PENDAHULUAN
A. Transportasi Berkelanjutan
A. Gambaran Umum
Di Indonesia, konsep green transportation telah diterapkan di Kota Bogor.
Jumlah penduduk kota Bogor tahun 2013 berdasarkan data BPS adalah 1.013.019 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk, peningkatan jumlah kendaraan baik kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi, infrastruktur jalan terbatas menjadi salah satu permasalahan
transportasi di kota Bogor. Jenis moda transportasi berdasarkan data Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Kota Bogor adalah:
1. Angkutan Kota (angkot) merupakan jumlah yang terbanyak digunakan di Kota Bogor.
Mulai November 2014, sekitar 50 angkot berbahan bakar gas (BBG) mulai dioperasikan
di kota ini. Penggunaan angkot BBG ini dinilai lebih hemat bahan bakar, efisien dan
ramah lingkungan. Angkot BBG tersebut merupakan bagian dari program corporate
social responsibility (CSR) dari Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk Pemkot Bogor.
2. Angkutan Antar Kota dalam Provinsi ; merupakan angkutan dari satu kota ke kota lain
yang melalui antar daerah Kabupaten / kota dalam satu daerah Provinsi dengan
menggunakan bus umum. Ini juga merupakan angkutan yang banyak digunakan di Kota
Bogor.
3. Bus Rapid Trans ; Bus Trans Pakuan merupakan bus rapid trans kota Bogor yang
diresmikan pada tanggal 3 Juni 2007 melayani koridor Baranangsiang - Terminal
Bubulak sejauh 14 Km dalam waktu kurang lebih 45 menit, terdapat sekitar 16 halte di
jalur ini. Bus ini diharapkan menjadi solusi kemacetan di Kota Bogor. Bus Trans Pakuan
ini merupakan bus yang sudah menggunakan bahan bakar biodiesel. Sepuluh dari 30
bus Trans Pakuan ini menggunakan biodiesel jelantah (baru 4 ton/bulan dari kebutuhan
12 ton/bulan) Berikut ini adalah gambar Bus Trans Pakuan yang sudah menggunakan
biodiesel.
4. Kereta Api ; kereta api merupakan salah satu moda yang paling banyak digunakan
masyarakat Kota Bogor dalam melakukan perjalanan terutama menuju kota Jakarta,
Depok dan Sukabumi. Terdapat 2(dua) jenis moda di Kota Bogor yaitu Kereta Api Listrik
(KRL) dan Kereta Api Diesel (KRD).
5. Angkutan Umum non Motor yaitu becak
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah kepemilikan mobil pribadi di kota Bogor
lebih besar daripada kendaraan umum. Sangat sulit untuk menurunkan jumlah
kendaraan bermotor karena belum didukung oleh angkutan umum yang memadai.
2. Tingkat penggunaan bahan bakar minyak
Dari data DLLAJ 2013 Kota Bogor tercermin peningkatan BBM sebesar 418.821 lt dari
tahun 2006-2009 dengan perbandingan konsumsi BBM dan jarak 0,02 liter/km.
Peningkatan konsumsi BBM meningkat sebesar 722.874 lt (2006), 1.141.695 (2009),
dan 1.835.267 lt (2012). dan emisi yang dikeluarkan semakin meningkat pula sebesar
990.99 ton/jam (2006), meningkat 33,64% menjadi 1324.37 ton/jam (2009), dan
meningkat 30,35% menjadi 1627.99 ton/jam (2012). Tingkat ini meningkat secara terus
menerus yang menyebabkan pencemaran udara juga meningkat.
3. Waktu dan jarak perjalanan
Frekuensi angkutan kota di Kota Bogor rata-rata sangat tinggi sehingga penumpang
tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan angkutan. Frekuensi tertinggi pada
trayek 01 A ( Terminal Baranangsiang-Ciawi) dengan frekwensi rata-rata 152 kend/jam
dan frekwensi terendah pada trayek 04 (Warung Nangka-Ramayana) sebesar 13
kendaraan /jam.
4. Tingkat penggunaan angkutan umum
Pada tahun 2012 yaitu sebanyak 23% dari jumlah penduduk di Kota Bogor. Masih
sekitar 75% dari jumlah penduduk di kota Bogor masih menggunakan angkutan pribadi
yang terdiri dari mobil pribadi dan motor. Minimnya sarana dan prasarana dari angkutan
umum menyebabkan masyarakat kurang menggunakan angkutan umum.
5. Transportasi massal
Jumlah angkutan kota saat ini yang ada di Bogor saat ini sekitar 3.421 unit dengan luas
wilayah Bogor yang hanya 118.5km. Ini berarti jumlah yang cukup banyak untuk luas
wilayah kota Bogor. Oleh sebab itu sebagian akan dikonversi ke transportasi massal,
yaitu Bus Trans Pakuan. Pada tahun 2009 lalu jumlah penumpang Bus Trans Pakuan
mencapai 1.102.075 penumpang yang memanfaatkan layanan pada jalur Cidangiang –
Bubulak dan Cidangiang – Harjasari. Jumlah armada Bus Trans Pakuan saat ini hanya
30 unit. Pemerintah berencana untuk menambah jumlah armada 150-200 unit untuk
mengurangi kemacetan kota Bogor.
6. Fasilitas untuk bersepeda dan berjalan
Kota Bogor sudah menerapkan untuk Car Free Day (CFD) setiap hari minggu pukul
06.00-09.00. CFD ini sudah diterapkan sejak Desember 2009. CFD ini diterapkan di
sekitar Jalan Jalak Harupat, Jl Salak, dengan pusatnya Lapangan Sempur. Hanya
sepeda yang boleh dilalui di area ini. Sehingga, warga bebas untuk berjalan kaki dan
polusi juga berkurang. Namun, pada hari kerja, belum terdapat jalur khusus sepeda di
sepanjang jalan kota Bogor ini.
Kota Bogor telah memiliki beberapa pedestrian jalan untuk fasilitas pejalan kaki. Jalan
Nyi Raja Permas dan Jalan Kapten Muslihat telah dibangun fasilitas pedestrian yang
sangat baik, pembangunan ini mempertimbangkan jalan tersebut merupakan akses
jalan masyarakat Kota Bogor menuju Stasiun Kota Bogor yang merupakan salah satu
pusat bangkitan dan tarikan terbesar di Kota Bogor.
7. Smart transportation management systems.(STMS)
Manajemen sistem transportasi yang sudah ada di kota Bogor adalah :
Pengujian Kendaraan Bermotor yang optimal
Penggunaan ruang lalu lintas dan menyediakan simpul transportasi untuk
mengantisipasi dan merespon secara positif mobilitas lalu lintas.
Pengujian emisi gas buang didalam pelaksanaan pelayanan Pengujian
Kendaraan Bermotor dan sosialisasi di dalam penggunaan bahan bakar
berpolutan rendah melalui Program Langit Biru
Pelayanan yang optimal ditinjau dari aspek kualitas pelayanan, aksesbilitas
trayek angkutan umum dan tarif yang terjangkau.
B. Proses Pengolahan Minyak Jelantah dari Biodiesel pada Bus Trans Pakuan
Saat ini yang moda transportasi yang berbahan bakar biodiesel sudah lama
diterapkan di Kota Bogor adalah Bus Trans Pakuan. Biodiesel adalah BBM ramah
lingkungan dan sangat signifikan mengurangi pencemaran udara dan menyebarkan
aroma harum minyak tumbuhan sehingga ikut mengharumkan kota. Penggunaan
biodiesel oleh kendaraan bermesin diesel dapat membersihkan ruang bakar mesin
sehingga mesin diesel dapat menjadi lebih awet. Berikut adalah gambar proses
pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel
Proses awal dari pengolahan ini adalah minyak jelantah dikumpulkan ke dalam
drum penyaringan. Disitu minyak jelantah dipisahkan dari kotoran sisa penggorengan
makanan dan water content. Selanjutnya jelantah yang telah bersih dialirkan dengan
menggunakan pipa-pipa memasuki drum atau tangki proses. Di tangki itu, jelantah
dicampur dengan katalis berupa metanol dan hidroksida (NaOH), sambil terus diaduk-
aduk memakai peralatan khusus selama 30 menit sampai larutan tercampur dengan
baik. Selanjutnya larutan diendapkan. Hingga terbetuk pemisahan antara cairan
berwarna gelap yang disebut crude gliserin dibagian bawah dan cairan bening yang
disebut dengan crude biodiesel bagian atas. Sesuai dengan mekanisme tangki proses,
maka cairan yang telah terpisah tersebut akan mengalir ketangki masing-masing.
Crude biodiesel yang telah dipisahkan dari crude gliserin kemudian cuci dengan
air di drum berikutnya. Setelah pencucian tersebut air dipisahkan dari crude biodiesel
dengan melakukan penguapan (pengeringan) dengan suhu 110-120 derajat celcius.
Crude biodiesel yang telah dipisahkan dari crude gliserin kemudian cuci dengan air di
drum berikutnya. Setelah pencucian tersebut air dipisahkan dari crude biodiesel dengan
melakukan penguapan (pengeringan) dengan suhu 110-120°C. Selanjutnya biodiesel
yang telah jadi dimasukkan kedalam tangki khusus hasil produksi. Sementara limbah
dari proses industri ini akan dialiri ke tangki lain. Dari keseluruhan bahan baku (minyak
jelantah) setelah di proses akan menghasilkan 80 % biodiesel dan 20 persen lagi limbah
cair yang bisa dimanfaatkan lagi. Limbah dari proses pengolahan diesel yang berbentuk
cairan dapat dijadikan sabun khusus untuk mesin dan dapat menjadikan tanaman
menjadi semakin subur jika disiramkan.
C. Tata Kelola Green Transportation pada Bus Trans Pakuan Kota Bogor
Pengelolaan Biodiesel dari minyak jelantah untuk Bus Trans Pakuan di Kota
Bogor diatur oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan bekerjasama dengan Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Kota Bogor, PT Bumi Energi Equatorial
(BEE) atau nama lain Mekanika Elektrika Egra (MEE) dan Perusahaan Daerah Jasa
Transportasi kota Bogor.
Sejak Tahun 2007 Kota Bogor sudah menjadi anggota dari International Council
for Local Environment (ICLEI), yaitu asosiasi dari kurang lebih 600 kota sedunia yang
berkomitmen untuk melestarikan lingkungan hidup dengan mengendalikan pemanasan
global, melalui Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, yang salah satunya
berasal dari emisi kendaraan bermotor. Bertitik tolak dari hal tersebut, sejak tahun 2007
pula Pemerintah Kota Bogor melaksanakan kegiatan pengolahan limbah minyak
jelantah menjadi bahan bakar (biodiesel), dimana biodiesel yang dihasilkan
dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar alat transportasi ramah lingkungan (Bus
Trans Pakuan). Dinas yang pertama kali mengusulkan inisiatif tersebut adalah Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor. Alasan pemerintah Kota Bogor memilih
minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel dikarenakan minyak jelantah merupakan
minyak goreng sisa / bekas penggorengan yang tidak dapat lagi digunakan berulang kali
yang pada umumnya terbuat dari kelapa sawit. Minyak sisa penggorengan apabila
digunakan lebih dari 2-3x dapat menyebabkan kanker. Sehingga pada umumnya minyak
jelantah ini akan dibuang setelah digunakan.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bagian Kedua Pasal 43 diatur mengenai Persyaratan
Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor. Pada ayat 4 (empat) yaitu dalam rangka
mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor secara terus menerus, tidak
menimbulkan dampak lanjutan terhadap kesehatan dan terciptanya ramah lingkungan
dalam daerah, serta tercapainya program langit biru, secara bertahap setiap kendaraan
bermotor harus menggunakan Bahan Bakar alternatif.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 49 huruf I bagian penjelasan ditegaskan bahwa
Setiap badan yang kegiatan usahanya menghasilkan minyak jelantah wajib
menyerahkan minyak jelantah hasil kegiatan usahanya kepada Pemerintah Daerah.
Minyak Jelantah diolah menjadi biodiesel yang digunakan untuk bahan bakar alternatif
ramah lingkungan. Walikota Bandung juga membuat peraturan terhadap pemilik-pemilik
restoran agar menyerahkan minyak jelantah kepada pemerintah. Jika pemilik restoran
tidak menyerahkan maka akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin restoran di
Kota Bogor. Hingga saat ini sekitar 400 liter/ bulan yang diterima BPLH Provinsi Kota
Bogor dari pemilik restoran.
Dari sejumlah peraturan Pemerintah Kota Bogor di atas dapat disimpulkan bahwa
Pemerintah Kota Bogor sudah menegaskan keseriusan dan pentingnya bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya dalam menerapkan peraturan minyak
jelantah sebagai bahan bakar biodiesel, sehingga setiap usaha yang menghasilkan
biodiesel wajib menyerahkan kepada Pemerintah Daerah.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup membangun sejumlah kemitraan dalam
pengumpulan minyak jelantah. Kerjasama ini melibatkan pihak-pihak sebagai berikut :
No. Pihak yang bekerja sama Keuntungan
1 Chevron Geothermal Salak Meningkatkan proper perusahaan
2 PT.Carrefour Indonesia Meningkatkan proper perusahaan
3 PT.Fast Food Indonesia Meningkatkan proper perusahaan
4 Perkumpulan Gereja Mendukung program lingkungan di gereja
5 Koperasi Pasar di Kota Bogor Mendukung program lingkungan pemerintah
6 Sekolah-sekolah di Kota Bogor Mendukung program sekolah adiwiyata
Selain itu ada minyak jelantah yang berasal dari masyarakat kota Bogor ada
sekitar 800 liter / bulan. Untuk minyak jelantah yang diterima dari masyarakat, telah
dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat akan bahan minyak jelantah.
