Anda di halaman 1dari 2

NARATOR

Di sebuah rumah kecil tinggallah seorang ibu beserta anaknya. Siang itu, ibu sedang merapikan rumah dan
menyiapkan makan siang untuk anaknya.
AMEL : (Masuk ke rumah tanpa mengucapkan salam, meletakkan tas kemudian duduk)
IBU : “Kamu sudah pulang, Mel?”
AMEL : “Kalau Amel sampai di sini berarti Amel sudah pulang, Bu! Masa ibu tanya lagi sih.”
IBU : “Iya-iya… Ya sudah, sekarang kamu makan siang dan setelah itu kerjakan PR.”
AMEL : (Amel berdiri dan menghampiri meja makan. Ia membuka tudung saji dan kesal melihat
lauk yang disajikan ibunya. Ia banting tudung saja yang dipegangnya)
Empat hari lalu lauk makan kita tempe. Tiga hari lalu lauk makan kita tahu. Lusa lalu tempe
lagi. Hari ini tahu lagi.
Aaarrggghhh… (Sambil membuang piring berisi tahu)
IBU : (Mengambil tahu-tahu yang jatuh) Kita harus menghargai makanan Amel…
AMEL : Amel bosan dengan makanan yang ibu masak! Ibu selalu ingin Amel jadi anak pintar, tapi
untuk asupan makan Amel, ibu cuma bisa masak tempe dan tahu aja.
IBU : (Mendekati Amel dan menyentuh lengannya) “Untuk menjadi anak pintar tidak perlu makan
yang berlebihan, Mel. Kamu harus belajar dengan giat. Lagipula, tempe dan tahu juga
bergizi, Nak dan uang kita hany cukup untuk beli itu.”
AMEL : “Aaarrggghhh!” (Melerai tangan ibunya dengan kasar)
“Amel gak peduli! Amel gak mau makan kalau lauknya masih tempe atau tahu! “
IBU : “Ya sudah, kamu beli lauk di warteg Ibu Darma. Ini uangnya.” (Memberikan selembar uang
Rp10.000-an dan Amel pergi begitu saja)

