Anda di halaman 1dari 17

RINGKASAN HASIL PENELITIAN kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masyarakat

tentang output dari suatu pelayanan kesehatan adalah apabila


NAMA : URSULA FLORENTIA OSSE/1507010059 mereka telah menerima obat setelah berkunjung di suatu
sarana kesehatan baik dokter praktek swasta, Poliklinik,
JUDUL : ANALISIS MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DI
Puskesmas maupun Rumah Sakit (Kepmenkes RI, 2004
INSTALASI FARMASI RSUD DR.HENDRIKUS
dalam Ndihi, 2018).
FERNANDEZ LARANTUKA
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan
JURUSAN : ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN yang merupakan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi
utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
PEMBIMBING : 1. Dr. Serlie K. A. Littik, SP., MKM penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Salah satu
kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
2. Tadeus A. L. Regaletha, S.Si.,Apt.,M.Kes kesehatan yang bermutu yaitu pelayanan kefarmasian.
PENGUJI : Dr. Muntasir, S.Si., Apt.,M.Si Instalasi farmasi rumah sakit merupakan suatu bagian dari
fasilitas di rumah sakit, yaitu tempat/bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
(Permenkes, 2014).
BAB I Peraturan menteri kesehatan RI No. 72 tahun 2016
PENDAHULUAN tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
1.1 Latar Belakang tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian, mengharuskan rumah sakit untuk
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi
meningkatkan mutu secara bertahap agar menjadi lebih
fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit
efektif dan efisien bagi pasien, keluarga maupun masyarakat.
atau kecacatan. Sehat diwujudkan dengan berbagai upaya,
Rumah sakit umum dr. Hendirkus Fernandez adalah
salah satunya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
satu-satunya rumah sakit umum milik Pemerintah Daerah
(WHO, 2015). Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap
Kabupaten Flores Timur. Berdasarkan data dari rumah sakit,
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
jumlah kunjungan pasien di tahun 2016 untuk rawat inap
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
sebanyak 4.257 jiwa dan untuk rawat jalan sebanyak 11.464
kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok dan
jiwa, jumlah kunjungan pasien di tahun 2017 untuk rawat
masyarakat.
inap sebanyak 3.841 jiwa dan untuk rawat jalan sebanyak
Obat merupakan salah satu material yang tidak dapat
14.225 jiwa, jumlah kunjungan pasien di tahun 2018 untuk
tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Dengan pemberian
rawat inap sebanyak 4.439 jiwa dan untuk rawat jalan
obat, maka diharapkan penyakit yang diderita oleh pasien
sebanyak 17.123 jiwa, dan jumlah kunjungan per Januari-
dapat sembuh. Disamping itu karena obat merupakan
Maret 2019 untuk rawat inap berjumlah 1.296 jiwa dan Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.
untuk rawat jalan berjumlah 4.984 jiwa. Banyaknya jumlah Hendrikus Fernandez Larantuka”.
pasien di RSUD dr. Hendrikus Fernandez baik itu di unit 1.2 Rumusan Masalah
rawat inap maupun di unit rawat jalan secara otomatis
membuat kebutuhan akan obat juga meningkat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Survey awal peneliti dengan 5 orang pasien di RSUD “Bagaimana Pengelolaan Manajemen Logistik Obat di
dr. Hendrikus Fernandez, saat diwawancara ke lima pasien Instalasi Farmasi RSUD dr. Hendrikus Fernandez
merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan di Larantuka”.
instalasi farmasi karena waktu tunggu pengambilan obat
1.3 Tujuan
yang terlalu lama dan stok obat yang kosong. Akibat obat
a. Tujuan Umum
yang kosong pasien terpaksa untuk membeli obat yang
Diketahuinya pengelolaan manajemen logistik
mereka butuhkan ke apotek-apotek di luar rumah sakit yang
obat di Instalasi Farmasi RSUD dr. Hendrikus
harganya bahkan jauh lebih mahal.
Fernandez Larantuka.
Masalah kekosongan obat dan lama waktu tunggu
b. Tujuan Khusus
didukung dengan pernyataan Kepala Instalasi Farmasi RSUD
1) Mengetahui pemilihan obat di instalasi farmasi
dr. Hendrikus Fernandez Larantuka, yang mengatakan
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka
terdapat 50 jenis obat yang kosong. Faktor penyebab
2) Mengetahui perencanaan obat di instalasi farmasi
kekosongan obat adalah saat proses pengadaan, obat yang
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka
dipesan tidak datang tepat waktu karena pembayaran obat
3) Mengetahui pengadaan obat di instalasi farmasi
pada pemesanan lalu belum lunas. Selain itu, proses
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka
penyimpanan obat juga belum memadai, dimana ada jenis
4) Mengetahui penerimaan obat di instalasi farmasi
obat yang berbeda tetapi diletakkan pada rak penyimpanan
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka
yang sama, hal ini membuat saat pendistribusian obat,
5) Mengetahui penyimpanan obat di instalasi
petugas apotek keliru dan mengatakan obat kosong. Kepala
farmasi RSUD dr. Hendrikus Fernandez
Instalasi Farmasi juga mengatakan selain masalah kehabisan
Larantuka
obat, lamanya waktu tunggu pengambilan obat, masalah
6) Mengetahui pendistribusian obat di instalasi
yang juga dihadapi di RSUD dr. Hendrikus Fernandez adalah
farmasi RSUD dr. Hendrikus Fernandez
tumpukan obat kadaluarsa di gudang penyimpanan yang
Larantuka
terlalu banyak. Hal ini dikarenakan belum pernah terjadinya
7) Mengetahui pemusnahan dan penarikan obat di
penghapusan obat di RSUD dr. Hendrikus Fernandez.
instalasi farmasi RSUD dr. Hendrikus Fernandez
Berdasarkan uraian tersebut maka dipandang perlu
Larantuka
untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
8) Mengetahui pengendalian obat di instalasi 7. Kerangka Konsep
farmasi RSUD dr. Hendrikus Fernandez
Larantuka
9) Mengetahui administrasi obat di instalasi farmasi Pemilihan Perencanaa
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Administrasi n
1.4 Manfaat Penelitian Pengadaan
a. Bagi Instansi Terkait
b. Bagi Fakultas Manajemen
c. Bagi Peneliti Lain Pengendalian Obat
Penerimaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .
Pemusnahan
1. Tinjaun Umum Tentang Rumah Sakit dan Penarikan Penyimpanan
2. Tinjauan Tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pendistribusian
3. Tinjauan Tentang Manajemen
4. Tinjauan Tentang Manajemen Logistik
5. Tinjauan Tentang Manajemen Logistik Obat BAB III
6. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti METODE PENELITIAN
Manajemen obat di instalasi farmasi rumah sakit 1. Jenis Penelitian
merupakan salah satu aspek yang menentukan untuk Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
suksesnya program pengobatan secara rasional di rumah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
sakit, serta merupakan aspek penting karena kualitatif digunakan untuk memperoleh data yang mendalam.
ketidakefektifannya dan ketidakefisiennya akan memberi Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dari gambaran
dampak negatif terhadap rumah sakit, seperti biaya yang ada bukan berupa nomor/angka (Rukajat, 2018).
operasional rumah sakit dan keberhasilan manajemen obat di
suatu rumah sakit secara keseluruhan (Kemenkes RI, 2010).
Proses pelaksanaan manajemen obat akan berjalan secara
efektif dan efisien bila dalam proses tersebut selalu 2. Lokasi dan Waktu Penelitian
dijalankan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum yang ditetapkan
Daerah (RSUD) dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. b. Jumlah
Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan kebutuhan obat
November-Desember 2019. c. Proses
perencanaan
3. Informan Penelitian d. Berapa kali
Informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 6 dalam setahun
orang informan. dilakukan
perencanaan
4. Definisi Operasional e. Dari mana
anggarannya
No Definisi Instrumen Cara f. Kendala yang
Variabel
. Operasional Penelitian Pengukuran dihadapi dan
1. Pemilihan Kegiatan untuk Panduan Wawancara solusinya
menetapkan jenis Wawancara mendalam 3. Pengadaan Kegiatan untuk Panduan Wawancara
obat sesuai dengan merealisasikan Wawancara mendalam
kebutuhan. kebutuhan yang
2. Perencanaan Kegiatan yang Panduan Wawancara telah direncanakan
dilakukan untuk Wawancara mendalam dan disetujui.
menentukan jenis, a. Proses
jumlah, dan harga pengadaan yang
obat yang dilakukan
dibutuhkan sesuai b. Jenis dan
dengan pola jumlah obat
penyakit dan c. Pemesanan
kebutuhan ulang
pelayanan d. Penentuan
kesehatan. waktu
a. Tim pengadaan
perencanaan e. Kendala yang
dan rencana dihadapi dan
operasional solusinya
4. Penerimaan Kegiatan yang Panduan Wawancara penyimpanan
dilakukan untuk Wawancara mendalam obat
menerima obat d. Solusi untuk
yang telah mengatasinya
diadakan sesuai 6. Pendistribusi Kegiatan untuk Panduan Wawancara
dengan aturan an menyalurkan obat- Wawancara mendalam
kefarmasian. obatan dari gudang
a. Proses ke apotek
penerimaan pelayanan.
b. Sesuai dengan a. Proses distribusi
standar obat rawat jalan
kefarmasian b. Proses distribusi
yang ditetapkan obat rawat inap
c. Kendala yang c. Kendala yang
dihadapi dan dihadapi dan
solusinya solusinya
5. Penyimpana Kegiatan untuk Panduan Wawancara 7. Pemusnahan Kegiatan Panduan Wawancara
n melakukan Wawancara mendalam dan pembebasan obat Wawancara mendalam
pengurusan dan observasi Penarikan dari
penyelenggaraan pertanggungjawaba
dan pengaturan n sesuai peraturan
obat di dalam dan perundang-
ruang undangan yang
penyimpanan. berlaku.
a. Penyusunan a. Proses
obat di dalam pemusnahan
gudang dan penarikan
b. Penyusunan b. Pihak yang
obat di lemari terlibat
c. Faktor-faktor didalamnya
yang c. Sesuai prosedur
mempengaruhi atau tidak
d. Kendala yang Data sekunder data rekap pemakaian obat
dihadapi dan bulanan, Laporan Pemakaian dan Lembar
solusinya Permintaan Obat (LPLPO).
