Anda di halaman 1dari 13

PERANAN DENTAL RECORD DALAM IDENTIFIKASI FORENSIK

(Mohamad Syawal Nizam, Arham Jaya)

1. PENDAHULUAN

Memasuki era globalisasi ini, semakin marak terjadi kriminalitas, kecelakaan lalu lintas
dan bencana alam yang dirasakan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak akan
adanya catatan rekam medik gigi karena dari pengalaman pada saat bencana massal, ternyata
peran dokter gigi cukup penting dalam proses identifikasi korban mati, misalnya dalam kasus
bom Bali 2002, bom Mc Donald di Makassar pada tahun 2002, dan kasus bom Kedubes
Australia Oktober 2004. Berdasarkan pengalaman lapangan, identifikasi korban mati massal
melalui gigi-geligi mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang
(56% pada bom Bali 2002 dan 60% pada kecelakaan lalu lintas di Situbondo, Oktober 2003).
Seperti yang diketahui bahwa bencana merupakan kejadian yang mendadak, tak terduga dapat
terjadi pada siapa saja, dimana saja, kapan saja serta mengakibatkan kerusakan dan kerugian
harta benda, korban manusia yang relatif besar, baik mati maupun hidup.4

Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, maka manusia dipaksa untuk
menyesuaikan. Dalam penyesuaian ini ada hal-hal yang baik maupun yang buruk. Untuk hal-hal
yang baik tidak terlalu banyak masalah tetapi untuk yang merugikan menuntut perhatian yang
besar. Seperti misalnya adanya ancaman teroris beberapa waktu lalu.1

Korban serangan ini sangat banyak dan umumnya sulit untuk dikenali secara visual.
Sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam identifikasi. Selain itu korban juga sulit dikenali
bisa timbul akibat faktor manusia maupun alam. Untuk mengatasi hal seperti ini peran dokter
gigi sangatlah penting dalam mengungkap jati diri korban sesungguhnya.1

Selain berperan dalam menentukan identitas korban, dokter gigi dapat juga membantu
pihak kepolisian dalam mengungkap pelaku kejahatan. Sesuai dengan bidang maka dokter gigi
mengidentifikasi korban dengan melihat gigi geligi, karena gigi merupakan salah satu sarana
identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekaman data gigi dan rontgen foto gigi semasa
hidup di simpan secara baik dan benar.1
Kedokteran gigi forensik mulai dikenal pada saat terjadinya kebakaran hebat pada tahun
1897 di Le Bazar de La Chante Paris yang menewaskan 126 orang dimana sebagian besar dapat
di identifikasi dengan mengkombinasikan gigi yang ada dengan data ante mortem yang tercatat
dengan baik. Penggagas pemeriksa ini adalah Oscar Amoedo, oleh karena itu dianggap sebagai
Bapak dari kedokteran gigi forensik.1

Perlu kita ketahui bahwa peran dokter gigi sangat besar sekali dalam mengidentifikasi
baik untuk korban yang tidak dikenal maupun yang bisa dikenali. Untuk korban yang bisa
dikenali secara visual bagaimanakah sebenarnya peran dokter gigi. Seperti pada kejahatan yang
meninggalkan bekas gigitan maka dituntut untuk bisa membantu mengungkap pelaku baik itu
karena gigitan manusia atau bukan.1

Meskipun sebagai sarana identifikasi yang penting gigi juga memiliki kelemahan. Seperti
mayoritas masyarakat Indonesia jarang berobat ke dokter gigi dan dokter gigi pun belum tentu
melakukan pencatatan data gigi bahkan penyimpanan yang tertata baik. Akibatnya, ketika
diperlukan sebagai data pembanding jika terjadi suatu musibah, tidak dapat diperoleh data gigi
yang tepat.1

Salah satu contoh kasus kecelakaan pesawat terbang Silk Air di perairan sungai Musi
Palembang pada tanggal 19 desember 1997 dimana dalam waktu lima hari data ante mortem
medis dan gigi dari hamper seluruh penumpang dapt diperoleh dan diolah, sedangkan 23
penumpang Indonesia hanya satu data gigi penumpang yang dikirim oleh dokter gigi dari
Jakarta.1

