkut
persoalan penyelundupan orang ke luar negeri sebab belum mendapat
ijin keluar (exit permit).
g. bagi ABK, sijil merupakan bukti pengalaman berlayarnya di kapal ,
andai kehilangan buku pelautnya.
h. sijil anak buah kapal diperbaharui bilamana :
1. kapal berganti nama.
2. kapal berganti pemilik.
3. kapal berganti bendera.
4. halaman-halaman sijil tersebut habis.
2. Buku Pelaut (Seaman‟s Book)
Buku Pelaut adalah Buku tanda pengenal pelaut dan tanda pengenal
kewarganegaraannya.
a. Dibeberapa Negara buku pelaut diperlukan hampir sama dengan
paspor, sehingga pelaut tersebut dapat berlayar ke luar negeri tanpa
paspor.
b. Buku pelaut dikeluarkan oleh pejabat keselamatan pelayaran atau
syahbandar dan diberikan atas dasar bukti-bukti kepelauatan ijazah
laut, surat tanda pegawai laut, suatu perusahaan atau instansi,
keanggotaan pelaut Indonesia, surat kelahiran, kir mata dan telinga,
sertifikat BST (syarat-syarat membuat buku pelaut).
c. Berlaku 3 tahun dan dapat diperpanjang terus menerus sampai
bukunya habis.
Buku pelaut berisi :
a. nama dan keterangan pribadi si pelaut.
b. catatan pemeriksaan kesehatan.
c. tanggal permulaan jadi pelaut.
d. Ijazah-ijazah umum yang dipunyai.
e. nama dan alamat keluarga.
f. tanggal naik kapal dan turun kapal.
g. ukuran kapal.
h. sifat pelayaran kapalnya.
i. jabatan di kapal.
j. alasan turun kapal.
Isian tersebut disahkan oleh nakhoda dan/atau syahbandar. Dalam buku pelaut
tidak dicantumkan konduite dan gaji anak buah kapal.

111
3. Buku Vaksinasi Internasional
Adalah catatan peng-imun-an anak buah kapal terhadap penyakit-penyakit
karantina, misalnya cacar, pes, kolera, desentri dsb, yang diberikan oleh
Departemen Kesehatan RI atau kesehatan Pelabuahan (Port Health) dan
diberikan dengan dasar peraturan Kesehatan Internasional. Buku ini lebih dikenal
dengan buku kuning (sertificate of vaccination).

Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan


Kapal Perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan termasuk melakukan survei
dan eksplorasi perikanan Kelaiklautan kapal perikanan adalah keadaan kapal
yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran
perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak
kapal, serta penumpang atau status hukum kapal untuk berlayar diperairan
tertentu.
Laik tangkap adalah kesesuaian hubungan antara ukuran kapal, mesin, alat
tangkap, alat bantu penangkapan, jalur penangkapan, dan kecakapan pekerja
(ABK) di atas kapal ikan.
a. Kelaikan Operasional Kapal
Berdasaran Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun
1996 Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan ” setiap kapal
penangkap ikan yang akan berlayar harus memenuhi persyaratan kelaik
lautan kapal penangkap ikan dan kapal penangkap ikan yang dinyatakan
memenuhi persyaratan kelaik lautan diberikan surat dan sertifikat berupa
Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan
Kapal Penangkap Ikan”.

Surat Tanda Kebangsaan Kapal


Surat tanda kebangsaan kapal diberikan pada kapal ikan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Surat laut : isi kotor kapal 500 m3 atau 175 GT.
2. Pas tahunan : isi kotor kapal 20 m3 atau 7 GT.
3. Pas kecil : isi kotor kapal <20 m3 atau >7 GT.
4. Pas biru : isi kotor kapal 10 m3 atau 3 GT.

