REFERAT
Mengetahui,
Pembimbing
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME karena atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan referat ini dengan judul : “Vertigo” dengan baik
dan tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini merupakan salah satu
tugas yang harus dilaksanakan sebagai bagian dari kepaniteraan Ilmu
Penyakit Saraf di RSAL Surabaya.
Tidak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan pada semua pihak yang
telah membantu penyusunan responsi ini, terutama dr. Budi O.W., SpS yang
membimbing penyusunan referat ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami mengharapkan saran dari semua pihak demi
kesempurnaannya. Semoga referat ini dapat berguna bagi para pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................3
BAB 1...................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................5
BAB 2...................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6
2.9.1 Anamnesis……………………………………………………… 32
3
2.9.5 Pemeriksaan Penunjang………………………………………39
2.10 Penatalaksanaan………………………………………………..39
BAB 3.................................................................................................46
KESIMPULAN....................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................47
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Dua puluh persen sampai dengan tiga puluh persen populasi umum
pernah mengalami vertigo dan dizziness (Von Breverna,2011). Dizziness
yang persisten akan membatasi lifestyle seseorang yang selanjutnya akan
mengakibatkan invaliditas yang kronis (Kusmastuti, 2008). Dizziness
memang bisa timbul akibat rangsangan visus, seperti halnya rangsangan
pada sistem vestibular sentral maupun perifer. Disebut kelainan vestibular
perifer jika kerusakan lesinya terletak di neuron vestibularis atau saraf bagian
distalnya dan lesi di bagian proksimal neuron vestibularis termasuk kelainan
sistem vestibular sentral, misalnya di serebelum, batang otak dan korteks
(Bahrudin, 2016)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 2.2 Jalur Vestibular (epomedicine.com)
7
Gambar 2.4 Jalur Nervus Optikus (Netter)
8
Gambar 2.5 Jalur Propioseptif
9
membuka atau menutup kanal ion K. Bila stereocilia menekuk ke arah
kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influks ion K dari endolimfe ke
dalam hair cells dimana selanjutnya akan menyebabkan terjadi potensial
aksi. Kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam
hair cells. Influks ion Ca bersama potensial aksi merangsang pelepasan
neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk menghantarkan (transmisi)
impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen vestibularis dan selanjutnya
menuju ke pusat AKT.
Tahap Transmisi
Impuls dari hair cells diteruskan saraf aferen vestibularis menuju ke
otak dengan NT-nya glutamat
A. Normal synoptic transmition
B. Iduktion of longtem potentiation
Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat
AKT, antara lain
- Inti vestibularis
- Vestibulo-serebelum
- Inti okulo motorius
- Hiptotalamus
- Formasio retikularis
- Korteks prefrontal dan imbik
10
Tahap Persepsi
Tahap ini belum diketahui lokasinya
Informasi akan masuk secara intensif bila ada gerakan kepala atau
tubuh yang menyebabkan berpindahnya cairan endolimfe di labirin, dan
menekuknya silia dari hair cells. Silia yang tertekuk merubah permeabilitas
membran sel sehingga ion Kalsium menerobos masuk kedalam sel (influks).
Influks Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan merangsang
pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) dimana selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-
pusat alat keseimbangan tubuh di otak.
11
Gambar 2.6 Sistem Kontrol Sensorimotor (vestibular.org)
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere,
yang berarti memutar.(Joesoef, 2002)
12
2.3 Epidemiologi Vertigo
Dari subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan
sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. Sementara itu, angka
13
kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih
baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak
paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu
tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo”
yang disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan
fotofobia). (MacGregro, 2002)
1. Vestibulum
2. Eight Nerve
3. Retikulum dari batang otak
4. Tabes dorsalis
5. Imagination vertigo
6. Generalized illness
7. Ophthalmic disease
14
2.5 Klasifikasi Vertigo
15
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau
cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII)
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah ,
gula darah yang rendah, atau gangguan metabolic karena
pengobatan atau infeksi sistemik.
Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala atau
tanda batang otak lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala tuli
dan temuan neurologis lainnya misalnya trigeminal sensory loss pada infark
arteri cerebellar postero inferior. Pada pasien seperti ini perlu cepat dirujuk
dan diinvestigasi. Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi : (Turner dkk,
2010).
Sakit kepala
Gejala neurologis
Tanda neurologis
1. Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
2. Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
16
3. Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang
disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain
aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina
atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih
bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan
kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain
sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi
berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan
obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat
pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik,
vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa
melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo (Turner dkk, 2010).
17
factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan
dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah.
Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal (Kovar, 2006).
Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo
dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga
ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering
adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis. Tumor
pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau
Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh
MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak akan
ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun biasanya
didapatkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang vertigo
tanpa gejala neurologia lainnya.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII
sampai ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan
vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi lesi : (Turner dkk, 2010).
18
2. Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
3. Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor
Vertigo perifer yang paling sering dialami terdiri dari 3 jenis, yaitu :
19
2. Ménière’s disease
3. Vestibular Neuritis
20
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman
pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang
ke unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta
muntah yang menyertainya ialah mendadak, dan gejala ini dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi
pendengaran tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada
pemeriksaan fisik mungkin dijumpai nistagmus.
21
2.6 Perbedaan Vertigo Perifer dengan Vertigo Sentral
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan (+) (-)
kepala
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan (+) (-)
pendengaran
22
Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer
berdasarkan nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya
nvolunter, bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus
merupakan bentuk reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu.
Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara spontan
atau dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi
berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test
posisional atau gerakan kepala.
23
yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang
menghubungkan nuclei vestibulars dengan nuclei N. III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibular, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu
lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil
kontribusinya adalah proprioseptik (Kovar, 2006).
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibular, visual, dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/berjalan dan gejala lainnya (Swartz, 2005).
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh:
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemikanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu;
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan
sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa
nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari
24
sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih
menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut
teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf
otonom.
Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan
terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul
gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika
sistem simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis
mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter
tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan
timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan
25
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya
aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala
penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan
vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,
muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
26
seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami
gangguan (Antunes, 2009).
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasanya universal pada
pasien dengan vertigo otologik dan sentral (Antunes, 2009).
Gejala pendengaran biasanya berupa tinitus, pengurangan
pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga (Antunes, 2009).
Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala,
dan sensiivitas visual (Antunes, 2009).
Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak
terlalu memiliki makna pada penggunaan umumnya. Jarang digunakan pada
pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo
yang berhubungan dengan masalah medis (Antunes, 2009).
Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat
digunakan untuk membedakan perifer atau sentral meliputi (Lempert, 2009):
a. Karekteristik dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah
sensasiberputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau light headness,
atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)
b. Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada
acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangkan pasien
mengeluh vertigo yang menetap dan konstan mungkin memilki penyebab
psikologis (Labuguen, 2006).
27
c. Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostik yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan ke arah vertigo sentral menjadi lebih
besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo
sentral kecuali pada cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi
masing-masing penyebab vertigo dapat dilihat pada tabel terlampir di bawah.
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo
sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya
menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan
ketidakseimbnagan yang parah, nistagmus murni vertikal, horizontal atau
torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.
Durasi episode Kemungkinan Diagnosis
Beberapa detik Peripheral cause: unilateral loss of
vestibular function; late stages of
acute vestibular neuronitis
Detik sampai menit Benign paroxysmal positional vertigo;
perilymphatic fistula
Beberapa menit sampai satu jam Posterior transient ischemic attack;
perilymphatic fistula
d. Faktor Pencetus
Faktor pencetus dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo
vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab
yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran pernapasan
atas kemungkinan berhubungan dengan acute vestibular neuritis atau acute labyrhinitis.
28
Faktor yang mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien
vertigo bersamaan dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula
perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkan oleh trauma baik langsung
ataupun barotrauma valsava. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga ke
bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik.
Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara
bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan
tentang stress psikologis atau psikiatri penting terutama pada pasien yang
pada anamnesis tidak cocok dengan penyebab fisik vertigo manapun
(Labuguen, 2006).
Faktor Pencetus Kemungkinan Diagnosis
Perubahan posisi kepala Acute labyrinthitis; benign
positional paroxysmal vertigo; cerebello-
pontine angle tumor; multiple sclerosis;
perilymphatic fistula
Spontaneous episodes (i.e., no Acute vestibular
consistent provoking factors) neuronitis; cerebrovascular disease
(stroke or transient ischemic
attack); Ménière’s disease; migraine;
multiple sclerosis
Recent upper respiratory viral Acute vestibular neuronitis
illness
Stress Psychiatric or psychological causes;
migraine
Immunosuppression (e.g., Herpes zoster oticus
immunosuppressive medications,
advanced)
Changes in ear pressure, head Perilymphatic fistula
trauma, loud noises
e. Gejala Penyerta
29
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah
dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab
vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran
berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai
arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior cerebellar. Nyeri yang
menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga
tengah, penyakit invasif pada tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo
sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis
dan pada Meniere disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, dysarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo
sentral misalnya penyakit serebrovaskular, neoplasma, atau multiple
sclerosis. Pasien dengan migraine biasanya merasakan gejala lain yang
berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing,
unilateral, kadang disertai suara), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-
35% pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo (Labuguen, 2006).
30
Tabel 2.5 Gejala Penyerta untuk Berbagai Penyebab Vertigo
f. Riwayat keluarga
g. Riwayat pengobatan
31
2.9 Diagnosis Vertigo
2.9.1 Anamnesis
32
Gambar 2.7 Profil Waktu Serangan Vertigo
33
terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai (Li JC & Epley J.,
2009).
34
Gambar 2.8 Uji Romberg
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat
ke arah lesi.
35
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
36
Gambar 2.10 Uji Babinsky-Weil
37
Gambar 2.11 Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di
bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral.
38
tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-
masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini
dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance
ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air
dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas
ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.
39
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan
saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor,
sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan. Juga
fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi,
parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).
2.10 Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi:
a. Terapi rehabilitatif
Karena diketahui bahwa terjadi kompensasi vestibular
dan bahwa kompensasi ini dipercepat dengan latihan, maka
telah dikembangkan beberapa cara fisioterapi, antara lain
1. Manuver Epley
40
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan
pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke
sisi yang sakit sebesar 45 derajat. lalu pasien berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala
ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi
berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-50 detik.
Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan
kembali ke posisi duduk secara perlahan. (Purnamasari, 2013)
2. Manuver Semont
41
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi. (Purnamasari,
2013)
3. Manuver Lempert
42
Gambar 2.14 Manuver Lempert
5. Brandt-Daroff exercise
43
Gambar 2.15 Brandt-Daroff exercise
b. Diet
Pada penyakit Meniere juga dianjurkan diet rendah garam, dan bila
perlu dibantu dengan diuretika. (Bahrudin, 2016)
c. Psikoterapi
a. Antikolinergik
44
b. Antihistamin
1) efek antikolinergik.
2) sedatif
c. Fenotiazin
d. Butirofenon
e. Flunarizin
45
Tabel 2.6 Pengobatan Penyebab Vertigo (Bahrudin, 2016)
46
BAB 3
KESIMPULAN
47
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo
sentral. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis vaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan
vertigo periferal antara lain penyakitpenyakit seperti benign parozysmal
positional vertigo (gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan penyakit
meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang
pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran).
Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di
dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah
percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
DAFTAR PUSTAKA
48
Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September
2009. Diunduh tanggal 25 Desember 2017. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104
Joesoef AA. Etiologi dan patofisiologi vertigo. Dalam: Leksmono P, Islam MS,
Yudha H, editor. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah nasional ii nyeri
kepala, nyeri dan vertigo. Jakarta: Airlangga University Press; 2006.
hlm. 209–14.
49
Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing.
December:2006
50
Purnamasari, Putu Prida. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article%20/viewFile/5625/4269
diakses pada 24 Desember 2017.
51