Forensik odontology adalah salah satu metode penentuan identitas individu yang telah
dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan
karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan
tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan
terhadap perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat
dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar. Beberapa alasan dapat
dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi adalah sebagai berikut,
pertama karena gigi bagian terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organik dan
airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak,
terletak dalam rongga mulut yang terlindungi. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk
yang jelas dan masing-masing mempunyai lima permukaan.5

Ilmu gigi forensik adalah ilmu pengetahuan yang relatif baru yang memanfaatkan
pengetahuan dokter gigi untuk melayani sistem peradilan. Seluruh dunia, dokter gigi yang
memenuhi syarat dalam ilmu forensik memberikan pendapat ahli dalam kasus yang berkaitan
dengan identifikasi manusia, analisis bitemark, trauma kraniofasial dan malpraktik. Identifikasi
manusia sangat bergantung pada kualitas catatan gigi; Odontologists namun forensik masih bisa
berkontribusi untuk penyelidikan identitas dalam ketiadaan catatan gigi melalui profil orang
yang meninggal menggunakan fitur yang berhubungan dengan gigi.7

Dengan demikian Ilmu kedokteran gigi forensic adalah salah satu cabang ilmu dari semua
disiplin ilmu kedokteran gigi yang relatif belum berkembang di tanah air yang akhir-akhir ini
pula sosialisasinya mulai di galakkan dalam suatu penyelenggaraan penyebaran ilmu maupun
latihan-latihan keterampilan khususnya identifikasi forensic dentistry oleh departemen kesehatan
RI.3
Dalam identifikasi korban ketetapan data sangatlah bervariasi dan banyak korban yang
tidak bisa dikenali secara visual serta identifikasi lebih mudah dilakukan melalui gigi, maka
pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan telah mengadakan beberapa kali pelatihan di
bidang kedokteran gigi forensik antara lain di Bali pada tahun 2004 dan di Semarang pada 2005
mengenai Disaster Victim Identification.1

Data antemortem erat kaitannya dengan ilmu forensik, dimana data antemortem merupakan
data yang dicatat semasa hidup. Data antemortem biasanya berisikan identitas pasien, keadaan
umum pasien, odontogram (data gigi yang menjadi keluhan), data perawatan kedokteran gigi,
dan nama dokter gigi yang merawat. Selain itu, roentgenogram juga sangat penting untuk
dimiliki baik intra oral maupun ekstra oral. Pencatatan data antemortem telah terdapat pada buku
panduan serta format formulirnya yang diterbitkan DEPKES tahun 2004 dengan judul Standar
Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi yang di dalamnya terdapat formulir odontogram,
namun hingga kini buku tersebut belum dikenal seluruhnya oleh pelayan medik di tanah air.3

Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam


medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter
gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan
kesehatan.6

Seperti yang kita ketahui bahwa odontogram merupakan catatan yang berisi semua
informasi tentang gigi seseorang. Secara umum odontogram adalah suatu bentuk pemetaan gigi
yang didalamnya terdapat data gigi geligi dan kelainan-kelainannya dimana data tersebut dicatat
dalam kartu status gigi. Dimana odontogram memuat data tentang jumlahnya,bentuknya,
susunannya, dan lain-lain yang di tuangkan dalam bentuk gambar ataupun denah standar
mengenai keadaan gigi dalam mulutnya.