8. Pengendalian Kegiatan dalam Panduan Wawancara b. Instrumen Penelitian
menjaga Wawancara mendalam Instrumen pengumpulan data yang digunakan
ketersediaan obat. dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, alat
a. Kelebihan dan perekam dan foto.
kekurangan obat 6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
b. Jenis obatnya Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan
c. Solusi yang data melalui editing dengan menulis kembali data hasil
harus dilakukan wawancara yang diperkuat dengan observasi dan telaah
9. Administrasi Kegiatan untuk Panduan Wawancara dokumen. Setelah itu, data dianalisis dengan
mengembangkan, Wawancara mendalam membandingkan hasil yang didapat dengan kepustakaan
memelihara dan kemudian disajikan dalam bentuk naratif.
mengendalikan
ketersediaan obat. BAB IV
a. Pencatatan dan HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaporan 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
b. Administrasi Perbatasan wilayah kerja RSUD Larantuka sebagai
Keuangan berikut: sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan
c. Administrasi Sarotari, sebelah Selatan berbatasan dengan Selat
Penghapusan Gonzales, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan
Weri, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan
5. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian Tanjung Bunga. Wilayah kerja RSUD dr. Hendrikus
a. Teknik Pengumpulan data Fernandez Larantuka meliputi 19 kecamatan. Luas
1) Data Primer bagunan RSUD Larantuka berkisar 30.830 m2.
Data primer data wawancara dan observasi
secara langsung di tempat penelitian. 2. Situasi Sarana Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah Larantuka merupakan
rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Flores Timur
dengan tipe D. Puskesmas yang ada di wilayah kerja
2) Data Sekunder RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka berjumlah
dua puluh satu (21) dan puskesmas pembantu berjumlah Proses pemilihan obat yang akan dipesan di RSUD
empat puluh (40). Selain Puskesmas dan Pustu juga dr. Hendrikus Fernandez Larantuka merujuk pada
dikembangkan Polindes yang berjumlah 84 dan Apotek pengalaman pengobatan tahun lalu, pengalaman
berjumlah tiga belas (13). pemakaian obat-obatan yang lalu oleh dokter,
3. Situasi Tenaga Kesehatan pengusulan obat baru serta bisa dilihat pada e-katalog
Jumlah tenaga kerja kesehatan di RSUD Larantuka berdasarkan formularium nasional dan formularium
tahun 2019 berjumlah 322 orang. rumah sakit yang dipakai. Hal ini dapat dibuktikan
4. Gambaran Umum Informan Penelitian dengan hasil wawancara sebagai berikut:
Pendidikan Satus “Pengalaman pengobatan yang lalu, pemakaian obat
No Informan Umur Jabatan
Terakhir Pekerjaan dokter-dokter kemarin, dokter baru
Kepala mengusulkan”(Informan 3)
1 ISE 47 Th Instalasi Apoteker PNS “Pemilihan obat lihat e-katalog berdasarkan fornas
Farmasi dan formas”(Informan 5)
Pejabat Hal ini sejalan dengan penelitian Nurlinda, dkk
Pembuat (2017), pemilihan obat harus disesuaikan dengan
2 AAH 46 Th Apoteker PNS formularium rumah sakit yang berdasarkan formularium
Komitmen
(PPK) nasional.
Bendahara RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka sudah
Sediaan memiliki formularium rumah sakit sendiri. Hal ini
3 FRR 34 Th D3 Farmasi PNS dibuktikan dengan hasil wawancara sebagai berikut:
Farmasi dan
BMHP “Ada formularium khusus yang kita pakai
Staf Gudang disini”(Informan 1)
4 GMST 43 Th Apoteker PNS “mencakup obat yang masuk dalam Fornas juga
Farmasi
5 EK 44 Th Staf Apotek D3 Farmasi PNS obat-obat yang diluar Fornas yang memang
6 KEE 40 Th Staf Apotek D3 Farmasi PNS dibutuhkan oleh rumah sakit”(Informan 2)
5. Gambaran Hasil dan Pembahasan Hal ini berbanding dengan penelitian yang dilakukan
1). Pemilihan oleh Mongi dan Grace (2015), dimana IFRSAD R. W.
Hasil penelitian diketahui bahwa RSUD dr. Mongisidi Manado belum memiliki formularium rumah
Hendrikus Fernandez Larantuka memiliki tim pemilihan sakit sendiri.
khusus yaitu Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang
tergabung dari perwakilan dokter, farmasi dan perawat 2). Perencanaan
di rumah sakit.
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tidak kurang lebih 4 bulan tambah lagi sekitar 20%
memiliki tim perencanaan khusus. Perencanaan seffing”(Informan 5)
dilakukan oleh kepala instalasi farmasi sendiri. Petugas Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
gudang memberikan data terkait pemakaian obat, data Malinggas, dkk (2015), perencanaan obat untuk tahun
tersebut kemudian diberikan kepada kepala farmasi. Hal berikutnya atau periode berikutnya dengan mengikuti
ini dapat dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut: pemakaian tahun atau periode yang lalu kemudian
“tim perencanaan itu untuk satu tim khusus tidak menambahkan 10-20% buffer stock. Di rumah sakit
ada, tapi itu merupakan bagian dari tanggungjawab Zahirah, gudang farmasi harus menambahkan stok
instalasi farmasi”(Informan 5) pengaman (buffer stock) sebesar 10-20% pada setiap kali
Penelitian yang dilakukan oleh Satrianegara, dkk melakukan perencanaan dan pengadaan obat, hal ini
(2018), diperoleh bahwa belum ada tim khusus untuk dilakukan untuk mengantisipasi kelonjakan permintaan
perencanaan obat di RSUD Lanto Daeng Pasewang. kebutuhan persediaan obat (Utari, 2014).