Pengumpulan minyak jelantah ini dilakukan secara rutin setiap bulan di kelurahan,
kecamatan dan sekolah se-kota Bogor. BPLH juga menyediakan anggaran untuk
penggantian minyak jelantah kepada masyarakat yaitu sebesar Rp 3.000/liter. Minyak
jelantah yang terkumpul kemudian disalurkan ke pihak pengolah minyak jelantah
menjadi biodiesel. Dalam hal pengolahan menjadi biodiesel ini, Pemerintah Kota Bogor
bekerja sama dengan pihak swasta yaitu PT Bumi Energi Equatorial (BEE). Hal ini
sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no. 51 tahun 2006
yaitu pihak swasta diizinkan untuk melakukan kegiatan usaha niaga bahan bakar nabati
(Biofuel) seperti biodiesel.
PT. BEE adalah perusahaan pembuat biodiesel dari jelantah. PT. BEE Biodiesel
hanya mampu menyediakan sebanyak 400 liter per hari. Jumlah tersebut merupakan 20
persen dari kebutuhan biodiesel Bus Trans Pakuan yang mampu dipenuhi. Proses
pengolahan dari minyak jelantah menjadi Biodiesel membutuhkan waktu sekitar dua
jam. Dari 100 persen minyak jelantah plus metoksida 10 persen, setelah diolah menjadi
90 persen biodiesel dan 10 persen gliserin (limbah). Hasil olahan tersebut akan dibeli
oleh Perusahaan Daerah Jasa Transportasi untuk bahan bakar Bus Trans Pakuan
dengan kombinasi dengan bahan bakar solar dengan komposisi biodiesel : solar = 20 :
80. Berikut ini adalah data pengumpulan minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel.
A. Kesimpulan
Green Transportation merupakan salah satu wujud pelaksanaan pemerintah
untuk menciptakan moda yang ramah lingkungan demi mengurangi dampak
pencemaran dari tingginya tingkat penggunaan kendaraan bermotor di suatu negara.
Pengelolaan green transportation pada Kota Bogor saat ini hanya memenuhi beberapa
indikator menurut Williams (2012) yaitu tersedianya jalur pejalan kaki, di beberapa titik
lokasi, penggunaan bahan bakar ramah lingkungan yaitu Bus Trans Pakuan, adanya
transportasi massal di Kota ini.
Pengelolaan Bus Trans Pakuan di Kota Bogor diatur oleh Pemerintah Daerah
Kota Bogor dengan bekerjasama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH)
Provinsi Kota Bogor, PT Bumi Energi Equatorial (BEE) atau nama lain Mekanika
Elektrika Egra (MEE) dan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi kota Bogor. BPLH
Kota Bogor melakukan koordinasi dengan sejumlah kemitraan untuk memperoleh
minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel.
B. Saran
Dalam hal pembuatan bahan bakar biodiesel ini, Badan Pengelolaan Lingkungan
Hidup masih kekurangan bahan baku, sehingga hanya 1/3 (sepertiga) dari total armada
Bus Trans Pakuan yang menggunakan bahan bakar biodiesel. Untuk mengatasi
berbagai kendala dalam pengumpulan minyak jelantah ini maka Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kota Bogor perlu melakukan peningkatan koordinasi dengan
sejumlah kemitraan hingga kecamatan untuk dapat memperoleh bahan baku (minyak
jelantah) sehingga mencukupi untuk seluruh armada Bus Trans Pakuan. Untuk
mendukung peningkatan tersebut, dibutuhkan pembentukan tim pengumpulan minyak
jelantah.
Selain itu, BPLH Kota Bogor dan Dinas Kesehatan harus menambah jumlah
wilayah untuk tingkat sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya minyak goreng
bekas pada masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat turut
berpartisipasi untuk memberikan minyak goreng bekas pada pemerintah melalui
kecamatan dan kabupaten setempat. Penyebaran informasi yang luas juga dapat
dilakukan melalui brosur, leaflet dan iklah di televisi. BPLH juga perlu menambah wadah
tampungan sebagai wadah minyak jelantah.
DAFTAR PUSTAKA
Gusnita, Dessy. 2010. Green Transport : Transportasi Ramah Lingkungan dan Kontribusinya
dalam Mengurangi Polusi Udara. Volume II, No.2 Juni 2010,66-71, Berita Dirgantara,Indonesia.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 3 Tahun 2013.Penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor : 18 Tahun 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Bogor Tahun 2011-2031.