Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN GREEN TRANSPORTATION KOTA BOGOR

PENDAHULUAN

Transportasi merupakan kebutuhan semua lapisan masyarakat. Permasalahan


transportasi semakin hari semakin meningkat terutama di kota-kota besar. Di Indonesia
kepemilikan kendaraan bermotor dalam 5 (lima) tahun terakhir meningkat pesat yaitu sepeda
motor 20 % dan mobil 22 %. Konsekuensi dari peningkatan kendaraan tersebut adalah
meningkatnya konsumsi energi dan pencemaran udara. Sektor transportasi mengkonsumsi 20
% dari total energy nasional dan 97% dari total energi sektor transportasi menggunakan BBM.
Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sektor transportasi yang menggunakan BBM mencapai
23% dari total emisi nasional.
Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di perkotaan yang sangat pesat mulai era
90-an diduga terkait dengan kecenderungan terjadinya urban sprawl yang tidak diikuti dengan
penyediaan sistem angkutan umum yang memadai sehingga menyebabkan ketergantungan
masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Berbagai studi yang ada memperlihatkan bahwa
transportasi yang tidak terkendali telah mengakibatkan penurunan kualitas kehidupan
perkotaan, seperti menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, buruknya kualitas udara
perkotaan, meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas, meningkatnya tekanan kejiwaan akibat
kemacetan, dan berkurangnya aktivitas fisik seseorang karena lebih banyak di kendaraan.
Dengan adanya permasalahan transportasi yang berdampak terhadap lingkungan,
pemerintah mulai menerapkan konsep transportasi berkelanjutan ( sustainable transportation).
Konsep transportasi berkelanjutan merupakan suatu konsep yang ramah lingkungan dan
pemanfaatan dan penghematan sumber daya alam tanpa mengesampingkan masalah-masalah
politik, sosial dan lingkungan. Sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan
setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan.
Salah satu upaya untuk menerapkan konsep transportasi berkelanjutan di Indonesia adalah
dengan Transportasi hijau atau Green Transportation. Transportasi Hijau merupakan perangkat
transportasi yang berwawasan lingkungan dan pendekatan yang digunakan untuk menciptakan
transportasi yang sedikit atau tidak menghasilkan gas rumah kaca.
Kota Bogor memiliki tingkat mobilitas yang cukup tinggi sehingga berpotensi
menimbulkan permasalahan transportasi dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan
kecenderungan masyarakat dalam pencapaian proses transportasi dengan kepemilikan sarana
transportasi menyebabkan jumlah kendaraan tidak terkendali sehingga menimbulkan dampak
yang salah satunya adalah yaitu pencemaran udara. Pemerintah Kota Bogor mengambil
tindakan untuk mengatasi pencemaran udara di Kota ini dengan mulai menerapkan green
transportation. Penerapan green transportation adalah dengan menggunakan bahan bakar
biodiesel dari minyak jelantah pada moda transportasi massal Kota Bogor yaitu Bus Trans
Pakuan. Penulisan paper ini akan menilai penerapan konsep green transportation pada kota
Bogor secara umum dan tata kelola green transportation pada Bus Trans Pakuan Kota Bogor.
KAJIAN LITERATUR

A. Transportasi Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan adalah pelayanan transportasi yang mencerminkan


keseluruhan biaya sosial dan lingkungan dalam penyediaannya; mempertimbangkan
daya dukung; menyeimbangkan kebutuhan mobilitas dan keselamatan dengan
kebutuhan akses, kualitas lingkungan, dan livability kawasan (Jordan & Horan 1997).
Organization for Economic Co- Operation & Development (1994) juga mengeluarkan
definisi yang sedikit berbeda yaitu: Transportasi berkelanjutan merupakan suatu
transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan
masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara
konsisten dengan beberapa hal sebagai berikut: (a) penggunaan sumberdaya energi
yang terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b)
penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat
pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan (Widiantono, 2009). Transportasi
merupakan kebutuhan publik yang berpengaruh pada perkembangan wilayah, maka
satu hal yang perlu diperbaiki serta dikembangkan ialah faktor pelayanan dari
transportasi tersebut.
Indikator dari sustainable transportation adalah :
1. Keamanan perjalanan bagi pengemudi dan penumpang
2. Penggunaan energy oleh moda transportasi
3. Emisi CO2 oleh moda transportasi
4. Pengaruh transportasi trehadap lingkungan sekitar
5. Emisi dari bahan beracun dan bahan kimia berbahaya, polusi udara dikarenakan moda
transportasi
6. Guna lahan bagi moda transportasi seperti lahan parkir
7. Gangguan terhadap wilayah alami oleh moda transportasi
8. Polusi suara oleh moda transportasi.

