Anda di halaman 1dari 15

ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN PADA BIDANG PERIKANAN

BUDIDAYA UDANG GALAH (Macrobarchium rosenbergii)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Manajemen Tata Lingkungan Perikanan Budidaya
yang dibina oleh Prof.Dr.Ir. Arief Prajitno, MS.

oleh
Amanda Aisyah Firdaus 195080501111046
Kenny Azahra Putri 195080501111048

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
MALANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik tanpa adanya suatu hambatan. Makalah ini yang berjudul
“Analisa Dampak Lingkungan Pada Bidang Perikanan Budidaya Udang
Galah (Macrobarchium Rosenbergii)“ yang disusun untuk memenuhi tugas
dari matakuliah Biologi Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir. Arief Prajitno, MS.
selaku dosen matakuliah Manajemen Tata Lingkungan Perikanan Budidaya
yang telah memberikan bimbingannya dalam penyusunan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana
mestinya dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kritik dan saran
yang membangun sangat dibutuhkan agar ke depannya dapat menyusun
makalah yang lebih baik lagi.

Malang, 10 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................iii
BAB I LATAR BELAKANG...................................................................1
1.1 PENDAHULUAN.........................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................2
1.3 TUJUAN.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................3
2.1 Budidaya Udang Galah (Macrobracium rosenbergii).....................3
2.2 Dampak Budidaya Udang terhadap Lingkungan..........................4
2.2.1 Contoh Realistis Dampak Limbah Budidaya Udang Di
Indonesia.......................................................................................5
2.3 Pemanfaatan dan Pengelolaan Limbah Hasil Budidaya Udang......6
2.3.1 Metode Construted Wetland dengan tanaman air seperti
eceng gondok.................................................................................7
2.3.2 Penambahan Ikan dan rumput laut......................................7
2.3.3 Menggunakan Tanaman Rumput Vertiver.............................7
BAB III PENUTUP..............................................................................9
3.1 KESIMPULAN............................................................................9
3.2 SARAN.....................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................10

iii
BAB I LATAR BELAKANG

1.1 PENDAHULUAN
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan komoditas
perikanan air tawar yang sangat berpotensial untuk dibudidayakan secara
komersial. Pertumbuhannya yang cepat, ukurannya yang besar, tingkat
prevalensi penyakit yang rendah dan permintaan pasar yang luas, baik
pasar domestic maupun ekspor adalah potensi yang menjadikan
komoditas ini memegang peran penting dalam usaha budidaya perikanan
air tawar di Indonesia (Syatriawan., et al, 2019).
Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) juga merupakan biota air
tawar yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga
memerlukan penanganan spesifik dalam pemeliharaannya. Kualitas air
untuk budidaya udang galah dapat dikatakan harus lebih bagus dari
komoditas ikan air tawar lainnya, karena udang sangat sensitif dan mudah
stres terhadap menurunnya kualitas air. Fenomena pergantian kulit
(moulting), yang merupakan rangkaian proses udang untuk tumbuh yang
berdampak pada melemahnya kondisi udang. Kondisi tersebut
menyebabkan udang semakin sensitif terhadap menurunnya kualitas
lingkungan hidupnya. Fenomena pergantian kulit ( moulting) pada udang
ini juga menyebabkan kualitas air pada kolam menurun dan harus
melakukan pergantian air secara berkala. Pergantian air tersebut
menyebabkan pembuangan limbah budidaya udang, dimana pembuangan
limbah tersebut seringkali berdampak pada lingkungan. Dampak yang
ditimbulkan sangat berbagai macam dan berbeda-beda pada setiap
pembudidaya udang (Khasani, 2008).
Limbah budidaya udang yang banyak terjadi dan menimbulkan
dampak di Indonesia diantaranya soal pembuangan limbah tambak udang.
Berkembangnya tambak udang di suatu desa menimbulkan persoalan baru
dalam lingkungan. Persoalan yang muncul adalah akumulasi limbah yang
mengakibatkan pencemaran, masih banyak pemilik tambak udang yang