Perencanaan obat di instalasi farmasi dilaksanakan oleh Perencanaan kebutuhan obat di RSUD dr. Hendrikus
kepala instalasi dan bagian manajemen pada kantor Fernandez Larantuka dilakukan secara tahunan dengan
RSUD Lanto Daeng Pasewang melalui laporan dari melihat pemakain tahun sebelumnya. Informan
penanggungjawab gudang. mengatakan perencanaan yang dilakukan di rumah sakit
Kebutuhan obat di RSUD dr. Hendrikus Fernandez jika kurang biasanya diakhir bulan Oktober ada
Larantuka dari tahun ke tahun ada yang sama ada juga perubahan anggaran dari pemerintah saat itu rumah sakit
yang tidak sama. pengadaan obat yang dilakukan di baru akan membuat perencanaan lagi. Data untuk
rumah sakit masih menggunakan metode konsumsi perencanaan diperoleh dari kartu stok penerimaan
berdasarkan pemakaian kebutuhan obat, dimana rata-rata barang, kartu stok pengeluaran obat dan saldo akhir
pemakaian dalam satu tahun ditambah dengan stok penggunaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan
pengaman kurang lebih empat bulan ditambah dengan wawancara sebagai berikut:
10-20% seffing. Hal ini dapat dibuktikan dengan “Data dari kartu stok seperti kartu stok penerimaan
wawancara sebagai berikut: obat, pengeluaran obat, saldo akhir, data disalurkan
“Kalau kebutuhan obat itu tiap tahun hampir sama, kebagian perencanaan yang membuat daftar
dilihat pada kebutuhan tahun yang kemarin ditambah kebutuhannya”(Informan 1)
dengan kita biasanya ada stok “untuk pemesanan obatnya itu kan nanti kita
pengamannya”(Informan 1) berdasarkan pemakaian obat yang tahun
“metode konsumsi, rumus rata-rata penggunaan lalu”(Informan 6)
dalam 1 tahun ditambah dengan stok pengaman Penelitian yang dilakukan oleh Satrianegara, dkk
(2018), diperoleh penentuan jumlah kebutuhan obat di
instalasi farmasi RSUD Lanto Daeng Pasewang Penelitian yang dilakukan oleh Sumangkut dan
berdasarkan obat yang akan habis, stok obat yang Jansen (2014), pengadaan secara e-purchasing dilakukan
terakhir, pemakaian periode lalu dan berdasarkan secara langsung kepada penyedia barang, pengadaan
permintaan dokter. seperti ini untuk mempermudah petugas dalam
Hasil penelitian diketahui anggaran untuk belanja melakukan pemesanan barang kepada penyedia barang.
obat di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka Hasil penelitian menunjukkan pengadaan obat di
berasal dari dana daerah. Anggaran tersebut bisa sama RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka dilakukan
bisa berbeda sesuai dengan anggaran daerah. Hal ini satu kali dalam setahun. Informan juga mengatakan
dapat dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut: tidak menutup kemungkinan jika pada akhir tahun
“Anggaran belanja biasanya berasal dari APBD dilakukan pengadaan lagi karena ada perubahan
(Informan 2) anggaran dari pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan
”Dana anggaran bisa sama bisa berbeda sesuai dengan wawancara sebagai berikut:
dengan anggaran daerah”(Informan 5) “Satu kali, biasanya di rumah sakit pemerintahan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh ada anggaran perubahan. Kalau ada anggaran
Suryatini, dkk (2016), mengatakan hal-hal yang harus perubahan itu dua kali pengadaannya”(Informan 1) 
diperhatikan dalam perencanaan yaitu alokasi dana yang “pengadaan untuk 1 tahun biasanya 2 kali. Untuk 1
tersedia, harga peritem dan penentuan berapa besar serta tahun biasanya ada pengadaan untuk pagu pertama
kapan pemesanan dilakukan. biasanya juga dengan pengadaan diperubahan
3). Pengadaan anggaran”(Informan 2)
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka memiliki Penelitian yang dilakukan oleh Hasratna (2016),
tim khusus dalam melakukan pengadaan obat yang diketahui pengadaan persediaan obat di instalasi farmasi
disebut PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Informan RSUD Kabupaten Muna dilakukan satu kali dalam
mengatakan pengadaan dilakukan berdasarkan hasil setahun dan dilaksanakan setiap akhir tahun.
perencanaan yang telah dibuat oleh pihak gudang lalu Hasil penelitian menunjukkan jenis dan jumlah obat
diserahkan kepada kepala farmasi kemudian diteruskan setiap kali dilakukan pengadaan di RSUD dr. Hendrikus
kebagaian PPK untuk dilakukan pembelanjaan. Fernandez Larantuka tidak selalu sama karena pihak
Pengadaan dilakukan berdasarkan hasil perencanaan instalasi melihat kembali pemakaian obat sebelumnya.
yang telah dibuat serta dilakukan dengan sistem e- Informan mengatakan obat yang diadakan instalasi
purchasing dan sistem tender. farmasi tidak semua terpakai dalam pelayanan, ini
“Disini yang melakukan pengadaan logistik itu menjadi acuan bagi bagian pengadaan untuk
bagian PPK. Mereka yang punya keputusan kalau dipertimbangkan dalam pemesanan berikutnya.
untuk pengadaan”(Informan 4)
Penelitian oleh Heru dan Okky (2016), dimana proses menerima atau belum mendapat suplai obat dari
pengedaan obat di RSUD Kabupaten Sukoharjo dimulai pabrikan”(Informan 5)
dengan mengajukan terlebih dahulu penggunaan Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2017),
anggaran yang telah diusulkan oleh bagian perencanaan kendala yang paling sering terjadi dalam melakukan
IFRS dan disetujui oleh panitia anggaran kepada Pejabat pengadaan adalah distributor terlambat dalam
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kemudian ke Pejabat mendistribusikan obat ke rumah sakit atau obat yang
Pembuat Komitmen (PPKOM) yang akan dibantu oleh dipesan tidak ada atau kosong dari distributor, sehingga
unit perencanaan perbekalan farmasi di IFRS untuk harus memesan ke distributor lain atau pembelian cito ke
meninjau ulang daftar perbekalan farmasi yang akan apotek luar yang dilakukan oleh pihak gudang.
diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang 4). Penerimaan
akan dibeli dan menyesuaikan dengan situasi keuangan. Hasil wawancara menunjukkan penerimaan dan
Setelah semuanya disetujui lalu bagian Unit Layanan pemeriksaan barang yang datang di instalasi farmasi
Pengadaan (ULP) akan memilih metode pengadaan, RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka dilakukan
memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, oleh panitia penerimaan dan pemeriksaan barang sesuai
mengeluarkan surat pesanan dan memantau pengiriman dengan SP (Surat Pesanan) yang diberikan oleh pihak
barang. PPK dengan melihat masa kadaluarsa barang, jumlah
Ketepatan waktu pengadaan obat di instalasi farmasi dan jenis barang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka terkadang wawancara sebagai berikut:
tidak tepat waktu. Hal ini disebabkan karena stok obat “Kalau penerimaan ada panitia. Tim itu namanya
didistributor yang kosong akibatnya terjadi panitia penerimaan dan pemeriksaan obat”(Informan 1)
keterlambatan dalam pengadaan obat. “panitia pemeriksa akan periksa baru diserahkan
Kendala yang paling sering terjadi yakni terkait lagi ke gudang farmasi”(Informan 3)
keterbatasan stok obat di PBF. Informan mengatakan Penelitian yang dilakukan oleh Malinggas, dkk
kadang pihak PBF belum melakukan produksi serta PBF (2015), diperoleh semua informan mengatakan bahwa
belum menerima atau belum mendapatkan suplai obat obat-obatan yang dipesan sebelum dimasukkan di
dari pabrik. Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara gudang farmasi, diterima oleh panitia penerimaan barang
sebagai berikut: untuk melihat kesesuaian jenis, jumlah, expired date,
“Kendala mungkin stok obatnya di PBF terbatas, serta faktur yang ada untuk menjadi dokumen pegangan
belum produksi di pabrik jadi kadang lama kita oleh instalasi farmasi dan panitia penerimaan barang.
tunggu obat datang”(Informan 4) Berdasarkan hasil wawancara terdapat kendala yang
“kita sudah melakukan kontrak dengan penyedia tapi dihadapi ketika melakukan penerimaan obat di RSUD
penyedia yang ditunjuk dari pabrikan belum dr. Hendrikus Fernandez Larantuka. Pertama, barang
masuk ke rumah sakit tidak sesuai dengan surat pesanan. ini digunakan agar mempermudah petugas dalam
Kedua, ada barang yang rusak selama dalam perjalanan. pengambilan obat-obatan dan menjaga mutu obat.
Ketiga, barang yang datang terkadang diluar jam kerja. Informan mengatakan penataan obat pada lemari
Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara sebagai penyimpanan menggunakan metode FIFO dan FEFO
berikut: yang disusun berdasarkan kelas terapi dan abjad.
“kendala misalkan barang yang masuk tidak sesuai Dimana sediaan tablet akan dipisahkan dari sediaan
dengan pesanan, tidak sesuai faktur yang dikirim oleh sirup, injeksi, obat keras dan obat narkotika. Hal ini
PBF, ada barang-barang yang rusak didalam dapat dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut:
perjalanan”(Informan 1) “Penempatan obat berdasarkan abjad supaya lebih
“Yang jadi kendala obatnya masuk tengah malam, mudah diambil, berdasarkan kemasan, metode FEFO,
petugas panitia bekerja tidak sampai malam”(Informan FIFO, yang diutamakan itu yang FEFOnya itu expired
2) duluan kita keluarkan duluan”(Informan 1)
5). Penyimpanan “kalau kita disini sesuai dengan kelas terapinya,
Hasil wawancara menunjukkan proses penyimpanan abjadnya”(Informan 4)
obat di instalasi farmasi RSUD dr. Hendrikus Fernandez Penelitian yang dilakukan oleh Yasli (2015), dimana
Larantuka dilakukan berdasarkan abjad dan stabilitas hasil observasi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
sediaan dengan menggunakan metode FIFO dan FEFO. dr. M. Djamil Kota Padang diperoleh obat disusun
Informan juga mengatakan penyimpanan dilakukan berdasarkan abjad, diberi nama dan jenis, diberi kode
sesuai dengan persyaratan obat. Hal ini dapat dibuktikan atau angka, obat khusus seperti obat narkotika
dengan wawancara sebagai berikut: diletakkan ditempat yang berbeda. Ini sejalan dengan
“obat datang kita terima abis kita simpan, simpan penelitian Mongi dan Grace (2015), diketahui
berdasarkan stok lama, stok baru tapi kita lihat dulu penyimpanan obat di IFRSAD R. W. Mongisidi Manado
yang FIFO FEFO (Informan 2) menggunakan metode First In First Out (FIFO) dan
“disimpan berdasarkan alfabetis juga disimpan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan disusun
berdasarkan suhu. obat yang termolabil, disimpan di rak lemari berdasarkan alfabet.
dalam suhu khusus contohnya vaksin”(Informan 5) Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang
Penelitian yang dilakukan oleh Sheina dan Umam mempengaruhi penyimpanan persediaan obat di RSUD
(2010), menyebutkan bahwa penyimpanan dan dr. Hendrikus Fernandez Larantuka yaitu ruangan
penyusunan obat di gudang instalasi farmasi RS PKU penyimpanan yang belum memenuhi standar. Informan
Muhammadiyah Yogyakarta Unit I menggunakan mengatakan ruangan penyimpanan yang ada di instalasi
metode FIFO dan FEFO dan berdasarkan abjad. Metode farmasi belum tercukupi, gudang penyimpanan obat
masih petak-petak, ada plafon yang sudah runtuh serta
keterbatasan kulkas dan keterbatasan lemari “Kalau pendistribusian logistik kita punya buku
penyimpanan atau pallet. Hal ini dapat dibuktikan bantu namanya buku anfrakan ruangan. Jadi setiap unit
dengan wawancara sebagai berikut: di ruangan membawa buku anfrakan ke gudang
“ada plafon sudah runtuh, lubang angin yang tidak kemudian kita lihat permintaannya apa saja ada atau
sesuai, ada obat yang karena keterbatasan kulkas harus tidak disini kemudian kita mencatat didalam buku
ditempatkan di suhu yang bukan suhu dingin malah anfrakan gudang kemudian didistribusikan ke
menyebabkan obat menjadi rusak”(Informan 1) ruangan”(Informan 1)
“Gudang ini kan masih petak-petak ya tidak Proses pendistribusian obat yang dilakukan di gudang
los”(Informan 2) farmasi RSUD Syekh Yusuf Gowa melalui dua proses
“kita kemarin ada keterbatasan tempat simpan rak- yaitu melalui peresepan dan pengampraan.
raknya”(Informan 3) Pendistribusian obat dimulai dari gudang farmasi dengan
“kondisi ruangan mungkin tidak tercukupi. Disini menerima lembar permintaan obat dari unit pelayanan,
kita satu kali order obat banyak. Penyimpanan kita yang kemudian distribusi obat menyesuaikan dengan
pertama dari sisi ruangan tidak cukup”(Informan 5) persediaan yang ada di gudang farmasi (Satrianegara,
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2017), 2018). Penelitian lain yang dilakukan oleh Malinggas,
diketahui bahwa luas gudang untuk penyimpanan di RSI dkk (2015), dimana sistem distribusi obat yang
Siti Aisyah Madiun adalah 3x5 m2. Hal ini sudah sesuai dilakukan oleh instalasi farmasi RSUD dr. Sam
dengan persyaratan luas minimal gudang menurut Satibi Ratulangi Tondano adalah sistem resep perorangan yaitu
(2016). Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan resep pasien rawat jalan dan rawat inap melalui diambil
syarat kondisi penyimpanan masing-masing obat. melalui instalasi farmasi.
Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah Hasil penelitian menunjukkan kendala yang terjadi
suhu atau temperatur sekitar 20-250C, kelembaban dan setiap kali proses pendistribusian obat di RSUD dr.
atau paparan cahaya (Mawaddah, 2016). Hendrikus Fernandez Larantuka yaitu terkait masalah
6). Pendistribusian kekosongan obat, kelalaian petugas serta monitoring
Metode pendistribusian obat yang digunakan di yang belum baik. Informan juga mengatakan solusi yang
RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka dilakukan digunakan untuk masalah kekosongan obat, biasanya
dengan cara pendistribusian langsung atau dengan petugas melakukan copy resep agar pasien bisa membeli
melakukan anfrak. Mekanisme pendistribusian langsung obat yang dibutuhkan diluar rumah sakit. Hal ini dapat
dimulai dari resep dokter, resep kemudian dibawah ke dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut:
apotek, selanjutnya permintaan obat dari apotek tersebut “hari ini dari ruangan rawat inap mereka anfrak
kemudian dibawah ke gudang. Hal ini dapat dibuktikan BMHP lalu karena tidak termonitor secara baik
dengan wawancara sebagai berikut: menurut perhitungan dari logistik bahwa BMHP ini bisa
dipakai 2 atau 3 hari kedepan tapi bisa saja besok Penelitian yang dilakukan oleh Hasratna (2016),
mereka anfrak lagi. Ini kan yang menjadi masalah diketahui di RSUD Kabupaten Muna belum pernah
kenapa bisa anfrak lagi, inikan kita layani untuk 3 dilakukan pemusnahan dikarenakan laporan untuk
hari”(Informan 5) pelaksanaan pemusnahan obat belum di ACC oleh
“kendalanya bisa saja kekosongan obat, maksudnya Direktur RSUD Kabupaten Muna sehingga
dokter menuliskan obat itu cuman kita punya kosong penyimpanan sementara untuk obat yang sudah
jadi terpaksa kita copy resep untuk beli kadaluarsa atau rusak ditempatkan tersendiri agar tidak
diluar”(Informan 6) tercampur dengan obat yang tidak rusak.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2017), Hasil penelitian menunjukkan penarikan obat di
berdasarkan informasi dari petugas gudang RSI Siti RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka sudah sering
Aisyah Madiun, masalah yang sering terjadi adalah obat dilakukan. Informan mengatakan penarikan obat
yang dipesan terlambat datang bahkan obat kosong. Hal dilakukan karena adanya pemberitahuan resmi dari
ini tentu saja dapat menghambat proses pendistrbusian BPOM bahwa obat tersebut dapat menimbulkan masalah
obat di rumah sakit. Untuk menghindari masalah atau ada kesalahan dalam produksinya. Hal ini dapat
keterlambatan obat dan kekosongan obat sebaiknya dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut:
pihak instalasi farmasi lebih meningkatkan pemantauan “penarikan karena expirednya singkat, ada
stok obat secara berkala agar meminimalisir adanya obat penumpukan di ruangan atau sisa-sisa obat pasien yang
yang kosong. Petugas instalasi farmasi melakukan copy belum dibawa ke farmasi”(Informan 2)
resep untuk jenis obat yang kosong agar pasien bisa
”ijin edarnya ditarik, artinya tidak diperkenankan
membeli obat tersebut diluar rumah sakit.
7). Pemusnahan dan Penarikan Obat untuk dipasarkan karena pemberitahuan resmi dari
Pemusnahan obat di RSUD dr. Hendrikus Fernandez BPOM bahwa obat ditarik dari peredaran karena ada
Larantuka belum pernah dilakukan hingga saat ini. persoalan”(Informan 5)
Informan mengatakan dalam waktu dekat mudah- Penelitian yang dilakukan oleh Malinggas, dkk
mudahan bisa dilakukan pemusnahan obat. Hal ini dapat (2015), dimana penarikan obat dilakukan terhadap
dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut: produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas
“pemusnahan kami disini belum pernah ada Obat dan Makanan (BPOM). Rumah sakit harus
pemusnahan tapi dalam waktu dekat mudah-mudahan mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan
tahun ini ada”(Informan 2) penarikan.
“Disini kita belum ada atau belum pernah terjadi 8). Pengendalian
Hasil penelitian menunjukkan kekurangan obat terjadi
pemusnahan”(Informan 5)
karena keterbatasan dana dan keterbatasan stok obat
yang ada pada distributor. Sedangkan kelebihan obat kekosongan obat lalu diberikan ke kepala instalasi
terjadi karena sediaan yang sudah dipesan namun kemudian kepala instalasi mengajukan permohonan
ternyata tidak digunakan. Informan mengatakan solusi kebagian pengadaan. Selain itu, bagian apotek juga
untuk masalah kekurangan biasanya pihak farmasi akan melakukan copy resep untuk pasien serta pihak farmasi
melapor ke manajemen untuk dicari jalan keluarnya, juga melakukan peminjaman ke Dinkes Kabupaten.
kalau untuk kelebihan biasanya mereka membuat Informan mengatakan untuk mengatasi masalah
laporan slow moffin, dimana mereka melakukan laporan kelebihan obat petugas farmasi meminta dokter agar
date stok obat-obat yang jarang dipakai supaya jadi obat yang masih ada bisa dipertimbangkan untuk dipakai
perhatian komite medik. Hal ini dapat dibuktikan dengan serta untuk penyakit tertentu yang kasusnya kurang
wawancara sebagai berikut: pemesanan obatnya dikurangi.
“kekurangan kita melapor ke manajemen nanti dicari Hasil penelitian menunjukkan data obat kadaluarsa di
jalan keluarnya, kalau kelebihan biasa ada laporan RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tahun 2016-
slow moffin, laporan date stok obat-obat yang jarang 2018, dimana pada tahun 2016 terdapat 43 jenis obat
kadaluarsa, tahun 2017 terdapat 39 jenis obat kadaluarsa
dipakai supaya jadi perhatian komite medik”(Informan
dan tahun 2018 terdapat 28 jenis obat kadaluarsa.
3) 9). Administrasi
“Ya sering terjadi, kekosongan obat hampir sering Hasil penelitian menunjukkan pencatatan dan
terjadi kalau kita disini”(Informan 4) pelaporan sediaan farmasi di RSUD dr. Hendrikus
“Kekurangan itu karena tadi masalahnya adalah Fernandez Larantuka dilakukan secara berkala untuk
yang pertama bisa saja masalah uangnya tidak cukup, dibuatkan laporan baik harian, bulanan maupun tahunan.
yang kedua karena stok didistributor itu sangat Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara sebagai
berikut:
terbatas”(Informan 5)
“Pencatatan seperti obat masuk kita catat, catat
Penelitian yang dilakukan oleh Satrianegara (2018),
berdasarkan nama obat, tanggal expirednya, nomor
mengatakan jika pada bulan ini di RSUD Syekh Yusuf
Gowa disediakan sekitar 500 stok obat dengan jenis fakturnya, tanda terimanya juga kita catat. Pengeluaran
tertentu, dibulan selanjutnya stok obat tersebut juga berdasarkan itu. Ke ruang-ruang ada bukunya
ditambahkan jika dirasa perlu. Namun, belum tentu semua untuk pencatatan”(Informan 2)
dapat memenuhi kebutuhan obat sebab peningkatan “kalau pencatatannya itu harian, bulanan, semester,
jumlah pasien sewaktu-waktu dapat berubah. tahun juga ada. ada yang secara manual dan juga yang
Solusi untuk mengatasi masalah kekurangan atau pakai komputer. Manual itu karena keterbatasan sarana
kelebihan obat di RSUD dr. Hendrikus Fernandez
Larantuka yaitu pihak gudang membuat catatan
kita disini jadi menulis tangan dulu baru dilaporkan “tenaganya tidak dari farmasi tenaganya tenaga
perbulan”(Informan 4) umum, baca resepnya kurang jelas jadi harus ditanya
Pencatatan ini sesuai dengan standar berdasarkan lagi ke farmasi”(Informan 6)
pedoman yang digunakan yaitu peraturan Menteri Penelitian yang dilakukan oleh Badaruddin (2015),
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Hospital Drug
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Distribution Systems in the UK and Germany
karena telah dilakukan pencatatan obat yang masuk dan menyatakan bahwa pengukuran kualitas untuk semua
keluar di gudang di kartu stok yang akan digunakan sistem distribusi salah satunya dapat dilihat dengan
untuk melakukan permintaan obat selanjutnya, mengetahui seberapa besar terjadinya medication errors
pemakaian obat harian menjadi dasar dalam membuat dan human errors. Banyak kesalahan yang dilakukan
LPLPO. akibat kelalaian petugas menyebabkan terganggunya
Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan meliputi proses pengelolaan persediaan obat.
proses penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian Hasil penelitian menunjukkan pihak instalasi RSUD
obat. Informan mengatakan bagian farmasi memiliki 2 dr. Hendrikus Fernandez Larantuka tidak berurusan
admin yang berurusan dengan pasien rawat jalan secara langsung dengan keuangan. Informan mengatakan
maupun rawat inap. anggaran belanja obat di RSUD dr. Hendrikus
Hambatan yang terjadi saat melakukan pencatatan Fernandez Larantuka tahun 2019 sebesar 3,5 Miliyar.
dan pelaporan di RSUD dr. Hendrikus Fernandez Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara sebagai
Larantuka yaitu petugas farmasi lupa mencatat sediaan berikut:
yang masuk dan petugas farmasi tidak tepat waktu “disini kita tidak pegang uangnya. Kita hanya urus
dalam melakukan pelaporan. Informan juga mengatakan dokumen setelah dokumen sudah diverifikasi dan sudah
kendala yang dihadapi yaitu kurang komputer, dimana layak untuk dibayar itu kita ajukan dokumen kita
gudang farmasi hanya memiliki satu komputer untuk kebendahara, nanti bendahara yang berproses kebagian
saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara keuangan daerah. Bagian keuangan daerah yang akan
sebagai berikut: melakukan transfer ke penyedia atau kerekanan yang
“Ada saja hambatan, barang masuk hari ini kita lupa sesuai dengan surat pesanan kita, setelah mereka juga
mencatat”(Informan 1) memverifikasi keabsahan dokumen yang mau dibayar
“kami disini kendalanya mungkin tidak tepat waktu itu. Kalau untuk anggaran belanja rumah sakit itu
ya”(Informan 2) tergantung dari alokasi dana daerah. Biasa untuk saat
ini kalau obat itu bisa sampai 3,4 M itu rata-rata. Untuk
“mungkin kurang komputer kali ya, diatas hanya ada
tahun ini itu kita dengan 3,5 M untuk obat”(Informan 5)
satu”(Informan 3)
Penelitian yang dilakukan oleh Malinggas, dkk f) Pendistribusian obat, baik untuk pasien rawat
(2015), diketahui hasil wawancara yang didapat jalan maupun pasien rawat inap menggunakan
administrasi keuangan di instalasi farmasi RSUD dr. metode resep individu
Sam Ratulangi Tondano tidak dilakukan karena instalasi
g) Pemusnahan obat rusak dan expired date,
farmasi tidak mengelola keuangan sendiri.
belum pernah dilakukan. Obat-obatan yang
BAB V sudah kadaluarsa disimpan oleh petugas gudang
PENUTUP di dalam gudang khusus dan terpisah dari obat
1. Simpulan yang masih digunakan.
a) Pemilihan obat, dilakukan oleh tim khusus yaitu h) Pengendalian pengelolaan obat, dilakukan oleh
KFT (Komite Farmasi Terapi) petugas farmasi berdasarkan stok opname obat.
b) Perencanaan obat, dilakukan oleh pihak farmasi i) Administrasi baik pencatatan dan pelaporan
pada bulan Desember berdasarkan pada rata- kegiatan pengelolaan obat, dilakukan oleh
rata pemakaian dalam satu tahun, tambah stok petugas farmasi tetapi belum sesuai dengan
pengaman 4 bulan dan ditambah 10-20% buffer standar kefarmasian. Administrasi keuangan
stock. tidak dilakukan oleh instalasi farmasi.
c) Pengadaan obat, dilakukan oleh Pejabat 2. Saran
Pembuat Komitmen (PPK) pada bulan Januari a) Diharapkan kepada Kepala instalasi farmasi
atau Maret dengan menggunakan sistem e- RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka
purchasing dan sistem tender. untuk mengusulkan penambahan gudang
d) Penerimaan obat, dilakukan oleh panitia farmasi untuk penyimpanan obat, penambahan
penerimaan dan pemeriksaan barang dengan komputer serta penambahan lemari pendingin.
melihat faktur barang yang masuk, jenis dan b) Diharapkan pihak PPK perlu melakukan
jumlah serta melihat masa kadaluarsa obat. penjadwalan ulang pemesanan obat untuk
e) Penyimpanan Obat, di gudang instalasi farmasi menghindari stok obat yang kosong pada
dilakukan oleh petugas gudang dengan distributor.
menggunakan metode FIFO dan FEFO c) Pihak PPK perlu menyiapkan distributor
berdasarkan bentuk sediaan dan alfabet. cadangan jika sewaktu-waktu ditributor yang
bekerjasama dengan pihak rumah sakit
mengalami kekosongan obat sehingga supplay
obat ke rumah sakit tetap bisa terpenuhi.
d) Pihak instalasi diharapkan utuk segera
mengusulkan ke Direktur rumah sakit untuk
melakukan pemusnahan obat kadaluarsa yang
ada di RSUD dr. Hendrikus Fernandez
Larantuka.
e) Diharapkan untuk petugas apotek harus bekerja
sesuai dengan SOP dalam melayani peresepan
obat bagi pasien agar pasien tidak terlalu lama
mengantri obat.
f) Perlu adanya pengawasan dari Dinas Kesehatan
untuk memastikan obat yang diberikan pihak
rumah sakit kepada pasien tidak melebihi batas
waktu konsumsi atau kadaluarsa.

Anda mungkin juga menyukai