Dalam penerapan transportasi terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan


untuk menuju negara yang ramah lingkungan yaitu :
1. Mengurangi kemacetan ; Strategi untuk mengurangi kemacetan dapat dilakukan dengan
informasi transportasi dan manajemen ; manajemen mobilitas, pembatasan akses,
promosi angkutan umum, distribusi barang dan logistic, manajemen parkir, road pricing
2. Menurunkan penggunaan energi dan emisi gas buang ; dalam menurunkan penggunaan
energi dan emisi gas buang dapat dilakukan dengan manajemen mobilitas, promosi
penggunaan sepeda dan kendaraan tidak bermotor, car pooling, Bahan bakar yang
bersih dan berwawasan lingkungan seperti penggunaan bahan bakar nabati, bahan
bakar gas, kendaraan listrik serta kendaraan yg bersih lainnya seperti hibrida ; Promosi
angkutan umum yang lebih gencar agar pemakai kendaraan pribadi mau beralih ke
angkutan umum; dan Penerapan retribusi pengendalian lalu lintas serta berbagai
kebijakan tarif dan fiskal.
3. Penurunan emisi lokal dan peningkatan kualitas hidup dipusat kota dapat dilakukan
dengan ; pembatasan akses, distribusi barang dan logistic, manajemen parkir
4. Peningkatan efisiensi transportasi dapat dilakukan dengan : integrasi angkutan multi
modal, manajemen mobilitas, promosi penggunaan sepeda, car pooling, pembatasan
akses, promosi penggunaan angkutan umum, road pricing
5. Meningkatkan daya saing angkutan umum terhadap kendaraan pribadi dengan cara :
sistem informasi transportasi, integrasi angkutan multi moda, manajemen mobilitas, car
pooling, pembatasan akses, promosi penggunaan angkutan umum, road pricing
6. Mengurangi tekanan parkir dapat dilakukan dengan : mendorong penggunaan sepeda,
car pooling, manajemen mobilitas, manajemen parkir.

B. Transportasi Ramah Lingkungan

Secara umum pengertian Transportasi Ramah Lingkungan (TRL) oleh


Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Onogawa
(2007:1) adalah pemenuhan kebutuhan transportasi dimasa sekarang tanpa merugikan
generasi dimasa yang akan datang dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
Walaupun sebenarnya tidak ada sebuah definisi yang khusus dalam TRL, namun yang
terpenting dari TRL adalah system transportasi dan aktifitas transportasi dimana
lingkungan dan manusia (anak anak, ibu dan wanita, orang cacat, orang tua jompo,
masyarakat miskin dan masyarakat umum) dapat berjalan selaras dan bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan kegiatan lainnya.

Penggunaan Bahan Pelaksanaan uji


Pengelolaan aspek bakar rendah polusi emisi (pemeriksaan
Gangguan kebisingan dan Perawatan)
suara
Perencanaan Upaya pintas
tata ruang
transportasi pemenuhan
kesejahteraan
Penguatan pengetahuan sosial dan
dasar, penelitian dan Strategi TRL yang
Kendaraan tidak jaminan
penjagaan kesehatan berkesinambungan bermotor, perencanaan keamanan
masyarakat dan pemilihan jenis
pelayanan transportasi bagi kaum
umum
hawa di jalan
raya

Penilaian dan monitoring Pengelolaan Transportasi yang dapat


kualitas udara dari jalan raya guna diterima masyarakat dan
kegiatan jalan raya keselamatan lingkungan serta
pengguna jalan infrastruktur yang baik

