Asuhan Keperawatan Pada TN D Dengan Trauma Kepala
Asuhan Keperawatan Pada TN D Dengan Trauma Kepala
MILD HEAD INJURI, MULTIPLE VULNUS LASERASI, LASERASI LUAS TEMPORAL PARIETAL DEXTRA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer
Arif ,dkk ,2000)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor
dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Trauma kepala termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batas
trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan
kesadaran. Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injuri, yaitu meliputi:
1. Segera setelah injuri
2. Dalam waktu 2 jam setelah injuri
3. Rata-rata 3 minggu setelah injuri
Pada umumnya kematian terjadi segera setelah injuri dimana terjadi trauma langsung pada
kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam
setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien memburuk secara progresif akibat perdarahan
internal. Pencatatan segera tentang status neurologus dan intervensi surgical merupakan
tindakan kritis guna pencegahan kematian pada fase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau
lebih setelah injuri disebabkan oleh berbagai kegegelan system tubuh.
1
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil)
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda atau jatuh dari tempat tinggi
5. Luka tembak
6. Cedera akibat kekerasan
C. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi,
energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma,
kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat
otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob.
Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr.
Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan otonim pada fungsi
2
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta
takikardi.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar.
Fraktur terbuka atau tertutup bergantug pada keadaan robekan kulit atau sampai
menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan ketebalan fraktur tulang tengkorak bergantung
pada kecepatan pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak langsung
Pada fraktur lineal dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan
dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau
hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi
bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena darah juga
mengandung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan ditampung dan diperhatikan
gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada di bagian tengah dari
cairan dan dibagian luarnya Nampak bewarna kuning mengelilingi darah (Holo?Ring Sign).
3
E. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi
yaitu berdasarkan
4
3. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis
dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
-Spontan 4
-Terhadap nyeri 2
-Tidak ada 1
2 Verbal :
-Orientasi baik 5
-Orientasi terganggu 4
3 Motorik :
5
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri 6
-Fleksi menarik 5
-Fleksi abnormal 4
-Ekstensi 3
Total 3-15
4. Morfologi cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda
klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal
dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local:
Perdarahan Epidural
6
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun
keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus
dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada
regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media
(Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan
bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran
progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul
secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi
transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral,
jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah
ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk
bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30
% dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena
jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi
bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan
otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada
perdarahan epidural.
7
4) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan
deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu,
namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat.
Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk
yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa
amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan
sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya
atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan
lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya
berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini
akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio
cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita
dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya :
kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-
gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera
Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma
pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau
serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma
selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau
deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan
hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi,
hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
8
F. PATOFLOW CEDERA KEPALA (Patoflow teori)
G. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan
pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.
9
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan
/ edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
Epidural
Subdural
Sub arachnoid
Intraventrikuler
Malformasi faskuler
Fstula karotiko-kavernosa
Fistula cairan cerebrospinal
Epilepsi
Parese saraf cranial
Meningitis atau abses otak
Sinrom pasca trauma
2. Tindakan
infeksi
Perdarahan ulang
Edema cerebri
Pembengkakan otak
10
J. PENGKAJIAN PADA CIDERA KEPALA
1. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan
napas
.
2. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada
pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang
akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
3. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas
dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
e. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
f. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
4. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
11
5. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
6. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
K. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat.
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro
12
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
DIAGNOSA KEPERAWATAN SAAT DI UGD
1. Nyeri akut b. d agen injuri fisik
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan
kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
4. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
13
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan keperawatan pada klien dengan trauma kepala. Oleh , maret 2010.
[http://meetabied.blogspot.com]. diambil pada 11 januari 2012
Asuhan keperawatan dengan cedere kepala. Oleh hidayat, 11 april 2009.
[http://hidayat2.wordpress.com]. diambil pada 11 januari 2012
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cedera Kepala. Oleh nursing begin. 2008.
[http://nursingbegin.com]. diambil pada 11 januari 2012
Cedera Kepala dan Catid. Oleh PPNI Klaten, 2004. [http://ppni-klaten.com]. diambil pada 11 januari
2012
14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.D DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI:
MILD HEAD INJURI, MULTIPLE VULNUS LASERASI, LASERASI LUAS TEMPORAL PARIETAL DEXTRA
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data umum
a. Identitas klien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku/bangsa :
Status perkawinan :
Tanggal, jam masuk :
Tanggal, jam pengkajian:
No. Register :
No. RM :
Diagnosa medis :
Alamat :
2. Triage
15
Gawat darurat/gawat/darurat/tidak gawat tidak darurat
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehtan klien
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Alas an masuk rumah sakit
b) Keluhan utama
c) Riwayat penyakit sekatang (PQRST)
P :
Q :
R :
S :
T :
d) Keluhan yang menyertai
2) Riwayat kesehatan masa lalu
4. Data biologis
a. Penampilan umum
Klien tampak sakit sedang-berat, terpasang infuse RL 2 line di lengan kanan dan
lengan kiri, menggunakan oksigen BC 4lt/menit, klien berada pada posisi duduk 50 o
s/d 80o, klien tampak tenang.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : mmHg, di
Nadi : x/menit, di arteri radialis, teratur/tidak teratur
Suhu : oC per aksila
Pernafasan ; x/menit, jenis pernafasan
c. Pengkajian primer
A: Airway
B: Breathing
C: Circulating
16
D: Diasability
Drug
E: Exsposure
F: Foley Catheter
G: Gastrik Tebe
Going to
d. Pengkajian sekunder
5. Data psikologis
a. Stasus emosi
b. Konsep diri
c. Gaya komunikasi
d. Pola intraksi
e. Pola mengatasi masalah
6. Data penunjang
a. Laboratorium
b. Radiologi
c. Terapi
d. Diit
e. Acara infuse
B. Pengelompokan Data
C. Analisa Data
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
17