BAB 1: ODONTOLOGI FORENSIK

Ilmu kedokteran gigi forensic memiliki beberapa nama-nama sesuai dengan sumber yang
didapat yaitu : Forensic Dentistry, Odontology Forensik, dan Forensik Odontology.3
Pengertian ilmu kedokteran gigi forensic yaitu :
a. Menurut Arthur D. Goldman mengatakan bahwa ilmu kedokteran gigi forensic adalah
suatu ilmu yang berkaitan erat dengan hukum dalam penyidikan melalu gigi-geligi.
b. Menurut Dr. Robert Bj. Dorion mengatakan bahwa ilmu kedokteran gigi forensic
adalah suatu aplikasi semua ilmu pengantar tentang gigi yang terkait dalam
memecahkan hukum perdata dan pidana.
c. Menurut Djohansyah Lukman mengatakan bahwa ilmu kedokteran gigi forensic
adalah terapan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang berkaitan erat dalam
penyidikan demi terapan hukum dan proses peradilan.3
Kegunaan dan aplikasi pada ruang lingkup kedokteran gigi forensic dalam pelayanan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sipil ialah berbagai kecelakaan massal baik didarat, laut, udara, maupun gempa bumi
membutuhkan identifikasi korban yang mengalami destruksi fisik tahap lanjut,
malpraktek dan berbagai jenis penggelapan.
2. Criminal ialah identifikasi individu dari berbagai barang bukti yang berasal dari gigi
dan rongga mulut, seperti barang bukti gigi sendiri pada kasus-kasus perkosaan,
bunuh diri, atau pembunuhan, melalui analisis tanda gigitan (bite mark), rugoscopy,
cheiloscopy.
3. Penelitian.
Penelitian dan pelatihan odontologi foresik bagi dokter gigi yang bekerja di
universitas, bagian kriminologi dan kepolisian.

Kedokteran gigi forensic banyak terlibat dalam berbagai macam pelayanan identifikasi
individu, baik pelaku kriminalitas maupun bencana missal. Pada umumnya identifikasi individu
dilakukan dengan membandingkan data gigi geligi antemortem dan postmortem pada korban
mati dengan keadaan degradasi lanjut, maupun terbakar. Juga dilakukan perbandingan cetakan
gigi tersangka, dengan data pada bekas gigitan (bite mark) yang tertinggal pada korban.

Kedokteran gigi forensic memiliki ruang lingkup yang tidak lepas dari kelengkapan visum
et repertum, yaitu identifikasi melalui gigi geligi dan rongga mulut dari semua disiplin ilmu
kedokteran gigi antara lain identifikasi korban dan pelaku kejahatan melalui :
a. Sarana gigi dan rongga mulut.
b. Pola gigitan.
c. Analisis air liur yang terdapat di sekitar pola gigitan, maupun sisa makanan yang dimakan
oleh pelaku.
d. Identifikasi semua jenis penganiayaan yang berkaitan dengan semua disiplin ilmu
kedokteran gigi dengan aspek hukum serta perundang-undangan.
Data gigi pra kematian (Ante Mortem) adalah keterangan tertulis dan catatan atau
gabungan dalam kartu perawatan gigi (Dental Record) dilengkapi dengan keterangan dari
keluarga atau orang terdekat dengan korban mengenai keadaan gigi geligi korban. Sedangkan
Data gigi Post Mortem adalah hal-hal mengenai gigi-geligi yang ditemukan pada jenazah
korban.4

IDENTIFIKASI
Adapun kegunaan dari identifikasi ialah kebutuhan etis dan kemanusiaan terhadap
keluarganya, pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis, pencatatan identitas untuk
keperluan administrative (akte kematian) dan pemakaman, untuk pengurusan klaim asuransi,
pension, deposito, dan sebagi upaya awal dari suatu penyelidikan criminal.
Identifikasi forensic pada dasarnya terdiri dari 2 metode utama yaitu :
1. Identifikasi komparatif, yaitu apabila tersedia data post-mortem (pemeriksaan jenazah)
dan ante-mortem (data sebelum meninggal, seperti cirri fisik,pakain, identitas khusus dan
lain-lain), dalam suatu komunikasi yang terbatas.
2. Identifikasi rekonstruksi, yaitu apabila tidak tersedia data ante-mortem dan dalam
komunikasi yang tidak terbatas.

BAB 2: ODONTOGRAM

Odontogram adalah pemeriksaan terhadap seluruh keadaan gigi dan mulut pasien
dilakukan dan dicatatkan pada kunjungan pertama atau kesempatan pertama sehingga
memeberikan gambaran keadaan secara keseluruhan. Data ini di simpan penting untuk membuat
rencana perawatan kedokteran gigi secara menyeluruh, juga sangat berharga sebagai data untuk
keperluan identifikasi jika diperlukan sewaktu-waktu.4

