Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DASAR AKUAKULTUR

BUDIDAYA KONVENSIONAL

Dosen Pengampu:

Rika Wulandari, S.Pi, M.Si

Disusun oleh:

FIRMAN HIDAYAT (170254244006)

INDRIYANI SHELLIM (170254244017)

MELATI (170254244011)

NADYA NAMIRA ADZANI (180254244024)

LEGI TRIYONO (180254244038)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FALKUTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya,


saya dapat menyelesaikan hasil Makalah Dasar –Dasar Akuakultur dengan judul
Budidaya Konvensional dengan tepat waktu.

Kami berharap hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi sesama. Kami
menyadari mmakalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran
sangat diharapkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga hasil makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 3
A. Sistem Ekstensif (Tradisional) ......................................................................... 3
1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 5


2.1. Kolam dalam Budidaya Konvensional ................................................................. 5
a. Kolam Terpal. ................................................................................................... 5
b. Kolam Tanah ......................................................................................................... 6
c. Kolam Semen ......................................................................................................... 7
2.2. Teknik Budidaya Kolam Tradisional................................................................... 8
A. Kolam Pemeliharaan Induk - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional 8
B. Pemijahan - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional .......................... 9
Pembuatan Kolam Pemijahan - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional . 9
C. Pelepasan Induk - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional .............. 10
D. Penetasan Telur Ikan Lele ............................................................................. 11
E. Pemeliharaan Larva - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional ....... 12

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................. 14


3.1.Kesimpulan ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


A. Sistem Ekstensif (Tradisional)
Pada umumnya budidaya tambak ekstensif (tradisional) selalu
mengedepankan luas lahan, pasang surut, intercrop dan tanpa pemberian makanan
tambahan sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia
secara alami dalam jumlah yang cukup (Murachman et al., 2010).
Keuntungan budidaya tambak ekstensif adalah lebih ramah lingkungan
sekitar tambak pada setiap siklusnya, sehingga budidaya tambak ekstensif dapat
berkelanjutan. Penggunaan bahan kima dalam budidaya tambak ekstensif sangat
diminimalisir bahkan tidak menggunakan obat-obatan kimia sama sekali. Limbah
sisa budidaya juga ramah lingkungan dengan kandungan amoniak yang rendah
karena tidak menggunakan pakan buatan (pelet). Namun disisi lain produktivitas
tambak ekstensif kurang optimal akibat jumlah padat tebar yang rendah. Jumlah
produksi pada tambak ekstensif bergantung pada luasan tambak yang dikelola
(WWF, 2011).
Budidaya perikanan atau perikanan budidaya adalah kegiatan
memproduksi biota (organisme) akuatik (air) untuk men-dapatkan keuntungan.
Selain budidaya perikanan, dalam sektor perikanan produksi biota akuatik dapat
dilakukan melalui penangkapan atau perikanan tangkap. Berbeda dengan
penangkapan, produksi dari budidaya perikanan diperoleh melalui kegiatan
pemeliharaan biota akuatik dalam wadah dan lingkungan terkontrol. Kegiatan
pemeliharaan tersebut (sesuai dengan tujuannya) mencakup pembenihan dan
pembesaran. Dalam perikanan tangkap produksi diperoleh dengan cara memanen
(berburu) biota akuatik dari alam tanpa pernah memelihara. Budidaya perikanan,
bersama-sama dengan perikanan tangkap dan pengolahan perikanan merupakan
tulang punggung sektor perikanan dalam menyediakan pangan dan sumber protein
bagi manusia.

3
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah agar dapat mengetahui Budidaya
Konvensional dari tambak konvensional, cara pembesaran, pemijahan ikan secara
Budidaya Konvensional.