112
b. Sertifikat Kelaikan Kapal
Kelaikan kapal penangkap ikan meliputi :
1. Konstruksi dan tata susunan kapal.
2. Stabilitas dan garis muat kapal.
3. Perlengkapan kapal.
4. Permesinan dan listrik kapal.
5. Sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran.
6. Sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal.
7. Jumlah dan susunan awak kapal.
Perlengkapan kapal, Alat pemadam kebakaran dan alat penolong
berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No Kp
46/1/1/-83 tahun 1983 menetapkan bahwa : “Kapal dengan ukuran isi kotor kapal
< 425 m3 atau < 150 GT harus memiliki Perlengkapan kapal yang memenuhi
persyaratan dan dalam keadaan baik”. Satu buah jangkar haluan dan 1 buah
jangkar arus dengan rantai.
1. Satu tali tarik 2 tali tambat, diameter dan panjang tali sesuai
peraturan.
2. Satu lampu puncak merah dan dibawahnya 1 lampu puncak hijau
yang dapat terlihat dengan baik minimal 5 mil laut.
3. Satu lampu lambung kanan (hijau) dan 1 lampu lambung kiri
(merah). Panjang kapal < 12 meter, lampu lambung merah dan hijau
dapat diganti dengan 1 lampu gabungan hijau-merah yang dipasang
diatas puncak tiang.
4. Satu lampu buritan putih dan 1 lampu jangkar putih.
5. Panjang kapal < 7 meter, apabila kapal tidak memungkinkan
dipasang lampu navigasi, maka kapal dilengkapi dengan 1 senter
dan lentera cahaya putih yang siap digunakan sewaktu-waktu.
6. Satu kerucut hitam dengan garis tengah alas 1 kaki, dipasang
dihaluan dengan puncaknya kebawah, apabila kapal berlayar
menggunakan pesawat penggerak bantu.
7. Dua pompa tangan, dipasang secara tetap untuk palka dan kamar
mesin serta kapal dilengkapi peralatan untuk menguras air.
8. Perlengkapan lainnya :
a. Satu terompet isyarat dan alat bunyi lainnya.
b. Satu Pedoman kemudi dan peta laut.
c. Satu Perum tangan dengan panjang tali 25 meter.

113
d. Satu Teropong jauh.
e. Dua bola hitam.
f. Bendera Republik Indonesia.
9. Isi kotor kapal > 100 m3, kapal dilengkapi 1 sampan dan dayung.
Dua tabung pemadam kebakaran ( kapasitas 9 liter jenis busa ).
10. Satu bak pasir ( kapasitas 0,5 m3 ) dan 2 sekop.
11. Dua Pelampung penolong dan tali secukupnya (wama Jingga dan
tulisan nama kapal).
12. Jaket penyelamat setiap pelayar (wama jingga).
13. Alat apung lainnya.
14. Alat isyarat dalam bahaya.
15. Isi kotor kapal > 100 m3 kapal dilengkapi alat komunikasi radio.
16. Minuman, makanan dan obat-obatan.
a. Persediaan air minum > 5 liter/pelayar/hari dan cadangan air
minuman selama > 5 hari.
b. Persediaan makanan : Persyaratan gizi dan tidak rusak serta
jumlah yang cukup untuk semua pelayar selama pelayaran.
c. Perlengkapan kesehatan : alat balut, obat batuk, obat demam
malaria, influenza, sakit perut dll.
Persyaratan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2000 tentang Kepelautan untuk Pengawakan Kapal Penangkap Ikan bahwa
setiap kapal penangkap ikan yang berlayar harus diawaki :
1. Seorang nakhoda dan beberapa perwira kapal yang memiliki.
a. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan.
b. Sertifikat keterampilan dasar pelaut sesuai dengan daerah
pelayaran, ukuran kapal dan daya penggerak kapal.
2. Sejumlah awak kapal (ABK) yang memiliki sertifikat keterampilan dasar
pelaut.
3. Sertifikat keahlian pelaut Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN).
a. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat I.
b. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat II.
c. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat III.
Sertifikat keahlian pelaut Tekhnik Permesinan Kapal Penangkap Ikan
(ATKAPIN)
a. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat I.