Odontogram selalu di tempatkan pada bagian awal dari lembar rekam medik gigi.
Setelah data identitas pasien dan data keadaan umum pasien. Selanjutnya baru diikuti oleh
lembar data perawatan kedokteran gigi yang dilakukan.4
Setelah pengisian pertama maka pembuatan odontogram diulangi atau dilengkapi :
a. Setiap satu tahun
b. Setiap kedatangan untuk kontrol
c. Jika pasien akan pindah kota / dokter gigi, atau
d. Jika sebelum satu tahun sudah sangat banyak restorasi permanen yang dilakukan.4
Pada odontogram berisi data :
a. Tanggal pemeriksaan untuk odontogram
b. Gambar denah gigi ( odontogram)
c. Hubungan oklusi
d. Ada atau tidaknya torus palatines, Torus mandibularis
e. Type langit langit-langit mulut ( palatum ) : Dalam/Sedang/Rendah
f. Ada atau tidaknya gigi berlebih (super numerary)
g. Ada atau tidaknya Diastem Sentral
h. Adakah anomali atau ciri-cirinya.4

Untuk mendukung Departemen Kesehatan RI dalam hal ini Direktorat Jendral


Pelayanan Medik bersama-sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi baik Swasta maupun
pemerintah di seluruh Indonesia serta profesi-profesi terkait dan kepolisian Negara RI menyusun
Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran gigi dimana di dalamnya terdapat Odontogram.1

Setelah pengisian pertama, maka pembuatan odontogram ini dapat di ulangi atau di
lengkapi setiap satu tahun, setiap kedatangan atau control atau jika pasien akan pindah kota atau
dokter gigi serta dapat diperbaharui sebelum satu tahun apabila sudah sangat banyak restorasi
permanen yang dilakukan.1

Adapun pelaksanaan sosialisasi dilakukan melalui fakultas kedokteran gigi dan dalam
hal ini Rumah Sakit Gigi dan Mulut pendidikan yangmenwajibkan mahasiswa membuat rekam
medic sebelum mengerjakan pasien.1

TEKHNIK PENGISIAN ODONTOGRAM


Nomenklatur gigi dan odontogram disarankan menggunakan 2 digit dari FDI (Federation
Dentaire International/Interpol (International Police)). Gigi permanen dibagi menjadi 4
kuadran:
1. Angka 1, untuk rahang atas kanan
2. angka 2, untuk rahang atas kiri
3. Angka 3, untuk rahang bawah kiri
4. Angka 4, untuk rahang bawah kanan
Pada tiap kuadran gigi diberi angka 1 sampai 8 untuk gigi permanen.
Untuk memudahkan, maka pada saat pemeriksaan dalam mulut. dokter atau perawat cukup
membuat catatan ringkas dikertas terpisah pencatatan kedalam gambar odontogram dilakukan
kemudian berdasarkan catatan ringkas tadi. Jika dokter pemeriksa men’dikte’kan hasil pemeriksaan dan
perawatan membuat catatan ringkas maka pemeriksaan untuk odontogram ini dapat berlangsung cepat.
1. Pengisian gambar odontogram dilakukan dengan tanda-tanda seperti lampiran yang ada di
bawah ini :
No. Tanda-tanda keterangan
odontogram
1. Karies (karang gigi)

2. Gigi hilang /belum tumbuh

3. Sisa akar

4. Gigi gangrene

5. Gresi

6. Versi

7. Rotasi

8. D Diastema
9. AT Atrisi (kerusakan permukaan oklusal gigi)

10. MS Mesiodens (kelebihan tumbuh)

11. PM Paramolar

12. Tumpatan amalgam

13. Tumpatan sintetis

14. Inlay sintetis

15. Inlay logam

16. Mahkota / jaket

17. Mahkota logam

18. Jembatan

19. Gigi pasak

20. PD Protesa Sebagian

21. FD Protesa Penuh


22. Karang Gigi

23. S Staining

24. Y Gigi Pasak

25. 0 Impaksi

2. Pengisian data selanjutnya :



Occlusi : oklusi diklasifikasikan secara sederhana. Tidak perlu terlalu detil. Tujuan
memberikan gambaran umum yang cepat terlihat.

Torus palatines : cukup jelas.

Palatum : berpedoman pada kaca mulut No.5 setengah kaca mulut adalah palatum
sedang.

