. Silam : Jangan koba kau memancing-mancingku. Kau toh tidak akan berhasil
menunda kematianmu (MENGELUARKAN TALI PENGIKAT) Sekarang kau
serahkan kepadaku, kedua tanganmu itu.
Layang : Tidak. Kau tidak bias berbuat sewenang-wenang. Aku punya hak, untuk
menuntut kebenaran diriku Aku menuntut kematianku, dialas kebenaran,
bila hokum menyatakan aku bersalah. Namun diriku yang tak pernah
ternodai oleh siapapun, tak mau menghadapi kematian dengan caramu itu.
T. Silam : Sudah berulang kali kukatakan, aku tidak memerlukan hukum kerajaan
itu. Aku bukan warganya yang mau tunduk terhadap peraturan-
peraturan. Peraturan Kerajaan Banjar bagiku tidak lebih dari peraturan
pemerintah yang masih mencoba dan meraba-raba. Hukum dan
peraturanyang disusun selama ini, omong kosong.
Layang : Tidak
Adegan 2
P. Batur : Tumenggung
Zulekha : Dari jauh kudengar ada jeritan seorang wanita. Kemudian kami
cari. Ternyata jeritan itu adalah jeritan istrinya. Dia akan kau adili secara
keji ?
T. Silam : Tidak salah dugaannku Layang ! Kau tidak akan pantas untuk diampuni !
Kubunuh kau !
T. Silam : Tapi ini urusan saya. Urusan keluarga. Kenapa mesti Ratu campuri?
Zulekha : Saya seorang perempuan. Begitu enteng kau pandang kaum hawa.
Inilah sebabnya, mengapa persoalan pribadi kalian berdua ingin saya
tengahi. Ini disebabkan oleh karena terpanggilnya saya untuk
menempatkan posisi kaum hawa di tempat selayaknya. Selama ini,
mereka dianggap sebagai babu rumah tangga, mengurusi anak, tempat
tidur cuci piring mangkok, menanak nasi dan memijati suami. Cuma itu.
P. Batur : Tapi tidak semua lelaki seperti yang Ratuku sebutkan. Oleh karena itu
saya berani mengatakan bahwa si Putri Layang tidak akan mati terbunuh
oleh suaminya selagi saya masih ada.
Zulekha : Kerajaan ini kita punya Badan Pengadilan Agama. Dan persoalan kalian
berdua akan lebih bijaksana bila disidangkan dalam kerapata Qadi
Kerajaan disini. Ini berarti dihargainya kaum hawa oleh Tumenggung.
Tidak menghakimi sendiri ini bukan zamannya.
T. Silam : Tapi tahu apa kalian bedua tentang perasaan yang mendendam di hati
saya. Dan tahu apa kalian tentang perasaan seorang suami yang
dipermainkan oleh keserongan istrinya?
T. Silam : Tidak heran, kalau Pelanduk melupakan jerat. Tapi jerat tak akan
melupakan Pelanduk. Sudah umum kalau yang bersalah itu, tidak
merasa bersalah. Kadang-kadang ia merasa benar, sebab ia terhanyut
oleh kenikmatan itu, lalu melupakan dosa-dosanya. Dan dalam hal ini,
engkau berdosa Layang !
Layang : Aku tidak terima. Dan aku tidak rela. Kuminta agar kau menceraikan
aku.
T. Silam : Lalu setelah putri yang manis itu kucerai, kau langsung saja memasuki
bulan madu. Begitukah hai pahlawan sampai kaputing ? Engkau Batur,
benar-benar seorang laki-laki yang menggunting kain dalam lipatan.
P. Batur : Ini soal nama. Hei Tumenggung sudah sejauh mana kau sebarkan
kebohongan ini?
T. Silam : Bukan kebohongan, tapi jelas adalah kenyataan. Dan panglima tidak
usah kuatir kalau nama panglima kusebarkan. Tidak. Perbuatan jahat itu
cukup kalau kucatat sendiri. Namun sebagai tindakan yang sudah
masuk kupertimbangkan, ialah membunuh istriku Layang.
T. Silam : Tentu engkau jadi keberatan. Ini dapat dibenarkan, sebab kasih saying
kalian berdua sudah membabi-buta. Batur, kenanglah olehmu, bahwa
dengan perbuatanmu yang gila-gilaan dengan istriku Layang, bagiku
namamu itu bukanlah seorang pahlawan. Tapi engkau seorang
pengecut.
T. Silam : Musuh tidak kucari-cari dalam kerajaan ini. Tapi daripada Tumenggung
malu maka musuh yang menantangku, akan siap kulayani (SIAP)