NARATOR
Dalam perjalanan pulang dari warteg Ibu Darma, Amel bertemu Karis dan Cintia yang akan pergi ke Mall.
AMEL : “Kalian akan pergi ke mana?”
KARIS : “Kami akan ke mall dong, Mel. Mau main timezone dan makan-makanan enak.”
AMEL : “Wah… aku boleh ikut ya?”
CINTIA : “Ikut?!” (Wajah tak percaya) “Memangnya uang jajanmu cukup untuk ke sana? Setiap hari
saja kamu makan hanya tempe dan tahu hahahaha…”
KARIS : “Hahahaha… kok kamu tahu, Cin?”
CINTIA : “Iyalah… kan sudah jadi berita dalam acara arisan ibu-ibu di rumahku kemarin.”
AMEL : (Kesal) Aku punya uang jajan lebih kok dari ibu.
CINTIA : “Oh, ya?! Kita buktikan deh. Sekarang kau pulang dan minta uang jajan lebih dari ibumu.
Kita akan tunggu kamu di pos ronda itu. Tapi kalau kamu lama ya terpaksa kita tinggal.
(Menantang)
AMEL : “Oke!”
Terdapat keraguan dalam diri Amel. Tiba-tiba sesosok malaikat dan iblis berada di kanan dan kiri Amel.
AMEL : “Aku akan meminta paksa pada ibu agar aku bisa ikut mereka pergi.”
MALAIKAT : “Jangan, Amel. Itu tidak baik.”
IBLIS : “Lakukan saja, Amel. Itu akan membuatmu senang. Itu hal yang terpenting.”
MALAIKAT : “Tidak, Amel. Apalah artinya kesenangan jika kamu menyakiti ibumu sendiri. Kau akan
berdosa, Amel.”
IBLIS : “Ibumu adalah wanita yang baik. Dia pasti akan memaafkanmu jika kamu melakukan
kesalahan. Lagipula kau ini anak satu-satunya. Dia tidak akan tega menolak kehendakmu.”
MALAIKUT : “Kebaikan ibumu bukanlah alasan untukmu menyakitinya, Amel. Itu tidaklah benar.”
AMEL : “Sudah! Sudah! Aku sudah membuat keputusan. Pergilah kalian!”
IBLIS & MALAIKAT : (Pergi meninggalkan Amel)
NARATOR
Waktu Salat Zuhur sudah tiba sejak tadi. Ia bergegas wudhu dan melaksanakan salat. Ketika ia selesai salat,
Amel kembali dari warteg Bu Darma.
IBU : “Kamu sudah membeli lauknya, Mel?”
AMEL : “Amel makan di sana, Bu. Sekarang Amel mau main. Amel minta uang, Bu!”
IBU : “Lebih baik kamu salat dulu.”
AMEL : “Salatnya nanti deh, Bu. Sini uang jajan Amel!” (Memaksa)
IBU : “Iya-iya, sebentar…” (Ibu membuka dompet, mencari uang 2000-an)
AMEL : “Ah! Ibu lama nih!” (Amel merampas dompet dari tangan ibunya)
IBU : “Jangan, Mel. Mau kamu apakan dompet ibu?” (Amel mendorong ibunya)
AMEL : (Amel mengambil selembar uang 50.000-an dan melempar dompet ke hadapan ibunya)
IBU : “Mau kau apakan uang itu, Nak. Itu untuk modal ibu dagan besok.”
AMEL : “Ibu kan bisa berutang dulu di warung Pak Endang. Amel mau ke Mall bersama teman-
teman. Jadi, Amel butuh uang jajan lebih.”
IBU : “Kau tidak takut azab ALLAH, Mel?”
AMEL : “Hah?! Azab? Zeb-azeb-azeb kali, Bu. Hahahaha… “ (Amel pergi begitu saja setelah apa
yang dilakukan terhadap ibunya.)

NARATOR
Setelah puas bermain di Mall dengan menggunakan uang yang ia paksa ambil dari ibunya, Amel pulang sore
harinya. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Aji dan Mira.
AJI : “Mel, kau tidak berangkat mengaji?”
AMEL : “Aku baru pulang dari Mall nih. Capek!”
MIRA : “Ya Allah… Amel… Kamu main sampai sore begini. Bukankah lebih baik kau kerjakan PR
atau membantu ibumu. Kulihat beliau kesulitan membawa bahan-bahan makanan untuk
berdagang besok.”
AMEL : (Marah dan mendorong Mira) Hey, Mir!
AJI : (Membantu Mira) Apa yang dikatakan Mira benar, Mel.
AMEL : “Memang kalian ini siapa menasihatiku seperti itu. Jika ibuku mampu mengerjakannya
sendiri, aku tak perlu membantunya.”
AJI : “Kau tak taku kena azab ALLAH, Mel?”
AMEL : “Hah?! Apa?! Azab?! Yang aku tahu hanya zeb-azeb-azeb-azeb-azeb-azeb… (Sambil
bernyanyi seraya pergi)

NARATOR
Hari semakin sore dan langit semakin menghitam. Angin berlomba berlari-lari ke sana kemari. Kilat nampak
seperti sedang pemotretan. Mendadak Amel gelisah dengan keadaan itu. Angin lantas bermain-main di
sekitarnya.
AMEL : “Ada apa ini? Tidak! Tidak! Pergi! AAAARRGGHHHH!” (Suara petir besar terdengar dan
menyerang wajah Amel)
Tubuh Amel tergeletak tak berdaya di jalan menuju rumahnya. Ini adalah akibat untuknya yang tidak
menghormati orang tua dan kasar kepada teman-temannya. Azab ALLAH menyelesaikan hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai