Konsep Komunikasi Terapeutik Keperawatan
Konsep Komunikasi Terapeutik Keperawatan
A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain. ( Northouse, 1998).
Menurut Stuart G. W (1998) mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosi klien.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah:
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4. Kerahasiaan klien harus dijaga.
5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
laku klien dan memberi nasehat.
7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.
Perasaan dan ketakutan perawat yang muncul pada tahap ini seperti:
a. Takut ditolak klien
b. Cemas karena merupakan pengalaman baru
c. Memperhatikan klien secara berlebihan
d. Meragukan kemampuan diri
e. Takut dilukai klien secara fisik
f. Gelisah melakukan komentar
g. Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
h. Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
i. Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
j. Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
k. Takut disakiti secara psikologi
2. Tahap Perkenalan
Merupakan saat pertama perawat bertemu dengan klien.
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005).
Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan
keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005).
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan
untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan klien sulit menerima bantuan perawat ini
disebabkan oleh:
a. Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah.
b. Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
c. Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
d. Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
e. Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin
tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang
terpenting adalah membawa suatu perubahan.
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau
alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini
merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu
perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine
& Fletcner dalam Suryani, 2005).
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi
dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat
akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi
jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut
evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan
tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang ataumenyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat.Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat
menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi
itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut
sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan
dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternatif mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien
untuk mencoba salah satu dari alternatif tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan
antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu,
dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan
aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh
perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut
sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati danresponsif terhadap
kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
J. Dalam hubungan perawat – klien ada 3 karakteristik penting: sharing perilaku, pikiran, dan
perasaan
Perawat harus mampu:
1. Melakukan penyingkapan diri
2. Merencanakan bagaimana memfokuskan percakapan
3. Apa topik yang dibicarakan (sudah tepat atau belum)
4. Melibatkan pengalaman dengan topik yang dibicarakan
5. Memperkirakan lamanya percakapan
6. Mengakui kekurangan diri
7. Mengakhiri percakapan dgn klien