114
b. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat II.
c. Sertifikat Ahli Mesin Kapal Penangkap Ikan tingkat III.
Persyaratan pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan ukuran
kapal dan daerah operasinya :
1. Kapal dengan bobot 35 GT dan daerah pelayaran <60 mil
a. Nakhoda : surat keterangan kecakapan 60 mil.
b. KKM : surat keterangan kecakapan 60 mil.
2. Kapal dengan bobot sampai dengan 88 GT dan daerah pelayaran <
200 mil.
a. Nakhoda : surat keterangan kecakapan 60 mil Plus.
b. KKM : surat keterangan kecakapan 60 mil plus.
3. Kapal dengan bobot 88-353 GT dan daerah pelayaran seluruh
Indonesia.
a. Nakhoda : ANKAPIN II (MPL tingkat II).
b. Mualim I: ANKAPIN II (MPL tingkat II).
c. KKM : ATKAPIN II ( AMKPL tingkat II).
d. Masinis: ATKAPIN II (AMKPL tingkat II).
4. Kapal dengan bobot 88-353 GT dan daerah pelayaran seluruh lautan.
a. Nakhoda : ANKAPIN I (MPL tingkat I).
b. Mualim I : ANKAPIN I (MPL tingkat I).
c. Mualim II : ANKAPIN II (MPL tingkat II).
d. KKM : ATKAPIN I (AMKPL tingkat I).
e. Masinis I : ATKAPIN I (AMKPL tingkat I).
f. Masinis II : ATKAPIN II (AMKPL tingkat II).
c. Kelaikan Operasional Kapal Penangkap Ikan
Kelaikan Operasional Kapal Penangkap Ikan adalah “Keadaan kapal
perikanan yang memenuhi persyaratan kelaik lautan dan operasional
penangkapan ikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam melakukan
kegiatan usaha penangkapan ikan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan
yang telah ditentukan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 10 Tahun 2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan.

115
Gambar 2. 10Contoh Sertifikat Keterampilan SCRB (Survival Craft and
Rescue Boats)
d. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)
Surat Ijin Usaha Perikanan, yang diselanjutnya disebut SIUP, adalah Ijin
tertulis yang harus dimiliki Perusahaan Perikanan untuk melakukan usaha
perikanan dengan menggunakan sarana peroduksi yang tercantum dalam Ijin
tersebut. SIUP yaitu surat izin yang harus dimiliki oleh perusahaan/perorangan
yang akan melakukan usaha penangkapan ikan dilaut dengan menggunakan
kapal dengan daerah penangkapan dan jumlah kapal perikanan yang akan
dioperasikan.
e. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
Surat Ijin Penangkapan Ikan yang selanjutnya disebut SIPI adalah Ijin
tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan
ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP yaitu surat izin yang
harus dimiliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan
kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan.
1. Koordinat daerah penangkapan
2. Alat penangkap ikan yang digunakan.
3. Pelabuhan penangkapan.

116
4. Jalur penangkapan ikan yang terlarang.
5. Jumlah dan daftar penempatan ABK.
Alat Penangkap Ikan
Alat penangkap ikan yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang
ditentukan Ditjen Perikanan Tangkap tentang spesifikasi alat penangkap
ikan.
f. Log Book Perikanan (LBP) dan Lembar Laik Operasioal (LLO) LBP
merupakan lembar isian yang berisi data, dan fakta mengenai aktifitas kapal
perikanan dalam melakukan operasionalnya. Berdasarkan LBP, kapal
perikanan dapat ditentukan kelayakan administrasi dan teknisnya sebelum
kapal diperbolehkan melakukan kegiatan penangkapan.
Kelayakan administrasi dan teknis perikanan tersebut selanjutnya
dituangkan dalam bentuk lembar laik operasional (LLO) dan sebagai salah
satu persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB).
g. Surat Izin Berlayar (SIB)
Surat yang diperbolehkan dari Syahbandar Pelabuhan Perikanan tempat
keberangkatan setelah memenuhi kelaikan operasional kapal penangkapan
ikan.
1. Identitas Kapal.
2. Jenis dan ukuran kapal penangkap ikan sesuai dengan sertifikasi teknis
yang tercantum pada SIPI.
3. Jumlah dan Daftar penempatan ABK.
4. Pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Informasi awak kapal meliputi jabatan dan ijazah/sertifikat yang
dimiliki.
Kelengkapan kapal lainnya
1. Palka ikan berinsulasi.
2. Persyaratan teknis penangkapan ikan.
3. Rancang bangun Palka.
4. Kesegaran mutu ikan dan Hegienis baik, aman konsumsi.
5. Sistem pendingin baik.
6. Penanganan ikan cepat, bersih dan sehat dalam menggunakan es dan
air bersih.
7. Bahan pembuatan Palka.
8. Peralatan.
9. Mesin bantu penangkapan ikan.