Konsep dan Unsur Transportasi Ramah Lingkungan

Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti kumpulan dari bentuk


transportasi dengan model yang lebih berkelanjutan menuju perkembangan lingkungan
yang dapat diterima oleh masyarakat perkotaan dengan ciri khas akan meningkatkan
produktifitas dan keuntungan dari penerapan model yang dimaksud. Selanjutnya
menurut Onogawa (2007:4) Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti
pencegahan (mitigasi) dimana usaha pencegahan dianggap sebagai usaha yang lebih
ringan dan murah daripada usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sudah
rusak. Sebagai contoh kepeloporan Transportasi Ramah Lingkungan yang diterapkan
dalam berbagai bentuk dan kondisi di Bogota, Curtiba dan Seoul.
C. Green Transportation
Konsep Green Transportation adalah konsep yang dimaksudkan agar moda
transportasi bisa lebih ramah lingkungan, hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan
perangkat transportasi yang berwawasan lingkungan (Putra, 2011). Transportasi hijau
merupakan pendekatan yang digunakanuntuk menciptakan transportasi yang sedikit
(reduce transportation) atau tidak menghasilkan gasrumah kaca (zero transportation).
Gas rumah kaca merupakan salah satu penyebab global warming selama ini, dan gas
rumah kaca yang berasal dari transportasi berada pada kisaran 15 - 25 %. Menurut
Williams (2012), beberapa indikator Green Transportation adalah tingkat kepemilikan
mobil pribadi, tingkat penggunaan bahan bakar minyak, waktu dan jarak perjalanan,
tingkat penggunaan angkutan umum, transportasi massal, fasilitas untuk bersepeda dan
berjalan, dan smart transportation management systems. Dalam rangka untuk mencapai
sistem transportasi rendah karbon, lebih banyak penelitian dan praktek yang dibutuhkan
untuk menggabungkan indikator-indikator ini.
Unsur-unsur dalam Green Transportation yaitu bahan bakar yang dibentuk dari
bahan bakar ramah lingkungan agar emisi yang dikeluarkan dari kendaraan lebih
rendah. Bahan bakar ramah lingkungan yang bisa digunakan dalam transportasi meliputi
beberapa bagian, yaitu :
1. Listrik merupakan bahan bakar penghasil emisi gas rumah kaca yang sangat minim,
apalagi bila menggunakan sumber daritenaga air, angin, sel surya ataupun nuklir. Listrik
ideal digunakan untuk transportasi yang melalui jalur tetap seperti Bus Listrik, Kereta rel
listrik (KRL). Selain itu, saat ini sudah diperkenalkan mobil / motor yang digerakkan
dengan listrik yang disimpan dalam baterai.
2. Bahan Bakar Nabati merupakan merupakan bahan bakar yang diolah dari bahan-bahan
nabati, dapat diperoleh dari minyak nabati, ataupun alkohol, ataupun dalam bentuk
padat. Minyak nabati seperti minyak jarak, minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk
campuran minyak diesel yang diberi nama Biodiesel, sedangkan alcohol yang berasal
dari hidrat arang dari tetes tebu ataupun lainnya dicampurkan ke bahan bakar
premium/pertamax yang diberi nama Biopertamax di Indonesia
3. Sel bahan bakar, merupakan konsep baru yang dikembangkan dimana prosesnya
adalah penggunaan gas H2 yang direaksikan dengan O2 yang menghasilkan air dan
listrik, listrik yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkankendaraan. Selain gas H2
juga bisa digunakan gas methan. Permasalahan yang ditemukan pada kendaraan yang
berbahan bakar H2 adalah belum adanya jaringan stasiun pengisian bahan bakar gas
hidrogen;
4. Bahan bakar gas, dapat berupa LPG (Liquefied Petroleum Gas) ataupun CNG
(Compressed Natural Gas) yang saat ini sudah digunakan untuk angkutan bus
TransJakarta di Jakarta,sumber gasnya terdapat dibeberapa daerah di Indonesia yang
ditransportasi melalui pipa dan tangki bertekanan.
Green Transportation adalah sarana dan prasarana untuk menunjang Intelligent
Transport System. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk menghemat bahan bakar
adalah menggunakan infrastruktur cerdas yang dikenal sebagai Intelligent Transport System
dimana semua pengaturan lalu lintas dilakukan dengan cerdas dengan menggunakan paket
program transportasi dan lalu lintas yang bisa mengoptimalkan penggunaan infrastruktur.
Perbaikan Intelligent Transportation System ini diperkitakan dapat mengurangi emisi GRK
hingga 30% (TNA Sektor Transportasi, 2009). Sistem ini selain dapat menghemat penggunaan
bahan bakar juga akan menurunkan angka kecelakaan termasuk menurunkan stres pengemudi.
Unsur Green Transportation yang terakhir adalah penggunaan angkutan umum massal yang
berbanding lurus dengan efisiensi penurunan penggunaan kendaraan pribadi dan bersinergi
dengan penurunan tingkat buangan emisi gas rumah kaca.
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
Di Indonesia, konsep green transportation telah diterapkan di Kota Bogor.
Jumlah penduduk kota Bogor tahun 2013 berdasarkan data BPS adalah 1.013.019 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk, peningkatan jumlah kendaraan baik kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi, infrastruktur jalan terbatas menjadi salah satu permasalahan
transportasi di kota Bogor. Jenis moda transportasi berdasarkan data Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Kota Bogor adalah:
1. Angkutan Kota (angkot) merupakan jumlah yang terbanyak digunakan di Kota Bogor.
Mulai November 2014, sekitar 50 angkot berbahan bakar gas (BBG) mulai dioperasikan
di kota ini. Penggunaan angkot BBG ini dinilai lebih hemat bahan bakar, efisien dan
ramah lingkungan. Angkot BBG tersebut merupakan bagian dari program corporate
social responsibility (CSR) dari Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk Pemkot Bogor.
2. Angkutan Antar Kota dalam Provinsi ; merupakan angkutan dari satu kota ke kota lain
yang melalui antar daerah Kabupaten / kota dalam satu daerah Provinsi dengan
menggunakan bus umum. Ini juga merupakan angkutan yang banyak digunakan di Kota
Bogor.
3. Bus Rapid Trans ; Bus Trans Pakuan merupakan bus rapid trans kota Bogor yang
diresmikan pada tanggal 3 Juni 2007 melayani koridor Baranangsiang - Terminal
Bubulak sejauh 14 Km dalam waktu kurang lebih 45 menit, terdapat sekitar 16 halte di
jalur ini. Bus ini diharapkan menjadi solusi kemacetan di Kota Bogor. Bus Trans Pakuan
ini merupakan bus yang sudah menggunakan bahan bakar biodiesel. Sepuluh dari 30
bus Trans Pakuan ini menggunakan biodiesel jelantah (baru 4 ton/bulan dari kebutuhan
12 ton/bulan) Berikut ini adalah gambar Bus Trans Pakuan yang sudah menggunakan
biodiesel.