Supernumerary teeth : dilihat apakah ada mesiodents (kelebihan tumbuh), premolar
ketiga dan sebagainya. Jika ada, disebutkan jenis supernumerary dan letaknya.

Diastema : yang umum adalah central diastema. Jika ada diastema lain yang cukup
jelas, termasuk general diastema harap ditulis.

Gigi anomaly : misalnya pogshaped pada incisive kedua atas, micro-molar, gigi fusi,
dan sebagainya. Jika ada, di jelaskan dimana letaknya.

Lain-lain : dicatat cirri-ciri lain diluar yang telah disebut. Cirri-ciri tersebut yang
bersifat menetap / permanen dan dapat ditemukan sebagai cirri khas.

Tanggal pemuatan odontogram : ditulis kapan pemeriksaan dilakukan. Jika dilakukan
pemeriksaan kedua, maka dibuat odontogram baru dan odontogram yang lama dapat
dibuang, atau dipertahankan, namun diletakkan dibawah odontogram yang baru,
sehingga yang pertama terlihat adalah keadaan gigi-geligi yang terakhir dicatat.4

PETUNJUK PENGISIAN

1. kop (Nama,Alamat,tanggal) : Di isi lengkap nama, alamat dan telepon dokter gigi yang
memeriksa.
2. No. File : Di isi urut sesuai sistim administrasi klinik bersangkutan.
3. Data pribadi pasien : cukup jelas.

1. Data Medik Yang perlu Diperhatikan : Di isi data-data yang penting yang dapat
mempengruhi keputusan pemberian obat atau tindakan medis.
2. Tanggal Pencatatan data : Di isi tanggal data di isi jika terjadi perubahan data karena
pindah alamat misalnya, maka tanggal pencatatan data di ubah, atau formulir di isikan.
Formulir baru yang di letakkan di atas formulir data lama.

3. Odontogram : di buat pada saat pasien pertama kali datang sebagai pemeriksaan umum
didalam mulut. Pembuatan diulang pada saatpengontrolan kembali, setelah satu tahun
atau jika sudah terjadi banyak perubahan permanen pada gigi geligi. Odontogram lama
dapat di buang. Atau diletakkan dibawah odontogram baru. Cara pengisian odontogram :
lihat tekhnik pengisian odontogram.

GAMBAR DENAH GIGI ODONTOGRAM


Occlusi : Normal Bite / Cross Bite / Steep Bite
Torus Palatinus : Tidak Ada / Kecil / Sedang / Besar / Multiple
Torus Mandibularis : Tidak ada / sisi kiri / sisi kanan / kedua sisi
Palatum : Dalam / Sedang / Rendah :
Supermumerary teeth : Tidak Ada / Ada :
Diastema : Tidak Ada / Ada :
Gigi Anomali : Tidak Ada :
Lain – lain :
Tanggal Pembuatan :
Tanda Tangan

____________________

7. Lembar catatan perawatan : cukup jelas.


4
Tanggal gigi Keluhan/Diagnosa perawatan paraf
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahjuningsih E, Sucahyo B. Peran Dokter Gigi Dalam Identifikasi Forensik. Jurnal


kedokteran Gigi Agu 2006.(1);1-5.

2. Al-amad SH. Forensic Odontology. Smile Dental Journal. 2009.(1);22-23

3. Lukman D. Ilmu kedokteran gigi forensik ed 1. Jakarta : Sagung Seto; 2006, p.3-4
4. Quendangen A, Hamurwono BG, Sahelangi P, Rosita R, Suseno U, Lebang Y. Standar rekam
medic kedokteran gigi. Ed 2. Jakarta: Departemen kesehatan; 2007.

5. Julianti R. Peranan forensic odontologi dalam bencana massal. [serial online] 2008 nov;1(1):
[internet]. Available From: URL:http://www/cdc/gov/ncidoc/EID/eid.htm.accessed november
23, 2008.

6. Pratama R. Defenisi dan isi rekam medis. . [serial online] 2009 Feb;1(1):[internet]. Available
From: URL:http://www/cdc/gov/ncidoc/EID/eid.htm.accessed februari 25, 2009.

7. Lukman D. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik ed 2. Jakarta : Sagung Seto; 2006, p.1-3

Anda mungkin juga menyukai