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Kolam dalam Budidaya Konvensional
Ada beberapa kolam konvensional, sebagai tempat utama budidaya lele,
dibuat secara efektif dan efisien. Dalam usaha terdapat kolam tanah, kolam terpal
dan kolam semen.
a. Kolam Terpal.
Suatu teknologi yang murah dan gampang diterapkan, adalah pembuatan
kolam dengan menggunakan terpal. Kolam terpal dibuat rata-rata dengan luas 12
meter persegi, dan memerlukan terpal dengan ukuran 4 x 5 meter. Kolam terpal
ditujukan untuk budidaya dari bibit lele, sampai berusia sekitar 2 bulan. Ini
bertujuan untuk mempermudah dalam proses pensortiran, dimana lele memiliki
sifat kanibalisme yang tinggi, sehingga harus selalu dikontrol kemerataan
pertumbuhan lele tersebut. Yang kecil akan dimakan oleh yang besar. Pensortiran
dilakukan paling tidak 3 kali selama masa panen.
Teknologi kolam terpal merupakan salah satu alternatif teknologi budidaya
ikan yang diterapkan pada lahan sempit, ketersediaan pasokan air terbatas, dan
lahan yang tanahnya porous terutama tanah berpasir. Lokasi yang baik untuk
budidaya lele di kolam terpal adalah area kolam yang bebas banjir, sedangkan
kuantitas dan kualitas air tidak menjadi faktor pembatas atau air tersedia sesuai
kebutuhan (RSNI3 pembesaran lele di kolam terpal).
Kolam terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya
dibuat dari terpal. Kolam terpal dapat mengatasi resiko-resiko yang terjadi pada
kolam tanah maupun kolam beton. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam
ini adalah jenis terpal yang dibuat oleh pabrik dimana setiap sambungan terpal
dipres sehingga tidak terjadi kebocoran. Ukuran terpal yang di sediakan oleh
pabrik bermacam ukuran sesuai dengan besar kolam yang diinginkan. Pembuatan
kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan
yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan
atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif.
Untuk pembesaran di kolam terpal sebaiknya lokasi pembuatan kolam di
tempat yang teduh tetapi tidak berada dibawah pohon yang daunnya mudah

5
rontok, dapat memanfaatkan lahan pekarangan atau lahan marginal lainnya.
Namun bila budidaya dikembangkan dengan skala massa, harus tetap
memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya. Artinya, kawasan
budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan
pemerintah setempat.

Gambar 1. Kolam Terpal


b. Kolam Tanah
Kolam tanah ditujukan untuk ikan lele yang sudah tidak memerlukan tahap
pensortiran, yang sudah berumur antara 2 bulan keatas. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan treatment khusus kepada lele yang akan dijual, dimana situasi
mirip dengan keadaan alamiahnya, sehingga memaksimalkan pembesarannya.
Kolam budidaya yang digunakan berbentuk persegi panjang berukuran 4 m x 15
m x 1 m atau seluas 60 m2 tiap kolamnya, yang di dasarnya terdapat caren dan
catching area yang bertujuan untuk mempermudah pembudidaya dalam
pengeringan kolam serta pemanenan. Persiapan kolam pemeliharaan ikan lele
diawali dengan pengeringan air, pengangkatan lumpur kolam, pengeringan tanah
dasar (dibantu sinar matahari selama 3-5 hari), pengisian air kolam (tinggi air 1
m), dilanjutkan pemupukan air kolam (dengan memanfaatkan kotoran ayam
dengan dosis 30 kg/60 m2 atau 500 mg/L). Setelah pemupukan, kolam dibiarkan
selama 3 hingga 5 hari untuk menumbuhkan plankton yang digunakan sebagai
pakan awal ketika benih ditebar.