4. Kereta Api ; kereta api merupakan salah satu moda yang paling banyak digunakan
masyarakat Kota Bogor dalam melakukan perjalanan terutama menuju kota Jakarta,
Depok dan Sukabumi. Terdapat 2(dua) jenis moda di Kota Bogor yaitu Kereta Api Listrik
(KRL) dan Kereta Api Diesel (KRD).
5. Angkutan Umum non Motor yaitu becak

Beberapa indikator Green Transportation menurut Williams (2012) yang ada di


Kota Bogor adalah :
1. Tingkat kepemilikan mobil pribadi
Tingkat kepemilikan mobil pribadi terdiri dari 2 (dua) yaitu angkutan umum dan angkutan
pribadi. Tingkat kepemilikan mobil pribadi tahun 2013 di Kota Bogor menurut data BPS
tahun 2014 adalah :
Jenis Bukan Umum (unit) Umum (unit)
Sedan 9220 -
Jeep 4446 -
Mini Bus 45.781 5258
Bus 287 444
Truk 11.390 277
Total 71.124 5979

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah kepemilikan mobil pribadi di kota Bogor
lebih besar daripada kendaraan umum. Sangat sulit untuk menurunkan jumlah
kendaraan bermotor karena belum didukung oleh angkutan umum yang memadai.
2. Tingkat penggunaan bahan bakar minyak
Dari data DLLAJ 2013 Kota Bogor tercermin peningkatan BBM sebesar 418.821 lt dari
tahun 2006-2009 dengan perbandingan konsumsi BBM dan jarak 0,02 liter/km.
Peningkatan konsumsi BBM meningkat sebesar 722.874 lt (2006), 1.141.695 (2009),
dan 1.835.267 lt (2012). dan emisi yang dikeluarkan semakin meningkat pula sebesar
990.99 ton/jam (2006), meningkat 33,64% menjadi 1324.37 ton/jam (2009), dan
meningkat 30,35% menjadi 1627.99 ton/jam (2012). Tingkat ini meningkat secara terus
menerus yang menyebabkan pencemaran udara juga meningkat.
3. Waktu dan jarak perjalanan
Frekuensi angkutan kota di Kota Bogor rata-rata sangat tinggi sehingga penumpang
tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan angkutan. Frekuensi tertinggi pada
trayek 01 A ( Terminal Baranangsiang-Ciawi) dengan frekwensi rata-rata 152 kend/jam
dan frekwensi terendah pada trayek 04 (Warung Nangka-Ramayana) sebesar 13
kendaraan /jam.
4. Tingkat penggunaan angkutan umum
Pada tahun 2012 yaitu sebanyak 23% dari jumlah penduduk di Kota Bogor. Masih
sekitar 75% dari jumlah penduduk di kota Bogor masih menggunakan angkutan pribadi
yang terdiri dari mobil pribadi dan motor. Minimnya sarana dan prasarana dari angkutan
umum menyebabkan masyarakat kurang menggunakan angkutan umum.
5. Transportasi massal
Jumlah angkutan kota saat ini yang ada di Bogor saat ini sekitar 3.421 unit dengan luas
wilayah Bogor yang hanya 118.5km. Ini berarti jumlah yang cukup banyak untuk luas
wilayah kota Bogor. Oleh sebab itu sebagian akan dikonversi ke transportasi massal,
yaitu Bus Trans Pakuan. Pada tahun 2009 lalu jumlah penumpang Bus Trans Pakuan
mencapai 1.102.075 penumpang yang memanfaatkan layanan pada jalur Cidangiang –
Bubulak dan Cidangiang – Harjasari. Jumlah armada Bus Trans Pakuan saat ini hanya
30 unit. Pemerintah berencana untuk menambah jumlah armada 150-200 unit untuk
mengurangi kemacetan kota Bogor.
6. Fasilitas untuk bersepeda dan berjalan
Kota Bogor sudah menerapkan untuk Car Free Day (CFD) setiap hari minggu pukul
06.00-09.00. CFD ini sudah diterapkan sejak Desember 2009. CFD ini diterapkan di
sekitar Jalan Jalak Harupat, Jl Salak, dengan pusatnya Lapangan Sempur. Hanya
sepeda yang boleh dilalui di area ini. Sehingga, warga bebas untuk berjalan kaki dan
polusi juga berkurang. Namun, pada hari kerja, belum terdapat jalur khusus sepeda di
sepanjang jalan kota Bogor ini.
Kota Bogor telah memiliki beberapa pedestrian jalan untuk fasilitas pejalan kaki. Jalan
Nyi Raja Permas dan Jalan Kapten Muslihat telah dibangun fasilitas pedestrian yang
sangat baik, pembangunan ini mempertimbangkan jalan tersebut merupakan akses
jalan masyarakat Kota Bogor menuju Stasiun Kota Bogor yang merupakan salah satu
pusat bangkitan dan tarikan terbesar di Kota Bogor.
7. Smart transportation management systems.(STMS)
Manajemen sistem transportasi yang sudah ada di kota Bogor adalah :
 Pengujian Kendaraan Bermotor yang optimal
 Penggunaan ruang lalu lintas dan menyediakan simpul transportasi untuk
mengantisipasi dan merespon secara positif mobilitas lalu lintas.
 Pengujian emisi gas buang didalam pelaksanaan pelayanan Pengujian
Kendaraan Bermotor dan sosialisasi di dalam penggunaan bahan bakar
berpolutan rendah melalui Program Langit Biru
 Pelayanan yang optimal ditinjau dari aspek kualitas pelayanan, aksesbilitas
trayek angkutan umum dan tarif yang terjangkau.

Beberapa Kebijakan Pemerintah Kota Bogor dalam menerapkan green transportation


yaitu :
1. Peraturan Daerah RTRW Kota Bogor tahun 2011 - 2031 Bagian Ketiga tentang
Rencana Pengembangan Jaringan Gas, pada paragraf kedua Rencana Sistem Jaringan
Prasarana Kota pasal 39 poin b disebutkan mengenai rencana pengembangan Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Gas untuk kendaraan bermotor dan pada poin c disebutkan
rencana pengembangan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji. Hal ini merupakan
realisasi untuk pelaksanaan 50 Angkot BBG yang sudah mulai beroperasi bulan
November 2015
2. RTRW Kota Bogor Tahun 2011 – 2031 Bab 6 mengenai Rencana struktur ruang
wilayah, pada bagian tiga rencana pengembangan sistem jaringan, paragraph 1 rencana
jaringan Transportasi pasal 18 ayat (4) huruf a disebutkan rencana peningkatan
pelayanan angkutan umum massal. Realisasi dari huruf (a) ini adalah
 Angkutan umum massal Trans Pakuan untuk pelayanan dalam kota serta
angkutan umum masal antar kota seperti kereta api dan pengumpan angkutan
umum masal Trans Jakarta
 Pengembangan jalur angkutan umum masal dalam kota yang menghubungkan
rencana terminal Ciawi-Cidangiang-rencana Terminal Dramaga, rencana
Terminal Ciawi-rencana Terminal Dramaga melalui Bogor Inner Ring Road
Selatan, rencana Terminal Dramaga-rencana Terminal Tanah Baru-Sentul,
rencana Terminal Tanah Baru-rencana Terminal Cibinong, rencana
pengembangan jalur tengah kota melalui Stasiun Kereta Api Bogor
 Pengembangan sarana dan prasarana pendukung sistem angkutan umum masal
seperti halte, sarana parkir untuk peralihan moda, rambu lalu lintas, dan
pengembangan jalur bus;
3. RTRW Kota Bogor Tahun 2011 – 2031 Bab 6 huruf (c) disebutkan Rencana penyediaan
angkutan umum yang ramah lingkungan. Realisasi dari huruf (c) ini adalah Bus Trans
Pakuan