1
tidak melakukan pengolahan limbahnya. Limbah udang berupa unsur
organik, biasanya sisa pakan, yang dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem pantai. Unsur organik yang terakumulasi dapat meningkatkan
populasi alga yang mengganggu komunitas ikan. Limbah udang juga
dapat mengganggu budidaya ikan yang terdapat di pantai. Berdasarkan
hal tersebut perlu adanya pengelolaan limbah udang agar dapat
akumulatif dari limbah tersebut dapat diminimalisir (Febrina, et al. 2019).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pengertian dari kegiatan budidaya udang galah
(Macrobrachium rosenbergii)?
2. Bagaimana permasalahan yang terjadi saat melakukan kegiatan
budidaya udang galah (Macrobrachium rosenbergii)?
3. Mengapa limbah budidaya udang dapat menyebabkan dampak bagi
lingkungan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari kegiatan budidaya udang galah
(Macrobrachium rosenbergii).
2. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi saat melakukan
kegiatan budidaya udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
3. Untuk mengetahui dampak limbah budidaya udang terhadap
lingkungan.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Budidaya Udang Galah (Macrobracium rosenbergii)


Budidaya adalah kegiatan untuk memproduksi biota atau organisme
akuatik pada lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan
keuntungan. Akuakultur merupakan upaya manusia untuk meningkatkan
produktivitas perairan melalui kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya
sendiri merupakan kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak,
menumbuhkan, serta meningkatkan mutu biota akuatik sehingga
diperoleh keuntungan (Effendi, 2004).
Kegiatan budidaya udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
dimulai dari pengolahan dasar kolam yang merupakan langkah awal yang
dapat menentukan keberhasilan dari kegiatan budidaya. Pengapuran
merupakan langkah dalam proses pengolahan dasar kolam, dimana
pengapuran berfungsi untuk meningkatkan kebasaan kolam, agar
mencapai kondisi yang optimal dan juga berfungsi untuk membunuh telur-
telur predator dan jamur yang dapat membahayakan kehidupan dari
udang galah. Pemupukan merupakan proses penyediaan pakan alami
untuk benih udang galah. Udang muda sampai dewasa memiliki kebiasaan
mengaduk-aduk dasar kolam untuk mendapatkan makanan alami seperti
cacing dan kerang-kerangan (Khasani, 2008).
Penggunaan benih unggul memegang peranan yang sangat penting
dalam menunjang keberhasilan kegiatan pembesaran udang galah.
Penggunaan substrat buatan seperti shelter diperlukan untuk
persembunyian udang yang sedang moulting, sehingga mampu
mengurangi tingkat kanibalisme, dan memperluas area untuk udang
menempel. Kualitas air memegang peranan yang sangat penting bagi
kehidupan udang yang dipelihara. Timbulnya penyakit pada budidaya
udang seringkali disebabkan karena kondisi kualitas air kolam yang kurang
baik. Penyeragaman ukuran dan monoseks dalam budidaya juga
menunjang keberhasilan budidaya udang galah. Udang galah jantan

3
biasanya akan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan betina. Melalui
pemeliharaan system monoseks kemungkinan diperoleh udang dengan
ukuran lebih besar juga akan lebih cepat, sehingga pembudidaya akan
memperoleh harga jual udang lebih tinggi. Penggunaan pakan dan system
pemberian yang tepat juga perlu diperhatikan dalam budidaya udang
galah. Selain memanfaatkan keberadaan pakan alami, selama
pemeliharaan udang galah perlu diberikan pakan tambahan berupa
peletudang dengan kadar protein 28%-32% (Khasani, 2008).
Menurut Muqsith (2014), bahwa kualitas air merupakan salah satu
syarat penting dalam pengembangan budidaya udang. Ada dua alas an
yang menjadikan kondisi kualitas perairan menjadi hal yang sangat
penting untuk diperhatikan :

1. Menciptakan kondisi lingkungan perairan tambak yang bersih


dan nyaman bagi udang untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal guna mendukung keberhasilan pemeliharaan
udang.

2. Untuk menghasilkan air buangan tambak dengan kualitas


yang masih aman bagi ekosistem perairan pesisir atau masih
dalam batas-batas yang diperboleh kan berdasarkan standar
baku mutu air laut untuk kegiatan perikanan budidaya.