6
Gambar 2. Kolam Tanah
c. Kolam Semen
Dalam usaha pembesaran lele secara intensif memakai kolam semen
biasanya petakan kolam tidak perlu besar namun kecil-kecil dan berbeda dengan
tambak ikan,ukuran pada kolam pembesaran lele tersebut pada umumnya dengan
ukuran 9m2 sampai dengan 30m2 degan tujuan agar kolam mudah pengontrolan
air karena dalam budidaya lele tahap pembesaran secara intensif tersebut harus
benar dalam teknik pengolahan air.Yang dimaksud kolam semen tersebut bisa
diartikan memakai dinding tembok dan dasarnya juga memakai dinding bawah
atau dinding tembok dan dasar kolam tanah. Kolam pembesaran tersebut harus
punya pralon masuk air (inlet) dan pralon keluar air (outlet ) dan posisinya
terpisah untuk keperluan ganti air.
Dalam pembesaran lele ini sebaiknya tinggi tembok 120 cm dan air yang
disi maksimal ketinggian 100 cm atau 1meter karena ikan lele tidak mempunyai
sisik akan lebih baik kisaran 80 s/d 100cm. bisa dijabarkan sebagai berikut ;jika
dalam budidaya misalnya memakai ukuran bibit 5-7 cm gunakan air 50cm dulu
dengan kepadatan tebar mencapai 100-150 ekor /meter persegi jika kola 3x4 dapat
diisi 1200 ekor bibit sampai dengan 1800 ekor bibit dan dikasih air 50 cm saja.
Nantinya jika bertambah besar ukuran ikan maka ditambah air juga sampai panen
maksimal ketinggian air 100cm.

7
Dalam budidaya di kolam semen, harus dilakukan perawatan kolam yang
baik. Agar sirkulasi oksigen selalu baik dalam kolam, maka air harus diganti
secara berkala. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat lubang seukuran selang
pralon sebagai saluran pembuangan. Jangan lupa menutup pintu pembuangan
dengan jaring agar ikan tidak ikut keluar melalui saluran pembuangan tersebut.
Selain itu, kolam juga harus rutin dibersihkan agar kondisi kolam bisa tetap segar.
Keuntungan budidaya di kolam semen adalah lebih mudah membersihkan kolam,
lebih awet dan tidak mudah rusak atau bocor. Selain itu, kondisi air juga selalu
terjaga karena tidak bersentuhanlangsung dengan tanah.

Gambar 3. Kolam Semen


2.2. Teknik Budidaya Kolam Tradisional
A. Kolam Pemeliharaan Induk - Budidaya Ikan Lele Pembenihan
Tradisional
Kolam yang digunakan untuk pemeliharaan induk ikan lele tidak
disediakan secara khusus, tetapi hanya memanfaatkan kolam-kolam yang ada di
belakang rumah atau kolam comberan tempat penampungan air limbah rumah
tangga. Luas kolam yang digunakan disesuaikan dengan luas lahan. Biasanya,
tidak lebih dari 6 m².
Jumlah kolam induk sebanyak dua buah yang digunakan untuk
memisahkan induk ikan lele betina dan induk ikan lele jantan.
Sistem pengairan pada kolam induk hanya terdiri dari saluran pemasukan dan

8
saluran pembuangan. Air yang masuk ke kolam induk berasal dari air
pembuangan rumah tangga, seperti dari kamar mandi, bekas cucian alatalat dapur,
atau sewaktu-waktu memanfaatkan air hujan. Induk yang dipelihara tidak terlalu
banyak, hanya 1-2 kg/m² luas kolam. Pakan yang diberikan untuk induk umumnya
hanya sisa-sisa dapur, atau limbah peternakan (kotoran ayam) yang dibakar
terlebih dahulu. Ada pula petani yang memanfaatkan keong mas yang menjadi
hama tanaman padi dan daging bekicot yang diberikan setelah direbus atau
dicincangterlebihdahulu.
Induk yang akan dipijahkan telah memenuhi persyaratan untuk dipijahkan.
Kriterianya adalah sudah berumur minimal 1 tahun. Baik induk ikan lele betina
maupun induk ikan lele jantan yang digunakan tersebut, kondisinya telah matang
kelamin.
B. Pemijahan - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional
Pembuatan Kolam Pemijahan - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional
Pemijahan ikan lele bisa dilakukan di kolam tembok yang disediakan
secara khusus untuk pemijahan. Meskipun demikian, cara yang lebih murah
adalah memanfaatkan plastik terpal yang biasa digunakan untuk tenda. Plastik
terpal tersebut dibentuk menyerupai bak sehingga dapat menampung air. Caranva
dengan menyusun sejumlah bata atau batako di sekeliling pinggiran plastik
menyerupai tanggul. Ukuran kolam pemijahan, baik yang dari tembok maupun
plastik terpal tidak terlalu luas. Untuk 1 pasang induk ikan lele yang akan
dipijahkan, luasnya 2 m².
Sebelum digunakan, kolam pemijahan harus dibersihkan dan dikeringkan
terlebih dahulu beberapa hari. Maksudnya untuk mempercepat terjadinva proses
pemijahan. Selanjutnya, bak diisi air jernih dan bersih setinggi 50-60 cm. Jika air
yang digunakan tersebut kotor atau keruh, telur-telur ikan lele akan tertutup oleh
lapisan lumpur sehingga tidak bisa menetas.
Untuk tempat penempelan telur, di dalam kolam pemijahan harus
disediakan kakaban yang terbuat dari ijuk. Ukuran kakaban disesuaikan dengan
ukuran kolam pemijahan. Namun, ukuran yang biasa digunakan panjangnva 75-
100 cm dan lebarnya 30-40 cm. Sebagai patokan, untuk 1 pasang induk ikan lele
dengan berat induk betina 500 gram, dibutuhkan kakaban sebanyak 4 buah. Jika