117
10. Penggunaan mesin bantu penangkapan sebagai indikator terhadap jenis
alat tangkap ikan yang dipergunakan.
a. Long Liner : Line Hauler, line thrower, conveyor belt, setting table
dan line arranger.
b. Purse Seiner : Power Black, Purse line winch.
c. Gill Netter : Net hauler.
d. Trawler : Trawl winch.
Alat Bantu Penangkapan Ikan
Penggunaan alat bantu penangkapan sebagai alat pengumpul ikan untuk
penunjang operasi penangkapan ikan (Lampu dan rumpon).
B. Refleksi
Untuk menyelenggarakan pelayaran dalam negeri dan luar negeri
diutamakan menggunakan armada kapal-kapal nasional Indonesia, hal ini
dimaksudkan dalam rangka memberikan perlindungan untuk mengembangkan
usaha pelayaran nasional.
Peranan perkapalan yang meliputi segala sesuatu berkenaan dengan
kelaiklautan kapal dalam menunjang transportasi laut khususnya perlu
dikembangkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar
mampu menunjang pembangunan nasional melalui kegiatan transportasi laut,
sungai, danau yang tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dengan
memperhatikan kondisi geografis serta kelestarian lingkungan. Undang-
undang tentang Pelayaran mengamanatkan perlunya pengaturan lebih lanjut
tentang kelaiklautan semua jenis kapal yang meliputi keselamataan kapal,
pencegahan pencemaran perairan, pengawakan, kesehatan dan
kesejahteraan awak kapal dan penumpang, garis muat dan pemuatan, status
hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari
kapal , manajemen keamanan kapal yang sejalan dengan konvensi hukum
laut internasional. Sebagai pelaksanaan UU RI No. 17 tentang Pelayaran perlu
diatur hal-hal yang bersifat teknis dengan peraturan pemerintah tentang
kelaiklautan kapal yang mencakup pengukuran kapal, pendaftaran kapal,
kebangsaan kapal, keselamatan kapal, nakhoda dan ABK, penanganan
kecelakaan kapal, kelaikan peti kemas dan pencegahan dan penanggulangan
pencemaran perairan.

118
C. Tugas
a. Tugas Individu membaca dan mendalami materi tentang kelaiklautan kapal
kemudian membuat resume .
b. Tugas kelompok mengumpulkan data kecelakaan transportasi laut yang
sudah diterbitkan resmi oleh Dephub atau beberapa contoh kasus
kecelakaan kapal yang pernah terjadi kemudian menginventaris penyebab
terjadinya kecelakaan tersebut, tipe kecelakaan, indikator keselamatan, dan
buat laporan hasil investigasi untuk didiskusikan, rekomendasikan dan
berikan saran-saran anda agar tidak terjadi kembali kecelakaan transportasi
dimasa mendatang.
Pengayaan materi dengan berdiskusi kelompok, mendiskusikan dengan
kasus dalam negeri yang relevan, dengan topik yang dibahas di seklolah
(memahami peraturan keselamatan maritim internasional dalam upaya
pencegahan kecelakaan).
D. Tes Formatif
a. Jelaskan pengertian kelaik lautan kapal !
b. Jelaskan pengertian keselamatan kapal !
c. Tuliskan persyaratan kapal laik laut !
d. Jelaskan tentang status hukum kapal !
e. Jelaskan peran dan fungsi dari BKI (Balai Klasifikasi Indonesia) !
f. Tuliskan jenis-jenis dokumen (sertifikat-sertifikat) yang harus dimiliki oleh
sebuah kapal !
g. Tuliskan dokumen-dokumen awak kapal !
h. Jelaskan pencegahan pencemaran dari kapal !
i. Jelaskan fungsi sertifikat garis muat kapal dan pemuatannya,
j. Jelaskan sertifikat kesempurnaan, surat laut dan sertifikat keselamatan
k. Jelaskan tentang Manajemen Keselamatan kapal !
l. Jelaskan Manajemen Keamanan Kapal !

119
2.3.3 Penilaian
A. Sikap
Nilai diperoleh dari pengamatan guru terhadap keaktifan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung
Lembar Penilaian Sikap
No Nama Kriteria Penilaian Jumlah Ket
Siswa skor
Aktif
Perhatian Disiplin Tekun Mendengar
(1) (2) (3) dan Bertanya
(4)

1.
2.
3.

Keterangan Skor
Kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta didik,
dengan kriteria sebagai berikut :

4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.


3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan
kadang-kadang tidak melakukan.
2 =kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering
tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.

Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

Peserta didik memperoleh nilai :


a. Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor 3.66 s.d 4.
b. Baik (B) : apabila memperoleh skor 2.66 s.d 3.65.
c. Cukup (C) : apabila memperoleh skor 1.66 s.d 2.65.
d. Kurang (K) : apabila memperoleh skor < 1.65.

120
B. Pengetahuan
Nilai diperoleh dari Pengamatan selama proses diskusi
kelompok, presentasi dan tes tertulis dan penugasan.
Pedoman penilaian :

Nilai untuk Keterampilan menggunakan penilaian kuantitatif 1 - 4 :


Sangat Baik = 4
Baik = 3
Cukup = 2
Kurang = 1
C. Keterampilan
Nilai diperoleh dari penyelesaian tugas (baik individu maupun
kelompok) pada saat diskusi, dan presentasi (bermain peran).
a. Rubrik kegiatan Diskusi
No Nama Aspek Penilian Jml Nilai Ket
Siswa Skor
Mengkomunikasikan

pendapat teman
Menghargai
Kerja sama

pendapat

Keaktifan
Toleransi

1
2
dst

Keterangan Skor :
Kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta didik,
dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-
kadang tidak melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak
melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.

121
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :

a. Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor 3.66 s.d 4.


b. Baik (B) : apabila memperoleh skor 2.66 s.d 3.65.
c. Cukup (C) : apabila memperoleh skor 1.66 s.d 2.65.
d. Kurang (K) : apabila memperoleh skor < 1.65.
b. Rubrik Penilaian Presentasi
No Nama Aspek Penilaian Ʃ Nilai Ket
Siswa Skor

dan
penyampaian
Komuni Kasi

Sistematika

penampilan
Keberanian
Wawasan

Antusias

1 Gesture
2
3
dst

Keterangan Skor :
kolom diisi dengan kriteria sesuai sikap yang ditampilkan oleh peserta
didik, dengan kriteria sebagai berikut :
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan
kadang-kadang tidak melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan
sering tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan.
Pedoman Penskoran :
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4
Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :
Keterangan Skor

122
Kriteria Pencapaian Kompetensi /Ketuntasan Belajar
Aspek
Pengetahuan Predikat Keterampilan Predikat Sikap
1-4 1-4 SB/ B/ C/ K

Keterangan KKM Pengetahuan dan Keterampilan KKM


≥ 2.66
KKM Sikap : Baik

Bila tingkat pencapaian kompetensi anda mencapai KKM > 2.66,


maka anda dinyatakan tuntas dan dapat melanjutkan ke kegiatan belajar
selanjutnya. Tetapi apabila tingkat pencapaian kompetensi anda
mencapai KKM < 2.66 maka anda dinyatakan belum tuntas, maka anda
harus mengulangi mulai dari kegiatan belajar, terutama pada bagian yang
masih belum anda kuasai.

123
III. PENUTUP
Dengan menggunakan Buku Teks Bahan Ajar ini diharapkan siswa dapat mencapai
kompetensi puncak dan dapat menampilkan potensi maksimumnya sehingga tujuan
pencapaian kompetensi dapat terlaksana. Tujuan akhir dari proses pembelajaran dengan
menggunakan Buku Teks Bahan Ajar Hukum maritim di semester 2 adalah siswa memiliki
kemampuan, pemahaman, kesadaran, kebiasaan, kesenangan, kepedulian, kearifan serta
komitmen terhadap penegakan dalam menerapkan dan melaksanakan hukum maritim
sesuai hukum yang berlaku, khususnya dalam peraturan hak dan kewajiban awak kapal,
Perjanjian Kerja Laut, dan kelaik laut kapal dalam kegiatan pelayaran. Buku Teks Bahan
Ajar ini juga dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk persiapan menghadapi ujian profesi
kepelautan. Untuk itu kepada para siswa dan pengguna Buku Teks Bahan Ajar ini
disarankan untuk membaca literatur lain agar pemahaman materi menjadi lebih baik dan
lengkap.
Demikian semoga Buku Teks Bahan Ajar ini benar-benar dapat digunakan oleh yang
memerlukan.

124
DAFTAR PUSTAKA
Adi, D. Bambang, S., dkk. 2008. Nautika Kapal Penangkap Ikan. Jilid 3. Buku Sekolah
Elektronik. Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan
Nasional. Hal. 489-494.

Andrian, K. 2010. Pengertian Hukum Laut Nasional dan Hukum Laut Internasional serta
Sejarah Hukum Laut Nasional dan Hukum Laut Internasional. Artikel :
http://andriankami4u.blogspot.com/2010/06/hukum-laut-internasional-html.20:37.

Aninomous. (tanpa tahun). Dasar-dasar Manajemen dan Kepemimpinan di Kapal Niaga.


Politeknik Ilmu Pelayaran. Semarang. 65-165hal.

Aninomous. 2007. Kelaikan Operasional Kapal Perikanan. Bulletin Mina Diklat BPPP
Belawan. Medan.

Baharuddin, ST, MT. 2011. Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) hibah
Penulisan Buku Ajar Keselamatan Maritim. Program Studi Teknik Sistem Sistem
Perkapalan. Fakultas Teknis Universitas Hasanudin. Makasar.

Buyung, I. 2007. Buku Ajar Hukum Laut Internasional Indonesia. Diklat Fakultas Hukum
Unhas. Makasar.

http://andriankamil-44.blogspot.com/20%06/hukum-laut-internasional-html 20:37

http://id.wikipedia.org/wiki/berkas.

http://id.wikipedia.org/wiki/keselamatan_pelayaran#perangkat_keselamatan .

"http://id.wikipedia.org/wiki/Keselamatan_pelayaran": Kapal pada 09:56, 4 Februari 2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/keselamatanpelayaran.09:54,4-februari 2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/keselamatan pelayaran/09.56.4 februari 2011.

http://kemhubri-dephub.go.id/mahpel.

http://pelayaran.net/wp.content/uploads/2011/09/pinsol/jpg.

http://www.dephub.go.id/knkl.

http://www.hamline.Edu/apakabar/Basisidan/1996/11/12/0066html.

http ://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/dokumen/pm_7_2013.pdf.

http://wwwklasifikasiindonesia.com/ajax/sitemap/map.php.

http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/lain.php?menuku=mpat&idnya=42.