2.2 Dampak Budidaya Udang terhadap Lingkungan


Sisa pakan akan menghasilkan limbah sedimen yang komposisinya
terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan organik terdiri atas
protein, karbohidrat, dan lemak sedangkan anorganik terdiri atas partikel
lumpur. Sejalan dengan pertumbuhan udang maka jumlah pemberian
pakan semakin bertambah dan sisa pakan juga akan meningkat. Apabila
hal ini terus berlangsung maka limbah sedimen yang mengendap di dasar
akan mengalami proses penguraian (dekomposisi) menghasilkan nitrat,
nitrit, amonia, karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Kandungan ini
apabila di atas ambang batas akan memengaruhi kualitas air dan

4
membahayakan sintasan udang, sehingga pembuangan limbah hendaknya
dilakukan secara periodik (Suwoyo, 2016).
Kegiatan budidaya tambak udang yang dilakukan dengan sistem
intensif akan menghasilkan limbah budidaya yang terbuang ke lingkungan
perairan, dan secara nyata dapat mempengaruhi kualitas lingkungan
perairan pesisir. Secara langsung dan tidak langsung dampak limbah
tambak budidaya udang terhadap perikanan dan lingkungan sekitarnya,
yaitu menurunnya jumlah populasi organisme, kerusakan habitat serta
lingkungan perairan sebagai media hidupnya (Muqsith, 2014).

2.2.1 Contoh Realistis Dampak Limbah Budidaya Udang Di


Indonesia
Lahan tambak produktif yang ada di wilayah pesisir Kecamatan
Banyuputih, saat ini seluruhnya dikelola menggunakan teknologi intensif
dan akan berkontribusi menghasilkan limbah organik pada perairan pesisir
dalam jumlah yang besar. Kegiatan tambak udang intensif yang ada saat
ini dan pengembangannya ke depan berpotensi memberikan dampak
negatif terhadap kualitas perairan pesisir Banyuputih. Pada penelitian
tambak ini aspek yang diteliti salah satu diantaranya yaitu TSS atau nilai
padatan tersuspensi pada perairan. Limbah dari kegiatan tambak udang
yang ada di wilayah pesisir Kecamatan Banyuputih memberikan dampak
tingginya konsentrasi TSS pada perairan Pantai yaitu 235,6±51,3 ppm,
melebihi ambang batas dari nilai baku mutu kualitas air untuk kehidupan
organisme laut dan budidaya udang yaitu 80 ppm. Tingginya konsentrasi
TSS disebabkan oleh hasil buangan limbah dari kegiatan tambak udang
intensif. Hal ini diperlihatkan dari nilai hasil pengukuran sampel air pada
tambak intensif yang menunjukkan nilai konsentrasi TSS rata-rata
235,6±51,3 ppm. Konsentrasi TSS yang tinggi pada limbah kegiatan
tambak udang intensif disebabkan oleh input pakan buatan dalam sistem
budidaya udang yang tidak termakan (sisa pakan) dan hasil metabolisme
berupa faeces yang larut dalam perairan (Muqsith, 2014).

5
Desa Tambak Sari di Karawang merupakan desa yang dikenal
sebagai sentra budidaya udang. Dinilai dari jumlah yang diekspor,
memang terkesan menggiurkan. Namun, beragam persoalan lingkungan
juga mengemuka. Di antaranya soal pembuangan limbah tambak udang.
Berkembangnya tambak udang di desa tambak sari menimbulkan
persoalan baru dalam lingkungan. Persoalan yang muncul adalah
akumulasi limbah yang mengakibatkan pencemaran, masih banyak pemilik
tambak udang yang tidak melakukan pengolahan limbahnya. Limbah
udang berupa unsur organik, biasanya sisa pakan, yang dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem pantai. Unsur organik yang
terakumulasi dapat meningkatkan populasi alga yang mengganggu
komunitas ikan. Limbah udang juga dapat mengganggu budidaya ikan
yang lain yang terdapat di pantai (Febrina, et al. 2019).

2.3 Pemanfaatan dan Pengelolaan Limbah Hasil Budidaya


Udang
Limbah yang dihasilkan dari hasil budidaya udang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik akan berdampak buruk bagi lingkungan
sekitarnya. Tambak udang yang berada di wilayah tertentu menghasilkan
limbah yang memperburuk keadaan lingkungan sekitarnya. Lingkungan
sekitar yang tercemar, organisme perairan sekitar, serta kualitas air bisa
terdampak limbah hasil budidaya udang yang tidak diolah dengan baik.
Maka dari itu diperlukan suatu kegiatan yang harus dilakukan
pembudidaya untuk memanfaatkan limbahnya menjadi sesuatu yang lebih
bisa dimanfaatkan serta meminimalisir terbuangnya limbah yang
menyebabkan kerusakan lingkungan atau organisme sekitar.
Febrina., et al (2019), menyatakan bahwa limbah tambak udang
ketika telah selesai panen dialiran ke saluran dan dibuang ke perairan
lepas, hal ini jika dibiarkan terus menerus tanpa pengolahan dapat
mencemari lingkungan. Pengelola tambak perlu mengelola limbahnya agar
dapat mewujudkan kelestarian lingkungan perairan yang berkelanjutan.

6
Untuk limbah tambak skala kecil, pengelolaan limbah dapat
memanfaatkan saluran untuk penyimpanan. Ini akan memacu sedimentasi
unsur-unsur yang tersisa hingga tak terbuang langsung. Alternatif
pengelolaan limbah tambak udang dapat menggunankan tanaman airn
sebagai media menurunkan parameter limbah. Alternatif tersebut antara
lain :

2.3.1 Metode Construted Wetland dengan tanaman air seperti


eceng gondok
Pengaliran air limbah tambak udang ke kolam wetland akan
mendukung penurunan parameter pencemar pada limbah tambak udang.
Penambahan kolam aerasi sebelum air limbah memasuki wetland juga
yang akan mendukung dalam proses penurunan konsentrasi parameter
amonia terlarut yang umumnya da pada limbah cair tambak udang.

2.3.2 Penambahan Ikan dan rumput laut


Adanya rumput laut dan ikan akan membantu mengurangi
akumulasi limbah Jurnal Industri Kreatif dan Kewirausahaan organik
tambak udang. Alternatif yang lain yang dapat digunakan untuk
menurunkan parameter pada limbah tambak udang adalah dengan
menggunakan tanaman rumput vetiver (Chrysopogon zizanioides, L).

2.3.3 Menggunakan Tanaman Rumput Vertiver


Rumput vetiver mempunyai kemampuan hidup dalam cakupan
kondisi yang sangat beragam dan luas, baik terhadap kondisi iklim,
habitat, dan kualitas air serta perairan bersalinitas. Vetiver juga memiliki
persen penghilangan tinggi untuk N dan P dari limbah cair

Limbah padat sedimen tambak udang super-intensif berpotensi untuk


dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Limbah tambak udang
superintensif potensial digunakan sebagai pupuk tambak ekstensif

7
8
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Budidaya udang galah (Macrobrachium rosenbergii) marak


dilakukan di Inddonesia. Salah satu hal penting yang sangat perlu
dilakukan saat budidaya udang galah ini pada tambak yaitu kualitas
airnya. Kualitas air udang galah sangat perlu diperhatikan dan rutin
diganti saat kondisi air kolam/tambak sudah tidak memenuhi standar
kualitas air yang dibutuhkan udang. Udang sendiri juga memiliki fase
moulting yang membuat pergantian air secara berkala sangat penting. Hal
tersebut dikarenakan proses moulting menghasilkan limbah cangkang
udang. Selain limbah cangkang udang masih banyak limbah lain yang
dihasilkan dari budidaya udang pada tambak dan berdampak buruk bagi
lingkungan jika tidak diperhatikan dan diolah dengan baik.
Dampak yang terjadi pada lingkungan diantaranya yaitu sebagai
berikut. Limbah yang dibuang secara mentah dan tidak diolah ke perairan
lepas atau ke saluran akan mengendap di dasar akan menghasilkan nitrat,
nitrit, amonia, karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Kandungan ini
apabila di atas ambang batas akan memengaruhi kualitas air. Dampak
limbah tambak budidaya udang terhadap perikanan dan lingkungan
sekitarnya, yaitu menurunnya jumlah populasi organisme, kerusakan
habitat serta lingkungan perairan sebagai media hidupnya. Untuk
menghindari hal tersebut maka sebelum dibuang, maka limbah budidaya
udang seharusnya diolah terlebih dahulu atau bisa memanfaatkan
organisme lain dalam tambak untuk mengurangi kadar limbah yang akan
dibuang nantinya.