9
kurang, dikhawatirkan telur yang dikeluarkan ketika pemijahan tidak tertampung
seluruhnya atau menumpuk di kakaban, sehingga mudah membusuk dan tidak
menetas.
C. Pelepasan Induk - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional
Setelah tempat pemijahan dipersiapkan, induk ikan lele jantan dan betina
ditangkap dari kolam induk dengan menggunakan waring (jaring yang bermata
kecil). Kemudian induk dilepaskan ke kolam pemijahan. Untuk satu kolam
pemijahan, jumlah induk yang dipijahkan cukup 1 pasang. Jika induk yang
dipijahkan lebih dari 1 pasang, dikhawatirkan selama proses pemijahan
berlangsung akan terjadi perkelahian antara induk-induk tersebut, sehingga proses
pemijahan tidak dapat berlangsung dengan sempurna. Di samping itu, kerugian
lainnya adalah induk yang terlibat perkelahian akan mengalami luka-luka dan
kondisinya lemah.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kondisi tubuh induk-induk ikan
lele yang akan dipijahkan harus telah memenuhi persyaratan standar. Persyaratan
tersebut di antaranva adalah harus matang kelamin dan berumur tidak kurang dari
1 tahun.
Ciri-ciri induk ikan lele betina yang telah siap untuk dipijahkan sebagai berikut.
1. Bagian perut tampak membesar ke arah anus dan jika diraba terasa
lembek.
2. Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar.
3. Jika bagian perut secara perlahan diurut ke arah anus, akan keluar
beberapa butir telur berwarna kekuning-kuningan dan ukurannya relatif
besar.
4. Pergerakannya lamban dan jinak.
Ciri-ciri induk ikan lele jantan yang telah siap untuk dipijahkan sebagai berikut.
1. Alat kelamin tampak jelas dan lebih runcing.
2. Warna tubuh agak kemerah-merahan.
3. Tubuh ramping dan gerakannya lincah.
Induk ikan lele jantan dan betina yang telah matang kelamin dilepaskan ke
dalam kolam pemijahan sekitar pukul 10.00 pagi. Agar induk ikan lele yang
sedang dipijahkan tidak meloncat keluar, bagian atas kolam pemijahan ditutup

10
menggunakan papan, triplek, atau bilah bambu. Induk akan berpijah pada malam
hari menjelang pagi hari, biasanya antara pukul 24.00-04.00.
Selama proses pemijahan berlangsung, secara bersamaan induk ikan lele
betina akan mengeluarkan telur dan induk ikan lele jantan mengeluarkan
spermanya. Pembuahan akan terjadi di luar tubuh induk atau di dalam air. Salah
satu kelemahan dari cara yang dilakukan petani ini antara lain ketidakpastian
induk untuk memijah. Kadang-kadang dalam satu malam, induk langsung
memijah, kadang-kadang pada malam kedua, bahkan sering kali ditemui induk
tidak mau memijah sama sekali walaupun telah dibiarkan di tempat pemijahan
selama beberapa malam. Ketidakpastian pemijahan tersebut disebabkan tingkat
kematangan induk dan persiapan tempat pemijahan atau manipulasi lingkungan
yang kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh induk ikan lele.
D. Penetasan Telur Ikan Lele
Pada hari yang bersamaan dengan persiapan pemijahan, kolam atau tempat
penetasan telur ikan lele harus dipersiapkan pula. Karena setelah proses pemijahan
selesai, telur-telur ikan lele yang menempel di kakaban harus segera dipindahkan.
Jika terlambat dipindahkan, dikhawatirkan telur-telur tersebut akan dimakan
kembali oleh induk-induknya.
Kolam penetasan yang biasa digunakan para petani adalah kolam yang terbuat
dari plastik terpal seperti halnya kolam pemijahan. Ukuran kolam penetasan harus
lebih besar daripada ukuran bak pemijahan, karena bak penetasan tersebut
sekaligus digunakan sebagai tempat perawatan atau pemeliharaan benih ikan lele
yang baru menetas (larva). Untuk seekor induk ikan lele betina yang beratnya 500
gram, luas kolam penetasan yang diperlukan sekitar 2 x 3 x 0,25 m.
Kolam penetasan dapat ditempatkan di samping atau di belakang rumah
tempat tinggal, asalkan tidak langsung terkena sinar matahari dan hujan. Kolam
yang berada di tempat yang langsung terkena sinar matahari atau air hujan, dapat
mengakibatkan benih ikan lele mengalami kematian karena berpotensi terjadi
perubahan suhu yang cukup drastis. Lahan yang akan digunakan untuk membuat
kolam penetasan berupa tanah atau tembok bekas dengan permukaan rata.

11
Pembuatan kolam penetasan telur pada budidaya ikan lele pembenihan ini
tidak terlalu sulit dilakukan dan biaya yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar.
Langkah-langkah pembuatan kolam penetasan sebagai berikut.
1. Membuat denah menyerupai kolam berbentuk empat persegi panjang
dengan panjang dan lebar yang telah ditentukan.
2. Di setiap sudut denah ditancapkan tiang berupa kayu atau bambu
dengan ketinggian 20-25 cm. Ketinggian ini disebabkan benih lele
yang baru menetas belum memerlukan ketinggian air yang dalam.
3. Agar kerangka tempat penetasan kuat, kerangka harus dipaku ke setiap
tiang.
4. Langkah selanjutnya adalah memasang plastik terpal sebagai tempat
penetasan telur. Plastik yang akan digunakan harus disesuaikan dengan
lebar kerangka. Plastik dipasang di bagian dalam kerangka dengan cara
mengikat tepi plastik ke kerangka bilah bambu. Setiap ikatan berjarak
25 cm. Hal ini dimaksudkan agar plastik dapat menahan kekuatan
masa air atau tekanan air yang akan mendesak ke luar kolam.
5. Ketinggian air dalam kolam penetasan antara 15-20 cm.
E. Pemeliharaan Larva - Budidaya Ikan Lele Pembenihan Tradisional
Kolam atau tempat penetasan telur sekaligus dijadikan sebagai tempat
pemeliharaan larva. Agar kegiatan pembenihan dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan, benih-benih ikan lele yang baru menetas harus dirawat atau dipelihara
dengan baik. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan
larva, yakni kualitas air tetap terjaga dengan baik dan pakan harus tersedia dalam
jumlah dan kualitas yang mencukupi. Karenanya penggantian atau penambahan
air harus dilakukan setiap 2 hari sekali atau tergantung dari kebutuhan dengan
melihat kualitas air yang ada di dalam kolam penetasan.
Benih ikan lele yang baru menetas sampai berumur 3 hari tidak perlu diberi
pakan tambahan. Hal ini disebabkan cadangan makanan di dalam tubuhnya yang
berupa kuning telur, masih tersedia. Pada hari keempat setelah menetas, benih
harus diberi pakan tambahan yang ukurannya disesuaikan dengan bukaan
mulutnya. Pakan tambahan yang paling cocok adalah pakan alami atau makanan
hidup berupa plankton. Salah satunya adalah kutu air atau yang lebih dikenal