ILO. No. 147.1976. Tentang Minimum Standar Kerja bagi Awak Kapal Niaga.

Keputusan Menteri Perhubungan No. 70 tahun 1998. Pengawakan Kapal Niaga.

Krisdiana, R.D., A.Pi. M.Si. 2009. Memenuhi Persyaratan Kerja DI/DU. 16 hal
125
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. Per 27/MEN/2009. Tentang Pendaftaran
dan Penandaan Kapal Perikanan.

Peraturan Menteri Perhubungan No : KM. 4 tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran


dari Kapal. 25 hal.

Peraturan Menteri perhubungan Nomor : KM 65 tahun 2009 tentang Standar Kapal Non
Konvensi (Non Convention Vessel Standard) Berbendera Indonesia. 4 hal.

Peraturan Pemerintah RI. No. 7 tahun 2000. Tentang Kepelautan.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2002. Tentang Perkapalan.

Prodjodokoro, W. S.(tanpa tahun). Hukum Laut bagi Indonesia. 227 hal.

Prosedur Penertiban Sertifikat Keselamatan kapal. 2011. Artikel:


http://id.wikipedia.org/wiki/keselamatanpelayaran : 09:54. 4 Februari 2011.

Rauf, A.R. 2007. Bahan Ajar Hukum Laut Internasional (pengantar). Fakultas Hukum
Unhas. Makasar.

Rozaimi, J . Abrial. (tanpa tahun). Undang-undang Perkapalan. 214 hal.

Sejarah Pelaut di Indonesia. 2003. Artikel: http://id/wikipedia.org/wiki/pelaut 19/04/2003.

Soebakti, H.R. Capt. (1977). Buku Pelajaran Hukum Maritim untuk Ahli Nautika-Ahli
Teknika Tingkat III-IV. Yayasan Pendidikan Pelayaran Djadajat. 165 hal.

Soegeng, Wartini, S.H, CN. 1988. Pendaftaran Kapal Indonesia. Penerbit PT. Eresco
Bandung. 93 hal.

Soleh, Moch. 2009. Aspek Hukum Internasional Mengetahui Peperangan di Wilayah Laut
Negara Kepulauan. Jurnal Hukum. Vol 17. No. 17. 17 Oktober 2009. 123-126 hal.

Subekti, R., S.H. Prof; Tjitrosudibio, R. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan
Undang-Undang Kepailitan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 327 hal.

Subagyo, P. Joko. 2009. Hukum Laut Indonesia. Penerbit Rineka Cipta. 216 hal.

Triyanto Djoko, S.H. 2004. Hukum Kapal. CV. Mandar maju. Jakarta

United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

Undang-Undang RI. 17 tahun 1985. Tentang pengesahan United Nations Convention on


the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).,
Identity documents Conventions. 1958. (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi
Perubahan dokumen Identitas Pelaut.1958).

Undang-Undang No. 17 tahun 2008. Tentang Pelayaran. Permata Press . Jakarta. 233 hal.

Undang-Undang RI No. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31


tahun 2004 tentang Perikanan.2010. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan.
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

126
Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Undang-undang No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan.

Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

UU RI. No.43 tahun 2008. Tentang Wilayah Negara beserta penjelasannya. Tim Permata
Press.

Undang-undang RI No. 1 tahun 2008 tentang pengesahan ILO Convention No. 185
Concering Revising the documents Conventions 1958 (Konvensi ILO No. 185
mengenai Konvensi, perubahan Dokumen Identitas Pelaut. 1958)

Wartini Soegeng. SH.Cn.1988. Pendaftaran Kapal Indonesia. Penerbit PT. Eresco Bandung

Warokha, IH. Capt. (tanpa tahun). Program AMKPI. Balai Pendidikan Penyelenggaraan dan
Peningkatan Ilmu Pelayaran Corps. Perwira Pelayaran Besar. 103 hal.

127

Anda mungkin juga menyukai