3.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan pada makalah ini adalah pembudidaya


udang galah lebih sering memperhatikan kesehatan udang galah mulai
dari kualitas air dan pakan yang diberikan. Kami berharap agar

9
kedepannya pengolahan limbah perikanan pada budidaya udang galah
banyak di kembangkan teknik dan cara pengolahannya agar dapat
berbudidaya secara berkelanjutan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdan, A., A. Rahman dan R. Ruslini. 2013. Pengaruh jarak tanaman


terhadap pertumbuhan dan kandungan keragenan rumput laut
(Eucheuma spinosum) menggunakan metode long line. Jurnal Mina
Laut Indonesia. 3(12): 113-123.
Ain, N., R. Ruswahyuni dan N. Widyorini. 2014. Hubungan kerapatan
rumput laut dengan substrat dasar berbeda di Perairan Pantan
Bandengan, Jepara. Management of Aquatic Resources Journal.
3(1): 99-107.
Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. 97 hlm.
Basmal, J., B. S. B. Utomo dan B. B. Sedayu. 2009. Mutu semi refined
Crraeenan (SCR) yang didaur ulang. Jurnal Pasca Panen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 4(1): 1_11.
Anggrita., I. Nasihin dan Y. Nendrayana. 2017. Keanekaragaman jenis dan
karakteristik habitat mamalia besar di kawasan hutan bukit bahohor
desa citapen kecamatan hantara kabupaten kuningan . Wanaraksa.
11(1): 21-29.
Dahlia, I., S. Rejeki dan T. Susilowati. 2015. Pengaruh dosis pupuk dan
substrat yang berbeda terhadap pertumbuhan Caulerpa lentillifera.
Journal of Aquaculture Management and Technology. 4(4): 28-34.
Guo, H., J. Yao, Z. Sun dan D. Duan. 2015. Effect of temperature,
irradiance on the growth of the green alga Caulerpa lentillifera
(Bryopsidophyceae, Chlorophyta). Journal of applied phycology.
27(2): 879-885.
Khasanah, U. 2013. Analisis kesesuaian perairan untuk lokasi budidaya
rumput laut Eucheuma cottonii di perairan Kecamatan Sajoanging
Kbupaten Wajo. Jurnal Ilmu Kelautan. 14(3): 164-169.
Litaay, C. 2014. Sebaran dan keragaman komunitas makroalgae di
Perairan Teluk Ambon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
6(1): 131-142.

11
Masyahoro, M dan M. Mappriatu. 2012. Respon pertumbuhan pada
berbagai kedalaman bibit dan umur panen rumput laut Eucheuma
cottonii di Perairan Teluk Palu. Media Litbang Sulteng. 3(2): 104-
111.
Muawanah, N. Sari dan T. Haryono. 2007. Daya Serap Eucheuma cottonii
Lin terhadap Limbah Pb. Buletin Teknik Lit. Akuakultur. 6(1).
Mudeng, J. D., Kolopita, M. E dan A. Rahman. 2015. Kondisi lingkungan
perairan pada lahan budidaya rumput laut kappaphycus alvarezii di
Desa Jayakarsa Kabupaten Minahasa Utara. e-Journal Budidaya
Perairan. 3(1): 172-186.
Rukmi. A. S., Sunaryo dan A. Djunaedi. 2012. Sistem budidaya rumput
laut gracilaria verrucosa di pertambakan dengan perbedaan waktu
perendaman di dalam larutan npk. Journal of Marine Research.
1(1): 90-94.
Soelistyowati. D. T., I. A. A. D. Murni dan Wiyoto. 2014. Morfologi
gracilaria spp. Yang dibudidaya di tambak desa pantai sederhana,
muara gembong. Jurnal Akuakultur Indonesia. 13(1): 94–104.
Susanto, A. B., Suryono dan R. Pramesti. 1996. Penelitian Pendahuluan
Pelepasan Tetraspora Gracilaria sp. dari Perairan Bondo Jepara
dalam Skala Laboratorium. Balai Budidaya Air Payau Jepara. hlm 36
– 41.
Yudiastuti. K., I. G. B. S. Dharma dan N. L. P. R. Puspitha. 2018. Laju
pertumbuhan rumput laut gracilaria sp melalui budidaya imta
(integrated multi trophic aquaculture) di pantai geger, nusa dua,
kabupaten badung, bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences.
4(2): 191-203.
Effendi. I. 2004. Pengantar akuakultur. 2004. Penebar Swadaya. Jakarta.
188 hlm.

12

Anda mungkin juga menyukai