12
dengan sebutan Daphnia sp. Di samping kutu air, pakan alami lain yang cocok
untuk benih ikan lele adalah cacing sutera.
Pemberian pakan dilakukan sesuai dengan kebutuhan, yakni dua kali sehari
pada pagi atau sore hari. Pakan tambahan berupa pakan alami lebih dianjurkan
karena memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pakan buatan. Selain itu,
pakan alami memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan mudah dicerna.
Sebaiknya dihindari pemberian pakan yang berlebihan. Tujuannya agar air tidak
tercemar.
Kutu air bisa diperoleh dari comberan atau tempat-tempat becek lainnya. Di
samping itu, kutu air bisa diperoleh dengan cara dikultur atau dibudidayakan pada
media tertentu. Kutu air yang ditangkap dari alam bebas menggunakan scop net
(serok/tangguk) halus, sebelum diberikan, harus dibersihkan dari kotoran dengan
cara mencucinya terlebih dahulu. Cacing sutera hanya bisa diperoleh dari saluran
pembuangan air atau comberan. Saluran air tersebut biasanya banyak
mengandung bahan-bahan organik berupa sisa-sisa buangan dari permukiman,
sehingga cacing sutera bisa hidup dengan baik.
Benih lele dipelihara selama 2-3 minggu, dan selanjutnya didederkan di kolam
tembok atau jaring apung (japung). Pemanenan benih dilakukan pada pagi atau
sore hari saat suhu masih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya stres pada benih. Benih yang ditetaskan menggunakan kolam plastik,
cara pemanenannya cukup praktis, yakni hanya dengan mengangkat beberapa
sudut dari plastik tersebut. Dengan cara ini, secara perlahan-lahan air di dalam
kolam pemeliharaan benih akan terbuang atau berkurang dan benih akan
berkumpul di salah satu sudut. Di sudut pembuangan dipasang scop net yang
berfungsi untuk menampung benih ikan lele yang terbawa aliran air. Selanjutnya
scop net diangkat dengan hati-hati dan benih ikan lele dipindahkan ke tempat
pendederan. Untuk setiap ekor induk yang beratnya sekitar 500 gram akan
diperoleh benih ikan lele sebanyak 10.000-15.000 ekor.

13
BAB III
KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan
Dari pembahasan yang diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaiknya
masyarakat lebih efektik melakukan budidaya tambak intensif dan semi intensif.
dari pada menggunakan budidaya tambak konversional. Karena, budidaya
konvensional ini biasanya dilakukan secara tradisional dengan menggunakan
teknik-teknik yang sering digunakan masyarakat lokal seperti pembuatan kolam
dengan sendiri, dan memberi makan ikan dengan cara membeli pelet itu sendiri
dan yang tak menarik dari budidaya konversional ini adalah masyarakat
melakukannya dibawah tempat pembuangan septic tank.
sebenarnya lebih mengguntungan dengan cara budidaya konvensional,
karena pembudidaya tidak banyak mengeluarkan modal untuk pakan, akan tetapi
membuat konsumen berfikir untuk mengkonsumsinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rusherlistyani, Sudaryati D,. Heriningsih S,. 2017. Budidaya Lele Dengan Sistem
Kolam Bioflok. Yogjakarta. LPPM UON VY.

Suwargana, Nana. 2002. Analisi Kesesuaian Lahan Tambak Konvensional


Melalui Uji Kualitas Lahan Dan Produksi Dengan Bantuan Data
Penginderaan Jauh dan Sig. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Wicaksana, satria Nawa,. Hastuti, S,. dan Arini, E. 2015. Perfoma Produksi Ikan
Lele Dumbo (Clarias Gariepenus) Yang Dipelihara Dengan Sistem
Biofilter Aquaponik Dan Konvensional. Journal Of Aquculture
Managemant And Technology. Vol 4 (4). Hal: 109 – 116.

https://carapetunjukbudidaya.blogspot.com/2013/06/budidaya-ikan-lele-
pembenihan-secara.html.

https://ukmkreatif.com/cara-ternak-ikan-lele/

15

Anda mungkin juga menyukai