B. Proses Pengolahan Minyak Jelantah dari Biodiesel pada Bus Trans Pakuan
Saat ini yang moda transportasi yang berbahan bakar biodiesel sudah lama
diterapkan di Kota Bogor adalah Bus Trans Pakuan. Biodiesel adalah BBM ramah
lingkungan dan sangat signifikan mengurangi pencemaran udara dan menyebarkan
aroma harum minyak tumbuhan sehingga ikut mengharumkan kota. Penggunaan
biodiesel oleh kendaraan bermesin diesel dapat membersihkan ruang bakar mesin
sehingga mesin diesel dapat menjadi lebih awet. Berikut adalah gambar proses
pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel

Proses awal dari pengolahan ini adalah minyak jelantah dikumpulkan ke dalam
drum penyaringan. Disitu minyak jelantah dipisahkan dari kotoran sisa penggorengan
makanan dan water content. Selanjutnya jelantah yang telah bersih dialirkan dengan
menggunakan pipa-pipa memasuki drum atau tangki proses. Di tangki itu, jelantah
dicampur dengan katalis berupa metanol dan hidroksida (NaOH), sambil terus diaduk-
aduk memakai peralatan khusus selama 30 menit sampai larutan tercampur dengan
baik. Selanjutnya larutan diendapkan. Hingga terbetuk pemisahan antara cairan
berwarna gelap yang disebut crude gliserin dibagian bawah dan cairan bening yang
disebut dengan crude biodiesel bagian atas. Sesuai dengan mekanisme tangki proses,
maka cairan yang telah terpisah tersebut akan mengalir ketangki masing-masing.
Crude biodiesel yang telah dipisahkan dari crude gliserin kemudian cuci dengan
air di drum berikutnya. Setelah pencucian tersebut air dipisahkan dari crude biodiesel
dengan melakukan penguapan (pengeringan) dengan suhu 110-120 derajat celcius.
Crude biodiesel yang telah dipisahkan dari crude gliserin kemudian cuci dengan air di
drum berikutnya. Setelah pencucian tersebut air dipisahkan dari crude biodiesel dengan
melakukan penguapan (pengeringan) dengan suhu 110-120°C. Selanjutnya biodiesel
yang telah jadi dimasukkan kedalam tangki khusus hasil produksi. Sementara limbah
dari proses industri ini akan dialiri ke tangki lain. Dari keseluruhan bahan baku (minyak
jelantah) setelah di proses akan menghasilkan 80 % biodiesel dan 20 persen lagi limbah
cair yang bisa dimanfaatkan lagi. Limbah dari proses pengolahan diesel yang berbentuk
cairan dapat dijadikan sabun khusus untuk mesin dan dapat menjadikan tanaman
menjadi semakin subur jika disiramkan.

C. Tata Kelola Green Transportation pada Bus Trans Pakuan Kota Bogor
Pengelolaan Biodiesel dari minyak jelantah untuk Bus Trans Pakuan di Kota
Bogor diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan bekerjasama dengan Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Kota Bogor, PT Bumi Energi Equatorial
(BEE) atau nama lain Mekanika Elektrika Egra (MEE) dan Perusahaan Daerah Jasa
Transportasi kota Bogor.
Sejak Tahun 2007 Kota Bogor sudah menjadi anggota dari International Council
for Local Environment (ICLEI), yaitu asosiasi dari kurang lebih 600 kota sedunia yang
berkomitmen untuk melestarikan lingkungan hidup dengan mengendalikan pemanasan
global, melalui Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, yang salah satunya
berasal dari emisi kendaraan bermotor. Bertitik tolak dari hal tersebut, sejak tahun 2007
pula Pemerintah Kota Bogor melaksanakan kegiatan pengolahan limbah minyak
jelantah menjadi bahan bakar (biodiesel), dimana biodiesel yang dihasilkan
dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar alat transportasi ramah lingkungan (Bus
Trans Pakuan). Dinas yang pertama kali mengusulkan inisiatif tersebut adalah Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. Alasan pemerintah Kota Bogor memilih
minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel dikarenakan minyak jelantah merupakan
minyak goreng sisa / bekas penggorengan yang tidak dapat lagi digunakan berulang kali
yang pada umumnya terbuat dari kelapa sawit. Minyak sisa penggorengan apabila
digunakan lebih dari 2-3x dapat menyebabkan kanker. Sehingga pada umumnya minyak
jelantah ini akan dibuang setelah digunakan.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bagian Kedua Pasal 43 diatur mengenai Persyaratan
Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor. Pada ayat 4 (empat) yaitu dalam rangka
mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor secara terus menerus, tidak
menimbulkan dampak lanjutan terhadap kesehatan dan terciptanya ramah lingkungan
dalam daerah, serta tercapainya program langit biru, secara bertahap setiap kendaraan
bermotor harus menggunakan Bahan Bakar alternatif.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 49 huruf I bagian penjelasan ditegaskan bahwa
Setiap badan yang kegiatan usahanya menghasilkan minyak jelantah wajib
menyerahkan minyak jelantah hasil kegiatan usahanya kepada Pemerintah Daerah.
Minyak Jelantah diolah menjadi biodiesel yang digunakan untuk bahan bakar alternatif
ramah lingkungan. Walikota Bandung juga membuat peraturan terhadap pemilik-pemilik
restoran agar menyerahkan minyak jelantah kepada pemerintah. Jika pemilik restoran
tidak menyerahkan maka akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin restoran di
Kota Bogor. Hingga saat ini sekitar 400 liter/ bulan yang diterima BPLH Provinsi Kota
Bogor dari pemilik restoran.
Dari sejumlah peraturan Pemerintah Kota Bogor di atas dapat disimpulkan bahwa
Pemerintah Kota Bogor sudah menegaskan keseriusan dan pentingnya bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya dalam menerapkan peraturan minyak
jelantah sebagai bahan bakar biodiesel, sehingga setiap usaha yang menghasilkan
biodiesel wajib menyerahkan kepada Pemerintah Daerah.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup membangun sejumlah kemitraan dalam
pengumpulan minyak jelantah. Kerjasama ini melibatkan pihak-pihak sebagai berikut :
No. Pihak yang bekerja sama Keuntungan
1 Chevron Geothermal Salak Meningkatkan proper perusahaan
2 PT.Carrefour Indonesia Meningkatkan proper perusahaan
3 PT.Fast Food Indonesia Meningkatkan proper perusahaan
4 Perkumpulan Gereja Mendukung program lingkungan di gereja
5 Koperasi Pasar di Kota Bogor Mendukung program lingkungan pemerintah
6 Sekolah-sekolah di Kota Bogor Mendukung program sekolah adiwiyata

Selain itu ada minyak jelantah yang berasal dari masyarakat kota Bogor ada
sekitar 800 liter / bulan. Untuk minyak jelantah yang diterima dari masyarakat, telah
dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat akan bahan minyak jelantah.
Pengumpulan minyak jelantah ini dilakukan secara rutin setiap bulan di kelurahan,
kecamatan dan sekolah se-kota Bogor. BPLH juga menyediakan anggaran untuk
penggantian minyak jelantah kepada masyarakat yaitu sebesar Rp 3.000/liter. Minyak
jelantah yang terkumpul kemudian disalurkan ke pihak pengolah minyak jelantah
menjadi biodiesel. Dalam hal pengolahan menjadi biodiesel ini, Pemerintah Kota Bogor
bekerja sama dengan pihak swasta yaitu PT Bumi Energi Equatorial (BEE). Hal ini
sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no. 51 tahun 2006
yaitu pihak swasta diizinkan untuk melakukan kegiatan usaha niaga bahan bakar nabati
(Biofuel) seperti biodiesel.
PT. BEE adalah perusahaan pembuat biodiesel dari jelantah. PT. BEE Biodiesel
hanya mampu menyediakan sebanyak 400 liter per hari. Jumlah tersebut merupakan 20
persen dari kebutuhan biodiesel Bus Trans Pakuan yang mampu dipenuhi. Proses
pengolahan dari minyak jelantah menjadi Biodiesel membutuhkan waktu sekitar dua
jam. Dari 100 persen minyak jelantah plus metoksida 10 persen, setelah diolah menjadi
90 persen biodiesel dan 10 persen gliserin (limbah). Hasil olahan tersebut akan dibeli
oleh Perusahaan Daerah Jasa Transportasi untuk bahan bakar Bus Trans Pakuan
dengan kombinasi dengan bahan bakar solar dengan komposisi biodiesel : solar = 20 :
80. Berikut ini adalah data pengumpulan minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel.

D. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengumpulan minyak jelantah.


