Oleh :
Fadil Rizky Putro
(183112620150076)
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2020
Adaptasi anti predator adalah mekanisme yang dikembangkan
melalui evolusi yang membantu mangsa dalam pertahanan terhadap
predator. Baris pertama pertahanan tersebut adalah mencegah terdeteksi,
melalui mekanisme seperti kamuflase, mimikri, seleksi apostatik, hidup di
bawah tanah, dan nokturnalitas. Dalam evolusi perilaku anti predator
memiliki faktor-faktor penting dalam evolusinya, yaitu :
Perilaku anti predator juga memerlukan suatu bentuk investasi dalam segi
waktu ketika hewan mangsa bersembunyi dari predatornya, dalam segi
energi kalori yang diperlukan untuk terbang atau menggerakan anggota
gerak untuk lari dengan kecepatan tinggi dari predator.
1. Detecting predator
2. Evading predator (Menghindari predator)
3. Repelling Predator
4. Group Defense
Proses autotomi terjadi secara spontan dan pada ekor yang putus tidak
terlihat adanya bekas kerusakan, walaupun ekor sebenarnya tersusun atas
jaringan-jaringan yang tidak sama konsistensinya. Putusnya ekor terjadi
pada tempat-tempat tertentu yang disebut dataran autotomi yaitu dataran
retakan yang terletak melintang pada ekor. Bila putusnya ekor terjadi bukan
pada dataran autotomi, maka regenerasi akan terhambat bahkan regenerasi
akan berhenti sama sekali (Bustard, 1998; Pratt, 1946).
Meski fungsional bagian ekor yang baru lebih pendek, tapi berisi
tulang rawan. Saat ekor diputuskan, sistem saraf pada ekor tidak mengalami
kerusakan yang parah. Proses tumbuh kembali setelah terputus tidak lama
hanya beberapa saat saja. Kira-kira lima hingga enam hari kemudian ekor
sembuh, pada minggu ke 10 hingga 12 ekor baru sudah terbentuk.