Tujuan Umum dari pengembangan kegiatan minyak jelantah menjadi biodiesel
ini di Kota Bogor adalah untuk menurunkan tingkat pencemaran air dan tanah akibat
pembuangan minyak jelantah dan mengurangi polusi udara dengan menggunakan
bahan bakar biodiesel yang berasal dari limbah minyak jelantah. Penggunaan biodiesel
B20 mampu menurunkan kadar CO gas buang sebesar 21.53% dibandingkan dengan
menggunakan solar.
Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan antara lain :
 Kendala teknis berupa masih kurangnya koordinasi pada tahap pengumpulan
jelantah
 Belum mandirinya kegiatan ini karena masih menggantungkan anggaran dari
Pemerintah Kota. Mulai Tahun 2008-2013 jumlah anggaran dari pengumpulan
minyak dari APBD kota Bogor adalah Rp. 1.100.000.000
 Belum meratanya informasi mengenai pengumpulan minyak jelantah
 Belum adanya gudang penyimpanan yang memenuhi syarat
 Belum menyebarnya tempat penampungan minyak di tingkat masyarakat
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Green Transportation merupakan salah satu wujud pelaksanaan pemerintah
untuk menciptakan moda yang ramah lingkungan demi mengurangi dampak
pencemaran dari tingginya tingkat penggunaan kendaraan bermotor di suatu negara.
Pengelolaan green transportation pada Kota Bogor saat ini hanya memenuhi beberapa
indikator menurut Williams (2012) yaitu tersedianya jalur pejalan kaki, di beberapa titik
lokasi, penggunaan bahan bakar ramah lingkungan yaitu Bus Trans Pakuan, adanya
transportasi massal di Kota ini.
Pengelolaan Bus Trans Pakuan di Kota Bogor diatur oleh Pemerintah Daerah
Kota Bogor dengan bekerjasama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH)
Provinsi Kota Bogor, PT Bumi Energi Equatorial (BEE) atau nama lain Mekanika
Elektrika Egra (MEE) dan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi kota Bogor. BPLH
Kota Bogor melakukan koordinasi dengan sejumlah kemitraan untuk memperoleh
minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel.

B. Saran
Dalam hal pembuatan bahan bakar biodiesel ini, Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup masih kekurangan bahan baku, sehingga hanya 1/3 (sepertiga) dari total armada
Bus Trans Pakuan yang menggunakan bahan bakar biodiesel. Untuk mengatasi
berbagai kendala dalam pengumpulan minyak jelantah ini maka Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kota Bogor perlu melakukan peningkatan koordinasi dengan
sejumlah kemitraan hingga kecamatan untuk dapat memperoleh bahan baku (minyak
jelantah) sehingga mencukupi untuk seluruh armada Bus Trans Pakuan. Untuk
mendukung peningkatan tersebut, dibutuhkan pembentukan tim pengumpulan minyak
jelantah.
Selain itu, BPLH Kota Bogor dan Dinas Kesehatan harus menambah jumlah
wilayah untuk tingkat sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya minyak goreng
bekas pada masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat turut
berpartisipasi untuk memberikan minyak goreng bekas pada pemerintah melalui
kecamatan dan kabupaten setempat. Penyebaran informasi yang luas juga dapat
dilakukan melalui brosur, leaflet dan iklah di televisi. BPLH juga perlu menambah wadah
tampungan sebagai wadah minyak jelantah.
DAFTAR PUSTAKA

Gusnita, Dessy. 2010. Green Transport : Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya
dalam Mengurangi Polusi Udara. Volume II, No.2 Juni 2010,66-71, Berita Dirgantara,Indonesia.

Pramono, Agus. 2008. Pengelolaan Transportasi Ramah Lingkungan di Kota Mataram.


Semarang.Universitas Diponegoro.”Tesis”

Pratama, Adiyatna, dkk. 2013.Kajian Kompabilitas Green Transportation Untuk Kota


Bogor.www.academia.edu., diakses tanggal 9 Desember 2014

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 3 Tahun 2013.Penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 1 Tahun 2014.Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 18 Tahun 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Bogor Tahun 2011-2031.

____________,2010. Green Transport sebagai konsep :


www.punyaesapa.blogspot.com/2010/11/green-transport-sebagai-konsep.html, diakses 10
desember 2014

____________,2011.Save Earth Mengenal Pembuatan Biodiesel.


www.greenstudentjournalists.blogspot.com/2011/02/save-earth-mengenal-pembuatan-
biodiesel.html, diakses 10 Desember 2014
___________,2014. Pemanfaatan Limbah Minyak Jelantah menjadi Biodiesel Kota Bogor.
http://www.yipd.or.id/en/environment/pemanfaatan-limbah-minyak-jelantah-menjadi-biodiesel-di-
kota-bogor, diakses tanggal 11 Desember 2014

____________,2014. Kota Bogor dalam Angka. www.bps.go.id, diakses 10 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai